Anda di halaman 1dari 9

Kebijakan jalur sutra tiongkok 2016 (BRI)

Konsep Jalur Sutra Baru Cina diumumkan pertamakali dalam pidato Presiden Xi Jinping di dalam
kunjungannya ke Kazakhstan dan ditegaskan kembali dalam KTT Shanghai Cooperation Organization
(SCO) pada tahun 2013. Hal ini merupakan momen pertama kalinya seorang pemimpin Cina
menjelaskan visi strategisnya. Xi Jinping mempresentasikan proposal yang terdiri dari 5 poin utama
untuk membangun bersama “Sabuk Ekonomi Jalur Sutra Baru” (the New Silk Road Economic Belt).
Proposal ini ditujukan untuk memperkuat hubungan antara Cina, Asia Tengah dan Eropa. Kelima poin
tersebut antara lain (Tatar, 2013): (i) memperkuat komunikasi kebijakan yang dapat membantu
‘memberikan lampu hijau” bagi kerjasama ekonomi; (ii) memperkuat koneksi jalan atau infrastruktur,
dengan gagasan membentuk koridor transportasi yang besat dari Pasifik ke Laut Baltik, dan dari Asia
Tengah ke Lautan Hindia, kemudian secara bertahap membangun jaringan koneksi transportasi antara
Asia Timur, Asia Barat, dan Asia Selatan; (iii) memperkuat fasilitas perdagangan, dengan fokus pada
penghapusan halangan dagang (trade barriers) dan mengambil langkah mengurangi biaya
perdagangan dan investasi; (iv) memperkuat kerjasama keuangan, dengan perhatian khusus pada
penyelesaian mata uang yang dapat mengurangi biaya transaksi dan mengurangi risiko finansial
sambil meningkatkan ekonomi yang kompetitif; dan (v) memperkuat hubungan people-to-people.
Dalam rangka memperkuat visi strategis Cina tersebut, pada Oktober 2013, Presiden Xi Jinping juga
mengajukan proposal pembentukan hubungan dekat antara Cina dengan komunitas ASEAN dan
menawarkan gagasan pembentukan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21(21stCentury Maritime Silk Road)
untuk mempromosikan kerja sama maritim. Dalam pidatonya di hadapan parlemen Indonesia, Xi juga
mengajukan pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) untuk mendanai
pembangunan infrastruktur dan mempromosikan interkonektivitas regional dan integrasi ekonomi.
Jalur Sutra Maritim ini bertujuan untuk memperkuat hubungan dengan Asia Selatan dan Asia
Tenggara, dengan penekanan pada keamanan perdagangan maritim. Rencana tersebut bertujuan untuk
merealisasikan Jalur Sutra kuno dengan jaringan modern jalur kereta cepat, jalur kendaraan darat,
pelabuhan dan pipa yang membentang di kawasan Asia.Tol ekonomi Beijing ini terdiri dari tiga rute:
rute pertama membentang dari Cina ke Asia Tengah dan Timur Tengah; rute kedua, yakni rute maritim
membentang dari pantai selatan; dan rute ketiga membentang dari Yunnan dan Guang Xi ke Asia
Tenggara (Hong, 2015, 1) (lihat Gambar 1). Gagasan Jalur Sutra Baru dimunculkan berdasarkan fakta
bahwa ekonomi domestik Cina mengalami perubahan struktural yang merefleksikan “keadaan normal
baru” dari pelambatan ekonomi, yang membawa dampak ekonomi signifikan bagi kawasan Asia.
Lebih penting lagi, hal ini merupakan sinyal perubahan dalam strategi dan kebijakan luar negeri Cina
dengan prioritas utama pada hubungan dengan negara-negara tetangga. Selain itu, gagasan ini juga
cocok dengan Master Plan Konektivitas ASEAN dan visi baru Poros Maritim Dunia yang diajukan
pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo dengan penekanan pada kekuatan maritim
(Hong 2015, 1). Persamaan kepentingan antara Cina dengan Indonesia dalam konteks 21st Century
Maritime Silk Road dan Poros Maritim Dunia, memberikan peluang bagi kedua negara untuk
merealisasikan kebijakan yang menekankan pada pengembangan kekuatan maritim. Salah satu aspek
kerjasama yang memungkinkan dilakukan antara Cina dengan Indonesia adalah dalam hal
pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan Indonesia untuk meningkatkan konektivitas antar
pulau dan meningkatkan kualitas infrastruktur pelabuhan. Bagi pemerintah Cina, Master Plan Jalur
Sutra Maritim dimulai di Quanzhou di provinsi Fujian, melalui Guangzhou, Behai dan Haikou
sebelum ke arah Selat Malaka. Dari Kuala Lumpur, Jalur Sutra Maritim mengarah ke Kalkuta, India
dan menyeberangi Lautan Hindia hingga Nairobi, Kenya. Dari Nairobi, Jalur Maritim mengarah ke
utara mengelilingi Benua Afrika dan bergerak melalui Laut Mati ke Laut Mediterania, berhenti di
Athena, sebelum bertemu dengan Jalur Sutra Darat di Venisia. Proposal “Sabuk Ekonomi Jalur Sutra”
dan “Jalur Sutra Maritim Abad ke-21”kemudian menjadi bagian kunci dari diplomasi infrastruktur
baru Cina di bawah pemerintahan Xi Jinping. Tujuan dari proposal ini adalah memperkuat hubungan
dengan negara tetangga melalui investasi di bidang infrastruktur (Hong, 2015, 2). Dalam konektivitas
daratan antara Cina dan Asia Tenggara, pemerintah lokal Cina memainkan peranan penting, seperti
Provinsi Yunnan dan Daerah Otonom Guangxi, yang berbatasan dengan Vietnam, Laos dan Myanmar.
Sejak awal tahun 2000, Yunnan dan Guangxi memprioritaskan konektivitas transportasi fisik antar-
kawasan dengan negara-negara ASEAN dan menginisiasi Strategi Gateway dan Zona Ekonomi Teluk
Pan-Beibu. Proposal kedua pemerintah lokal tersebut bertujuan untuk memperkuat konektivitas
wilayah daratan mereka dengan ASEAN melalui kerja sama jalur kereta dan jalur cepat, dan
membangun konektivitas bilateral di maritim dan udara melalui kerja sama pelabuhan dan bandar
udara (Hong, 2015, 2-3). Konektivitas antara Yunnan dan Asia Tenggara telah tercapai. Terpisah dari
rangkaian jalur kereta (jalur timur ke Vietnam, jalur tengah ke Vientiane di Laos dan jalur barat ke
Myanmar), jalur pipa gas dan minyak saat ini telah berjalan antara pelabuhan Kyaukphyu di Myanmar
dan Kunming. Dalam kasus Guangxi, proposal Zona Ekonomi Teluk Pan-Beibu (khususnya di barat
daya Cina, termasuk wilayah Yunnan, Guizhou, Chongqing, dan Sichuan; serta bagian utara
Semenanjung Indochina, meliputi wilayah utara Vietnam, Laos, dan Thailand) dan “Koridor Ekonomi
Nanning-Singapura” telah memainkan peranan sangat aktif dalam mempromosikan konektivitas
lintas-perbatasan di wilayah pesisir Teluk Beibu (Hong, 2015, 3). Presiden Xi Jinping juga
menegaskan dalam pidatonya di hadapan parlemen Indonesia pada Oktober 2013 bahwa “Cina akan
memperkuat kerja sama maritim dengan ASEAN dan memajukan partnership maritim dengan
ASEAN dalam rangka membangun Jalur Maritim Abad ke-21”
(http://www.aseanchinacenter.org/english/2013-10/03/c_133062675. htm). Penekanan utama terletak
pada kerja sama ekonomi yang lebih kuat, termasuk aspek finansial, kerjasama yang erat dalam
proyek patungan infrastruktur (pembangunan jalan raya dan jalur kereta) dan kerjasama teknis dan
ilmiah dalam isu lingkungan. Proyek ini akan melibatkan konstruksi pelabuhan, upgrading pelabuhan,
pembangunan pelayanan logistik dan pembentukan zona perdagangan bebas untuk meningkatkan
perdagangan dan konektivitas antara pelabuhan internasional dan jalur perairan dalam. Oleh karena
itu, beberapa kalangan ada yang menyebut proposal ini sebagai “Marshall Plan versi Cina” (Tiezzl,
2014). Namun, Marshall Plan diajukan oleh AS pada 1948 untuk membantu rekonstruksi ekonomi di
Eropa, sedangkan Jalur Sutra Baru dimaksudkan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi di
wilayah-wilayah yang tertinggal secara ekonomi melalui kerjasama dan akan melibatkan lebih dari 60
negara. Terlebih lagi, proposal Cina ini lebih sulit diimplementasikan ketimbang Marshall Plan
(Hong, 2015, 3). Dalam pertemuan APEC di Bali pada Oktober 2013, Xi Jinping mengumumkan
rencana pembentukan the Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang akan mendanai mega
proyek tersebut dan memfasilitasi pembangunan infrastruktur regional bersama dengan inisiasi Cina
dalam kerangka dana kerja sama maritim Cina-ASEAN yang dibentuk pada tahun 2010. Kemudian,
pada pertemuan APEC setahun kemudian, pada Oktober 2014, Xi Jinping mengumumkan dana Jalur
Sutra sebesar US$ 40 milyar yang akan digunakan untuk investasi di bidang infrastruktur dan
pembangunan sumber daya alam bagi negaranegara tetangga Cina. AIIB akan memfokuskan pada
“upgrading” infrastruktur pelabuhan dan pembangunan infrastruktur baru di wilayah untuk
mengakomodasi meningkatnya permintaan yang berasal dari kerjasama perdagangan maritim. AIIB
juga menargetkan infrastruktur maritim lainnya termasuk manufaktur perlengkapan produk laut. AIIB
akan melengkapi peningkatan pembiayan pembangunan bilateral Cina dan menghubungkan lebih
banyak sumber daya dari negara-negara berkembang serta mengurangi batasan birokratis dan
meningkatkan fleksibilitas (Jone-Wha, 2014).

Kesimpulan
Belt and Road Initiative (BRI) merupakan salah satu kebijakan ekonomi ambisius yang dikeluarkan
Tiongkok pada masa pemerintahan Xi Jinping pada tahun 2013. BRI mencakup dua aspek yaitu the
Silk Road Economic Belt dan the 21st Century Maritime Silk Road yang kemudian disingkat Belt and
Road. Tujuan dikeluarkannya BRI yaitu untuk menghubungkan ekonomi Eurasia dengan infrastruktur,
perdagangan, dan investasi. Namun dibalik tujuan tersebut, Tiongkok sebenarnya memiliki beberapa
agenda lain dalam mengeluarkan kebijakan tersebut. Berikut 3 faktor yang mendorong Tiongkok
membuat kebijakan BRI menurut neorealisme yaitu: Pertama, kepentingan nasional Tiongkok dalam
mengamankan jalur pasokan Belt and Road Initiative (BRI) merupakan salah satu kebijakan ekonomi
ambisius yang dikeluarkan Tiongkok pada masa pemerintahan Xi Jinping pada tahun 2013. BRI
mencakup dua aspek yaitu the Silk Road Economic Belt dan the 21st Century Maritime Silk Road
yang kemudian disingkat Belt and Road. Tujuan dikeluarkannya BRI yaitu untuk menghubungkan
ekonomi Eurasia dengan infrastruktur, perdagangan, dan investasi. Namun dibalik tujuan tersebut,
Tiongkok sebenarnya memiliki beberapa agenda lain dalam mengeluarkan kebijakan tersebut. Berikut
3 faktor yang mendorong Tiongkok membuat kebijakan BRI menurut neorealisme yaitu: Pertama,
kepentingan nasional Tiongkok dalam mengamankan jalur pasokan.
Revolusi Industri 4.0

Revolusi Industri 4.0 atau yang sering disebut dengan cyber physical system merupakan revolusi yang
menitikberatkan pada otomatisasi serta kolaborasi antara teknologi saber. Revolusi 4.0 ini sendiri
muncul di abad ke-21 dengan ciri utama yang ada adalah penggabungan antara informasi serta
teknologi komunikasi ke dalam bidang industri.

Dengan kemunculan revolusi ini, mengubah banyak hal di berbagai sektor. Dimana yang pada
awalnya membutuhkan banyak pekerja untuk menjalankan operasionalnya, sekarang digantikan
dengan penggunaan mesin teknologi.

Menurut Kanselir Jerman yaitu Angela Merkel pada tahun 2014 yang menyatakan arti dari revolusi
industri 4.0 sebagai sebuah transformasi komprehensif dari segala aspek produksi yang terjadi di
dunia industri melalui penggabungan antara teknologi digital serta internet dengan industri
konvensional.

Selain itu, menurut Schlechtendahl dkk (2015) mendefinisikan revolusi industri yang menekankan
pada unsur kecepatan dari ketersediaan sebuah informasi, yaitu sebuah lingkungan industri dimana
seluruh entitasnya dapat selalu terhubung serta mampu berbagai informasi dengan mudah antara satu
sama lain.

Adanya revolusi industri membuat adanya perubahan dalam cara hidup, bekerja, serta berhubungan
manusia yang dibahas secara lengkap pada buku Revolusi Industri Keempat dibawah ini.

Jenis Teknologi di Dalam Revolusi Industri 4.0

1. Internet of Things atau IoT

Teknologi yang pertama dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Internet of
Things atau IoT yang merupakan sebuah konsep dimana sebuah objek yang memiliki kemampuan
untuk dapat mentransfer data yang ada melalui jaringan tanpa diperlukannya interaksi antar manusia.

IoT sendiri merupakan sebuah sistem yang menggunakan berbagai perangkat komputasi, mekanis,
serta mesin digital yang menjadi satu kesatuan yang terhubung. Sistem Internet of Things didalamnya
sendiri terdapat empat komponen yang terdiri dari perangkat sensor, konektivitas, pemrosesan data,
serta antarmuka pengguna.

Salah satu contoh produk dari teknologi IoT ini adalah jarvis yang dapat mematikan lampu ketika
sudah pagi hari. Selain itu beberapa aplikasi lain yang memanfaatkan IoT adalah Gowes yang
menggunakan IoT untuk bike sharing, eFishery yang menggunakan IoT untuk memberi pakan ikan
secara otomatis, Qlue yang menggunakan IoT untuk smart city, serta Hara yang menggunakan IoT
untuk pangan serta pertanian.

2. Big Data

Teknologi yang kedua dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Big Data. Big
Data merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan volume data dalam jumlah yang besar,
baik data yang terstruktur maupun tidak terstruktur.

Big Data sendiri telah digunakan pada banyak bisnis dan dapat membantu sebuah perusahaan
menentukan arah bisnisnya. Berikut beberapa penyedia layanan yang termasuk ke dalam penggunaan
teknologi Big Data di Indonesia, sebagai berikut : Sonar Platform, Paques Platform, Warung Data,
Dattabot

3. Augmented Reality

Teknologi yang ketiga dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Augmented
Reality atau yang dikenal dengan AR.

AR merupakan sebuah teknologi dimana menggabungkan antara benda dunia maya dua dimensi
dengan benda tiga dimensi yang ada ke dalam sebuah lingkungan nyata tersebut, kemudian
memproyeksikan benda maya yang ada tersebut ke dalam waktu nyata.

Beberapa aplikasi yang menggunakan teknologi AR atau Augmented Reality ini adalah aplikasi
chatbot serta pengenalan wajah atau yang lebih dikenal face recognition.

4. Cyber Security

Teknologi yang keempat dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Cyber
Security yang merupakan sebuah bentuk upaya untuk melindungi segala informasi yang dimiliki dari
adanya cyber attack. Cyber attack sendiri merupakan segala jenis tindakan yang sengaja dilakukan
untuk mengganggu kerahasiaan atau confidentiality, integritas atau integrity, serta ketersediaan atau
availability sebuah informasi.

5. Artificial Intelligence atau AI

Teknologi yang kelima dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Artificial
Intelligence atau yang bisa disebut dengan AI. AI sendiri merupakan sebuah bentuk teknologi
komputer maupun sebuah mesin yang memiliki kecerdasan layaknya seorang manusia.

Fungsi utama dari adanya Artificial Intelligence adalah kemampuannya yang dapat digunakan untuk
mempelajari data yang diterima secara berkesinambungan. Dengan semakin banyaknya data yang
diterima maupun dianalisis, maka akan semakin baik pula dalam melakukan sebuah prediksi.

6. Additive Manufacturing

Teknologi yang keenam dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Additive
Manufacturing yang merupakan sebuah terobosan baru yang ada di bidang industri manufaktur dan
sering dikenal menggunakan printer 3D.

7. Simulation

Teknologi yang ketujuh dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah Simulation
yang merupakan bentuk perwakilan dari operasi waktu ke waktu. Simulasi seringkali digunakan untuk
berbagai konteks, seperti dalam simulasi teknologi yang digunakan untuk optimalisasi kinerja, teknik
keselamatan, pengujian, serta pelatihan.

8. System Integration

Teknologi yang kedelapan dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah system
integration atau sistem integrasi yang merupakan sebuah rangkaian penghubung antara beberapa
sistem baik secara fisik maupun fungsional. SIstem tersebut juga yang akan menggabungkan antara
komponen sub sistem yang ada dalam satu sistem sehingga dapat menjamin setiap fungsi yang ada
dapat bekerja dengan baik sebagai satu kesatuan dari sistem yang ada.
9. Cloud computing

Teknologi yang kesembilan dalam pengembangan yang terjadi di revolusi industri 4.0 adalah cloud
computing yang merupakan sebuah teknologi yang menjadikan internet saat ini sebagai pusat
pengelolaan data maupun aplikasi. Dengan adanya cloud computing ini, para pengguna komputer
diberikan hak akses untuk dapat masuk ke dalam server virtual yang dapat digunakan sebagai
konfigurasi server melalui internet

Dampak dari adanya Revolusi Industri 4.0

Terjadinya revolusi ini sendiri membuat banyak sektor industri mendapatkan kemudahan. Namun,
selain adanya dampak positif tersebut, terdapat pula dampak negatif yang terjadi akibat revolusi ini.
Berikut beberapa dampak positif serta negatif dari adanya Revolusi Industri 4.0 menurut situs Binus
University (Binus.ac.id).

1. Dampak Positif Revolusi Industri 4.0

Kemudahan dalam mengakses informasi dikarenakan dapat menggunakan gadget maupun teknologi
lainnya.

Efektivitas dalam bidang produksi dengan mengganti tenaga manusia yang ada dan menggantinya
dengan teknologi mesin. Selain mengurangi biaya produksi karena mengurangi penggunaan tenaga
kerja, dengan menggunakan teknologi dapat meningkatkan hasil produksi.

Dapat meningkatkan pendapatan nasional karena dapat memproduksi barang dalam waktu yang relatif
singkat dengan kualitas yang baik.

Peningkatan peluang kerja bagi tenaga ahli, hal ini dikarenakan walaupun menggunakan mesin tetap
saja membutuhkan tenaga ahli manusia untuk menggerakkannya.

2. Dampak Negatif Revolusi Industri 4.0

Lebih rentan terhadap serangan siber, hal ini dikarenakan proses produksinya menggunakan mesin
teknologi, oleh sebab sangat penting untuk memiliki sistem keamanan yang baik.

Butuh biaya besar dalam investasi alat serta pekerja, hal ini dikarenakan harus mengeluarkan uang
untuk membeli alat terlebih dahulu serta pelatihan keterampilan pegawai agar dapat menjalankannya.

Adanya urbanisasi, dimana meningkatnya jumlah populasi masyarakat yang ada di kota besar.

Berdampak untuk lingkungan, hal ini dikarenakan dengan penggunaan mesin yang ada dapat
menghasilkan polusi udara, limbah dalam jumlah besar, serta hal negatif lainnya yang dapat merusak
lingkungan.
Revolusi Industri 5.0

Apa Itu Revolusi Industri 5.0?

Revolusi Industri 5.0 adalah konsep yang masih dalam tahap pengembangan dan perdebatan, tetapi
secara umum mengacu pada perkembangan teknologi yang terus meningkatkan otomatisasi dan
digitalisasi dalam industri dan sektor produksi. Konsep ini berfokus pada penggabungan antara
teknologi dan manusia, serta kebutuhan untuk mengembangkan sistem yang lebih adaptif dan
responsif terhadap perubahan dalam lingkungan produksi. Revolusi Industri 5.0 lebih
menitikberatkan pada integrasi antara teknologi canggih seperti AI, IoT, dan teknologi robot teknologi
dengan keahlian manusia dan inovasi yang dapat mendorong perkembangan sistem produksi yang
lebih efisien, fleksibel, berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan sistem produksi yang lebih adaptif terhadap perubahan permintaan pasar, lebih
berfokus pada pengalaman pelanggan, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang
terbatas. Secara keseluruhan, Revolusi Industri 5.0 diharapkan dapat memberikan banyak manfaat
bagi industri, pelanggan, pekerja dan masyarakat pada umumnya, seperti meningkatkan
produktivitas, kualitas, dan keamanan produksi, serta menciptakan peluang kerja baru dan
mengurangi dampak lingkungan yang negatif.

Awal Mula Revolusi Industri 5.0

Revolusi Industri 5.0 dimulai ketika industri 4.0 sudah mencapai puncaknya dan para pakar
berpendapat bahwa era 4.0 dapat disempurnakan lagi. Industri 4.0 yang mulai diperkenalkan sejak
2011 dimaksudkan untuk memodernisasi proses bisnis, terutama pada industri manufaktur. Era ini
juga memperkenalkan banyak teknologi yang bahkan banyak pelaku industri yang masih beradaptasi
seperti AI dan IoT untuk memudahkan pekerjaan mereka. Kemudian di tahun 2017, Jepang lah yang
pertama kali memperkenalkan visi dari Revolusi Industri 5.0. Saat itu, konsep ini mereka sebut
sebagai Society 5.0 pada pameran CeBIT di Jerman. Ketika industri 4.0 menggaungkan wacana bahwa
AI akan menggantikan manusia, industri 5.0 justru tidak beranggapan demikian.

Sebagai penyempurnaan era 4.0, adanya teknologi seperti AI dan robot justru hadir untuk bekerja
sama dengan manusia. Revolusi Industri 5.0 mendorong efisiensi serta produktivitas berkat adanya
teknologi yang dimanfaatkan oleh kecerdasan manusia. Sebagai contoh, banyak orang yang
menggunakan teknologi AI bernama ChatGPT untuk mencari tahu dan mengerjakan banyak hal.
Tetapi, ChatGPT tidak akan dapat berfungsi dengan optimal tanpa dukungan kecerdasan manusia
dalam memberikan perintah yang tepat. Contoh lainnya adalah penggunaan software HRIS dengan
teknologi cloud. Dengan bantuan manusia, teknologi ini dapat mengefisiensi pekerjaan HR dan
bahkan di fitur-fitur tertentu berorientasi pada kesejahteraan karyawan. Lebih dari sekadar efisiensi
secara ekonomi dan produktivitas, Industri 5.0 secara spesifik merefleksikan pergeseran fokus dari
nilai ekonomi menuju pergeseran yang berfokus pada nilai sosial dan kesejahteraan, terutama para
pekerja yang terlibat di dalamnya.

Manfaat Manfaat Serta Keuntungan dari Revolusi Industri 5.0

Manfaat yang dirasakan dari industri 5.0 diprediksi tidak hanya sekadar peningkatan produktivitas
dan pengurangan biaya saja. Ketika sebuah proses otomasi dapat mengurangi waktu dari pekerjaan
yang repetitif, para karyawan dapat fokus pada pekerjaan strategis sehingga menciptakan sebuah
sebuah pekerjaan dengan kebutuhan skill yang tinggi. Berikut adalah beberapa keuntungan lainnya.
1. Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas

Revolusi Industri 5.0 akan memungkinkan peningkatan efisiensi dan produktivitas dalam
berbagai industri dengan otomatisasi proses dan penggunaan teknologi baru seperti
pemanfaatan AI dan analisis data. Misalnya saja pada bidang HR, pemanfaatan teknologi HRIS
memungkinkan perusahaan untuk mengintegrasikan data perusahaan. Hal ini dapat
memudahkan perusahaan dalam pengelolaan data karyawan dan juga inventaris dalam satu
platform yang mudah diakses kapanpun dan dimanapun.

2. Peningkatan Kualitas Produk dan Layanan

Dengan menggunakan teknologi canggih, perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk dan
layanan mereka, sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan dan memperkuat posisi mereka
di pasar.

3. Peningkatan Fleksibilitas Produksi

Revolusi Industri 5.0 akan memungkinkan perusahaan untuk memproduksi produk yang lebih
beragam dan menyesuaikan permintaan pasar dengan cepat.

4. Peningkatan Keselamatan Kerja

Perkembangan teknologi menuju era 5.0 akan memungkinkan adanya penggunaan robot dan
teknologi canggih lainnya untuk mengurangi risiko kecelakaan dan cedera di tempat kerja.

5. Peningkatan Keberlanjutan

Inti dari era 5.0 adalah membantu perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan. Hal ini dapat
dimulai dengan menggunakan teknologi energi hijau dan proses produksi yang lebih efisien
dan bertanggung jawab tidak hanya pada masyarakat, tetapi juga dampaknya pada lingkungan.

6. Peningkatan Daya Saing

Dengan menerapkan teknologi canggih dan proses produksi yang lebih efisien, perusahaan
dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar global dan memperluas pangsa pasar mereka.
SDM yang ada juga dituntut untuk terus meningkatkan skill mereka sehingga mereka tidak
hanya mengerjakan pekerjaan repetitif, tapi juga mampu memiliki pemikiran strategis untuk
tingkatkan performa.

7. Peningkatan Kualitas Hidup

Revolusi Industri 5.0 dapat membantu memperbaiki kualitas hidup manusia dengan
meningkatkan akses ke layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, serta
memungkinkan pengembangan kota cerdas atau smart city yang lebih berkelanjutan dan
ramah lingkungan.

Beberapa Contoh Perbedaan Revolusi Industri 4.0 dengan 5.0

Seperti yang telah disebutkan di atas, perbedaan mendasar industri 4.0 dengan 5.0 adalah adanya
pergeseran fokus yang tadinya berfokus pada nilai ekonomi menjadi fokus kepada keberlangsungan
dan kesejahteraan.
Contoh-contoh perbedaan lainnya adalah sebagai berikut.

- Industri 4.0 berfokus pada bagaimana mengotomasi sebuah pekerjaan, sementara Industri
5.0 fokus pada bagaimana mengoptimasi jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan.
- Industri 4.0 berfokus pada efektivitas otomasi sebuah mesin dan teknologi, sementara
Industri 5.0 fokus pada bagaimana mengoptimasi pengetahuan seseorang dengan bantuan AI
- Industri 4.0 berfokus pada sistem komputerisasi, sementara Industri 5.0 fokus pada
bagaimana mempercepat pekerjaan dengan bantuan mesin untuk keberlangsungan dan
kesejahteraan manusia.

Anda mungkin juga menyukai