NIM : E061181306
PENDAHULUAN
Cina adalah salah satu negara yang tengah mengalami perkembangan pesat selama
beberapa tahun terakhir. Pesatnya perkembangan Cina membuat negara ini tergolong
sebagai salah satu emerging power yang memiliki pengaruh besar bagi dunia
internasional. Bahkan negara ini menjadi salah satu negara yang digadang dapat
menyaingi kekuatan Amerika Serikat yang telah menjadi negara paling dominan
sejak pasca Perang Dunia II. Kekuatan ekonomi yang sangat baik, disertai dengan
upaya pengembangan pada sektor keamanan, membuat Cina di mata dunia menjadi
negara yang posisinya sangat diperhitungkan saat ini. Dari sektor ekonomi sendiri,
telah banyak inisiasi dan gagasan Cina yang membuat keadaan perekonomian Cina,
bahkan dunia, mengalami dinamika yang menarik untuk dikaji. Salah satu inisiasi
yang sedang dilancarkan oleh Cina adalah gagasan One Belt One Road.
One Belt One Road, atau yang biasa disingkat OBOR, pertama kali dikemukakan
oleh Xi Jinping selama kunjungannya ke Kazakhstan dan Indonesia pada September
dan Oktober 2013. Secara umum, gagasan OBOR adalah komitmen yang
dikeluarkan oleh Cina untuk mengurangi kemacetan perdagangan Eurasia dengan
meningkatkan dan membangun jaringan kerjasama yang melewati kawasan Asia
Tengah, Barat, dan Tenggara, yang juga sampai ke Timur Tengah serta Afrika Timur
dan Utara.1 Komitmen ini akan diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur yang
kemudian akan membentuk jalur sutra baru bagi perdagangan dunia. Selain itu,
melalui OBOR juga diharapkan negara tuan rumah yang menerima pembangunan
dapat membuka diri terhadap investor-investor Cina. Gagasan OBOR sendiri dibagi
menjadi dua rute yang berbeda, yakni Silk Road Economic Road, yang mewakili
pembangunan lewat darat, dan Maritime Silk Road, yang mewakili pembangunan
jalur laut. Gagasan ini diindikasi dapat mengubah rute umum dalam perdagangan
internasional, dari yang sebelumnya melalui jalur laut, menjadi lebih ke rute darat.
1
A. Amighini (ed.), Cina’s Belt and Road: a Game Changer?, ISPI, Milan, 2017, p. 7.
Dengan digagasnya OBOR, Cina diindikasi dapat menjadi negara yang
memiliki pergerakan agresif dalam hal pengamanan energi. Pengamanan energi
merupakan langkah penting bagi Cina, mengingat perkembangan negara ini sedang
berlangsung sangat pesat. Untuk mengimbangi perkembangan pesat tersebut, Cina
akan berusaha untuk mengamankan energi sebanyak-banyaknya demi menjamin
perkembangan itu sendiri. Cina telah berusaha untuk memastikan sumber energinya
tidak terganggu di masa depan, sebab keamanan energi sangat penting bagi
perkembangannya.2 Dalam melakukan pengamanan energi, Cina tidak hanya
mengandalkan kawasan-kawasan yang menjadi sorotan utama terkait sumber energi,
seperti Timur Tengah. Namun Cina juga mulai bergerak di kawasan-kawasan yang
masih dianggap baru dan memiliki potensi terkait sumber energi, seperti Asia
Tengah. Sejak ditemukannya deposit minyak dan gas yang besar, wilayah Kaspia ini
juga menarik perhatian internasional. Selama 20 tahun ke depan, diperkirakan ekspor
minyak dunia dari kawasan ini akan meningkat menjadi 9% dan ekspor gas menjadi
11%. Salah satu negara Asia Tengah yang menjadi sorotan terkait sumber energinya,
yakni Kazakhstan, telah menjadi salah satu pemasok minyak Cina yang paling
penting dan pada tahun 2014, negara lainnya yaitu Turkmenistan, dengan deposit gas
terbesar di Asia Tengah, adalah salah satu pemasok utama Cina dalam kebutuhan
sumber energinya.3
2
C. Hurst, ‘Cina’s Oil Rush,’ Institute for the Analysis of Global Security (daring), July 2006,
<http://www.iags.org/cinainafrica.pdf>, diakses pada 28 November 2017.
3
M. Romanowski, ‘Central Asia’s Energi Rush,’ The Diplomat (daring), 3 July 2014,
<http://thediplomat.com/2014/07/central-asias-energi-rush/>, diakses pada 28 November 2017.
dengan kawasan Eropa.4 Bila dilihat dari sisi sejarah, Cina sendiri sudah membangun
kerjasama dengan Asia Tengah dengan gagasan Shanghai Cooperation Organization
(SCO), namun keberlangsungan dari gagasan ini bersifat alot. Seiring dengan evolusi
Cina menjadi negara yang memiliki kekuatan besar, dan dengan munculnya gagasan
OBOR, dapat membuat Asia Tengah kembali dilirik oleh Cina. Pada tahun 2013
sendiri, Cina telah melakukan investasi sebesar 90 milyar USD di Asia Tengah, yang
membuat Cina menjadi salah satu negara dengan investasi terbesar di kawasan
tersebut.5 Selang beberapa waktu kemudian, di tahun yang sama, Xi Jinping
memperkenalkan gagasan OBOR. Dengan peran sebagai pemasok sumber energi dan
letak geografis yang signifikan bagi gagasan OBOR, kawasan Asia Tengah
berpotensi besar menjadi salah satu fokus kepentingan politik luar negeri Cina dalam
menyebarkan pengaruhnya saat ini.
4
Amighini, pp. 8-9.
5
T. Tai-Ting, ‘Undercurrents in the Silk Road: An Analysis of Sino-Japanese Strategic
Competition in Central Asia,’ Journal of International and Advanced Japanese Studies, vol. 8, March
2016, p. 162.
TEORI
Menurut dari studi diatas sangat berkaitan dengan salah satu teori dari hubungan
internasional yaitu liberalisme. liberalisme menekankan pada arti penting kerjasama.
Liberalisme adalah sebuah cara pandang dalam hubungan internasional yang
menitikberatkan pada kerjasama yang terjadi diantara aktor-aktor hubungan
internasional. memandang bahwakerja sama adalah hal mutlak yang harus dilakukan
demi mewujudkan perdamaian. Kerjasama tidak hanya dilakukan untuk mewujudkan
perdamaian, melainkan juga kemajuan manusia itu sendiri. Sama dengan kasus
OBOR, china menjalin kerja sama dengan Negara lain dengan cara china membangun
infrastruktur dinegara tersebut.
ANALISIS
Jika dilihat dari Negara-negara lain yang diinvestasi dari obor, seperti Myanmar
Malaysia. Indonesia masih sangat tertinggal, terutama dilihat dari jumlah
investasi yang masuk ke Indonesia.
KESIMPULAN
Meskipun digadang akan memberikan keuntungan yang besar bagi Indonesia, namun
Inisiatif OBOR juga tetap memberikan beberapa dampak negatif, seperti;
DAFTAR PUSTAKA
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-
warga/wacana/17/04/03/onshut408seberapa-banyak-sih-investasi-cina-di-indonesia-
sebenarnya diakses pada tanggal 20 Oktober 2017 pukul 20.45.
Amighini, A. (ed.), Cina’s Belt and Road: a Game Changer?, ISPI, Milan, 2017.