Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelengarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit).
Berdasarkan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, pengaturan
penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; memberikan perllindungan terhadap
keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit; meningkatkan mutu
dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan memberikan
kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah
sakit, dan Rumah Sakit sebagai institusi.
Tujuan pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari
Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang
baik dan biaya yang terjangkau.
RSUD M. Th. Djaman Sanggau sebagai salah satu fasilitas kesehatan di
Kabupaten Sanggau memiliki visi yakni “Menjadikan RSUD M. Th. Djaman
Sebagai Rumah Sakit Daerah Berlayanan Internasional Pada Tahun 2020”.
Sedangkan misi RSUD M. Th. Djaman Sanggau adalah :
1. Memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang bermutu, paripurna,
dan terjangkau
2. Meningkatkan pengembangan sumber daya manusia rumah sakit
3. Meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit
4. Meningkatkan kelas rumah sakit dari kelas C menuju kelas B
Sesuai dengan visi dan misi tersebut diharapkan terlaksana kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berkelanjutan melalui
pemantauan indikator mutu dan indikator keselamatan pasien yang akan

1
terangkum didalam kegiatan Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien RSUD M. Th. Djaman Sanggau.
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien merupakan salah satu
Komite yang ada di RSUD M. Th. Djaman Sanggau yang bertugas
mengumpulkan, menganalisa, melaporkan dan membuat rencana perbaikan
mutu serta melakukan manajemen risiko dan upaya peningkatan keselamatan
pasien di RSUD M. Th. Djaman Sanggau.
RSUD M. Th. Djaman Sanggau telah melakukan upaya peningkatan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien secara bertahap. Upaya tersebut dilakukan
melalui pembangunan sarana prasarana, pengadaan peralatan, dan
ketenagaan yang sejalan dengan pembangunan rumah sakit pada umumnya.
Namun demikian, masih banyak kendala yang dihadapi terutama berkaitan
dengan standar kebutuhan dan tuntutan sistem pelayanan yang masih belum
selaras dengan perkembangan iptek kedokteran yang semakin pesat dimana
pelayanan spesialistik dan subspesialistik semakin berkembang. Kendala lain
yang dirasakan adalah masih belum adanya kesamaan pengertian dasar
tentang konsep dan prinsip mutu beserta cara penerapannya.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dapat seperti yang
diharapkan maka perlu disusun Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien RSUD M. Th. Djaman Sanggau. Buku panduan tersebut merupakan
konsep dan program peningkatan mutu pelayanan RSUD M. Th. Djaman
Sanggau, yang disusun sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di RSUD M. Th.
Djaman Sanggau dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya
peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan
indikator mutu dan indikator keselamatan pasien yang akan dicapai.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Panduan ini merupakan konsep dasar dan prinsip upaya peningkatan mutu
dan keselamatan pasien yang dapat digunakan oleh semua pimpinan di
satuan kerja di lingkungan RSUD M. Th. Djaman Sanggau sebagai acuan
dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien

2
2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya persamaan persepsi tentang upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RSUD M. Th. Djaman Sanggau
b. Agar perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan pelaporan kegiatan
PMKP terlaksana secara optimal
c. Agar terjadi perbaikan pelayanan melalui pencapaian indikator area
klinis, manajemen, dan keselamatan pasien

3
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PENINGKATAN MUTU RUMAH SAKIT


Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang
konsep dasar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
1. Pengertian Mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian
yang secara sederhana melukiskan apa hakikat mutu.
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
2) Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang
selalu dicurahkan pada pekerjaan
3) Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan
Quality Assurance atau Menjaga Mutu adalah “Suatu program yang
disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan
kewajaran asuhan pasien. Menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap.”

2. Definisi mutu pelayanan rumah sakit


Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan pelayanan
rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit secara wajar, efisien, dan efektif secara diberikan secara aman
dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen.

3. Pihak yang berkepentingan dengan mutu


Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu. Pihak-pihak tersebut
adalah :
1) Konsumen
2) Provider (pemberi jasa kesehatan)

4
3) Pembayar/pihak III/asuransi
4) Manajemen rumah sakit
5) Karyawan rumah sakit
6) Masyarakat
7) Pemerintah
8) Ikatan profesi
Setiap kelompok yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multidimensional.

4. Dimensi mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
1) Keprofesian
2) Efisiensi
3) Keamanan pasien
4) Kepuasan pasien
5) Aspek sosial budaya

5. Mutu terkait dengan Struktur, Proses, dan Outcome


Mutu pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah
sakit sebagai suatu sistem. Aspek-aspek tersebut terdiri dari struktur, proses,
dan outcome.
a. Struktur
Struktur adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya
keuangan dan sumber daya lain-lain pada fasilitas kesehatan. Baik
tidaknya struktur dapat diukur dari kewajaran, kuantitas biaya dan mutu
komponen-komponen struktur itu.
b. Proses
Proses adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien: evaluasi, diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan,
tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Baik tidaknya
proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien, efektifitasnya dan
mutu proses itu sendiri.

5
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap mutu
asuhan.
c. Outcome
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan
kepuasannya serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian
besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik.
Sebaliknya mutu yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses yang
buruk.

Tinggi rendahnya mutu sangat dipengaruhi oleh :


1. Sumber daya rumah sakit, termasuk antara lain tenaga, pembiayaan,
sarana dan teknologi yang digunakan
2. Interaksi pemanfaatan dari sumber daya rumah sakit yang digerakkan
melalui proses dan prosedur tertentu sehingga menghasilkan jasa atau
pelayanan.
3. Berhasil tidaknya peningkatan mutu sangat tergantung dari monitoring
faktor-faktor di atas dan juga umpan balik dari hasil-hasil pelayanan untuk
perbaikan lebih lanjut terhadap faktor-faktor dalam butir 1 dan 2.

Dengan demikian terlihat bahwa peningkatan mutu merupakan proses yang


kompleks yang pada akhirnya menyangkut manajemen rumah sakit secara
keseluruhan.

B. Keselamatan Pasien Rumah Sakit


1. Pengertian Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien (patient safety) adalah suatu sistem di mana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
Assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melakukan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

6
2. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan

3. Pelaporan keselamatan pasien meliputi:


Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah suatu insiden yang
mengakibatkan harm/cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan
karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan
oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis yang tidak dapat
dicegah.
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu insiden yang tidak
menyebabkan cedera pada pasien akibat melakukan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dapat terjadi karena
suatu keberuntungan (misal pasien menerima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), karena pencegahan (misal suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (misal suatu
obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotumnya).
Kejadian Sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak
diharapkan atau tidak dapat diterima (misalnya operasi pada bagian tubuh
yang salah)
Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar
kepada pasien tapi tidak menimbulkan cedera.
Kejadian Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera tapi belum terjadi insiden.

7
4. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
e. Evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
f. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
g. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
h. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:


a. Standar I. Hak pasien
1) Standar
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
2) Kriteria
a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.

b. Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


1) Standar
RSUD M. Th. Djaman Sanggau mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
sebagaimana telah tercantum dalam panduan hak dan kewajiban
pasien RSUD M. Th. Djaman Sanggau.

8
2) Kriteria
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung
jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat :
a) Menerima informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
c) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak
dimengerti.
d) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
f) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

c. Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan


1) Standar
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
2) Kriteria
a) Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah
sakit.
b) Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan
transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c) Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.

9
d) Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi
kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa
hambatan, aman dan efektif.

d. Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk


melakukykan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
1) Standar
Rumah sakit mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor, dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan
data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan
untuk meningkatan kinerja serta keselamtan pasien.
2) Kriteria
a) Rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor – faktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit”
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
yang antara lain terkait dengan : pelaopran insiden, skreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuagan.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua insiden dan secara proaktif melakukan evalasi satu
proses kasus risiko tinggi.
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang
diperlukan agar kerja dan keselamatan pasien terjamin.

e. Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan


pasien
1) Standar
a) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui

10
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit “.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
c) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan
koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang keselamatan pasien.
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien.
e) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
2) Kriteria
a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden.
c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam
program keselamatan pasien.
d) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan
jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
f) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.

11
g) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin.
h) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.
i) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.

f. Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


1) Standar
a) Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas.
b) Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan
pasien.
2) Kriteria
a) Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan
pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
b) Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan
pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
c) Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

12
g. Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai
keselamatan pasien
1) Standar
a) Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
2) Kriteria
a) Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
b) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

5. Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di
semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint
Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan
Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.
Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik
secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman
dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada
solusi-solusi yang menyeluruh.
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai
berikut :
a. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
1) Standar SKP I
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki/meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.

13
2) Maksud dan Tujuan Sasaran I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi
di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan.
Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam
keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar,
bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan
sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi
pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaianpelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur
yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses
identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien
ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah
dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir,
gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar
pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas
berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk
dapat diidentifikasi.
3) Elemen Penilaian Sasaran I
a) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak
boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk
darah.
c) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuK pemeriksaan klinis.

14
d) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dantindakan/prosedur.
e) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

b. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif


1) Standar SKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
2) Maksud dan Tujuan Sasaran II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat
berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan
secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon
ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon
termasuk: mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian
penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah
dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau
prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan
tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di
IGD atau ICU.
3) Elemen Penilaian Sasaran II
a) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan
dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

15
c) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi
perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan
d) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara
konsisten.

c. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-


Alert)
1) Standar SKP III
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert).
2) Maksud dan Tujuan Sasaran III
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan
pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama
Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun
Alike/LASA).
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja
(misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium
fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila
perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum
ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi
kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan
obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit
konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk

16
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data
yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga
mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label
secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian
yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
3) Elemen Penilaian Sasaran III
a) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan
penyimpanan elektrolit konsentrat.
b) Implementasi kebijakan dan prosedur.
c) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
d) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien
harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted).

d. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien


Operasi
1) Standar SKP IV
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien.
2) Maksud dan Tujuan Sasaran IV
Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah
sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau
yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak
ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan
ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang

17
berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di
dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan
juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical
Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint
Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan
atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan
secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang
yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau multipel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk:
a) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
b) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang; dan
c) Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau
implant2 yang dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di
tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan
dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan
bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya
menggunakan checklist.
3) Elemen Penilaian Sasaran IV
a) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti
untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam
proses penandaan.

18
b) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
c) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur
“sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu
prosedur/tindakan pembedahan.
d) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses
yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

e. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


1) Standar SKP V
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
2) Maksud dan Tujuan Sasaran V
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan
terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya
untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih,
infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia
(sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah
cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa
dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan
internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan
atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum
dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
3) Elemen Penilaian Sasaran V

19
a) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand
hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum
(al.dari WHO Patient Safety).
b) Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.

f. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


1) Standar SKP VI
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
risiko pasien dari cedera karena jatuh.
2) Maksud dan Tujuan Sasaran VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Program tersebut harus diterapkan rumah sakit.
3) Elemen Penilaian Sasaran VI
a) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap
risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan
terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
b) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
c) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

20
BAB III
TATA LAKSANA

A. Tatalaksana
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat diartikan
keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif memantau
dan menilai mutu pelayanan dan keselamatan pasien, memecahkan masalah-
masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan
kesehatan diharapkan akan lebih baik dan keselamatan pasien terjamin.
Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada pasien. Tujuan itu
sama untuk setiap orang yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah M. Th.
Djaman Kabupaten Sanggau. Bagi mereka yang bekerja secara langsung
terlibat dalam memberikan asuhan atau pelayanan kepada pasien pemberian
asuhan atau pelayanan yang sebaik mungkin merupakan konsep yang nyata.
Namun bagi mereka yang tidak bekerja secara langsung terlibat pasien,
tujuannya adalah pemberian pelayanan sebaik mungkin kepada rumah sakit,
fasilitas dan staf. Mutu asuhan dan pelayanan kepada pasien dapat lebih baik
diberikan dalam suatu organisasi yang berjalan baik dengan staf yang memiliki
rasa kepuasan.
Khusus mengenai program peningkatan keselamatan pasien, mengacu
kepada Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit dari DEPKES,
maka perlu diterapkan 7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit,
sebagai berikut :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit Umum
Daerah M. Th. Djaman Kabupaten Sanggau akan sangat berarti dan efektif
bilamana upaya ini menjadi tujuan sehari-hari dari setiap organisasi termasuk

21
pimpinan, pelaksana pelayanan, dan staf penunjang. Namun tentunya tujuan
perorangan untuk memberikan asuhan atau pelayanan yang optimal tidak bisa
tercapai tanpa adanya pelimpahan tanggung jawab dari masing-masing satuan
kerja. Upaya ini termasuk kegiatan yang melibatkan mutu asuhan atau
pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan efisien.
Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak berarti mutu
yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau mutu rendah
biayanya lebih rendah.

B. Kegiatan Pokok Dan Rincian Kegiatan


1. Clinical Pathway
Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan
standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti
dengan hasil yang terukur dan dalam jangkauan waktu tertentu selama di
rumah sakit (Firmanda D., 208).
Pada bulan November 2018 dilakukan uji coba pelaksanaan CP antara lain:
a. Hernia Inguinalis
b. Tonsilektomi
c. Dyspepsia Fungsional
d. Preeklamsia Berat
e. Dengue Hemorragic Fever pada Anak
Format clinical pathway yang diterapkan terlampir pada lampiran penetapan
Clinical Pathway. Evaluasi dan perbaikan dari clinical pathway tersebut di
atas akan dilakukan minimal tiap 6 bulan sejak pelaksanaannya, oleh tim
clinical pathway.

2. Indikator Mutu (klinis, manajemen, keselamatan pasien, international library


measurement)
Indikator area klinis adalah suatu variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan dalam bidang klinis.
Indikator Area Manajemen adalah suatu variabel yang digunakan untuk
menilai perubahan dalam bidang manajemen.
Indikator Sasaran Keselamatan Pasien :

22
a. Ketepatan Identifikasi Pasien : Rumah Sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan ketelitian identifikasi
pasien
b. Peningkatan komunikasi yang efektif : Rumah Sakit mengembangkan
pendekatan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar para
pemberi layanan.
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high alert): Rumah
Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert).
d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi: Rumah
Sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,
tepat prosedur dan tepat pasien
e. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan : Rumah Sakit
mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.
f. Pengurangan resiko pasien jatuh : Rumah Sakit mengembangkan suatu
pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari cedera karena jatuh

3. Risk Management dan Failure Mode and Effect Analysis


Risk Manajemen / Manajemen Resiko adalah suatu pendekatan proaktif
berupa kegiatan klinis dan administratif yang dilakukan untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menyusun prioritas dalam menangani
resiko cidera terhadap pasien, staf RS dan pengunjung, serta resiko kerugian
terhadap institusi RS itu sendiri.
Failure Mode and Effects Analysis (selanjutnya disebut FMEA) adalah
proses proaktif dalam memperbaiki kinerja dengan mengidentifikasi dan
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi, dimana kesalahan dapat
diprediksi dan diantisipasi sehingga dampak buruk akibat kesalahan itu dapat
dihilangkan atau diminimalisir demi keselamatan pasien.

4. Penilaian Kinerja (Rumah Sakit, Unit Kerja, Pimpinan Rumah Sakit, Tenaga
Profesi, Staf)

23
5. Diklat Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Pelaksanaan diklat PMKP berisi :
a. Penjelasan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit.
b. Cara penyusunan program PMKP.
c. Cara melaksanakan program PMKP.
d. Cara memonitoring dan evaluasi program PMKP.
e. Peningkatan kemampuan staf dalam peningkatan mutu dan pelayanan
pasien.
f. Pelaksanaan diklat PMKP disesuaikan dengan jadwal pertemuan yang
telah disusun Rumah Sakit

6. Program PMKP di Unit Kerja


Program ini direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring dan dievaluasi
secara berkala oleh kepala unit kerja. Hasil kegiatan tersebut dilaporkan
secara berkala kepada Tim PMKP RS. Rincian Program kerja terdapat pada
pedoman program kerja PMKP.
Dalam pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah
Sakit menggunakan metode siklus mutu PDCA (Plan, Do, Check and Action).
PDCA singkatan bahasa Inggris dari “Plan, Do, Check and Action”,
(Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak Lanjuti) adalah suatu proses
pemecahan masalahan empat langkah alternatif yang umum digunakan
dalam pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards
Deming yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern
sehingga sering juga disebut dengan Siklus Deming. Deming sendiri selalu
merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart
yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistik.
Belakangan, Deming memodifikasi PDCA menjadi PDSA (Plan, Do, Study,
Act) untuk lebih menggambarkan rekomendasinya.

7. Pencatatan dan Pelaporan


Sarana yang dipergunakan dalam monitoring dan evaluasi adalah:
a. Laporan langsung ke Tim PMKP / Direktur ( secara teratur dan insidentil).
b. Rapat kerja unit.
c. Rapat kerja bulanan.

24
d. Rapat kerja direksi.
e. Rapat kerja wakil direksi.
f. Rapat komite mutu dan keselamatan pasien
Program peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien RSUD M.
Th. Djaman Sanggau ini tentunya diharapkan menjadi program yang
berkesinambungan dan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja rumah
sakit. Untuk itu diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dimotori oleh
tim mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit dengan melibatkan
kerja sama dari segenap pihak rumah sakit termasuk pihak luar rumah sakit
yang terkait.

C. Alur Pelaporan Mutu Rumah Sakit

Unit RS A1 Unit RS A1 Unit RS A1


(mis. Unit IGD) (mis. Unit IGD) (mis. Unit IGD)

Manajer/ Kepala Bagian/ Kepala Instalasi/


Penanggung Jawab Unit Terkait

Komite
Mutu

Direktur

Representasi
Pemilik

25
BAB IV
PENUTUP

Pengelola pelayanan kesehatan dalam hal ini segenap pihak di RSUD M.


Th. Djaman Sanggau harus menyadari bahwa mutu rumah sakit merupakan hal
yang penting. Dengan semakin berkembangnya globalisasi, maka persaingan antar
rumah sakit juga akan semakin ketat. Oleh karena implementasi dari Pedoman
Peningkatan Mutu, Keselamatan Pasien Dan Kinerja Rumah Sakit yang telah
ditetapkan ini merupakan suatu kebutuhan untuk menjadikan RSUD M. Th. Djaman
Sanggau tetap berada di garis depan dalam kancah persaingan yang terus
meningkat. Program ini membutuhkan kesepakatan dan komitmen bersama dari
seluruh pihak di RSUD M. Th. Djaman Sanggau.

Sanggau, 01 Agustus 2018


RSUD M. Th. Djaman Sanggu
Ketua Komite PMKP

dr. Yudha Pranata, Sp.OG, M.Kes


NIP 19770406 200212 1 001

26

Anda mungkin juga menyukai