PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelengarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit).
Berdasarkan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, pengaturan
penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; memberikan perllindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit; meningkatkan mutu
dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan memberikan
kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit, dan Rumah Sakit sebagai institusi.
Tujuan pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang
baik dan biaya yang terjangkau.
RSUD M. Th. Djaman Sanggau sebagai salah satu fasilitas kesehatan di
Kabupaten Sanggau memiliki visi yakni “Menjadikan RSUD M. Th. Djaman
Sebagai Rumah Sakit Daerah Berlayanan Internasional Pada Tahun 2020”.
Sedangkan misi RSUD M. Th. Djaman Sanggau adalah :
1. Memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang bermutu, paripurna,
dan terjangkau
2. Meningkatkan pengembangan sumber daya manusia rumah sakit
3. Meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit
4. Meningkatkan kelas rumah sakit dari kelas C menuju kelas B
Sesuai dengan visi dan misi tersebut diharapkan terlaksana kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berkelanjutan melalui
pemantauan indikator mutu dan indikator keselamatan pasien yang akan
1
terangkum didalam kegiatan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien RSUD M. Th. Djaman Sanggau.
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien merupakan salah satu
Komite yang ada di RSUD M. Th. Djaman Sanggau yang bertugas
mengumpulkan, menganalisa, melaporkan dan membuat rencana perbaikan
mutu serta melakukan manajemen risiko dan upaya peningkatan keselamatan
pasien di RSUD M. Th. Djaman Sanggau.
RSUD M. Th. Djaman Sanggau telah melakukan upaya peningkatan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien secara bertahap. Upaya tersebut dilakukan
melalui pembangunan sarana prasarana, pengadaan peralatan, dan
ketenagaan yang sejalan dengan pembangunan rumah sakit pada umumnya.
Namun demikian, masih banyak kendala yang dihadapi terutama berkaitan
dengan standar kebutuhan dan tuntutan sistem pelayanan yang masih belum
selaras dengan perkembangan iptek kedokteran yang semakin pesat dimana
pelayanan spesialistik dan subspesialistik semakin berkembang. Kendala lain
yang dirasakan adalah masih belum adanya kesamaan pengertian dasar
tentang konsep dan prinsip mutu beserta cara penerapannya.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien RSUD M. Th. Djaman Sanggau. Buku panduan tersebut merupakan
konsep dan program peningkatan mutu pelayanan RSUD M. Th. Djaman
Sanggau, yang disusun sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di RSUD M. Th.
Djaman Sanggau dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya
peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan
indikator mutu dan indikator keselamatan pasien yang akan dicapai.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Panduan ini merupakan konsep dasar dan prinsip upaya peningkatan mutu
dan keselamatan pasien yang dapat digunakan oleh semua pimpinan di
satuan kerja di lingkungan RSUD M. Th. Djaman Sanggau sebagai acuan
dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien
2
2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya persamaan persepsi tentang upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RSUD M. Th. Djaman Sanggau
b. Agar perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan kegiatan
PMKP terlaksana secara optimal
c. Agar terjadi perbaikan pelayanan melalui pencapaian indikator area
klinis, manajemen, dan keselamatan pasien
3
BAB II
RUANG LINGKUP
4
3) Pembayar/pihak III/asuransi
4) Manajemen rumah sakit
5) Karyawan rumah sakit
6) Masyarakat
7) Pemerintah
8) Ikatan profesi
Setiap kelompok yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.
4. Dimensi mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
1) Keprofesian
2) Efisiensi
3) Keamanan pasien
4) Kepuasan pasien
5) Aspek sosial budaya
5
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu
asuhan.
c. Outcome
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan
kepuasannya serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian
besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik.
Sebaliknya mutu yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang
buruk.
6
2. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
7
4. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
e. Evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
f. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
g. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
h. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien
8
2) Kriteria
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a) Menerima informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
9
d) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif.
10
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit “.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
c) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
e) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
2) Kriteria
a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
d) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
11
g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.
12
g. Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai
keselamatan pasien
1) Standar
a) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
2) Kriteria
a) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
b) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
13
2) Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi
di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam
keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar,
bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan
sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi
pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaianpelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur
yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien
ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah
dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar
pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas
berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk
dapat diidentifikasi.
3) Elemen Penilaian Sasaran I
a) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak
boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuK pemeriksaan klinis.
14
d) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dantindakan/prosedur.
e) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.
15
c) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi
perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan
d) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara
konsisten.
16
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data
yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label
secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
3) Elemen Penilaian Sasaran III
a) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan
penyimpanan elektrolit konsentrat.
b) Implementasi kebijakan dan prosedur.
c) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
d) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien
harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted).
17
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di
dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan
juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan
atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan
secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang
yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
a) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
b) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang; dan
c) Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau
implant2 yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di
tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan
dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist.
3) Elemen Penilaian Sasaran IV
a) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam
proses penandaan.
18
b) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
c) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
“sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
d) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses
yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.
19
a) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum
(al.dari WHO Patient Safety).
b) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
20
BAB III
TATA LAKSANA
A. Tatalaksana
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat diartikan
keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau
dan menilai mutu pelayanan dan keselamatan pasien, memecahkan masalah-
masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan
kesehatan diharapkan akan lebih baik dan keselamatan pasien terjamin.
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Tujuan itu
sama untuk setiap orang yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah M. Th.
Djaman Kabupaten Sanggau. Bagi mereka yang bekerja secara langsung
terlibat dalam memberikan asuhan atau pelayanan kepada pasien pemberian
asuhan atau pelayanan yang sebaik mungkin merupakan konsep yang nyata.
Namun bagi mereka yang tidak bekerja secara langsung terlibat pasien,
tujuannya adalah pemberian pelayanan sebaik mungkin kepada rumah sakit,
fasilitas dan staf. Mutu asuhan dan pelayanan kepada pasien dapat lebih baik
diberikan dalam suatu organisasi yang berjalan baik dengan staf yang memiliki
rasa kepuasan.
Khusus mengenai program peningkatan keselamatan pasien, mengacu
kepada Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit dari DEPKES,
maka perlu diterapkan 7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit,
sebagai berikut :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Umum
Daerah M. Th. Djaman Kabupaten Sanggau akan sangat berarti dan efektif
bilamana upaya ini menjadi tujuan sehari-hari dari setiap organisasi termasuk
21
pimpinan, pelaksana pelayanan, dan staf penunjang. Namun tentunya tujuan
perorangan untuk memberikan asuhan atau pelayanan yang optimal tidak bisa
tercapai tanpa adanya pelimpahan tanggung jawab dari masing-masing satuan
kerja. Upaya ini termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien.
Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu
yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah
biayanya lebih rendah.
22
a. Ketepatan Identifikasi Pasien : Rumah Sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan ketelitian identifikasi
pasien
b. Peningkatan komunikasi yang efektif : Rumah Sakit mengembangkan
pendekatan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar para
pemberi layanan.
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert): Rumah
Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert).
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi: Rumah
Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur dan tepat pasien
e. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan : Rumah Sakit
mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
f. Pengurangan resiko pasien jatuh : Rumah Sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari cedera karena jatuh
4. Penilaian Kinerja (Rumah Sakit, Unit Kerja, Pimpinan Rumah Sakit, Tenaga
Profesi, Staf)
23
5. Diklat Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Pelaksanaan diklat PMKP berisi :
a. Penjelasan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit.
b. Cara penyusunan program PMKP.
c. Cara melaksanakan program PMKP.
d. Cara memonitoring dan evaluasi program PMKP.
e. Peningkatan kemampuan staf dalam peningkatan mutu dan pelayanan
pasien.
f. Pelaksanaan diklat PMKP disesuaikan dengan jadwal pertemuan yang
telah disusun Rumah Sakit
24
d. Rapat kerja direksi.
e. Rapat kerja wakil direksi.
f. Rapat komite mutu dan keselamatan pasien
Program peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien RSUD M.
Th. Djaman Sanggau ini tentunya diharapkan menjadi program yang
berkesinambungan dan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rumah
sakit. Untuk itu diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dimotori oleh
tim mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit dengan melibatkan
kerja sama dari segenap pihak rumah sakit termasuk pihak luar rumah sakit
yang terkait.
Komite
Mutu
Direktur
Representasi
Pemilik
25
BAB IV
PENUTUP
26