BAB I
PENDAHULUA
N
Pelayanan kesehatan rumah sakit yang bermutu dan aman merupakan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat pengguna rumah sakit. Pelayanan kesehatan seperti itu telah
menjadi fokus perhatian pemerintah yang dituangkan dalam kewajiban rumah sakit dan
hak pasien (UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit). Pada Pasal 29 UU tersebut
disebutkan bahwa rumah sakit berkewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit dan pada Pasal 32 disebutkan bahwa pasien
berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di rumah sakit.
Pelayanan yang berkualitas merupakan cerminan dari sebuah proses yang
berkesinambungan dengan berorientasi pada hasil yang memuaskan. Dalam
perkembangan masyarakat yang semakin kritis, mutu pelayanan rumah sakit tidak hanya
disorot dari aspek klinis medisnya saja namun juga dari aspek keselamatan pasien dan
aspek pemberian pelayanannya , karena muara dari pelayanan rumah sakit adalah
pelayanan jasa.
Menurut Donabedian dalam Utarini 2011, Konsep mutu pelayanan kesehatan telah
lama dipelajari. Sejak tahun 1966 Avedis Donabedian mengembangkan suatu kerangka
evaluasi mutu pelayanan, yang terdiri dari struktur, proses dan outcome. Struktur adalah
kondisi yang harus dipenuhi sebagai prasyarat untuk menyediakan pelayanan. Proses
merupakan berbagai aktivitas dan prosedur yang dilakukan dalam memberikan pelayanan
kesehatan, sedangkan outcome menunjukkan hasil dari suatu upaya, baik di tingkat
individu ataupun populasi. Struktur yang memadai diperlukan untuk melakukan proses
pelayanan yang ideal, agar menghasilkan outcome yang optimal. Dengan pemahaman ini,
mutu bukanlah suatu ketidaksengajaan. Pendekatan lain untuk menunjukkan pentingnya
mutu pelayanan kesehatan adalah dengan mencermati karakteristik pelayanan yang
buruk.
2
BAB II
LATAR BELAKANG
2. SASARAN
Sasaran kegiatan yaitu unit pelayanan dan unit penunjang di rumah sakit.
c. Rincian Kegiatan
Secara rinci Kegiatan Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan sebagai
berikut :
b) Area Manajemen
No Kode Judul Indikator PIC
1 2 3 4
1 IAM 1 Angka ketidaktersediaan obat Diabetes Mellitus Kepala Instalasi
di rumah sakit Farmasi
2 IAM 2 Angka Ketidaktepatan Waktu Pengiriman Kepala Urusan
Laporan Bulanan ke Dinas Kesehatan dan Informasi
Kesdam Kesehatan (Kaur
Infokes)
3 IAM 3 Pengadaan Barang Beracun Berbahaya (B-3) Kepala Instalasi
yang tidak dilengkapi Material Safety Data Farmasi / Ketua
Sheet (MSDS) Manajemen
Risiko
4 IAM 4 Angka Ketidaksesuaian pemanfatan alat USG Kaur Infokes
dalam penegakan diagnosis pasien yang
dilaksanakan di Poliklinik Kandungan
5 IAM 5 Kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah Ketua Komite
Mutu dan
sakit
Keselamatan
Pasien (KMKP)
6 IAM 6 Kepuasan Pegawai Kepala Urusan
Personalia (Kaur
Pers)
7 IAM 7 Tren 10 Besar Diagnose Penyakit Kepala Urusan
Informasi
Kesehatan (Kaur
Infokes)
8 IAM 8 Angka ketidaktepatan waktu penyusunan Kabinayanmasum
laporan keuangan
1 2 3 4
4 IMN 4 Waktu Tunggu Operasi Elektif
5 IMN 5 Kepatuhan Jam Visite Dokter Spesialis
6 IMN 6 Waktu Lapor Hasil Tes Kritis Laboratorium Kepala Unit
Laboratorium
7 IMN 7 Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional Kepala Instalasi
(FORNAS) Farmasi
8 IMN 8 Kepatuhan Cuci Tangan Komite PPI
9 IMN 9 Kepatuhan Upaya Pencegahan Resiko Cedera Kepala Instalasi
Rawat Inap
Akibat Pasien jatuh
10 IMN 10 Kepatuhan Terhadap Clinical Pathway Ketua Komite
Medik
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
Indikator mutu adalah ukuran mutu dan keselamatan rumah sakit yang
digambarkan dari data yang dikumpulkan.
18,00%
16,00%
16,67%
14,00%
15,38% 12,00%
14,81%
10,00%
8,00%
6,00%
4,00%
2,00%
0,00%
Analisa :
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Angka Ketidak Lengkapan Pengisian
Asessmen Awal Medis Rawat Inap Diiisi 1 X 24 Jam Pada Pasien Diabetes Mellitus
Rumah Sakit Tingkat III Dr R soeharsono Tw I Tahun 2020, masih belum sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Untuk itu dilakukan analisa menggunakan fishbone . Akar
masalah yang mempengaruhi Angka Ketidak Lengkapan Pengisian Asessmen Awal
Medis Rawat Inap Diiisi 1 X 24 Jam Pada Pasien Diabetes Mellitus yaitu :
1) Man (SDM)
Waktu untuk melengkapi asessmen tidak cukup (sibuk)
2) Machine (Kebijakan)
Tidak ada sangsi untuk tenaga medis (dokter) yang tidak mengisi lengkap
asessmen awal medis
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO pengisian lembar asessmen awal medis
(Pengisian Rekam Medis)
b) Pelaksanaan pengisian masih belum sesuai SPO
4) Material (Alat)
Formulir analisis kuantitatif yang digunakan masih belum mencakup
komponen dasar analisis pengisian Asessmen Awal Medis
5) Money (Pendanaan)
Keterbatasan biaya dalam melakukan evaluasi kelengkapan.
12
Analisa data :
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kejadian kesalahan penyampaian hasil
laboratorium pada pasien diabetes mellitus di rawat inap Rumah Sakit Tingkat III Dr
R soeharsono Triwulan I Tahun 2020, sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan yaitu 0%.
13
Analisa data :
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa Angka Ketidaklengkapan Surgical
Checklist Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Operasi Rumah Sakit Tingkat III
Dr R soeharsono Triwulan I Tahun 2020, sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Pada bulan Februari tidak muncul dalam grafik dikarenakan pada bulan
februari tidak terdapat pasien dengan diagnosa DM di Ruang Operasi.
Analisa data :
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada kejadian pemberian obat
bagi pasien diabetes mellitus diluar formularium pada triwulan I tahun 2020 di
Rumah Sakit Tingkat III Dr R soeharsono.
4%
3% 3,13%
2%
1%
0%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 5% 3,13% 5,47%
STANDAR 0% 0% 0%
Analisa Data :
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka ketidaklengkapan penulisan
resep bagi pasien diabetes mellitus di rawat inap, belum sesuai dengan standar
yang ditetapkan. Oleh sebab itu dilakukan analisa dengan menggunakan Fishbone
untuk mengetahui penyebab ketidaklengkapan penulisan resep bagi pasien
diabetes mellitus di rawat inap.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
Waktu untuk melengkapi resep tidak cukup (sibuk)
17
2) Machine (Kebijakan)
Tidak ada sangsi untuk tenaga medis (dokter) yang tidak menulis
resep secara lengkap
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO kelengkapan penulisan resep
b) Pelaksanaan kelengkapan penulisan resep belum sesuai SPO
4) Material (Alat)
Kurangnya ketersediaan SPO kelengkapan penulisan resep di nurse
stasion ataupun di ruang poliklinik
STANDAR0,00% 0,00%
Analisa Data :
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Angka ketidaklengkapan asesmen pra
anestesi pasien Diabetes Mellitus Rumah Sakit Tingkat III Dr R soeharsono
Triwulan I Tahun 2020, sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pada bulan
Februari tidak muncul dalam grafik dikarenakan pada bulan februari tidak terdapat
pasien dengan diagnosa DM yang dilakukan tindakan Operasi.
15,00%
10,00%
9,10%
5,00%
0,00%
0% 0% 0%
CAPAIAN JANUARI9,10% FEBRUARI
23,53% 20,00% MARET
STANDAR 0% 0% 0%
Analisa data :
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Angka ketidaklengkapan Pengisian
Rekam Medik 24 jam Setelah selesai Pelayanan Rawat Inap pada pasien Diabetes
Mellitus, belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Oleh sebab itu dilakukan
analisa dengan menggunakan Fishbone untuk mengetahui penyebab
ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medik 24 jam Setelah selesai Pelayanan
Rawat Inap pada pasien Diabetes Mellitus.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
Waktu untuk melengkapi berkas Rekam Medis tidak cukup (sibuk)
2) Machine (Kebijakan)
Tidak ada sangsi untuk tenaga medis (PPA) yang tidak mengisi
lengkap berkas Rekam Medis
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO pengisian berkas Rekam Medis
b) Pelaksanaan pengisian masih belum sesuai SPO
4) Material (Alat)
a) Tidak tersedianya buku juknis pengisian rekam medis di
ruangan nurse station dan ruang poliklinik
b) Formulir analisis kuantitatif yang digunakan masih belum
mencakup komponen dasar analisis pengisian berkas Rekam Medis
20
5) Money (Pendanaan)
Keterbatasan biaya penggandaan buku juknis pengisian rekam medis.
16
14
12
10
8 2,1
1,4
6 00 00 00 1,1
40
JANUARI FEBRUARI MARET
2
IDO (INFEKSI DAERAH
0 0 0
OPERASI)
ISK (INFEKSI LUKA OPERASI) 0 0 0
PHLEBITIS 1,4 2,1 1,1
VAP 0 0 0
IAD 0 0 0
STANDAR 15 15 15
Analisi data :
1) Angka kejadian IDO
Pada Triwulan I tahun 2020 di Rumah Sakit Tingkat III Dr R
soeharsono tidak ada angka kejadian IDO.
Keselamatan pasien merupakan isu yang menjadi perhatian dunia
karena globalisasi teknologi informasi, pengetahuan masyarakat tentang
pelayanan kesehatan dan isu keselamatan pasien yang pesat. Salah satu
indikator keselamatan pasien yang berhubungan dengan tindakan medis
adalah infeksi daerah operasi (IDO) yang merupakan komplikasi utama yang
21
dialami oleh pasien rawat inap dan menjadi salah satu indikator keselamatan
pasien (Rivai, Koentjoro & Utarini, 2013).
Infeksi daerah Operasi (IDO) merupakan infeksi yang terjadi dalam 30
hari sesudah dilakukan operasi. IDO merupakan salah satu bentuk dari 13
jenis infeksi nosokomial (Horan TC, Andrus M and Dudeck MA, 2008 dalam
Eustachius Hagni Wardoyo dll, 2011). Faktor-faktor risiko IDO terbagi atas
dua faktor utama: Faktor pasien dan Faktor operasi. Faktor pasien meliputi
Status nutrisi, Diabetes tidak terkontrol, Merokok/mengunyah tembakau
(nginang), Obesitas, Infeksi yang terjadi sebelum operasi di tempat selain
lokasi operasi, Kolonisasi mikroorganisme, Imunodefisiensi dan Lama tinggal
di RS sebelum operasi. Adapun faktor operasi meliputi Cukur rambut pre-
operatif, Skin preparation pre-operatif, Durasi operasi, Antibiotik profilaksis,
Ventilasi ruang operasi, Pemrosesan instrument, Materi asing di lokasi
operasi, Drain bedah, dan Teknik bedah (hemostasis tidak baik, gagal
menghilangkan dead space, trauma jaringan.
IDO merupakan kejadian luar biasa yang memerlukan intervensi
kebijakan RS. Keputusan investigasi IDO suatu RS perlu
mempertimbangkan beberapa faktor sesuai dengan kondisi lokal RS. Faktor
- faktor yang perlu mendapat perhatian di antaranya adalah: apakah IDO
yang terjadi bersifat endemik/epidemik, morbiditas dan mortalitas, ke
tersediaan SDM dan bidang keahlian yang sesuai. Jika suatu RS
memutuskan investigasi, beberapa bahan yang diperlukan adalah:
penyimpanan koleksi spesimen, analisis sumber patogen penyebab,
kemungkinan cara penularan dan karakteristik host, review serial kasus,
penyusunan line-listing, definisi kasus, penegasan kasus yang masuk (case
ascertainment), pembuatan kurva epidemi/ time line, geographic
assessment, investigasi faktor host, dan analisis penyidikan lebih lanjut.
Semua upaya tersebut dapat dilakukan dengan dukungan data kuat dan
intervensi surveilans pengendalian infeksi rumah sakit (Jarvis WR,2007
dalam Eustachius Hagni Wardoyo dll, 2011).
2) ISK
Pada Triwulan I tahun 2020 di Rumah sakit Tingkat III Dr R
soeharsono tidak ada angka kejadian Infeksi saluran Kemih.
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran
kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme.
22
Sebagian besar infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus
dan jamur juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering
disebabkan oleh Escherichia coli. Infeksi saluran kemih sering terjadi pada
anak perempuan dan wanita. Salah satu penyebabnya adalah uretra wanita
yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah memperoleh
akses ke kandung kemih (Corwin, 2007).
Angka kejadian infeksi nosokomial yang dilaporkan WHO (2002), pada
empat region yaitu Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifi k
Barat berturut-turut adalah 7,7%, 11,8%, 10%, dan 9% dengan rata-rata
kejadian 8,7%. Berdasarkan surveilans yang dilakukan Depkes RI (2004),
proporsi kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah lebih tinggi
dibandingkan dengan rumah sakit swasta. Penelitian yang dilakukan
Marwoto (2007), menunjukkan bahwa kejadian infeksi nosokomial di lima
rumah sakit pendidikan yaitu di RSUP Dr. Sardjito sebesar 7,94%, RSUD Dr.
Soetomo sebesar 14,6%, RS Bekasi sebesar 5,06%, RS Hasan Sadikin
Bandung sebesar 4,60%, RSCM Jakarta sebesar 4,60%. Angka insiden
infeksi nosokomial di Jawa Timur pada tahun 2011 hingga 2013 mengalami
tren naik yaitu sebanyak 306 pada tahun 2011, 400 pada tahun 2011, dan
526 pada tahun 2013. Infeksi nosokomial saluran kemih merupakan infeksi
nosokomial tersering yang mencapai 30–40% kejadian (WHO, 2002).
Infeksi nosokomial saluran kemih 80% kejadiannya dihubungkan
dengan pemasangan kateter atau yang meliputi: lama pemasangan kateter,
prosedur pemasangan kateter, ukuran dan tipe kateter, serta asupan cairan
(Putri et al, 2011).
Analisa data :
Dari Grafik diatas dapat dilihat bahwa angka ketidaktersediaan obat dm
Rumah Sakit Tingkat III Dr R soeharsono Triwulan I Tahun 2020, sudah sesuai
dengan standar yang ditetapkan yaitu 0%.
Analisa Data :
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa ketidak tepatan waktu pengiriman laporan ke
dinas kesehatan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu 0%.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0% 0,00% 0,00% 0,00%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 0,00% 0,00% 0,00%
STANDAR 0% 0% 0%
Analisa Data :
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa angka ketidaklengkapan msds (material
safety data sheet) pada pengadaan barang beracun berbahaya (b3) sudah sesuai
dengan standar yang ditetapkan yaitu 0%.
CAPAIAN 0% 0% 0%
STANDAR 0% 0% 0%
Analisa Data :
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ketidaksesuaian pemanfaatan USG dipoliklinik
kandungan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu 0%.
KEPUASAN PASIEN
TRIWULAN I TAHUN 2020
82,00%
80,00%
78,00%
76,00%
74,21% 74,50%
74,00%
72,65%
72,00%
70,00%
68,00%
JANUARI FEBRUARI MARET
KEPUSAN PASIEN 72,65% 74,21% 74,50%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
Analisa data :
Kepuasan pasien pada Triwulan I tahun 2020 masih belum sesuai standar
yang ditetapkan tetapi ada peningkatan perbaikan. Hal ini dapat dilihat pada bulan
Januari capaian kepuasan pasien sebesar 72,65%. Bulan Februari capaian
kepuasan pasien naik menjadi 74,21%, dan pada bulan Maret meningkat menjadi
74,50%.
Kepuasan Pasien berdasarkan Variabel :
1) Kepuasan Pasien Untuk Sarana Dan Prasarana
KEPUASAN PASIEN UNTUK SARANA DAN PRASARANA TRIWULAN I TAHUN 2020
80,00%
78,00%
76,00%
74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
66,00%
64,00%
BERSIH AMAN ATURAN KETERSEDI PEMELIH KEAMANA
BEBAS AAN A RAAN N
ROKOK LISTRIK PRASARA PRASARA
DAN AIR NA NA
SARANA PRASARANA
JANUARI 74,12% 74,70% 71,22% 74,41% 70,35% 75,85%
FEBRUARI 74,90% 75,56% 71,80% 74,90% 70,90% 76,43%
MARET 75,56% 75,85% 72,38% 75,27% 71,22% 76,72%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00% 80,00% 80,00% 80,00%
31
80,00%
78,00%
76,00%
74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
66,00%
KETERSEDIAAN PEMELIHARAA KEAMANAN ALKES
ALKES N ALKES
KETERSEDIAAN ALKES
JANUARI 74,53% 71,08% 72,81%
FEBRUARI 75,40% 73,38% 74,53%
MARET 75,68% 73,67% 74,82%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
80,00%
78,00%
76,00%
74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
KECEPATAN PERILAKU PEGAWAI PENJELASAN OBAT
PELAYANAN (RAMAH, SOPAN)
PELAYANAN FARMASI
JANUARI 72,52% 72,52% 72,81%
FEBRUARI 74,25% 74,53% 74,53%
MARET 74,53% 74,82% 74,82%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
32
80,00%
78,00%
76,00%
74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
66,00%
KECEPATAN KEMUDAHAN KENYAMANAN
PENDAFTARAN PENDAFTARAN RUANG
PENDAFTARAN
PELAYANAN PENDAFTARAN
JANUARI 71,94% 75,68% 71,37%
FEBRUARI 72,52% 76,26% 71,94%
MARET 72,81% 76,55% 72,52%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
80,00%
78,00%
76,00%
74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
66,00%
64,00%
62,00%
PERILAKU DOKTER KEHADIRAN TEPAT KETRAMPILAN
WAKTU
PELAYANAN DOKTER
JANUARI 75,97% 68,78% 76,55%
FEBRUARI 76,55% 69,35% 77,12%
MARET 77,12% 69,64% 77,70%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
33
80,00%
79,00%
78,00%
77,00%
76,00%
75,00%
74,00%
73,00%
72,00%
71,00%
70,00%
PERILAKU PL KEHADIRAN TEPAT KETRAMPILAN
WAKTU
PETUGAS LAINNYA
JANUARI 74,53% 73,67% 76,55%
FEBRUARI 75,11% 74,25% 77,12%
MARET 75,40% 74,25% 77,41%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
80,00%
79,00%
78,00%
77,00%
76,00%
75,00%
74,00%
73,00%
72,00%
71,00%
70,00%
PERILAKU PL KEHADIRAN TEPAT KETRAMPILAN
WAKTU
PETUGAS LAINNYA
JANUARI 74,53% 73,67% 76,55%
FEBRUARI 75,11% 74,25% 77,12%
MARET 75,40% 74,25% 77,41%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00%
34
80,00%
78,00%
76,00%
74,00%
72,00%
70,00%
68,00%
66,00%
64,00%
WAKTU KEMUDAHA KENYAMANA KECEPATAN KETEPATAN KEAMANAN
TUNGGU N N RUANG PELAYANAN PELAYANAN PELAYANAN
PENYAMPAI TUNGGU
AN KELUHAN
JANUARI 74,12% 75,85% 72,67% 76,14% 69,48% 74,41%
FEBRUARI 74,70% 76,43% 72,96% 76,72% 70,93% 74,70%
MARET 74,70% 76,72% 73,25% 77,01% 71,22% 74,98%
STANDAR 80,00% 80,00% 80,00% 80,00% 80,00% 80,00%
f. Kepuasan Pegawai
Kepuasan kerja karyawan adalah terpenuhi atau tidaknya keinginan mereka
terhadap pekerjaan. Apabila dalam lingkungan kerja seorang karyawan tidak
mendapatkan apa yang diharapkan diantaranya peluang promosi yang adil,
pendapatan yang baik, rekan kerja dan atasan yang menyenangkan serta
kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri maka dapat dipastikan kinerja karyawan
akan buruk (Timmreck, 2001).
Kepuasan pegawai adalah pernyataan puas oleh pegawai terhadap elemen
“Keseluruhan kondisi lingkungan kerja” yang ditetapkan rumah sakit, sebagai
berikut :
1) Puas : Apabila 60% - 100% responden menyatakan sangat setuju
dan setuju.
2) Tidak Puas : Apabila 60% - 100% responden menyatakan kurang
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Pegawai yang dimaksud adalah pegawai yang telah bekerja minimal 1
tahun, tidak sedang cuti, dan secara aktif masih bekerja di Rumah Sakit Tk.
III Dr R soeharsono.
Rekapitulasi dan analisis kuesioner kepuasan pegawai dilakukan enam
bulan sekali pada bulan Juni.
35
Analisa data :
Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka keterlambatan waktu
penyusunan laporan keuangan Triwulan I tahun 2020 sudah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan yaitu 0%.
2,00%
1,76%
1,50%
1,16%
1,00%
0,50%
0,00%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 2,76% 1,76% 1,16%
STANDAR 0% 0% 0%
38
Analisa data :
Dari data diatas dapat dilihat bahwa angka ketidakpatuhan petugas rawat
inap memakai APD Triwulan I tahun 2020 masih belum sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan yaitu 0%.
Oleh sebab itu dilakukan analisa dengan menggunakan Fishbone untuk
mengetahui faktor penyebab ketidakpatuhan petugas rawat inap memakai APD.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
a) Petugas belum paham tentang pemakaian APD
b) Petugas mengabaikan SPO pemakaian APD
2) Machine (Kebijakan)
a) Sosialisasi SPO pemakaian APD jarang dilakukan
b) Kurangnya motivasi dari kepala ruangan
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO pemakaian APD
b) Pelaksanaan pemakaian APD masih belum sesuai SPO
4) Material (Alat)
a) Ketersediaan APD tidak lengkap di ruang nurse station
5) Money (Pendanaan)
a) Keterbatasan biaya dalam penyediaan APD
b) Keterbatasan biaya dalam melakukan pelatihan K3RS dan PPI
dasar bagi seluruh staf.
Analisa data :
Berdasarkan pemantauan indikator ini angka ketidakpatuhan perawat
melaksanakan verifikasi identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan atau
prosedur, pada Triwulan I tahun 2020 sudah sesuai standar yang telah ditentukan
yaitu 0%.
Intruksi verbal via telepon diluar jam kerja yang dimaksud disini merupakan
salah satu bentuk komunikasi yang lazim digunakan untuk menyampaikan instruksi
kepada perawat oleh dokter melalui telepon yang dilakukan setelah pukul 14.00
WIB (diluar jam kerja). Komunikasi verbal via telepon diluar jam kerja merupakan
tindakan yang sering dilakukan dalam pelayanan di rumah sakit, kegiatan ini
memiliki risiko tinggi untuk terjadinya kesalahan instruksi yang diterima, sehingga
tindakan dapat membahayakan pasien.
Dari pengumpulan data, kami menemukan sbb :
Analisa data :
Dari data yang didapatkan pada bulan Januari s/d Maret, angka
ketidakpatuhan pelaksanaan prosedur instruksi verbal via telepon diluar jam kerja
yang di readback dan ditandatangani dalam waktu 24 jam sudah sesuai dengan
standar yang ditetapkan yaitu 0%.
1) Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2) Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan
magnesium sulfat 20%dan 40% atau lebih pekat).
3) Insulin
Dari hasil pengamatan selama 3 bulan kami menemukan data sbb:
ANGKA KETIDAKPATUHAN PEMBERIAN LABEL OBAT HIGH ALERT OLEH FARMASI DI GUDANG OBAT
FARMASI
TRIWULAN I TAHUN 2020
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%0%0%0%
JANUARIFEBRUARIMARET
CAPAIAN0%0%0%
STANDAR0%0%0%
Analisa data :
Dari data yang didapatkan pada bulan Januari s/d Maret, angka
ketidakpatuhan pemberian label obat high alert oleh farmasi di gudang obat farmasi
sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu 0%.
CAPAIAN 0% 0% 0%
STANDAR 0% 0% 0%
Analisa data :
Dari data yang didapatkan pada bulan Januari s/d Maret, angka
ketidakpatuhan pelaksanaan sitemarking sudah sesuai dengan standar
yang ditetapkan yaitu 0%.
0,35%
0,30%
0,25%
0,20%
0,15%
0,10%
0,05%
0,00%
Sebelum Sebelum Setelah Setelah Setelah
kontak melakukan kontak terpapar kontak
dengan tindakan dengan cairan dengan
pasien aseptis pasien tubuh pasie lingkungan
pasien
JANUARI 0,00% 0,31% 0,00% 0,00% 0,00%
FEBRUARI 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
MARET 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
STANDAR 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
2) Perawat / Bidan
1,40% 1,25%
1,20%
1,00% 0,89% 0,89% 0,89%
0,80%
0,60%
0,40%
0,20% 0,00%
0,00%
Sebelum Sebelum Setelah Setelah Setelah
kontak melakukan kontak terpapar kontak
dengan tindakan dengan cairan dengan
pasien aseptis pasien tubuh lingkungan
pasie pasien
JANUARI 1,25% 1,25% 1,07% 0,00% 1,07%
FEBRUARI 1,25% 1,07% 0,89% 0,00% 0,89%
MARET 1,25% 0,89% 0,89% 0,00% 0,89%
STANDAR 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
44
1,80%
1,60% 1,25%
1,40%
1,20% 0,42%
1,00%
0,00%
0,80%
0,00%
0,60% Sebelum Sebelum Setelah Setelah
0,40% kontak melakukan terpapar kontak
0,20% dengan tindakan cairan tubuh dengan
pasien aseptis pasie lingkungan
pasien
JANUARI 1,25% 0,00% 0,00% 0,00%
FEBRUARI 1,25% 1,67% 0,00% 0,42%
MARET 0,00% 1,67% 0,00% 1,67%
STANDAR 0,00% 0,00% 0,00% 0,00%
Analisa data :
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa angka ketidakpatuhan pelaksanaan
cuci tangan oleh Dokter, Perawat/Bidan dan Petugas kesehatan lain di
ruangan rawat inap Triwulan I tahun 2020 belum sesuai dengan standar
yang ditetapkan yaitu 0%.
Oleh sebab itu dilakukan analisa dengan menggunakan Fishbone
untuk mengetahui faktor penyebab ketidakpatuhan pelaksanaan cuci tangan
oleh Dokter, Perawat/Bidan dan Petugas kesehatan lain di ruangan rawat
inap.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
a) Petugas belum paham tentang Hand Hygiene
b) Petugas lupa melakukan Hand Hygiene
c) Beban kerja tinggi
d) Tidak ada reward dan punishment
2) Machine (Kebijakan)
a) Ada SPO Hand Hygiene tapi belum di sosialisasikan
b) Ada panduan Hand Hygiene tapi belum disosialisasikan
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO cuci tangan
b) Pelaksanaan cuci tangan masih belum sesuai SPO
c) Kurangnya motivasi dari IPCLN
4) Material (Alat)
a) Ketersediaan fasilitas cuci tangan kurang
45
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10% JANUARI FEBRUARI MARET
0%
0% 0% 0%
ANGKA PENCAPAIAN 0% 0% 0%
STANDAR
46
Analisa data :
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa angka ketidakpatuhan perawat
melakukan assesmen ulang pada pasien resiko jatuh Triwulan I tahun 2020 sudah
sesuai standar yaitu 0%.
100%
60%
40%
20%
0%
Analisa data :
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa angka kepatuhan identifikasi pasien
Triwulan I tahun 2020 sudah sesuai standar yaitu 100%.
47
80%
60%
40%
20%
0%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 100% 100% 100%
STANDAR 100% 100% 100%
Analisa data :
Waktu tanggap pelayanan igd (Emergency Respon Time) Triwulan I tahun
2020 sudah sesuai standar yaitu 100%. Dari hal tersebut dapat di simpulkan
48
bahwa pelayanan di IGD sudah sesuai dengan standar yaitu ≤5 menit pasien
sudah dilakukan pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang
paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien
yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya.
Analisa Data :
Dari grafik diatas masih terlihat bahwa waktu tunggu rawat jalan di Rumah
Sakit Tingkat III Dr R soeharsono Triwulan I tahun 2020 masih belum sesuai
standar yang ditetapkan. Pada bulan Januari Waktu tunggu Rawat Jalan ˂ 60
menit masih 36,67%. Bulan Februari 32,50% dan bulan Maret 38,33%.
Oleh sebab itu dilakukan analisa dengan menggunakan Fishbone untuk
mengetahui penyebab waktu tunggu rawat jalan yang belum mencapai standar ˂
60 menit.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
a) Kedisiplinan jadwal datang dokter
b) Perawat belum konfirmasi
c) Petugas pendaftaran lama input data
d) Kurangnya petugas di loket pendaftaran
e) Petugas distribusi lama mengantar file
2) Machine (Kebijakan)
a) Sosialisasi SPO pendaftaran pasien belum optimal
b) Tidak ada regulasi jadwal datang dokter
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO pendaftaran pasien
b) Tidak adanya ketetapan jam dokter datang
c) Kurangnya koordinasi antara petugas pendaftaran dengan
perawat poliklinik
4) Material (Alat)
a) Gangguan internet di loket pendaftaran
b) Terjadi komputer hang (kerusakan)
50
80%
60%
40%
20%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN
0% 100% 100% 100%
STANDAR 100% 100% 100%
Analisa Data :
Dari grafik diatas terlihat bahwa waktu tunggu operasi elektif di
Rumah Sakit Tingkat III Dr R soeharsono sudah sesuai dengan standar yang
di tetapkan yaitu 100%.
Di Ruimah Sakit Tingkat III Dr R soeharsono, waktu tunggu operasi elektif ≤
2 hari sudah sesuai standar dikarenakan operator tidak pernah terlambat,
pemasangan instrumentasi prabedah sudah sesuai SPO, Ruang perawatan
yang selalu siap, dan penanganan konsultasi anestesi yang tepat dan cepat.
51
100,00%
100% 100% 100%
95,00%
90,00%
85,00%
85,08% 84,54%
84,10%
80,00%
75,00%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 84,10% 85,08% 84,54%
STANDAR 100% 100% 100%
Analisa data :
Dari Grafik diatas dapat di simpulkan bahwa kepatuhan jam visite dokter
spesialis triwulan I tahun 2020 masih jauh dari standar yang ditetapkan.
Oleh sebab itu dilakukan analisa dengan menggunakan Fishbone untuk
mengetahui penyebab ketidakpatuhan jam visite dokter spesialis.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
a) Kedisiplinan jadwal datang dokter
b) Perawat tidak konfirmasi
2) Machine (Kebijakan)
a) SPO jadwal jam visite dokter spesialis belum tersosialisasikan
b) Tidak ada regulasi jadwal datang dokter
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi SPO jam visite dokter
b) Tidak adanya ketetapan jam dokter visite
c) Kurangnya koordinasi antara dokter spesialis dengan perawat
rawat inap
52
4) Material (Alat)
a) Terjadi gangguan jalur komunikaksi
5) Money (Pendanaan)
a) Keterbatasan biaya dalam penyediaan sarana komunikasi
Analisa Data :
Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa waktu lapor hasil tes kritis laboratorium
sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu 100%, dalam waktu ≤ 30
Menit.
g. Kepatuhan Penggunaan Formularium Nasional (FORNAS)
Formularium Rumah Sakit (FRS) adalah suatu daftar obat baku beserta
peraturannya yang digunakan sebagai pedoman dalam pemakaian obat di suatu
rumah sakit yang dipilih secara rasional, berdasarkan informasi obat yang sah dan
juga kebutuhan pasien di rumah sakit. Formularium rumah sakit merupakan
landasan kebijakan manajemen rumah sakit dan menjadi prinsip penting yang
harus diperhatikan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), (Aditama,2007).
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep,
pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan
kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit
dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan
Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional (Republik Indonesia, 2014).
Dari hasil pengambilan data di instalasi farmasi, didapatkan hasil sebagai berikut :
KEPATUHAN PENGGUNAAN FORMULARIUM NASIONAL TRIWULAN I TAHUN 2020
88,00%
86,00%
84,00%
85,58%
82,00%
80,00% 83,30%
78,00% 80% 80% 80%
76,00%
74,00%
74,68%
72,00%
70,00%
68,00%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 85,58% 74,68% 83,30%
STANDAR 80% 80% 80%
Analisa data :
Dari Grafik diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan fornas belum konsinten.
54
1) Dokter
100,00%
99,95%
99,90%
99,85%
99,80%
99,75%
99,70%
99,65%
99,50%
99,60% Sebelum Sebelum Setelah Setelah Setelah
99,55% kontak melakukan kontak terpapar kontak
dengan tindakan dengan cairan dengan
pasien aseptis pasien tubuh lingkungan
pasie pasien
JANUARI 100,00% 99,69% 100,00% 100,00% 100,00%
FEBRUARI 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
MARET 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
STANDAR 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
2) Tenaga Medis
100,00%
99,80%
99,60%
99,40%
99,20%
99,00%
98,80%
98,60%
98,40%
98,00%
98,20%
Sebelum Sebelum Setelah Setelah Setelah
kontak melakukan kontak terpapar kontak
dengan tindakan dengan cairan dengan
pasien aseptis pasien tubuh lingkungan
pasie pasien
JANUARI 98,75% 98,75% 98,93% 100,00% 98,93%
FEBRUARI 98,75% 98,93% 99,11% 100,00% 99,11%
MARET 98,75% 99,11% 99,11% 100,00% 99,11%
STANDAR 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
56
3) Tenaga lainnya
KEPATUHAN CUCI TANGAN TENAGA LAINNYA TRIWULAN I TAHUN 2020
100,00%
99,50%
99,00%
98,50%
98,00%
97,50%
97,00%
Sebelum Setelah Setelah Setelah
kontak kontak terpapar kontak
dengan dengan cairan tubuh dengan
pasien pasien pasien lingkungan
pasien
JANUARI 98,75% 100,00% 100,00% 100,00%
FEBRUARI 98,75% 98,33% 100,00% 99,58%
MARET 100,00% 98,33% 100,00% 98,33%
STANDAR 100,00% 100,00% 100,00% 100,00%
100%
80%
100% 100% 100%
60%
40%
20%
0%
Analisa Data :
Dari grafik di atas terlihat bahwa kepatuhan upaya pencegahan resiko
cedera akibat pasien jatuh sudah dilaksanakan dan sudah sesuai dengan standar
yang ditetapkan yaitu 100%.
merupakan bagian penting dokumen dan alat dalam mewujud-kan good clinical
governance di rumah sakit. Di Indonesia, dokumen ini juga menjadi salah satu
syarat yang harus dipenuhi dalam Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi
pertama.
Dari hasil pengumpulan data selama 3 bulan kami menemukan hasil sbb :
99,10%
100,00% 96,80%
95,00%
90,00%
84,70%
85,00%
80,00%
75,00%
LOS ≤ 5 hari Terdapat Pemakaian
pemeriksaan obat sesuai CP
Penunjang
TW I 96,80% 84,70% 99,10%
Standar 100,00% 100,00% 100,00%
Analis Data :
Dari grafik di atas terlihat bahwa kepatuhan terhadap Clinical pathway masih
belum sesuai dengan standar. Yang masih banyak belum sesuai adalah tentang
pemeriksaan penunjang.
Oleh sebab itu dilakukan analisa dengan menggunakan Fishbone untuk
mengetahui penyebab ketidakpatuhan terhadap Clinical Pathway.
Analisa Fishbone :
1) Man (SDM)
a) PPA tidak disiplin mengikuti CP
2) Machine (Kebijakan)
a) Panduan CP tidak tersosialisasikan
b) Kebutuhan asuransi untuk pemeriksaan penunjang
3) Methode (Pelaksanaan)
a) Kurangnya sosialisasi kepada DPJP agar melakukan perawatan
medis sesuai CP
b) Kurangnya koordinasi antara PPA
4) Material (Alat)
a) Form CP tidak tersedia di BRM
59
dengan data, dan tindak lanjut atas respon time komplain tersebut sesuai dengan
kategorisasi/grading/dampak risiko.
Dari hasil pengumpulan data selama 3 bulan kami menemukan hasil sbb :
KECEPATAN RESPON TERHADAP KOMPLAIN TRIWULAN I TAHUN
2020
120,00%
100,00%
100% 100% 100%
80,00%
60,00%
40,00%
20,00%
0,00%
JANUARI FEBRUARI MARET
CAPAIAN 100,00% 100,00% 100,00%
STANDAR 100% 100% 100%
Analisa Data :
Dari grafik di atas terlihat bahwa kecepatan respon terhadap kompalin sudah
sesuai dengan standar. Dikarenakan apabila terjadi komplain di unit atau ruangan,
petugas pengaduan pelayanan langsung memverifikasi dan menyelesaikan
komplain tersebut sesuai dengan grading masalah yang sudah ditetapkan.
61
BAB IV
PELAPORAN DAN EVALUASI
8. Kegiatan Pelaporan.
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan untuk pemantauan indikator tersebut adalah
:
a. Pencatatan setiap indikator klinis, indikator manajemen dan indikator
keselamatan pasien dan indikator mutu nasional dilakukan oleh perawat / petugas
di setiap unit pelayanan yang terkait dengan indikator klinis masing - masing,
(untuk pementauan dan pelaporan insiden keselamatan pasien pelaksanaannya di
tangani khusus oleh tim keselamatan pasien rumah sakit).
b. Indikator – indikator tersebut dicatat setiap harinya, kemudian direkapitulasi
dan divalidasi oleh Kepala Ruangan atau Kepala Unit Pelayanan masing- masing;
c. Ketua sub komite Mutu bertanggungjawab mengkoordinasi pengumpulan
data indikator yang telah dicatat dan direkapitulasi oleh setiap unit pelayanan dan
dilakukan analisa pada awal bulan selanjutnya.
d. Setiap 3 bulan sekali dilakukan analisa menyeluruh untuk dibuat
rekomendasi kepada Kepala Rumah Sakit tingkat III Dr R soeharsono, menyangkut
langkah - langkah untuk menjamin mutu pelayanan.
9. Evaluasi
a. Pelaporan dan Evaluasi indikator Mutu Klinis, Manajemen serta keselamatan
pasien adalah untuk menilai mutu pelayanan Rumah Sakit Tk III Dr R
soeharsono
b. Dalam pelaksanaannya agar data tercatat dengan baik maka setiap ruang
disediakan formulir yang tersimpan di hard disk.
c. Pelaksanaan kegiatan saat ini sudah di laksanakan oleh pengumpul data
yang ada di masing – masing ruangan dan divalidasi oleh Kepala Ruangan.
d. Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh :
1) Petugas pencatat adalah penanggung jawab pada unit pelayanan
yang sudah ditunjuk
2) Pada akhir bulan penanggung jawab pada unit rawat inap &
kebidanan menyerahkan hasil Formulir Sensus Harian kepada Kepala
Bagian Unit yang kemudian diteruskan ke sub komite mutu.
3) Data dikumpulkan oleh petugas ruangan yang telah ditunjuk
4) Data direkapitulasi dan divalidasi oleh Kepala Ruangan.
5) Hasil rekapitulasi kemudian dilaporkan kepada sub komite mutu.
62
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, Tjandara. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta:UIPress
2. Azwar, Azrul. 2007. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
3. Corwin, E.J. (2009). Patofisiologi: Buku saku (Nike budhi subekti, penerjemah).
Jakarta: EGC
4. Darmawan Iyan. 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis. Diakses dari
https://yunusstikes.wordpress.com pada tanggal 5 Januari 2020
5. Guwandi, J. 2006. Informed consent& Informed Refusal. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta
6. Hamid, T.B.J. Elemen Pelayanan Minimum Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat
Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depertemen Kesehatan RI, diambil
dari http:// www.yanfar.go.id. Tanggal 10 Maret 2005.
7. Horan TC, Andrus M and Dudeck MA. CDC/NHSN surveillance defi nition of health-
care associated infection and criteria for specifi c types of infection in the acute care
setting. Am. J. Infect. Control. 2008;36:309-32.
8. Jahan, F, 2011, Dengue Fever (DF) in Pakistan, Asia Pacific Family Medicine
Volume 10 no.1, sumber http://www.apfmj.com/info/instructions/
9. Jarvis WR. Investigating Endemic and Epidemic Healthcare-Associated Infections.
In: William R. Javis (Editor). Bennet’s & Brachman’s Hospital Infections 5th edition.
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2007
10. Kepmenkes No. 119/Menkes/SK/II/2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
11. Konsil Kedokteran Indonesia, Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran, (Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia, 2006),
12. Kotler, Philip, 1997, Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan dan
Pengendalian, Jilid 2 Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga,Jakarta.
13. Marwoto, A, Hari Kusnato, danDwi Handono. 2007. Analisis Kinerja Perawat dalam
PengendalianInfeksi Nosokomial di Ruang IRNA 1 RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta. Tesis.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
14. Muhadir, A, 2014, Indonesia Masih Endemis Demam Berdarah, sumber
http://www.tempo.co/read/news/2013/07/26/173500085/ Kemenkes-Indonesia-Masih-
Endemis-Demam-Berdarah
15. Permenkes No : 269/Menkes/Per/III/2008. Rekam Medis
16. Permenkes No. 363/Menkes/Per/IV/1998. Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan
pada sarana Pelayanan Kesehatan
17. Putri, RA, Yunie Armiyati, dan Mamat Supriyono. 2011. Faktor-faktor yang
65
Berpengaruh terhadap Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada pasien Rawat Inap Usia 20
tahun ke Atas dengan Kateter Menetap di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan, vol. 1, no. 1, hal. 1–2.
18. Rivai, Koentjoro & Utarini, Determinan Infeksi Luka Operasi Pascabedah Sesar,
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 5, Maret 2013.
19. Rijadi, Chanzul. 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa
Makanan Pasien Rawat Inap, http://www.fkm-undip.or.id. Diakses Februari 2014.
20. Rijanto, A. (2009). Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja . Yogyakarta: Maha
Medika.
21. Riyanto, Dwi Agung. (2016). Faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan
perawat dalam penggunaan alat pelindung diri di Rumah sakit Sari Asih Serang Propinsi
Banten, diambil dari http://ejournal.stikesborromeus.ac.id/
22. Suma'mur. (2009). Alat Pelindung Diri. Jakarta: Sugeng Seto.
23. Timmreck, Thomas, C. 2001. California State University San Bernardino, California,
Managing, Motivation and Developing Job Satisfaction in The Health Care Work
Environment. The Health Care Manager; Maret 2001
24. World Health Organization. 2002. Prevention of Hospital-Acquired Infections, A
practical guide, 2nd Edition, Department of Communicable Disease Surveillance and
Response.
25. WHO (2008) Manual implementationl surgery safety checklist(first edition) Diakses
pada 27 Januari 2020 melalui
http://www.who.int/patientsafety/safesurgery/tools_resources/SSSL_Manual_finalJun08.p
df
26. Wijono, D. M. S., 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga
University Press, Banjarmasin.
27. Wilson, Rick. Hospital Food as Treatment di dalam Food and Healing Conference,
Queen Elizabeth Centre, Westminster. Tuesday 21st Jan 2003.
28. Yusmainita. Pemberdayaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bagian I, diambil dari
http:// www.tempo.co.id/medika/arsip/011002/top- 1.htm. Tanggal 30 Maret 2005.