Pada era triple disruption, yakni disrupsi tentang society 5.0 dan
digitalisasi, milenial, serta dampak pandemi COVID-19, hukum dan
masyarakat sebagai suatu sistem yang terbuka harus siap menghadapi
tantangan untuk menemukenali solusi. Langkah yang dapat ditempuh adalah
melakukan pembaharuan hukum, yang sebelumnya bersifat stagnan menjadi
hukum yang reformatif, reorientatif, dan reformulatif. Pembaharuan hukum
memegang peran strategis dalam pembangunan negara terutama di bidang
perekonomian karena hukum dapat memberikan kepastian usaha dan
investasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat empat faktor keberhasilan
pengembangan dunia usaha di negara berkembang seperti Indonesia, yaitu
stabilitas ekonomi makro, perdagangan internasional, peningkatan kualitas
sumber daya manusia, dan iklim yang kondusif penanaman modal atau
investasi dalam negeri maupun luar negeri untuk menyelesaikan beberapa
masalah ekonomi, krisis dan tantangan yang dihadapi suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi nasional yang sempat lesu pasca pandemi
COVID-19 harus menjadi titik kesadaran bagi negara untuk melihat bahwa
carut marut keadaan negara mempengaruhi berbagai aspek termasuk
pembangunan infrastruktur. Jika dalam masa pemulihan ekonomi
permasalahan infrastruktur tidak diselesaikan, justru hal ini akan menjadi
bumerang bagi negara karena ketersediaan infrastruktur menjadi salah satu
pondasi penting dalam laju pertumbuhan ekonomi nasional. Hubungan tak
terpisahkan antara kedua hal tersebut juga menjadi titik kesadaran bahwa
negara harus melakukan langkah pemerataan pembangunan daerah sebagai
visi yang harus diwujudkan oleh Indonesia di tahun 2045. Infrastruktur
memiliki posisi penting bagi keberlangsungan kegiatan penduduk suatu
wilayah, baik itu berupa kegiatan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan
suatu wilayah yang memiliki kelengkapan sistem infrastruktur biasanya akan
memiliki tingkat kesejahteraan sosial yang lebih baik sehingga apabila
infrastruktur terus dikembangkan maka akan memberi dampak positif bagi
pembangunan ekonomi nasional.
Pada era globalisasi saat ini, laju perkembangan dan alih teknologi
memicu kebutuhan mobilisasi masyarakat dan logistik secara lebih masif
dan cepat. Dalam hal ini dukungan infrastruktur sangat diperlukan guna
menjamin lancarnya aktivitas masyarakat. Salah satu infrastruktur penunjang
dalam masifnya mobilisasi masyarakat adalah jalan tol. Tidak hanya dapat
meningkatkan konektivitas antar wilayah, pembangunan jalan tol juga dapat
mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sebab arus distribusi
barang dan jasa akan jauh lebih efisien, sehingga berdampak pada stabilnya
harga barang dan jasa yang turut berimplikasi pada tumbuhnya
perekonomian negara. Total panjang jalan tol yang beroperasi di Indonesia
sejak 1978 hingga 2024 direncanakan sepanjang 3531,5 km. Berdasarkan
Renstra Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada
2019 setidaknya pembangunan jalan tol telah mencapai 1.461 KM, dan
hingga 2024 target pembangunan jalan tol yaitu 2.500 KM.
Infrastruktur jalan tol merupakan salah satu prasarana perhubungan
darat yang memiliki peran penting dalam distribusi barang dan jasa serta
mobilitas untuk masyarakat dan sektor ekonomi lainnya sehingga
pembangunan jalan tol berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di
suatu negara. Dalam mendukung kemudahan akses transportasi darat di
seluruh Indonesia, pemerintah telah mengembangkan proyek strategis
nasional berupa pembangunan jalan tol. Sejauh ini, infrastruktur jalan tol di
Indonesia masih terus dibangun dan dikembangkan. Pembangunan jalan tol
diharapkan dapat mendukung kemudahan akses melalui penyediaan
infrastruktur jalan yang memadai.
Sebagai pulau terbesar kedua di Nusantara dengan populasi mencapai
59,978 juta jiwa pada tahun 2022, Sumatera memiliki peran penting dalam
perekonomian negara Indonesia. Pada tahun 2018, Sumatera menyumbang
21,58% produk domestik bruto (PDB) Indonesia, terbesar kedua setelah
Jawa, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu, kemajuan dan
keberlanjutan perekonomian Sumatera sangat penting untuk memastikan
stabilitas dan pertumbuhan di kawasan tersebut. Jika pertumbuhan terhenti,
perkembangan daerah sekitarnya pun akan terhambat. Dengan demikian,
Sumatera menjadi salah satu pulau di Indonesia yang membutuhkan
pembangunan infrastruktur yakni pembangunan jalan tol, dengan total target
jalan tol yang beroperasi pada tahun 2020-2024 sepanjang 1.667,18 km. 4
Melalui pembangunan tersebut, diharapkan dapat membangkitkan ekonomi
Sumatera terutama untuk menyumbang PDB nasional dan mendukung
terciptanya Asian Highway Network yang telah disepakati pada forum
United Nations di Shanghai, China.
Jalan Lintas Nasional Bireuen-Takengon merupakan salah satu ruas
jalan yang padat di Nangroe Aceh Darussalam sebab merupakan satu-
satunya jalan penghubung antara Kota Banda Aceh, kabupaten Pidie dan
Bireuen ke Kota Takengon, Aceh Tengah. Meskipun saat ini jalan nasional
tersebut sudah terdiri atas dua jalur, namun pada hari-hari libur nasional,
kemacetan di ruas jalan tersebut belum mampu terhindarkan. Kemacetan
yang terjadi dalam ruas jalan tersebut sebetulnya sangat berbahaya
menimbang sering terjadi tanah longsor dan kondisi kontur jalan yang tidak
rata. Hal demikian membuat keindahan alam dan kekayaan akan hasil kopi
yang mendunia yang menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk
mengunjungi Kota Takengon, Aceh Tengah menjadi terhambat. Oleh karena
itu, perlu adanya pembangunan jalur alternatif berupa jalan tol guna
memperlancar arus barang dan jasa dari dan ke Takengon, Aceh Tengah
untuk mendayagunakan kekayaan alam daerah tersebut. Hal demikian untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat sebab berdasar data Badan Pusat
Statistik, Provinsi Aceh merupakan Provinsi termiskin di Sumatera. Hal
tersebut menjadi sebuah ironi sebab kekayaan alam yang ada pada Provinsi
Aceh tidaklah sedikit dan bahkan banyak yang sudah mendunia, seperti Kopi
Gayo. Namun, realitas menunjukkan bahwa kekayaan alam tersebut belum
dimanfaatkan secara maksimal guna mensejahterakan masyarakat Aceh,
terkhusus lagi Takengon, Aceh Tengah yang memiliki ikon kopi mendunia.
Selain itu, waktu tempuh perjalanan dari Bireuen menuju Takengon
dan sebaliknya membutuhkan waktu 4 jam. Sementara dengan adanya jalan
tol Bireuen-Takengon, waktu tempuh dapat dipangkas menjadi 2 jam
perjalanan. Kurangnya akses jalan raya yang memadai sepanjang kawasan
Bireuen-Takengon juga membuat perjalanan menjadi terhambat dan dapat
membahayakan pengguna jalan. Permasalahan lain adalah hanya terdapat
satu pintu utama akses darat untuk memasuki wilayah Takengon, apabila
perjalanan berasal dari Kota Banda Aceh, kabupaten Pidie dan Bireuen.
Namun, sering terjadi tanah longsor pada musim penghujan di kawasan
tersebut sehingga menghambat distribusi logistik yang akan berakibat pula
pada roda perekonomian. Oleh sebab itu, pembangunan Jalan Tol Bireuen-
Takengon sangat diperlukan karena memiliki dampak yang besar bagi
kesejahteraan masyarakat daerah sana.
Pemerintah melalui Badan Pengatur Jalan Tol (“BPJT”) kemudian
mulai mencanangkan pembangunan Jalan Tol Bireuen-Takengon dengan
informasi sebagai berikut:
1. Proyek: Pembangunan Jalan Tol
2. On/Off Ramp
1 2023-2024 Rp4.500.000.000.000,-
(Empat triliun lima ratus miliar
rupiah)
3 2025-2026 Rp2.000.000.000,-
(Dua triliun rupiah)
TOTAL Rp10.000.000.000.000,-
(Sepuluh triliun rupiah)
Nilai Kontrak
Rp14.200.000.000.000
(empat belas triliun dua ratus miliar rupiah)
Rp10.000.000.000 Rp4.200.000.000
(sepuluh triliun rupiah) (empat miliar dua ratus juta rupiah)