Anda di halaman 1dari 11

Alexandra Oktavia Tampubolon/212314015/Ekonomi

Berita 1 ( https://news.detik.com/kolom/d-6713422/porsi-apbn-infrastruktur-jalan-
lampung )
Porsi APBN Infrastruktur Jalan Lampung
Rosyid Bagus Ginanjar Habibi - detikNews
Rabu, 10 Mei 2023 15:04 WIB
Jakarta - Video mobil sedan RI 1 melewati jalan rusak di Lampung, Jumat (5/5) viral di media
sosial. Peristiwa itu direkam langsung oleh fotografer presiden, Agus Suparto, saat Presiden Joko
Widodo melintasi jalan terusan Ryacudu Marga Agung, Jati Agung, Kabupaten Lampung
Selatan. Jalanan tersebut banyak lubang di berbagai sisi dan tidak beraspal bahkan di antaranya
tergenang air.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat ada 11.049,9 km total
jalan rusak di Provinsi Lampung. Rinciannya yaitu sepanjang 5.613 km dengan kategori rusak
ringan dan 5.436 km dengan kategori rusak berat. Secara keseluruhan, panjang jalan rusak di
provinsi ujung paling selatan Sumatera ini setara dengan 4 kali panjang tol Trans Sumatera
(2.818 km) dan 9 kali panjang tol trans Jawa (1.167 km).

Dalam UU 38/2004 tentang jalan, pembagian jalan nasional, provinsi, dan kabupaten di
Indonesia didasarkan pada kewenangan dan tanggung jawab pemerintah di masing-masing
tingkatan pemerintahan. Sedangkan jalan rusak di Provinsi Lampung terbagi menjadi tiga
bagian: 78 km jalan nasional (rusak berat 22 km, ringan 56 km), 405 km jalan provinsi (rusak
berat 166 km, ringan 239 km), dan 10.437 km jalan kabupaten/kota (rusak berat 5.417 km,
ringan 5.020 km).

Setelah blusukan ke beberapa pasar dan meninjau jalan rusak di Lampung, Presiden mengambil
keputusan bahwa pemerintah pusat akan mengambil alih tanggung jawab untuk memastikan
bahwa pembangunan jalan di Lampung dilaksanakan sesuai prioritas dan jangkauan yang telah
ditetapkan. Rencana ini akan dimulai pada Juni 2023 untuk pembangunan 15 ruas jalan provinsi
dengan anggaran sekitar Rp 800 M.

Pengelolaan APBN Jalan

Pembagian anggaran infrastruktur jalan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dibagi melalui beberapa jalur agar pembangunan serta pemeliharaan jalan dan jembatan dapat
dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Pembagian anggaran juga dapat memastikan bahwa
setiap jenjang pemerintahan memiliki tanggung jawab dan kewenangan yang jelas dalam
pembangunan serta pemeliharaan jalan dan jembatan di Indonesia.

Jalur pertama melalui Kementerian/Lembaga (K/L) PUPR yang bertanggung jawab atas
pembangunan jalan nasional di Provinsi Lampung sepanjang 1.298,1 km. Anggaran yang
dialokasikan untuk K/L PUPR terdiri dari anggaran belanja langsung dan transfer ke daerah
dengan rincian pagu anggaran 2023 berjumlah Rp 588,78 M --hingga 2 mei 2023 sudah
terealisasi Rp 81,62 M.

Jalur kedua melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dialokasikan oleh pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mendanai program atau kegiatan yang telah ditetapkan. Salah
satu program yang didanai melalui DAK adalah pembangunan bidang jalan 2023 Provinsi
Lampung sepanjang 2.31,9 km dengan anggaran Rp 402,44 M. Alokasi DAK Fisik jalan provinsi
di Lampung sebesar Rp 52,45 M untuk 3 ruas jalan dengan rincian Belimbing-Jabung (4,17 km)
sebesar Rp 16,98 M, Liwa-BTS Sumsel (4,8 km) sebesar Rp 13,33 M, dan SP Sidomulyo-
Belimbingsari (4 km) sebesar Rp 20,13 M.

Jalur ketiga melalui Pembiayaan Modal Negara (PMN) untuk untuk membiayai pembangunan
jalan nasional, jalan tol, atau jalan provinsi yang bersifat strategis dan memiliki manfaat yang
signifikan bagi masyarakat namun tidak mampu dibiayai secara penuh oleh sektor swasta atau
sumber pendanaan lainnya. Dukungan PMN dilakukan pemerintah melalui penugasan PT
Hutama Karya dalam pembangunan jalan tol Sumatera yang melintasi Provinsi Lampung
berjumlah Rp 6,2 T. Rinciannya, ruas Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140 km (Rp 2,2 T)
dan Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung sepanjang 189 km (Rp 4 T).

Selain PMN, pemerintah juga memberikan jaminan kepada investor atau kreditur dalam bentuk
Jaminan Pemerintah (Government Guarantee) untuk proyek infrastruktur jalan yang dianggap
penting bagi pembangunan nasional namun dianggap memiliki risiko tinggi sehingga investor
atau kreditur tidak berminat untuk membiayainya. Jaminan pemerintah untuk infrastruktur jalan
di Provinsi Lampung berjumlah Rp 36,48 T.

Jalur keempat melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang bertanggung jawab atas
pengelolaan aset negara yang tidak produktif, termasuk pengadaan lahan untuk kepentingan
pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, jalan raya, dan lain-lain. Pendanaan pembebasan
lahan oleh LMAN di Provinsi Lampung terdiri dari ruas Bakauheni-Terbanggi Besar Rp 3,75 T
dan Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung Rp 1,86 T.

Jalur kelima melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang digunakan untuk
pembangunan dan pemeliharaan jalan dan jembatan di wilayahnya yang terdiri dari belanja
modal, hibah, dan barang/jasa. Program penyelenggaraan jalan APBD 2023 untuk seluruh
Provinsi Lampung berjumlah Rp 2,16 T sedangkan untuk jalan provinsi berjumlah Rp 886,8 M.

Prioritas Nasional

Pada Maret 2023, inflasi Provinsi Lampung menyentuh angka 5,59%, lebih tinggi dibanding
inflasi nasional yang hanya 4,97% pada periode sama. Artinya, biaya hidup di Lampung
meningkat lebih cepat dibandingkan dengan biaya hidup secara nasional. Harga barang dan jasa
di Lampung juga naik lebih cepat dibandingkan dengan rata-rata harga barang dan jasa se-
Indonesia.

Peningkatan inflasi bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti peningkatan permintaan atas
barang dan jasa, kelangkaan pasokan barang dan jasa, peningkatan biaya produksi, peningkatan
harga bahan bakar, atau pengaruh dari faktor-faktor ekonomi lainnya. Dengan adanya
infrastruktur jalan yang baik, biaya transportasi akan menurun karena kendaraan dapat bergerak
dengan lebih lancar dan cepat.

Hal ini akan berdampak pada menurunnya biaya logistik yang dikeluarkan oleh produsen dan
distributor sehingga harga barang dapat ditekan. Investasi pada infrastruktur jalan merupakan
salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk lokal, mendorong
pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Fokus Presiden Jokowi dalam berbagai program dan kebijakan pemerintahannya salah satunya
tertulis dalam program Nawacita yaitu membangun infrastruktur jalan. Program ini merupakan
prioritas pemerintah untuk mencapai visi Indonesia menjadi negara maju dan berdaulat.
Pembangunan infrastruktur jalan juga menjadi fokus dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 guna meningkatkan konektivitas antardaerah dan
meningkatkan efisiensi transportasi.

Infrastruktur jalan yang memadai akan memudahkan akses transportasi barang dan jasa dari satu
daerah ke daerah lainnya. Dengan demikian, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
dan investasi sehingga memberikan dampak yang lebih luas bagi pembangunan ekonomi
Indonesia secara keseluruhan.

Pembenahan jalan nasional, provinsi, dan kabupaten di Lampung diharapkan dapat


meningkatkan konektivitas antara pusat industri dan pasar yang lebih luas sehingga dapat
mempercepat distribusi barang dan jasa di dalam negeri maupun ekspor keluar negeri. Sebagai
pintu gerbang masuk ke Pulau Sumatera dari arah Jakarta dan Jawa Barat, Lampung berpotensi
menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa di wilayah Sumatera tentunya dengan perbaikan
infrastruktur menyeluruh terutama jalan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah.

Rosyid Bagus Ginanjar Habibi pegawai Badan Kebijakan Fiskal

Berita 2 ( https://news.detik.com/kolom/d-6698854/memperkuat-anggaran-kesehatan )
Memperkuat Anggaran Kesehatan
Timboel Siregar - detikNews
Senin, 01 Mei 2023 21:03 WIB
Jakarta - Pembahasan RUU Kesehatan terus berlanjut. Pembahasan beberapa pasal sudah
diselesaikan, namun ada beberapa pasal yang ditunda pembahasannya karena masih belum ada
titik temu antara Pemerintah dan Panja Komisi IX DPR RI.
Salah satu pasal yang mengalami penundaan pembahasan adalah perihal pembiayaan kesehatan.
Pemerintah berkeinginan menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang mengamanatkan Pemerintah mengalokasikan minimal 5% APBN dan
minimal 10% APBD untuk Kesehatan di luar gaji.

Mengacu pada Pasal 171 ayat (3)-nya, besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan untuk
kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggaran
kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah.

Pada Penjelasan Pasal 171 ayat (3) menjelaskan tentang 'kepentingan pelayanan publik' itu
adalah pelayanan kesehatan baik pelayanan preventif, pelayanan promotif, pelayanan kuratif, dan
pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
Biaya tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan pelayanan preventif
dan pelayanan promotif dan besarnya sekurang kurangnya dua pertiga dari APBN dan APBD.

Kewajiban alokasi APBN dan APBD untuk pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan
pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi
secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya. Ini merupakan amanat Pasal 170 ayat (1) UU No. 36 tahun 2009.

Pemerintah sepertinya merasa terbebani dengan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) sehingga
berkeinginan menghapus Pasal tersebut di RUU Kesehatan. Dengan penghapusan tersebut, maka
Pemerintah Pusat dan Pemda akan menetapkan alokasi APBN dan APBD untuk pembiayaan
Kesehatan 'sekehendaknya' dengan mengabaikan kebutuhan pelayanan Kesehatan seluruh rakyat
Indonesia.

Menurut saya keinginan Pemerintah untuk menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36
Tahun 2009 di RUU Kesehatan akan berdampak pada, pertama, Pemerintah akan melanggar isi
TAP MPR no. X/MPR/2001, yang merupakan rujukan hadirnya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2)
UU No. 36 Tahun 2009. Ketetapan MPR no. X/MPR/2001 di Point 5a huruf 4 berbunyi :
Menugaskan kepada Presiden untuk mengupayakan peningkatan anggaran kesehatan 15% dari
APBN. Dari amanat TAP MPR ini dibagi antara alokasi dari APBN minimal 5 persen dan alokasi
dari APBD minimal 10%. .

Bila RUU Kesehatan mengakomodir penghapusan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) tersebut maka
RUU Kesehatan telah bertentangan dengan TAP MPR no. X/MPR/ 2001. Mengacu pada Pasal 7
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (UU PPP), kedudukan
hierarki hukum TAP MPR di atas UU, sehingga isi UU tidak boleh bertentangan dengan TAP
MPR.
Kedua, saat ini menteri kesehatan sedang mengkampanyekan 6 pilar transformasi kesehatan,
yang tentunya untuk mendukung transformasi tersebut akan membutuhkan dukungan dana yang
besar. Namun dengan keinginan menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2), maka implementasi
6 pilar transformasi Kesehatan akan terkendala nantinya. Implementasi 6 pilar transformasi
Kesehatan membutuhkan anggaran yang besar tentunya.

Selaras dengan revisi UU BPJS yang memposisikan BPJS bertanggung jawab ke presiden
melalui menteri kesehatan (menkes), disertai adanya penugasan khusus dari menkes, serta
laporan BPJS Kesehatan harus melalui menkes, maka ada potensi pelaksanaan 6 pilar
transformasi Kesehatan dibiayai menggunakan dana iuran JKN. Tanggungjawab pembiayaan 6
pilar transformasi Kesehatan oleh APBN dan APBD akan digeser ke dana iuran JKN, yaitu
menggunakan dana amanat yang merupakan dana gotong royong dari seluruh peserta JKN.

Penggunaan dana iuran JKN harus difokuskan pada pembiayaan Kesehatan bagi peserta JKN.
Bukan untuk membiayai program-program yang menjadi tanggung jawab APBN dan APBD
seperti pembiayaan 6 pilar transformasi Kesehatan.

Ketiga, dihapuskannya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) menjadi ancaman bagi rakyat miskin
untuk mengakses layanan kesehatan dengan program JKN, yaitu jumlah peserta PBI yang
dibiayai iurannya dari APBN dan APBD akan dikurangi. Di tahun 2022 lalu saja, jumlah
masyarakat miskin yang dijamin JKN sebesar 90 juta orang, dari total kuota 96,8 juta orang.
Jumlah ini akan berpotensi menurun tiap tahunnya. Penonaktifan sepihak masyarakat miskin
peserta PBI yang dibiayai APBN maupun APBD akan terus terjadi dengan alasan utama
'penghematan' APBN dan APBD.

Saya mendesak Panja Komisi IX DPR RI yang membahas RUU Kesehatan menolak keinginan
pemerintah untuk menghapuskan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Saat ini masih banyak Pemda yang belum mengalokasikan minimal 10 persen APBD
untuk Kesehatan, oleh karenanya justru yang harus diatur lebih jelas dan tegas di RUU
Kesehatan adalah sanksi bagi Pemda yang melanggar amanat ini. Penting sekali memperkuat
anggaran Kesehatan untuk melaksanakan transformasi Kesehatan.

Saya juga mendesak agar Panja Komisi IX DPR RI mengeluarkan UU BPJS dan UU SJSN dari
pembahasan di RUU Kesehatan, dengan dasar argumentasi yuridis mengacu pada Pasal 97A (dan
Penjelasannya) UU No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU PPP. Bahwa UU SJSN dan
UU BPJS telah direvisi di UU Cipta Kerja (omnibus law) sehingga bila ada keinginan untuk
merevisi UU SJSN dan UU BPJS maka yang direvisi UU tersebut, bukan direvisi di RUU
Kesehatan.

Pelaksanaan dan pengelolaan jaminan sosial dengan mengacu pada UU BPJS masih relevan
hingga saat ini, bisa memastikan pengelolaan dana iuran JKN dan iuran program jaminan sosial
ketenagakerjaan secara independen dan profesional. Dengan mengacu pada sembilan prinsip
sistem jaminan sosial nasional yang diabdikan untuk kepentingan peserta.
Terkait dengan revisi UU SJSN di RUU Kesehatan, seharusnya materi revisi bisa dituangkan
dalam revisi Perpres no. 82 tahun 2018, bukan di RUU Kesehatan. Tentunya kebutuhan
pelayanan Kesehatan akan terus dinamis sehingga penting adanya kemudahan dalam merevisi
regulasi nantinya.

Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch/Pengurus OPSI-KRPI

Berita 3 ( https://news.detik.com/berita/d-6655583/menpan-rb-sebut-lkjpp-bentuk-
akuntabilitas-penggunaan-anggaran-2022 )
MenPAN-RB Sebut LKjPP Bentuk Akuntabilitas Penggunaan Anggaran 2022
Inkana Izatifiqa R. Putri - detikNews
Selasa, 04 Apr 2023 16:31 WIB
Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah
Azwar Anas menerima Hasil Reviu Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP) Tahun Anggaran
2022 dari Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) M. Yusuf Ateh, pada
Selasa (4/4). Anas menyampaikan penyusunan LKjPP menjadi wujud akuntabilitas dan
transparansi pemerintah terhadap kinerja penggunaan anggaran tahun 2022.
"Wujud akuntabilitas tidak hanya disampaikan melalui penyajian informasi keuangan dalam
laporan keuangan tetapi juga saling melengkapi dengan penyajian informasi kinerja dalam
laporan kinerja," ujar Anas dalam keterangan tertulis, Selasa (4/4/2023).

Terkait LKjPP tahun 2022, Anas menilai laporan tersebut jauh lebih baik karena telah dilengkapi
hasil reviu dari BPKP.

"Sehingga harapannya, kualitas pertanggungjawaban atas pengelolaan APBN sebagai wujud


pemenuhan kewajiban konstitusional pemerintah juga semakin komprehensif," lanjutnya.

Meski demikian, Anas menambahkan penyusunan LKjPP tahun ini tak lepas dari kendala.
Beberapa di antaranya, seperti tidak tersedianya data capaian kinerja dari beberapa sasaran
Prioritas Nasional, terdapat Prioritas Nasional yang capaian kinerjanya di bawah target, serta
adanya K/L yang belum menyampaikan laporan kinerjanya.

Mengenai hal ini, Anas memastikan pihaknya akan terus melakukan penyempurnaan mekanisme
penyusunan LKjPP dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas,
dan BPKP.

"Penyempurnaan ini tidak sekadar mengatur tentang mekanisme penyediaan data dan pelaporan
semata, tetapi mengembangkan sistem akuntabilitas yang lebih komprehensif dan terintegrasi,
serta mampu memastikan bahwa target-target dari sasaran setiap prioritas nasional yang terdapat
dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) terkawal dengan baik oleh setiap K/L," jelasnya.

Sementara itu, Ateh mengatakan LKjPP tahun 2022 wajib dilakukan reviu oleh BPKP sebelum
diserahkan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. Hal ini bertujuan untuk memastikan
informasi kinerja dalam LKjPP bebas dari kesalahan yang dapat mengganggu keandalan
informasi kinerja tersebut.

"Laporan ini merupakan tools yang penting bagi publik maupun instansi pemerintah untuk
melihat capaian kinerja dan juga untuk mendorong kinerja dan akuntabilitas pemerintah di masa
yang akan datang," papar Ateh.

Di sisi lain, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan
Kementerian PANRB Erwan Agus Purwanto menyampaikan RKP 2022 memiliki 7 prioritas
nasional dengan 29 sasaran dan 77 indikator kinerja.

Berdasarkan data realisasi 77 indikator yang telah berhasil diidentifikasi, terdapat 37 indikator
tidak tercapai; 5 indikator tercapai sesuai dengan target; dan 18 indikator berhasil tercapai
melebihi target yang diharapkan.

"Di sisi lain, untuk realisasi 17 indikator lainnya, tidak dapat diidentifikasi, baik dalam Laporan
Kinerja yang disampaikan oleh K/L kepada Kementerian PANRB maupun berdasarkan data
eksternal lainnya," katanya.

Sebagai informasi, LKjPP Tahun 2022 memuat informasi terkait dengan dukungan atas prioritas
nasional oleh kementerian/lembaga (K/L), termasuk pencapaian target-target kinerja prioritas
nasional yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2022.

LKjPP Tahun 2022 juga dilengkapi dengan informasi kinerja berupa pencapaian atas target
kinerja K/L sehubungan dengan anggaran yang digunakan dan juga hambatan serta kesulitan
yang dihadapi oleh setiap K/L dalam mencapai kinerjanya.

Berita 4 ( https://news.detik.com/berita/d-6628923/kades-minta-10-persen-apbn-untuk-
dana-desa-ini-kata-maruf )
Kades Minta 10 Persen APBN untuk Dana Desa, Ini Kata Ma'ruf
Yulida Medistiara - detikNews
Senin, 20 Mar 2023 15:43 WIB
Jakarta - Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surta Wijaya meminta
pemerintah mengalokasikan 10% dana APBN untuk dana desa supaya dapat meratakan
pembangunan. Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan sebenarnya sudah lebih dari 10% jika
ditotal dari anggaran yang dialokasikan oleh kementerian lainnya.
"Saya kira memang pemerintah sudah punya komitmen kuat untuk membangun desa, sebenarnya
kalau anggaran langsung ke Kemendes sekitar Rp 70 triliun, tapi sebenarnya kalau kita hitung
dari berbagai kementerian yang juga pelaksanaan di desa seperti Kementerian Pertanian,
Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Pendidikan, ternyata kalau menurut hitung-
hitungannya itu lebih dari Rp 400 triliun sejak 2015," kata Ma'ruf dalam video yang diterima,
Senin (20/3/2023).

Ma'ruf mengatakan anggaran yang langsung ke Kementerian Desa Rp 70 triliun. Akan tetapi,
dari kementerian lainnya yang juga fokus pelaksanaan kegiatan di desa, seperti Kementerian
Pertanian, Kementerian PUPR, dan lainnya, jika dihitung sudah lebih dari Rp 400 triliun sejak
2015.

"Jadi sebenarnya lebih dari 10%, kalau dihitung-hitung itu. Jadi nanti bagaimana kita nanti
menghitungnya. Kalau dihitung secara keseluruhan besar sekali," ujar Ma'ruf

Kades Minta 10% APBN untuk Dana Desa


Ketua Apdesi Surta Wijaya meminta pemerintah memperhatikan desa melalui pemerataan
pembangunan. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengalokasikan 10% dana APBN untuk dana
desa.

"Tetapi jangan selalu desa dimarginalkan. Bukan perkotaan saja yang harus dibangun. Tetapi di
desa harus jadi garda terdepan sekarang. Tidak lagi orang berpikir, mari kita ke kota. Tidak lagi
orang mengais ke kota, tetapi harus turun dan lari ke desa," ujar Surta di GBK, Minggu (19/3).

"Semua itu jawabannya adalah dana desa, sepakat? Jadi 10% ke depan harga mati dana desa dari
APBN, setuju?" imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Surta meminta pemerintah mengesahkan Hari Desa pada 15 Januari
sebagai Hari Desa Nasional. Mereka juga meminta agar Pilkades 2023 tetap digelar

Berita 5 ( https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6714145/pemprov-sultra-minta-rp-33-m-
ke-pusat-perbaiki-jalan-poros-kendari-motaha )
Pemprov Sultra Minta Rp 33 M ke Pusat Perbaiki Jalan Poros Kendari-Motaha
Nadhir Attamimi - detikSulsel
Rabu, 10 Mei 2023 20:45 WIB
Kendari - Pemprov Sulawesi Tenggara (Sultra) mengaku telah meminta anggaran perbaikan
Jalan Poros Kendari-Motaha ke pemerintah pusat. Pemprov mengajukan anggaran Rp 33 miliar
untuk rehabilitasi jalan sepanjang 8 kilometer (Km).
"Rp 33 miliar itu kita usulkan, instruksi presiden untuk penanganan jalan daerah," kata Kabid
Bina Marga Dinas SDA dan Bina Marga Sultra Yudi Masril kepada detikcom, Rabu (10/5/2023).

Yudi mengatakan pengusulan tersebut dilakukan melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN)
Sultra. Ia mengatakan untuk pelaksanaan 8 kilometer itu BPJN Sultra sebagai pelaksana. "Itu lagi
digarap Balai Jalan Nasional (8 Km), nanti pelaksanaannya mereka," ujarnya.

Pemprov Sultra menyerahkan sepenuhnya keputusan dari BPJN Sultra terkait permintaan
anggaran tersebut. Pihaknya telah menunjukkan sejumlah titik jalan yang harus diperbaiki.

"Kami sudah masukkan (ke BPJN Sultra) kami sudah contreng-contreng (titik perbaikan jalan),
salah satunya Kendari Ambaipua sampai Motaha. Tapi mereka nanti seperti apa yang akan
approve," jelasnya.
Yudi mengungkapkan perbaikan jalan sepanjang 3 kilometer Jalan Poros Kendari-Ambaipua
menggunakan APBD Pemprov Sultra sudah diketok palu masuk anggaran tahun ini. Sisanya,
menunggu keputusan 8 kilometer dari pusat.

"Kita prioritaskan 3 kilometer didanai APBD dan 8 kilometer didanai APBN, usulan kami Rp 33
miliar ke balai jalan (melalui) dana inpres untuk penanganan 8 kilometer. Jadi iya insya allah
total 11 kilometer," ujarnya.
Diketahui, Pemprov Sultra menganggarkan Rp 9 miliar untuk penanganan rehabilitasi Jalan
Kendari-Motaha tahun ini. Anggaran sebesar itu diperuntukkan sejauh 3 kilometer.

"Itu sudah kami usulkan sejak awal tahun kemarin, yang Rp 9 miliar itu APBD Provinsi sudah
jelas dia," kata Yudi Masril kepada detikcom, Rabu (10/5).

"Iya kurang lebih 3 kilometer untuk jalan jelasnya (titik) dari Ambaipua (Kendari)- Motaha,"
sambungnya.

Ringkasan Berita
Pada tanggal 5 Mei 2023, sebuah video viral di media sosial menunjukkan mobil sedan
RI 1 yang melintasi jalan rusak di Lampung yang banyak lubang dan tidak beraspal.
Kementerian PUPR mencatat bahwa ada 11.049,9 km total jalan rusak di Provinsi Lampung,
dengan sepanjang 5.613 km kategori rusak ringan dan 5.436 km kategori rusak berat. Presiden
Joko Widodo mengambil keputusan untuk mengambil alih tanggung jawab pembangunan jalan
di Lampung dan merealisasikannya mulai Juni 2023 dengan mengalokasikan anggaran sekitar
Rp800 M untuk membangun 15 ruas jalan provinsi. Pembagian anggaran infrastruktur jalan di
APBN dibagi melalui beberapa jalur, yaitu melalui Kementerian/Lembaga (K/L) PUPR, Dana
Alokasi Khusus (DAK), dan Pembiayaan Modal Negara (PMN). K/L PUPR bertanggung jawab
atas pembangunan jalan nasional di Provinsi Lampung sepanjang 1.298,1 km. DAK dialokasikan
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendanai program atau kegiatan yang
telah ditetapkan, termasuk program pembangunan bidang jalan di Provinsi Lampung. Sedangkan
dukungan PMN dilakukan pemerintah melalui penugasan PT Hutama Karya dalam
pembangunan jalan tol Sumatera yang melintasi Provinsi Lampung. Pembahasan RUU
Kesehatan terus berlanjut di Indonesia, dan salah satu pasal yang mengalami penundaan
pembahasan adalah tentang pembiayaan kesehatan. Pemerintah berkeinginan menghapus Pasal
171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan
Pemerintah mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal 10% APBD untuk kesehatan di
luar gaji. Pasal tersebut dibuat untuk menjamin penyediaan pembiayaan kesehatan yang
berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan
secara berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya. Penghapusan pasal tersebut akan berdampak pada pelanggaran isi TAP MPR
no. X/MPR/2001, yang merupakan rujukan hadirnya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36
Tahun 2009. Dalam TAP MPR no. X/MPR/2001 disebutkan bahwa Presiden harus
mengupayakan peningkatan anggaran kesehatan sebesar 15% dari APBN, yang dibagi antara
alokasi dari APBN minimal 5 persen dan alokasi dari APBD minimal 10%. Selain itu, keinginan
menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) juga akan memengaruhi implementasi 6 pilar
transformasi kesehatan yang saat ini digaungkan oleh Menteri Kesehatan. Implementasi
transformasi kesehatan membutuhkan dukungan dana yang besar, dan penghapusan pasal
tersebut akan membuatnya terkendala. Namun, revisi UU BPJS yang memposisikan BPJS
bertanggung jawab ke Presiden melalui Menteri Kesehatan dapat memberikan keleluasaan bagi
pemerintah dalam menetapkan alokasi anggaran kesehatan. Namun, kebijakan ini juga harus
memperhatikan kebutuhan pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia agar terpenuhi. Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Abdullah Azwar Anas,
menerima hasil review Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP) tahun anggaran 2022 dari
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), M. Yusuf Ateh pada 4 April
2023. Anas menyatakan bahwa LKjPP merupakan bentuk akuntabilitas dan transparansi
pemerintah terhadap penggunaan anggaran tahun 2022. Laporan ini juga dilengkapi dengan
informasi kinerja, sehingga kualitas pertanggungjawaban atas pengelolaan APBN semakin
komprehensif. Meskipun begitu, penyusunan LKjPP tahun ini masih mengalami kendala, seperti
tidak tersedianya data capaian kinerja dari beberapa sasaran Prioritas Nasional. Anas
menekankan bahwa pihaknya akan terus melakukan penyempurnaan mekanisme penyusunan
LKjPP dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan BPKP.
LKjPP Tahun 2022 memiliki 7 prioritas nasional dengan 29 sasaran dan 77 indikator kinerja.
Berdasarkan data realisasi 77 indikator tersebut, terdapat 37 indikator yang tidak tercapai, 5
indikator tercapai sesuai target, dan 18 indikator berhasil tercapai melebihi target yang
diharapkan. Sedangkan 17 indikator lainnya tidak dapat diidentifikasi.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surta Wijaya meminta
pemerintah mengalokasikan 10% dana APBN untuk dana desa agar dapat meratakan
pembangunan di desa. Namun, Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan bahwa sebenarnya
sudah lebih dari 10% jika ditotal dari anggaran yang dialokasikan oleh kementerian lainnya.
Ma'ruf mengatakan bahwa anggaran yang langsung ke Kementerian Desa Rp 70 triliun, tetapi
jika dihitung dari kementerian lainnya seperti Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, dan
lainnya, sudah lebih dari Rp 400 triliun sejak 2015. Dalam kesempatan yang sama, Surta Wijaya
juga meminta pemerintah mengesahkan Hari Desa pada 15 Januari sebagai Hari Desa Nasional
dan meminta agar Pilkades 2023 tetap digelar. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra)
telah mengajukan permintaan anggaran senilai Rp 33 miliar ke pemerintah pusat untuk
memperbaiki jalan poros sepanjang 8 kilometer dari Kendari ke Motaha. Permintaan tersebut
dilakukan melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sultra, dan keputusan mengenai
permintaan anggaran tersebut sepenuhnya tergantung pada BPJN Sultra. Pemprov Sultra telah
menunjukkan sejumlah titik jalan yang harus diperbaiki, termasuk sepanjang 3 kilometer dari
Kendari ke Ambaipua yang akan dibiayai dari APBD Pemprov Sultra tahun ini. Sedangkan, 8
kilometer sisanya harus menunggu keputusan dari pusat.

Anda mungkin juga menyukai