Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan hal
utama dalam manajemen Puskesmas saat ini. Puskesmas juga berupaya
melaksanakan peningkatan mutu dan keselamatan pasien sesuai standar
yang ditetapkan. Upaya tersebut harus sesuai dengan Visi dan Misi
Puskesmas. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) dilaksanakan
berdasarkan nilai dan motto Puskesmas. PMKP juga bertujan untuk
melaksanakan perencanaan strategis. Adapun Visi, Misi, dan Motto
Puskesmas adalah sebagai berikut:
1. Visi

2. Misi

3. Nilai

4. Motto

Tahap-tahap yang digunakan dalam PMKP ini adalah perencanaan,


pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta perbaikan mutu yang
berkesinambungan. Pedoman PMKP akan direview secara berkala.
Pengelolaan Puskesmas adalah pengelolaan yang penuh dengan
risiko dan harus memenuhi mutu pelayanan yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Untuk memperbaiki mutu secara keseluruhan, pengelola
Puskesmas perlu secara terus menerus mengurangi risiko terhadap pasien
dan staf. Risiko semacam ini dapat muncul dalam proses klinis, manajerial
dan lingkungan fisik Puskesmas.
Upaya mutu dan keselamatan pasien ini bertujuan untuk menjawab
tantangan yang terus berkembang di masyarakat. Upaya tersebut harus dapat
diukur. Pengukuran upaya tersebut melalui iindikator-indikator yang
ditetapkan mulai tingkat Puskesmas, nasional dan internasional. Pelaksanaan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien harus mengacu kepada
perundang-undangan yang ada.

BAB II
TUJUAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN

Peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini bertujuan sebagai


berikut.
1. Tujuan Umum: Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya
peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien Puskesmas secara
efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
2. Tujuan Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan Puskesmas
melalui:
a. Optimalisasi tenaga, sarana dan prasarana.
1
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu sesuai
dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan pengembangan
pelayanan kesehatan.
d. Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas dan citra yang
baik bagi Puskesmas.
e. Agar seluruh personil Puskesmas memahami tentang tanggung jawab
dan rasa nilai kemanusiaan terhadap keselamatan pasien di
Puskesmas.
f. Dapat meningkatkan kepercayaan antar dokter dan pasien terhadap
tindakan yang akan dilakukan.
g. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Puskesmas.
h. Meningkatnya akuntabilitas Puskesmas terhadap pasien dan
masyarakat.
i. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di Puskesmas.
j. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.

BAB III
PENGERTIAN DAN ISTILAH

Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien di


Puskesmas dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan
adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.
a. PMKP adalah singkatan dari Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.
PMKP merupakan upaya meningkatkan mutu secara keseluruhan dengan
terus-menerus mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik dalam
proses klinis maupun lingkungan fisik.
b. Pengertian Mutu beraneka ragam, diantaranya:
2
1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
2) Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan.
3) Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
c. Upaya Peningkatan Mutu adalah upaya terus-menerus yang
berkesinambungan untuk mencapai mutu yang tinggi. Mutu adalah
sesuatu yang bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang
berbeda namun berimplikasi pada superioritas sesuatu hal.
d. Definisi Mutu Pelayanan Puskesmas adalah upaya terus menerus yang
berkesinambungan untuk mencapai kesempurnaan pelayanan sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan sesuai kebutuhan
konsumen dengan menggunakan sumber daya secara efektif, efisien, aman
dan memuaskan, sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Puskesmas dan
konsumen.
e. Pihak yang berkepentingan dengan Mutu adalah:
1) Konsumen
2) Pembayar/perusahaan/asuransi
3) Manajemen
4) Karyawan
5) Masyarakat
6) Pemerintah
7) Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Sehingga mutu bersifat multi dimensional.
f. Dimensi Mutu adalah:
1) Keprofesian
2) Efisiensi
3) Keamanan Pasien
4) Kepuasan Pasien
5) Aspek Sosial Budaya
6) Keselamatan Pasien
g. Mutu terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunakan 3 variabel, yaitu:
1) Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,
bahan, teknologi, sistem informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan
yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula.
Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam
perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2) Proses merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan
interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen
(pasien/masyarakat). Proses merupakan variabel mutu yang penting.
3) Output adalah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh unit
kerja/Puskesmas.

3
4) Outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan
dari konsumen tersebut.
h. Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana Puskesmas membuat
asuhan pasien lebih aman yang diwujudkan dalam kegiatan asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
i. SPO Pelayanan Kedokteran merupakan panduan bagi seluruh tenaga
kesehatan di Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. SPO
disusun dalam bentuk Panduan Praktek Klinis (PPK)/Clinical Practice
Guidlines yang dapat dilengkapi dengan alur klinis (clinical pathway),
algoritme, protokol, prosedur atau standing order. Acuan yang digunakan
adalah Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
j. Clinical Pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu
yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangkauan waktu
tertentu selama di Puskesmas (Firmanda D.,2008)
k. Indikator, Kriteria dan Standar
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek
yang akan ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta
standar yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan Puskesmas.
Indikator adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan
suatu indikasi. Indikator merupakan suatu variabel yang digunakan untuk
bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang sensitif tapi juga
spesifik.
Kriteria adalah spesifikasi dari indikator.
Standar adalah:
1) Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang
berwenang dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung
jawab untuk mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.
2) Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang
sangat baik.
3) Suatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai
atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka prinsip


dasar yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
1) Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
4
2) Indikator yang dipilih
 Indikator lebih diutamakan untuk menilai output dan outcome
daripada input dan proses.
 Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan.
 Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Puskesmas lain,
baik di dalam maupun di luar negeri.
 Dapat mendorong intervensi sejak awal pada aspek yang dipilih
untuk dimonitor.
 Didasarkan pada data yang ada.
3) Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat
menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan
antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4) Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan:
 Acuan dari berbagai sumber
 Benchmarking dengan Puskesmas yang setara
 Berdasarkan trend yang menuju perbaikan.

Indikator mutu Puskesmas meliputi:


1) Indikator Area Klinis yang berorientasi pada waktu yang berdasarkan
pada efektifitas (effectiveness), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety)
dan kelayakan (appropriateness).
2) Indikator Area Manajemen merupakan indikator yang menilai seluruh
input, proses, output dan outcome manajemen Puskesmas. Indikator
Area Manajemen meliputi:
a) Pengadaan rutin peralatan kesehatan atau obat untuk memenuhi
kebutuhan pasien
b) Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
c) Manajemen risiko
d) Manajemen penggunaan sumber daya
e) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga
f) Demografi pasien dan diagnosa klinik
g) Manajemen keuangan
h) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat
menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien
dan staf
3) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien yang disusun berdasarkan
Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Puskesmas, yaitu:

SASARAN I: KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN


a) Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat,
c) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis.
d) Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
5
e) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi
yang konsisten pada semua situasi dan lokasi.

SASARAN II: PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF


a) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan
dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
c) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah
atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
d) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi
keakuratan komunikasi lisan atau melalui telpon secara konsisten
dengan pembubuhan paraf dokter jaga.

SASARAN III: PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU


DIWASPADAI (HIGH-ALERT)
a) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses
idetifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
elektrolit konsentrat.
b) Implementasi kebijakan dan prosedur.
c) Elektrolit dan konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien
kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk
mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai
kebijakan. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan
pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang
dibatasi ketat (restricted).

SASARAN IV: KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT


PASIEN TINDAKAN
a) Menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses
penandaan.
b) Menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan
semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
dan fungsional.
c) Tim pelaksana tindakan yang lengkap menerapkan dan mencatat
prosedur “sebelum insisi/timeout” tepat pembedahan.
d) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses
yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat psien, termasuk prosedur medis dan dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V: PENGURANGAN RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN

6
a) Puskesmas mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari
WHO Patient Safety).
b) Puskesmas menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.

SASARAN VI: PENGURANGAN RISIKO PASIEN JATUH


a) Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap
risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-
lain.
b) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
c) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan
pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak
diharapkan.
d) Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di
Puskesmas.

l. Kejadian Tidak Diharapkan adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan


yang mengakibatkan cedera pasien akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan
karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan
oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat
dicegah.

m. Kejadian Sentinel adalah insiden yang mengakibatkan kematian atau


cidera yang serius kepada pasien. Suatu KTD yang mengakibatkan
kematian atau cedera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian yang
sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima, seperti: operasi pada
bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi
(misalnya amputasi pada bagian tubuh yang salah, dsb) sehingga
pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah
yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.

n. Kejadian Nyaris Cidera (selanjutnya disebut KNC) adalah terjadinya insiden


yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga pasien tidak cidera.
o. Kondisi Potensial Cidera (selanjutnya disebut KPC) adalah kondisi atau
situasi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum
terjadi insiden.
p. Kejadian Tidak Cidera (KTC)
Insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cidera.
q. Root Cause Analysis (selanjutnya disebut RCA) adalah suatu proses
terstruktur yang menggunakan metode analitik yang memungkinkan kita
7
untuk bertanya “bagaimana” dan “mengapa” dengan cara yang obyektif
untuk mengungkap faktor kausal yang menyebabkan insiden keselamatan
pasien dan kemudian menjadi proses pembelajaran untuk mencegah
insiden serupa terjadi lagi tanpa menerapkan sikap menyalahkan.
r. Failure Mode and Effect Analysis (selanjutnya disebut FMEA) adalah proses
proaktif dalam memperbaiki kinerja dengan mengidentifikasi dan
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi, dimana kesalahan dapat
diprediksi dan diantisipasi sehingga dampak buruk akibat kesalahan itu
dapat dihilangkan atau diminimalisir demi keselamatan pasien.
s. Manajemen Risiko adalah suatu pendekatan proaktif berupa kegiatan
klinis dan administratif yang dilakukan untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menyusun prioritas dalam menangani risiko cidera
terhadap pasien, staf Puskesmas dan pengunjung, serta risiko kerugian
terhadap institusi Puskesmas sendiri.

BAB IV
METODE PENINGKATAN MUTU PUSKESMAS

Metode peningkatan mutu Puskesmas dirancang untuk menjamin


keberhasilan pelaksanaan program mutu dan harus dipahami dan dijalankan
oleh semua unit dan manajemen.
Strategi peningkatan mutu adalah sebagai berikut.
1. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan
prinsip mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah
upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
2. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien di Puskesmas.

8
3. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia
di Puskesmas, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.
4. Menciptakan budaya mutu di Puskesmas, termasuk di dalamnya
menyusun program mutu dengan melakukan analisis pemecahan masalah
dan melakukan perbaikan dengan pendekatan PDCA cycle.
5. Menumbuhkan semangat untuk secara aktif melaporkan setiap insiden
yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.

Puskesmas dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Tanpa mengukur
hasil kinerja, Puskesmas tidak dapat mengetahui apakah input dan proses
yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Puskesmas
disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu secara nyata dan
dikumpulkan oleh seluruh unit kerja.

Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus


(daur) yang berkesinambungan. Langkah-langkah dalam siklus yang
digunakan adalah sebagai berikut.
1. Identifikasi dan analisis masalah
Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari
pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah akan timbul apabila:
a) Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan.
b) Merasa tidak puas dengan adanya penyimpangan tersebut.
c) Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.

Identifikasi penyebab masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan


diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (fishbone) yang
diperlihatkan pada gambar 1. Diagram tulang ikan adalah alat untuk
menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah dengan rinci. Diagram
tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal
untuk menentukan fokus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan
data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah
tersebut (Koentjoro, 2007).
Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
a) Masalah yang akan dianalisis diletakkan di sebelah kanan (kepala
tulang ikan).
b) Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan,
yaitu: manusia, mesin/peralatan, metode, material, lingkungan.
c) Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah
pada setiap komponen struktur dan proses tersebut.

9
Machinery Maintenance Manpower

Tidak tersedianya alat Kurangnya


perawat Kurangnya
AC Hepa OK dokter
habis pakai utk operasi instrumen
Kebutuhan alat rusak operator
Problem: waktu
post-op mahal tunggu operasi
yang lama
Tempat tidur penuh Kurangnya Tidak ada SIM
koordinasi antrian
dan
informasi

Materia Method Mother


l s Nature/Environment
2. Penilaian kembali
Setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih
ada yang tertinggal agar pemecahan masalah bisa tuntas. Dari penilaian
kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan
masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus
akan berulang mulai tahap pertama.

Untuk keberlanjutan peningkatan mutu pelayanan diperlukan


adanya pengendalian keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan
untuk menjamin tercapainya sasaran Puskesmas. Pengendalian kualitas
pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan proses
kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s
satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di
Puskesmas.
Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada
siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-
Action” (P-D-C-A). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewhart” karena
pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang
lalu. Dalam perkembangannya metologi analisis P-D-C-A lebih sering disebut
“siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan
penggunaannya dan memperluas penerapannya. P-D-C-A adalah alat yang
bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus (continuous
improvement) tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaan yang lebih baik dan
dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 2.

10
Action Plan
Bagaimana Apa yang akan
memperbaiki dilakukan?
proses Bagaimana
selanjutnya? melakukannya?

Check Do
Apakah Lakukan
semuanya sesuai sebagaimana
dengan yang yang telah
direncanakan? direncanakan

Gambar 2. Skema siklus PDCA (1)

PLAN:
Identifikasi masalah
Analisis masalah
Rencana tindak lanjut

ACTION: DO:
Jika hasil memuaskan, Implementasi secara
masukkan solusi
perubahan pada SOP PDCA Cycle Memastikan kegiatan
dan latih unit terkait telah dijalankan
untuk menguasainya. sesuai rencana
CHECK:
Evaluasi hasil dan
tingkat
pencapaiannya

Gambar 3. Skema siklus PDCA (2)

Pada Gambar 3. Tersebut, masalah yang akan dipecahkan dan


pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya harus selalu
didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya
unsur subyektifitasnya, pengambilan keputusan yang terlalu cepat, serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu untuk memudahkan identifikasi
masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya,
Puskesmas harus menetapkan standar pelayanan.
Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat
berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah sebagaimana dalam Gambar 4. berikut ini.

11
Action
(1) Menentukan
Plan
tujuan

(2) Mengambil tindakan


yang tepat (3) Menetapkan
metode untuk
mencapai tujuan

(4) Menyelenggarakan
(5) Memeriksa akibat pendidikan dan
pelaksanaan pelatihan

(6) Melaksanakan
pekerjaan
Check Do

Gambar 4. Skema enam langkah siklus


PDCA

Penjelasan dari Gambar 4. Tersebut adalah sebagai berikut.


a. Langkah 1. Menentukan Tujuan dan Sasaran → Plan
Tujuan dan Sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala Puskesmas
berdasarkan data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan
secara konkrit berupa angka, harus pula diungkapkan dengan maksud
tertentu dan disebarkan ke seluruh karyawan.
b. Langkah 2. Menentukan Metode untuk Mencapai Tujuan → Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang
ditetapkan harus rasional, berlakuuntuk semua karyawan dan tidak
menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menentukan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan
penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua
karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.
d. Langkah 4. Melaksanakan Pekerjaan → Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi
dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu
dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para
karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang
timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar
kerja yang ditetapkan.
e. Langkah 5. Memeriksa Akibat Pelaksanaan → Check
Ketua Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien atau atasan perlu
memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika
12
segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal
yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa
pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan
dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan,
metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan baik oleh
karyawan maupun manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat
dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu
dapat dilihat dari penyebabnya.
f. Langkah 6. Mengambil tindakan yang tepat → Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka
penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi. Menyingkirkan faktor-faktor
penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi
yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan.

Konsep PDCA dapat dijalankan dengan bentuk lain, yaitu PDSA


dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Mengembangkan perencanaan untuk membuat perubahan → Plan
b. Melakukan uji coba terhadap perencanaan yang dibuat → Do
c. Mengamati dan mempelajari konsekwensi dari uji coba yang dilakukan →
Study

d. Menetapkan modifikasi yang harus dilakukan untuk memperbaiki uji coba


→ Act

Konsep PDCA atau PDSA merupakan sistem yang efektif untuk


meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kulitas pelayanan yang
akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan
semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalia kualitas
pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerity), yaitu sikap yang menolak
adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau
menolak cara berpikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.
Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran
yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan
mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama
merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya.
Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan yang
dimaksud tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses.
Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap
tahapan dari proses. Dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya
keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan
manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas
hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

13
BAB V
METODE PROGRAM KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS

Program Keselamatan Pasien Puskesmas mengacu pada Standar


Keselamatan Pasien dan 7 Langkah menuju Keselamatan Pasien Puskesmas
yang terdapat dalam Permenkes 1691/2011. Adapun Standar Keselamatan
Pasien Puskesmas meliputi:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Uraian tujuh standar tersebut di atas adalah sebagai berikut.

Standar 1. Hak Pasien


Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria:
1.1 Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2 Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
1.3 Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik pasien dan keluarga


Standar:
Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
2.1 Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2.2 Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
2.3 Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
2.4 Memahami dan menerima konsekwensi pelayanan.
2.5 Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Puskesmas.
2.6 Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
2.7 Mematuhi kewajiban finansial yang disepakati.

14
Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar:
Puskesmas menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari Puskesmas.
3.1 Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
3.2 Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer
dan tindak lanjut lainnya.
3.3 Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan
efektif.

Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk


melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standar:
Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
sudah ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Setiap Puskesmas harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi dan tujuan Puskesmas, kebutuhan pasien,
petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktek bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.
b. Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulkan data kinerja yang
antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
c. Setiap Puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko
tinggi.
d. Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar
kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas”.

15
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja Puskesmas serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja Puskesmas dan keselamatan pasien.
Kriteria:
5.1 Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2 Terdapat program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
5.3 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
Puskesmas terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
5.4 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
5.5 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
analisis akar masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near Miss) dan “Kejadian
Sentinel” pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam Puskesmas dengan pendekatan
antar disiplin.
5.8 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja Puskesmas dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya
tersebut.
5.9 Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja
Puskesmas dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


Standar:
1. Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien
secara jelas.

16
2. Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1 Setiap Puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
6.2 Setiap Puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang
jelas tentang pelaporan insiden.
6.3 Setiap Puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai


keselamatan pasien
Standar:
Puskesmas merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1 Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait
dengan keselamatan pasien.
7.2 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas adalah


sebagai berikut.

1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN


Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas
1) Puskesmas telah memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana
langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan
apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
2) Puskesmas telah memiliki kebijakan dan prosedur yang menjabarkan
peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
3) Puskesmas telah berupaya menumbuhkan budaya pelaporan dan
belajar dari insiden yang terjadi di Puskesmas.
4) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
1) Pastikan semua rekan sekerja merasa mampu untuk berbicara
mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada
insiden.
17
2) Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang
dipakai di Puskesmas untuk memastikan semua laporan dibuat
secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat.

2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA


Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan
Pasien di seluruh jajaran Puskesmas.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas
1) Puskesmas bertanggung jawab atas keselamatan pasien.
2) Telah dibentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang
ditugaskan untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan
pasien.
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi
maupun rapat-rapat manajemen Puskesmas.
4) Keselamatan Pasien menjadi materi dalam semua program orientasi
dan pelatihan di Puskesmas dan dilaksanakan evaluasi dengan pre
dan post test.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
1) Semua pimpinan unit kerja wajib memimpin gerakan Keselamatan
Pasien.
2) Selalu jelaskan kepada seluruh personil relevansi dan pentingnya
serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan
Pasien.
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO


Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas
1) Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf.
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja mutu dan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) bagi sistem pengelolaan risiko yang dapat
dimonitor oleh Kepala Puskesmas.
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
1) Dalam setiap rapat koordinasi selalu laksanakan diskusi tentang hal-
hal yang berkaitan dengan Keselamatan Pasien guna memberikan
umpan balik kepada manajer terkait.
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko Puskesmas.

18
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan sembilan langkah-langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut.
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke
proses asesmen dan pencatatan risiko Puskesmas.

4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN


Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian/insiden, serta Puskesmas mengatur pelaporan kepada Komite
Keselamatan Pasien Puskesmas (KKPRS).
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas
Sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar Puskesmas
mengacu pada Pedoman Keselamatan Pasien Puskesmas.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
Berikan semangat kepada seluruh personil untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.

5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN


Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas
1) Puskesmas memiliki kebijakan dan pedoman yang jelas tentang cara-
cara komunikasi terbuka selama proses asuhan tentang insiden
dengan para pasien dan keluarganya.
2) Seluruh staf Puskesmas terkait harus mampu memastikan bahwa
pasien dan keluarga mendapat informasi yang benar dan jelas
bilaman terjadi insiden.
3) Seluruh jajaran manajerial harus mampu memberi dukungan,
pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka
kepada pasien dan keluarganya.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
1) Pastikan seluruh personil menghargai dan mendukung keterlibatan
pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden.
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang
jelas dan benar secara tepat.
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.

6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN


Seluruh staf harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk
belajar bagaimana dan mengapa KTD itu timbul.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas

19
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian
insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) yang
mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali pertahun
melakukan Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) untuk proses
risiko tinggi.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
1) Diskusikan dalam jajaran unit/tim pengalaman dari hasil analisis
insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di
masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN


PASIEN
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Puskesmas
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,
untuk menentukan solusi.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (input dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis,
termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil
atas insiden yang dilaporkan.
B. Tingkat Unit Kerja/Tim
1) Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara
untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang telah dibuat dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan seluruh personil menerima umpan balik atas setiap tindak
lanjut tentang insiden yang dilaporkan.

Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Puskesmas merupakan panduan


yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh
langkah tersebut secara menyeluruh harus dilakukan oleh setiap Puskesmas.
Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak
harus serentak. Dapat dipilih langkah-langkah yang paling strategis dan
paling mudah dilaksanakan. Bila langkah-langkah ini berhasil maka
kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah
ini telah dilaksanakan dengan baik maka dapat menambah penggunaan
metode-metode lainnya.

20
BAB VI

METODE MANAJEMEN RISIKO PUSKESMAS

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan dengan


menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan manajemen risiko di
semua unit/bagian Puskesmas. Analisis risiko merupakan proses untuk
mengenali bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan bagaimana potensi
kegawatan dari bahaya tersebut.

Langkah-langkah manajemen risiko adalah sebagai berikut.


1. Identifikasi Risiko
Konsultasi
dan Konsultasi

2. Menetapkan prioritas risiko

Riviu
dan Riviu
3. Analisis risiko
4. Pengelolaan risiko

Pemantauan dan
5. Evaluasi
Komunikasi dan

Pemantauan
Langkah-langkah manajemen risiko juga dapat digambarkan dalam skema
Komunikasi

sebagai berikut.

Penetapan Konteks

Asesmen Risiko

Identifikasi Risiko

Analisis Risiko

Pemantauan dan Riviu


Evaluasi Risiko

Perlakuan Risiko

Gambar 5. Skema langkah-langkah manajemen risiko

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di Puskesmas antara


lain:
1. Non Statistical tools, untuk mengembangkan ide, mengelompokkan,
memprioritaskan dan memberikan arah dalam pengambilan keputusan.
Alat-alat tersebut meliputi: Fish bone, bagan alir, RCA, FMEA.
2. Statistical tool, seperti diagram Pareto, lembar periksa (checklist)
Pelaksanaan:
Puskesmas memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu melakukan
analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa masalah
tersebut terjadi untuk kemudian menyusun rencana tindak lanjutnya. Analisis

21
akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan identifikasi apabila
ditemukan permasalahn dalam pemenuhan indikator mutu dan manajerial
serta pengelolaan insiden.
Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu kali dalam setahun
dan dibuat dokumentasinya, dengan menggunakan FMEA (Failure Mode and
Effect Analysis). Proses yang dpilih adalah proses dengan risiko tinggi.

22
BAB VII
KEBIJAKAN

Kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Puskesmas


meliputi:
1. Kepala Puskesmas berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
mekanisme pengawasan, monitoring dan pelaporan upaya PMKP.
2. Kepala dan staf secara bersama menetapkan prioritas kegiatan yang
dievaluasi secara berkala.
3. Ruang lingkup program PMKP meliputi area klinis, manajemen dan
keselamatan pasien.
4. Penetapan strategi komunikasi sehingga program diketahui dan disetujui
oleh Bupati Kabupaten Pasuruan selaku Pemilik. Selain itu juga ditetapkan
strategi komunikasi agar seluruh staf Puskesmas mengetahui program
PMKP dan hasilnya. Dalam strategi komunikasi ini akan ditetapkan
sasaran dan cara komunikasi.
5. Puskesmas akan membuat rancangan baru atau melakukan modifikasi
dari sistem dan proses yang sudah ada sesuai prinsip peningkatan mutu.
6. Pedoman Praktek Klinik dan Clinical Pathway digunakan sesuai prinsip
kendali mutu dan kendali biaya.
7. Puskesmas melaksanakan kegiatan pengumpulan, validasi dan analisis
data yang pada akhirnya digunakan untuk peningkatan mutu.
8. Pemberian penghargaan kepada unit terbaik yang telah melakukan upaya
PMKP.
9. Kepala Puskesmas menjamin kerahasiaan rekam medis.
10. Alokasi sumber daya (sumber daya manusia dan teknologi informasi)
disesuaikan dengan kebutuhan program PMKP.
11. Penetapan review dokumen PMKP tiap tahun.
12. Penetapan dan persetujuan program PMKP oleh Bupati Kabupaten
Pasuruan.

23

Anda mungkin juga menyukai