Anda di halaman 1dari 14

Infrastruktur dan Pembangunan Ekonomi

Dibuat: Senin, 09 Februari 2015 16:26


Ditulis oleh G.T. Suroso
Oleh G.T.Suroso
Widyaiswara BPPK

Abstrak
Infrastruktur merupakan salah satu prasyarat utama tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan. Saat ini infrastruktur Indonesia masih menduduki rangking ke-56 dunia dan masih relatif
tertinggal dibandingkan negara-negara inti ASEAN lainnya. Dengan pertimbangan kebutuhan dalam negeri
yang sudah mendesak dan persaingan investasi, pemerintah merasa penting untuk semakin memperhatikan
sektor infrastruktur dengan mengadakan berbagai program dan proyek.

Kata kunci : infrastruktur, persaingan, dan pembangunan

Kondisi Infrastruktur Indonesia


Infrastruktur merupakan salah satu prasyarat utama tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan. Ketersediaan infrastruktur mencerminkan adanya investasi dan investasi yang merata
mencerminkan adanya pembangunan infrastruktur yang memadai dan mampu melayani pergerakan ekonomi.
Infrastruktur menyangkut diantaranyaseperti jalan, jalan raya, jembatan, rel kereta api, pelabuhan laut dan
udara. Ketersediaanenergy listrik, BBM dan gas juga membutuhkan infrastruktur baik
untuk transportasi,industry maupun rumah tangga. Penanganan air seperti air bersih, air kotor (limbah), dam,
drainase, irigasi, pengaturan banjir juga termasuk infrastruktur penting. Bangunan publicseperti sekolah, rumah
sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam kebakaran, pasar, dan perumahan beserta kelengkapan fasilitasnya sangat
dibutuhkan masyarakat. Dan tentu tidak ketinggalan pula ketersediaan jaringan telekomunikasi telepon dan
internet yang sudah tidak dapat terlepaskan dari
kebutuhan masyarakat saat ini.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai merupakan kunci sukses dalam percepatan pembangunan suatu
negara, baik menyangkut pembangunan ekonomi dan sosial. Kegagalan melakukan investasi infrastruktur
secara baik menandakan kegagalan menjaga dan meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi suatu bangsa
secara berkelanjutan.
Keberadaan infrastruktur sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi dan sosial karena
infrastruktur yang baik dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi baik bagi dunia usaha maupun bagi sosial
kemasyarakatan. Dengan infrastruktur yang memadai, biaya produksi, transportasi, komunikasi dan logistik
semakin murah, jumlah produksi meningkat, laba usaha meningkat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat. Ketersediaan infrastuktur juga mempercepat pemerataan pembangunan melalui pembangunan
infrastruktur yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing dan antarwilayah sehingga mendorong
investasi yang baru, lapangan kerja baru dan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Konektivitas antar penduduk suatu negara juga semakin dekat dan membuka isolasi bagi masyarakat yang
terbelakang.
Berdasarkan The Global Competitiveness Report 2013/2014 yang dibuat oleh World Economic
Forum (WEF), daya saing Indonesia (Global Competitiveness Index-GCI) berada pada peringkat ke-38 dunia.
Sementara itu kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 148 negara dunia yang disurvei
atau berada pada peringkat ke-5 diantara negara-negara inti ASEAN.
Di antara negara-negara ASEAN tersebut Singapura mendapat peringkat GCItertinggi ke-2
dunia, Malaysia peringkat ke-24, Brunei Darussalam peringkat ke-26, Thailand satu peringkat di atas Indonesia
yaitu ke-37, Filipina ke-59, dan Vietnam ke-70. Sedangkan dari segi penilaian infrastruktur, Singapura
mendapat ranking ke-2 dunia, Malaysia ke-29, Thailand ke-47, Brunai Darussalam ke-58, Indonesia ke-61,
Vietnam dan Laos masing-masing ke-82 dan 84, sedangkan Filipina peringkat ke-96 dunia.
Data di atas kemudian mengalami perubahan yaitu peningkatan empat angka dengan dilangsirnya data
WEF 2014/2015. Daya saing global Indonesia periode 2014-2015 meningkat empat peringkat dari sebelumnya
38 menjadi 34. Sedangkan dari segi infrastruktur dan konektivitas, ranking Indonesia meningkat dari ranking
ke-61 menjadi ranking ke-56. Hal ini berarti menunjukkan peningkatan lima angka dari tahun kemarinatau dua
puluh angka sejak 2011.
Salah satu ketersediaan infrastruktur yang dianggap masih kurang seperti pelabuhan mengingat
Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah yang luas. Masih kurangnyainfrastruktur pada pelabuhan ini
membuat biaya logistik di Indonesia lebih tinggi dibanding negara lain. Proses arus barang yang masuk dan
keluar dari dalam negeri ke luar negeri, ataupun antar pulau menjadi terhambat dan biaya logistik semakin
membengkak. Jika hal semacam ini tidak segera diatasi, maka investor yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia akan memilih untuk negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam dengan
fasilitas infrastruktur dan kawasan industri yang lebih memadai.
Bagaimana dengan infrastruktur jalan? Saat ini di Indonesia problematika kemacetan sudah biasa dan
menjadi makanan sehari-hari di kota-kota besar. Hal ini mengakibatkan ketidakefisienan yang sangat besar
karena banyak waktu terbuang di jalan, begitu pula BBM. Begitu pula dengan problematika banjir. Hampir
setiap musim hujan, kota-kota besar di Indonesia langganan banjir. Demikian pula dengan kota-kota di dataran
rendah atau di daerah aliran sungai besar seperti di pinggir Bengawan Solo.

Langkah-langkah pemerintah dalam pembangunan infrastruktur


Pada awal tahun 2015 ini Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo memprediksi
pertumbuhan ekonomi nasional dapat menyentuh level 5,8 persen pada akhir 2015. Proyeksi ini sama dengan
target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Menurutnya, jika momentum
reformasi struktural berjalan dengan baik, pertumbuhan ekonomi bisa mengarah ke atas sekira 5,6 persen
sampai 5,8 persen (bisnis.liputan6.com).
Pemerintah tengah menjalankan reformasi struktural dari sisi anggaran, mulai dari pengalihan subsidi
bahan bakar minyak (BBM), penghematan anggaran perjalanan dinas dan rapat hingga mencabut subsidi
Premium serta merealisasikan subsidi tetap pada BBM jenis Solar. Kebijakan tersebut semakin memperlebar
ruang fiscal pada APBN tahun ini hingga tercatat sekira lebih dari Rp 240 triliun. Pemerintahan Jokowi
berkomitmen mengalihkan penghematan itu kepada infrastruktur demi peningkatan investasi.
Pemerintah mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menopang pembangunan infrastruktur
tersebut. Dintaranya dengan menyuntikkan dana kepada BUMN karya atau perusahaan pelat merah yang
bergerak di bidang infrastruktur. Pada tahun ini pemerintah akan menyuntikan anggaran lagi di BUMN
infrastruktur, seperti PT Pelindo yang berkutat pada pelabuhan, PT Angkasa Pura pada bandara, PT Kereta Api
Indonesia (KAI), BUMN Karya seperti Wijaya Karya, Hutama Karya untuk mempercepat proses pembangunan
infrastruktur (m.liputan6.com).
Selain itu agar tercipta koordinasi yang apik antara pusat dan pemerintah daerah. Rapat koordinasi bupati dan
walikota seluruh Indonesia yang dilaksanakan pada 22-23 Januari 2015, membahas agenda pemerintahan antara
lain mengenai peningkatan produktivitas sektor pertanian, penguatan infrastruktur perhubungan dan maritim,
pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, peningkatan iklim investasi, penguatan infrastruktur
energi dan kendala dalam aplikasi perizinan, serta tumpang tindih peraturan perundang-undangan
(bisnis.lipuntan6.com).
Data dari Katadata Research menyebutkan anggaran infrastruktur 2015 adalah sebesar Rp 169 triliun. Sebagian
besar yaitu Rp 140,8 triliun dialokasikan ke empatKementrian yaitu Kementrian Pekerjaan Umum (Rp 81,3
triliun), Kementrian Perhubungan (Rp 44,9 triliun), Kementrian ESDM (Rp 10 triliun) dan Kementrian
Perumahan Rakyat (Rp 4,6 triliun) untuk membangun rusunawa bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan
kawasan perumahan swadaya. Kementrian PU dan Kementrian Perhubungan mendapat tugas membangun jalan
raya baru, jalur kereta, jembatan, bus rapid transit, bandara, serta dermaga penyeberangan dan pelabuhan.
Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Bappenas Andrianof Chaniago, pemerintah akan
fokus pada pembangunan infrastruktur prioritas di antaranya bidang perhubungan dan maritim, bidang energi,
bidang kedaulatan pangan dengan total perkiraan dana Rp 107 triliun (www.beritasatu.com).
Di sektor pangan, pemerintah akan menambah sejumlah embung dan waduk. Dari jumlah saat ini sebanyak 261
waduk, rencananya akan dibangun 50 waduk selama lima tahun ke depan. Pemerintah juga akan membangun
saluran irigasi. Tingkat penyerapan air di Indonesia baru mencapai 54 meter kubik per kapita per tahun dari
kebutuhan 1.975 meter kubik per kapita per tahun, berbanding kapasitas Thailand sebesar 1.200 meter kubik per
kapita per tahun. Selain itu, peningkatan kapasitas produksi pangan sebesar 1 juta ton per hektare menjadi 6,5
juta ton per hektare.
Di sektor energi, pemerintah fokus pada baruan energi, percepatan perizinan lewat satu pintu dan mengatur
ulang pemakaian gas. Pemerintah juga berencana akan membangun pembangkit listrik di mulut tambang,
penambahan kilang minyak, membangun jaringan transmisi listrik dan jaringan gas kota serta meningkatkan
kapasitas gardu induk.
Sementara di sektor maritim, selain revitalisasi 24 pelabuhan utama, membangun terminal penumpang, peti
kemas, armada patroli, pemerintah juga segera mempertajam visi poros maritim demi tercapainya pembangunan
maritim di Indonesia. Dari focuss discussion group (GDP) dengan sejumlah pakar, kemudian dipertajam konsep
poros maritim sebagai panduan untuk menurunkan ke kebijakan operasional. Beberapa permasalahan dasar
sektor maritim yang sudah teridentifikasi di antaranya defisit jasa perdagangan, dimana surplus yang didapat
operator jasa asing lebih tinggi, biaya tinggi dalam logistik laut, terutama di daerah remote (pinggiran) dan
Indonesia timur, iklim investasi termasuk kebijakan perijinan, pelayanan kepabeanan, yang belum kondusif
serta meningkatnya impor ikan segar maupun ikan bahan pakan (jeroan tulang ikan).
Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan
18 July 2017

YOGYAKARTA –Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan
Pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini tengah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di
seluruh Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pembangunan antar
wilayah. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara Seminar Nasional dengan tema “Pembangunan
Infrastruktur Indonesia dalam rangka Menunjang Pembangunan Ekonomi” di Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Senin, (17/7).
Tantangan lainnya yang perlu diatasi melalui pembangunan infrastruktur adalah urbanisasi yang tinggi, belum
optimalnya pemanfaatan sumber daya dalam mendukung kedaulatan pangan dan energi , serta daya saing
nasional masih belum kuat.
Tantangan berikutnya soal pendanaan pembangunan infrastruktur jalan, perumahan, sumber daya air, energi,
listrik, telekomunikasi, transportasi darat, transportasi laut, dan kereta api selama 2015-2019 diperkirakan
mencapai Rp 4.796 triliun. Dari jumlah tersebut rencana sumber pembiayaan pemerintah melalui APBN dan
APBD sebesar Rp 1.978,6 triliun (41 persen), namun selama 3 tahun terakhir (2015-2017) baru dapat dipenuhi
Rp 960,7 triliun. Sebagian besar lainnya melalui pembiayaan dari BUMN dan swasta termasuk skema
kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Sebagai ilustrasi untuk tahun 2017, alokasi anggaran pembangunan infrastruktur adalah Rp 387 triliun dimana
Kementerian PUPR mendapatkan amanah untuk membelanjakan anggaran sebesar Rp 104 triliun, selebihnya
dianggarkan di beberapa kementerian lainnya. Meskipun dengan keterbatasan anggaran, Indonesia mampu
meningkatkan daya saing infrastruktur global yang tercermin dari peringkat indeks daya saing global untuk
Indonesia yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) yang terus naik dari peringkat 82 (Tahun
2014), 72 (Tahun 2015), 62 (Tahun 2016) dan 60 (Tahun 2017).
Dengan keterbatasan anggaran yang ada, Kementerian PUPR berupaya mengoptimalkan alokasi anggaran pada
proyek pembangunan infrastruktur guna mendorong pusat-pusat pertumbuhan wilayah (growth center).
Pembangunan infrastruktur difokuskan pada 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang telah ditetapkan
sebagai basis perencanaan dan pemrograman infrastruktur PUPR secara terpadu untuk meningkatkan daya saing
dan mengurangi disparitas antar wilayah. “Dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur kami menyusun
prioritasisasi program pada 35 WPS tersebut,” tambah Menteri Basuki.
Salah satunya adalah menggenjot pembangunan daerah pinggiran dan perbatasan melalui pembangunan jalan
paralel perbatasan untuk mendukung perekonomian masyarakat di beranda depan negara. Saat ini pembangunan
infrastruktur jalan di perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste yang dilakukan bersama-
sama dengan Zeni TNI sepanjang 176 Km dengan 27 buah jembatan yang di kenal dengan istilah Sabuk Merah
Sektor Timur yang ditargetkan rampung tahun 2019.
Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur jalan di perbatasan Kalimantan sepanjang 1.900 kilometer yang
membentang dari Kalimantan Utara hingga Kalimantan Barat, menurut Menteri Basuki, pengerjaannya sudah
hampir selesai. Pembangunan infrastruktur yang telah dimulai sejak 2015 itu hingga awal 2017 telah mencapai
1.582 kilometer dan ditargetkan 2019 selesai.
Menurut Basuki, masuknya sentuhan pembangunan di perbatasan juga akan memperkuat kesatuan dan
persatuan bangsa serta memperkuat keamanan dan pertahanan negara, disamping meningkatkan aktivitas
perekonomian masyarakat setempat.
Selain Kalimantan dan NTT, Basuki mengatakan, Kementerian PUPR juga tengah menggenjot pembangunan
jalan di kawasan perbatasan Papua dan Trans Papua yang memiliki panjang 4.330 kilometer. Pembangunan
yang saat ini telah mencapai 89 persen itu ditargetkan seluruhnya tersambung pada 2018.
Selain jalan, Kementerian PUPR telah menyelesaikan Pembangunan 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di
Kalimantan, Papua dan Nusa Tenggara Timur. Ketujuh PLBN yang sudah selesai yakni PLBN Entikong,
Badau, Aruk (di Kalimantan Barat), Motaain, Matamasin, Wini (di NTT) dan terakhir Skouw (Papua).
Infrastruktur PUPR Sudah Dirasakan Manfaatnya
Sementara itu Anggota Badan Pemeriksa Keuangan IV Rizal Djalil mengatakan bahwa pembangunan
infrastruktur diprioritaskan untuk 5 sektor infrastruktur prioritas (energi, transportasi, jalan dan jembatan, air,
dan perumahan), dimana 3 diantaranya dilaksanakan oleh Kementerian PUPR. Sehingga wajar bila dari porsi
pembiayaan APBN dan APBD (sekitar 41 persen), alokasi terbesar berada di Kementerian PUPR.
“Kementerian PUPR selama ini mampu memenuhi target yang ditetapkan Pemerintah dan menyerap anggaran
yang dipercayakan. Selain itu proyek-proyek yang telah tuntas memberikan manfaat yang nyata bagi perbaikan
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,”tegas Rizal Djalil.
Rizal menilai postur anggaran tersebut merupakan langkah pemerintah untuk menjawab tantangan pertumbuhan
ekonomi. Dengan menyediakan infrastruktur dasar seperti bidang sumber daya air, dapat berimplikasi terhadap
kesehatan masyarakat, sama halnya pembangunan bidang sanitasi dan permukiman. “Pembangunan
infrastruktur konektivitas seperti jalan dan jembatan dapat menurunkan harga logistik, ini merupakan salah satu
implementasi dari pemerataan,” tambah Rizal.
Sementara Ekonom UGM A. Tony Prasetiantono mengungkapkan bahwa rekomendasi para ekonom dunia,
idealnya belanja infrastruktur suatu negara sekurang-kurangnya adalah 5 persen terhadap GDP. “Saat ini GDP
Indonesia sebesar Rp 12.500 triliun, artinya 5 persennya adalah Rp 600 triliun per tahun. Alokasi APBN 2017
untuk infrastruktur adalah sebesar Rp 387 triliun sehingga masih membutuhkan sekitar Rp 213 triliun
kekurangan dananya untuk mencapai porsi 5 persen tersebut,” tambah Tony.
Tony menilai angka tersebut (Rp 387 triliun) sudah cukup baik, dibandingkan era sebelumnya, namun masih
kurang apabila mengacu pada benchmark India sebesar 5 persen atau China sebesar 10 persen terhadap
GDPnya.
Infrastruktur dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia
INFRASTRUKTUR
Pengertian Infrastruktur

Pengertian Infrastruktur, menurut American Public Works Association (Stone,1974 dalam Kodoatie, R.J.,2005)
infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk
fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan
pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Berdasarkan pengertian
infrastruktur tersebut maka infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.

Secara teknik, pengertian infrastruktur dijelaskan sebagai aset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga
memberikan pelayanan publik yang penting. Oleh karena itu, infrastruktur merupakan bagian-bagian berupa
sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain yang didefinisikan dalam suatu sistem.

Pengertian Infrastruktur, menurut Grigg (1988) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi.

Faktor Pendorong Kebutuhan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu komponen penting yang akan menentukan keberhasilan
pembangunan suatu bangsa agar tidak menjadi necropolis city. Ada beberapa faktor pendorong kebutuhan
infrastruktur, antara lain:
Pertumbuhan penduduk

Adanya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya permintaan kebutuhan masyarakat. Terutama


untuk kebutuhan pokok, antara lain makanan, pakaian, dan perumahan. Maka dari itu pemenuhan sarana
prasarana sangat diperlukan sebagai penunjang kebutuhan masyarakat.
Urbanisasi
Tingginya angka urbanisasi masuk ke kota menyebabkan meningkatnya kebutuhan infrastruktur sebagai
penunjang kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Contoh-contoh infrastruktur tersebut antara lain:
transportasi, telekomunikasi, energi, perumahan,fasilitas umum, dsb.
Bencana alam
Munculnya bencana alam seperti banjir, tanah longsor, air rob, gempa bumi, dll merupakan salah satu faktor
pendorong pembangunan infrastruktur. Pembangunan akan infrastruktur sangat diperlukan saat terjadinya
bencana alam karena berfungsi sebagai alat pertolongan atau sebagai pengganti infrastruktur yang rusak akibat
bencana alam tersebut, contoh pembangunan infrastruktur karena bencana alam misalnya pembangunan jalan
dan jembatan, telekomunikasi, perumahan, fasilitas umum, klinik, listrik, dll.

Dampak Pembangunan Infrastruktur


Dampak pembangunan Infrastruktur dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya
pertumbuhan ekonomi sendiri juga dapat menjadi tekanan bagi infrastruktur. Pertumbuhan ekonomi yang
positif akan mendorong peningkatan kebutuhan akan berbagai infrastruktur. Perannya sebagai penggerak di
sektor perekonomian akan mampu menjadi pendorong berkembangnya sektor-sektor terkait
sebagai multiplier dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru dan memberikan output hasil
produksi sebagai input untuk konsumsi.

Dalam pembangunan ekonomi akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas
hidup. Pertumbuhan ekonomi sendiri akan berpengaruh terhadap investasi. Sedangkan peningkatan kualitas
hidup akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat, karena dengan pembangunan infrastruktur dapat
mengurangi kemiskinan dan jumlah pengangguran suatu negara.

Sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat dan investasi pembangunan diperlukan berbagai infrastruktur.
Antara lain jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, air bersih, dsb. Dorongan peningkatan pada
subsektor listrik, subsektor jalan, subsektor transportasi dan subsektor komunikasi tersebut disebabkan karena
tingkat permintaan dari subsektor tersebut terus mengalami peningkatan. Disamping itu, respon permintaan
yang terus meningkat terhadap subsektor-subsektor tersebut diimbangi dengan banyaknya investasi
pembangunan infrastrukur di subsektor-subsektor tersebut.

Sebagai contohnya adalah kebutuhan akan listrik. Indonesia mengalami permasalahan dalam listrik dimana
suplai listrik tidak dapat memenuhi kebutuhan akan listrik yang mengakibatkan pemadaman di beberapa daerah
secara bergiliran. Padahal listrik tidak hanya dibutuhkan pada rumah tangga-rumah tangga saja, namun juga
sangat dibutuhkan pada sektor-sektor industri yang akan berdampak pada perekonomian masyarakatnya pula.
Maka dari itu infrastruktur jaringan listrik merupakan komponen penting dalam menunjang aktivitas masyarakat
dan juga sangat berpengaruh terhadap masalah perekonomian.

Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur jaringan jalan. Pembangunan jalan sangat tidak kalah penting
dan diperlukan sebagai alat penghubung suatu tempat dengan tempat yang lain. Dengan adanya akses jalan yang
mudah dijangkau akan mempengaruhi unsur strategis suatu tempat dan dengan mudahnya akses akan
mempengaruhi banyaknya pihak swasta yang mau berinvestasi. Dengan banyaknya pihak swasta yang mau
berinvestasi tersebut akan mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Selain itu dengan
adanya pembangunan-pembangunan infrastruktur salah satu contohnya seperti jaringan jalan juga akan
memberi manfaat kesejahteraan masyarakat karena terbebas dari keterpencilan suatu tempat dan memberikan
kemudahan akses bagi masyarakat.

Jaringan telekomunikasi pun juga memberi pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya
banyak stasiun televisi swasta saat ini menjadi bukti bahwa cukup banyak investasi swasta di indonesia di
bidang pertelekomunikasian. Apalagi di era globalisasi seperti saat ini, telekomunikasi sangat diperlukan
sebagai alat penunjang keberhasilan suatu negara. Dan permintaan akan sarana telekomunikasi saat ini juga
semakin meningkat.

Sarana air bersih juga mempunyai peran sangat strategis untuk meningkatkan taraf hidup dan derajat kesehatan
masyarakat, juga sebagai faktor pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Namun dalam penyediaan baik segi
kualitas, kuantitas dan kontinuitas, belum berjalan berkesinambungan. Sisi lain, tuntutan kebutuhan air bersih
yang memenuhi standar kesehatan terus mengalami peningkatan tanpa diimbangi dengan perbaikan kualitas
pelayanan.

Berdasarkan peran dan fungsinya seperti yang telah diungkapkan di atas (sebagai pendorong berkembangnya
sektor-sektor terkait sebagai multiplier dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru dan
memberikan output hasil produksi sebagai input untuk konsumsi), maka dapat disimpulkan bahwa sektor
infrastruktur merupakan fundamental perekonomian di Indonesia.

Tiga Tahun Jokowi-JK: Belanja Infrastruktur Belum Mampu Dorong Pertumbuhan Ekonomi
11 Oct 2017 | 15:47 WIB
Share: Facebook Twitter Google+ WhatsApp Telegram

Semenjak Jokowi-JK dilantik menjadi Presiden dan wakil Presiden RI pada tanggal 20 Oktober 2014, telah
menitikberatkan fokus penggunaan anggarannya untuk membangun infrastruktur secara masif. Tema Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) mulai dari tahun 2015 hingga tahun 2018 selalu terkait dengan pembangunan
infrastruktur. Setelah tiga tahun fokus melakukan pembangunan infrastruktur, mulai timbul pertanyaan dari
masyarakat, sejauh mana pembangunan infrastruktur tersebut mampu mendorong perekonomian nasional
terutama meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
Besaran anggaran infrastruktur selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 alokasi anggaran
infrastruktur sebesar Rp 76,3 triliun, lima tahun kemudian melonjak mencapai Rp 206,6 triliun, tepatnya pada
tahun 2014. Artinya selama periode lima tahun alokasi anggaran infratruktur naik sebesar 130,3 triliun atau
meningkat sekitar 170 persen. Tahun pertama Pemerintahan Jokowi, alokasi anggaran infrastruktur mencapai
Rp 290 triliun tahun 2015, kemudian terus meningkat menjadi Rp 317,1 triliun pada tahun 2016, kemudian pada
tahun 2017 kembali meningkat mencapai Rp 390 triliun dan diperkirakan akan mencapai Rp 409,9 triliun pada
tahun 2018. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun Presiden Jokowi sudah menaikkan dua kali lipat anggaran
belanja Infrastruktur.
Besarnya alokasi anggaran infrastruktur ternyata belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi dari periode sebelumnya, baik dari sisi konsumsi masyarakat, konsumsi Pemerintah maupun dari
investasi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode 2010-2014 sekitar 5,8 persen, bahkan dalam kurun
waktu tahun 2010-2012 perekonomian nasional tumbuh diatas 6 persen. Stagnannya pertumbuhan ekonomi
hingga hari ini, dimulai pada tahun 2014 dimana perekonomian tumbuh sebesar 5,0 persen. Tahun 2015
ekonomi hanya tumbuh sebesar 4,9 persen. Tahun 2016 kembali tertahan pada angka 5,0 persen. Tahun 2017
diperkirakan tidak mengalami perubahan diangka 5,0 persen. Pemerintah sangat optimis tahun 2018 ekonomi
akan tumbuh pada angka 5,3 persen.
Selain itu, besarnya alokasi anggaran infrastruktur juga belum berdampak terhadap pengurangan angka
kemiskinan dan pengangguran secara signifikan. BPS merilis data bahwa pada bulan Maret 2017, jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Indonesia
mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen), atau bertambah sebesar 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi
September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen). Begitu pula dengan
tingkat pengangguran terbuka (PTP) pada Februari 2017 lalu, BPS mencatat bahwa data pengangguran tercatat
5,33 persen atau 7,01 juta orang.
Oleh sebab itu, perlu ada evaluasi yang menyeluruh terhadap kebijakan belanja infrastruktur selama ini. Sebagai
informasi Kementerian Bappenas telah melakukan review terhadap capaian pembangunan infrastruktur terhadap
RPJMN hingga 2019 nanti. Hasilnya, secara nasional, terdapat 13 persen target yang kemungkinan tidak
tercapai, 63 persen target bisa dicapai dan 24 persen bisa tercapai dengan kerja keras. Review internal
pemerintah saja menunjukkan kebijakan pembangunan infrastruktur masih bermasalah, capaian 63 persen tidak
bisa dianggap berhasil untuk sebuah perencanaan negara.
Dengan melihat usia pemerintahan, efektif hanya tinggal kurang lebih satu tahun kedepan, agak riskan dengan
memaksakan pembangunan proyek infrastruktur besar, tetapi belum tentu bisa dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat. Besarnya alokasi anggaran infrasstruktur belum berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Oleh sebab itu, pembangunan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah, pembangunan sarana dan
prasarana ketenagalistrikan, perumahan, pembangunan jalan Trans Sumatra, Trans Jawa, dan MRT Jakarta,
perlu direview ulang, apakah sudah sesuai peruntukannya dengan kebutuhan
masyarakat. Wallahu’alam (10/10/2017).
Dr. Handi Risza
Sekretaris Bidang Ekuintek-LH DPP PKS
Pemerintah Siapkan 35 Wilayah Pengembangan Strategis Infrastruktur
Jumat, 12 Juni 2015 | 10:08
Ilustrasi - Pengembangan Infrastruktur Wilayah

[JAKARTA] Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyiapkan 35
Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) sebagai basis perencanaan keterpaduan infrastruktur untuk sektor
pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
"Kita ada 35 WPS, misalnya Merak-Bakauheuni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api-Api, kemudian ada
wilayah pengembangan antara Balikpapan-Samarinda," kata Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur
Wilayah (BPIW) Hermanto Dardak dalam keterangan tertulisnya yang diterima, di Jakarta, Jumat (12/6).
Menurut Hermanto, WPS menggairahkan pembangunan infrastruktur agar secara bersamaan juga dapat
menumbuhkan kluster industri, perkotaan dan pelabuhan sebagai elemen sektor transportasi agar hasil ekspor
dapat dibawa ke tingkat global dengan kinerja daya saing yang lebih tinggi.
Ia berpendapat, WPS tersebut terkoneksi antara infrastruktur dan dipadukan dengan infrastruktur lainnya ke
kawasan perkotaan tadi, termasuk di dalam kawasan perkotaan.
Program tersebut juga akan memperlihatkan, lanjutnya, apakah infrastruktur sudah terdukung, misalnya jalan
menuju kawasan ekonomi strategis maupun di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
"Dengan demikian yang sekarang belum lengkap, kita lengkapi supaya dia berfungsi penuh, yang belum kita
rencanakan supaya nanti saling sinergi untuk mendukung kawasan tadi," kata Kepala BPIW.
Jumlah WPS yang telah terbangun terdiri atas 10 WPS seperti di kawasan utara Jawa dan Kalimantan Timur,
yang sedang berkembang 16 WPS contohnya di Papua dan Sulawesi Tengah, dan sembilan WPS baru.
Presiden Joko Widodo mulai menggencarkan pengembangan industri strategis dan keberpihakan terhadap
produk dalam negeri, kata Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan.
"Jangan impor-impor terus, mulailah gunakan produk dalam negeri. Tidak ada yang tidak bisa dibuat oleh anak
Indonesia, yang dibutuhkan hanya kesempatan," kata Luhut di sela-sela kunjungannya ke PT DI, PT Pindad, PT
LEN dan ITB di Bandung, Kamis (4/6).
Selama ini, ujarnya, orang Indonesia sangat senang mengimpor barang dan mencontohkan impor pipa gas yang
hingga 96 persen dan hanya empat persen yang produk lokal.
Karena itu pihaknya mendorong dikuatkannya kembali PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Pindad, PT LEN
Industri dan BUMN industri strategis lainnya yang pernah berjaya di masa lalu.
Dalam kunjungannya itu Luhut meminta lembaga-lembaga tersebut berkoordinasi dan memberi masukan
kepada pemerintah tentang apa saja yang perlu dikembangkan untuk mengurangi nilai impor Indonesia yang
sudah terlalu besar. [Ant/L-8]

Inilah Pilar Pendukung Pembangunan Berkelanjutan RI


Suci Sedya Utami • Selasa, 28 Apr 2015 14:49 WIB

Ilustrasi -- FOTO: MI/Atet Dwi Permana


Metrotvnews.com, Jakarta: Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro mengatakan pembangunan
berkelanjutan adalah pilihan yang terbaik untuk Indonesia saat dihadapkan dengan pilihan pertumbuhan atau
iklim (lingkungan hijau).

Menurutnya, Indonesia masih menjadi negara dengan ekonomi yang sedang bertumbuh, di mana tingkat
kesenjangan sosialnya pun masih sangat besar. Pengangguran masih tercatat enam persen. Ia mengatakan
minimalnya, pertumbuhan Indonesia harus tumbuh di angka lima persen, serta tidak boleh kurang dari itu.
Untuk menuju pembangunan berkelanjutan, Bambang menyebutkan setidaknya ada beberapa pilar yang
mempengaruhi. Pertama, manajemen sumber daya alam (SDA) berkelanjutan. Kedua, stabilitas
makroekonommi yang terjaga.

"Makanya sangat penting untuk kita belajar pada krisis," ujarnya dalam acara Tropical Landscapes Summit: A
Global Investment Opportunity, di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2015).

Ketiga investasi. Menurutnya untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif memerlukan investasi yang besar,
namun bukan hanya terpaut pada nominalnya, kita juga perlu memitigasi risiko investasi yang dikelola dengan
baik. Terakhir yakni pengentasan kemiskinan dengan program keungan inklusif.

"Masyarakat Indonesia perlu keluar dari kemiskinan dan mendapat akses layanan keuangan. Mereka sudah
memiliki kesadaran namun belum menjadi prioritas," tuturnya.

Bambang melanjutkan mayoritas masyarakat Indonesia menganggap yang paling prioritas adalah kebutuhan
sosial dan juga pembangunan SDM. Hal inilah yang menjadikan perbedaan negara maju dengan negara
berkembang.

"Kalau berkembang cenderung mengkapitalisasi, kalau negara maju sudah mengkapitalisasikan SDM dan
mampu meningkatkan SDM dalam kapasitas maksimal," pungkasnya.
(AHL)
Eksistensi UMKM Sebagai Pilar Pembangunan Ekonomi di Indonesia
Oleh : Mar’a Elthaf Ilahiyah, S.E., M. A , Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
(bisnissurabaya.com) – UMKM Di dalam UU No. 9/1999 tersebut ditetapkan bahwa Usaha Kecil (UK) adalah
suatu unit usaha yang memiliki nilai neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp. 200 juta, atau
penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar. Sedangkan, menurut Instruksi Presiden (Inpres) No.
10/1999 tersebut, Usaha Menengah (UM) adalah suatu unit usaha dengan nilai asset neto (di luar tanah dan
gedung) antara Rp. 200 juta hingga Rp. 10 miliar; di atas itu adalah Usaha Besar (UB).Menurut BPS (2000),
Industri Kecil (IK) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling sedikit 5 orang yang paling banyak 19 orang
termasuk pengusaha. Sedangkan, Industri Rumah Tangga (IRT) adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling
banyak 4 orang termasuk pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di dalam
kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih dari 20 orang. UMKM merupakan
salah satu penyokong perekonomian di Indonesia hal ini dapat kita lihat pada saat Indonesia mengalami krisis
moneter pada tahun 1998 dimana UMKM tetap dapat bertahan menjadi penyelamat perekonomian nasional.
Pada tahun 1998, jumlah IK dan IRT di atas 2,5 juta unit, dan merupakan bagian terbesar (99,26%) dari
keseluruhan jumlah unit usaha di sektor industri manufaktur. Pada tahun 2000 kelompok usaha ini masih
merupakan bagian terbesar, walaupun persentasenya sedikit menurun menjadi 99,10 %.Jumlah IK sendiri pada
tahun 2000 tercatat 194 ribu unit lebih yang tersebar di semua subsektor manufaktur. Kelompok-kelompok
industri yang menjadi konsentrasi IK adalah industri makanan, minuman dan tembakau , industri tekstil,
pakaian jadi dan kulit, dan industri kayu dan barang dari kayu, bamboo, rotan, rumput, dan sejenisnya. IK dan
IRT di Indonesia secara tradisional memiliki spesialisasi di jenis-jenis industri yang membuat barang-barang
sederhana dengan kandungan teknologi rendah.
foto/Patrik Cahyo L
UMKM merupakan sektor usaha yang berinteraksi langsung dengan masyarakat khususnya ekonomi menengah
ke bawah. UMKM disebut sebagai usaha mikro karena memiliki cakupan usaha yang berbasis pada skala
kecil/mikro yang mana sumber pendanaannya pun kebanyakan diperoleh melalui hutang. Pengelolaan
Manajemennya sendiri pun sangat minim bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengalami sentuhan
manajemen usaha, segala seuatunya berjalan begitu saja, sebagai suatu wujud komitmen untuk menghidupi
keluarga, melayani sesama, memberikan pekerjaan kepada saudara atau tetangga. Tak heran sektor ini paling
sering dikelompokkan sebagai yang tidak bankable (tidak memenuhi syarat untuk dilayani kredit
perbankan).Meskipun tidak bankable, selalu saja ada pihak tertentu yang melayani sektor UKM dalam hal
pemenuhan kebutuhan modal kerja atau modal usahanya, baik itu secara individual, sebagai suatu usaha
bersama, maupun oleh lembaga keuangan formal. Ada pihak-pihak tertentu yang mengkoordinir penghimpunan
dana secara kolektif untuk mendukung penyediaan dana yang pemanfaatannya secara bergulir, ada pula yang
secara terang-terangan berperan sebagai rentenir, menyediakan pinjaman uang secara cepat dengan mengenakan
bunga pinjaman yang sangat tinggi. Pihak-pihak tersebut ada yang operasionalnya memiliki landasan hukum,
ada pula yang sama sekali tidak.Ironis memang, UKM yang diakui peranannya dalam mengerakkan
perekonomian, sering kali merupakan pihak yang sangat lemah posisinya dalam berhubungan dengan sumber
modal/dana.
Beberapa alasan yang menyebabkan UKM tetap dapat bertahan antara lain adalah sebagai berikut: (1)
Dibutuhkan masyarakat. Kebanyakan usaha kecil yang berkembang di Indonesia adalah usaha yang bergerak di
sektor-sektor yang dibutuhkan masyarakat. Sebut saja salah satunya adalah bisnis kuliner. Bisnis seperti ini
takkan pernah terpengaruh, meskipun krisis tengah melanda sebuah negara. Logikanya, kebutuhan akan
makanan wajib ada, meskipun ekonomi sedang lesu. Tidak ada alasan untuk tidak membeli makanan — apabila
krisis sekalipun. (2) Harga murah. Kebanyakan usaha kecil menjual barang-barang dengan harga yang murah.
Alhasil, hal ini berbanding lurus dengan daya beli masyarakat ketika ekonomi sedang krisis. Jadinya masyarakat
menghindari membeli sesuatu yang harganya lebih mahal, alias lebih selektif dari segi harga. (3) Tidak ada
sangkut pautnya dengan index saham dan kurs dollar. Yang namanya usaha kecil sedikitpun tak terpengaruh
dengan index harga saham maupun kurs dollar. Hal ini dikarenakan usaha kecil tidak memiliki saham, dan
ruang lingkup usaha kecil hanya di 1 kampung saja alhasil tak melibatkan mata uang dollar.Jadi, meskipun
rupiah melemah dan indeks saham menurun, usaha kecil tetap berjalan secara normal.
Advertisement
Gambaran di atas memang tidak mengambarkan kondisi nyata UKM secara keselurahan, akan tetapi secara
kasat mata memang masih banyak nasib UKM yang cukup miris. Ada cukup banyak pula UKM yang sudah
relatif maju, memiliki manajemen usaha yang memadai, telah berhubungan dan bahkan mendapat pinjaman dari
Bank.Pertanyaannya adalah bagaimana menumbuhkan UKM-UKM baru dan melakukan penguatan terhadap
UKM yang sudah ada? Ini adalah sebuah tantangan yang perlu mendapat perhatian kita semua, karena dengan
banyaknya UKM yang kuat dan mandiri, akan memperkokoh perekonomian nasional dalam menghadapi krisis
ekonomi yang secara berkala pasti mampir dalam perekonomian di banyak negara.
Meskipun terdapat penurunan anggaran pada Kemenkop dan UKM pada tahun 2017 senilai Rp 917, 2 miliar
dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar Rp 1,018 triliun namun Menkop UKM Puspayoga tetap optimis
bahwa UMKM akan tetap mencapai target maksimal pada 2017 seperti penataan data melalui sertifikasi Nomor
Induk Koperasi (NIK), fasilitas.pembuatan akta notaris.bagi usaha mikro, start up capital untuk
wirausaha.Selanjutnya, pendampingan Kredit Usaha Kecil (KUR), revitalisasi pasar tradisional, fasilitasi
sertifikasi dan standardisasi produk KUMKM, fasilitas Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) dan pelatihan
kewirausahaan.UKM merupakan sektor usaha yang bersentuhan langsung dengan aktifitas ekonomi rakyat
sehari-hari. Dalam skala usahanya yang kecil, bahkan sangat kecil sehingga disebut mikro, UKM tidak jarang
harus hidup dengan cara gali lubang tutup lubang.
UKM dipandang potensial, karena secara kumulatif merupakan pangsa pasar yang besar dan terbukti memiliki
ketangguhan yang tinggi dalam menghadapi krisis ekonomi. Akan tetapi, sebagaimana karakteristik UKM yang
beroperasi secara sederhana, banyak pula yang belum tertata dalam manajemen usaha yang sederhana
sekalipun, sehingga merupakan hambatan besar untuk dapat memiliki akses ke dunia perbankan.Ada beberapa
pihak yang secara khusus berkecimpung dan ikut menghantarkan cukup banyak UKM menjadi usaha yang lebih
besar, kuat dan mandiri. Diantaranya Lembaga Koperasi Simpan Pinjam, atau mulai dikenal sebagai Credit
Union (CU), Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
CU sangat aktif mengenalkan pecatatan dan perencanaan keuangan kepada masyarakat, sekaligus sebagai
sarana rekrutmen dan pembinaan anggotanya. BPR dalam peran intermediasinya banyak memberikan edukasi
manajerial kepada UKM sehingga layak mendapatkan pinjaman modal dari Bank. BRI sebagai bank yang tertua
di Indonesia, adalah bank yang paling dikenal dan tersebar luas untuk melayani transaksi perbankan sampai
masyarakat perdesaan, meskipun belakangan juga sangat aktif mengarap transaksi-transaksi besar di
perkotaan.Berbagai pihak telah memainkan peran positifnya dalam menumbuhkan dan mengokohkan sektor
UKM, akan tetapi sampai saat ini UKM belum mampu secara signifikan menunjukkan kedigdayaannya dalam
perekonomian di Indonesia, hanya sebatas potensi yang perlu dikembangkan. Berbagai hambatan dalam
pengembangan UKM belum berhasil ditangani secara komprehensif, bahkan seringkali terkesan tumbang tindih
hingga dicurigai ditunggangi agenda politik tertentu.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), oleh sebagian
pihak dianggap menafihkan pranata ekonomi yang ada dan dicurigai sebagai kebijakan populis menjelang
perhelatan akbar politik pada tahun 2009.PNPM Mandiri dan KUR adalah program yang bersifat stimulus,
motivasional, dan temporer. Program-program tersebut akan sangat bermanfaat apabila mampu menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam mengelola ekonominya, sehingga pada tahapan selanjutnya telah dapat
berinteraksi secara mandiri dengan lembaga ekonomi yang ada dalam sistem perekonomian nasional.
Karenannya sasaran yang tepat program-proram tersebut haruslah pada masyarakat belum memiliki akses
kepada lembaga keuangan formil yang ada. Dengan program yang ada dan edukasi melalui pendampingan,
maka UKM-UKM yang tumbuh dari masyarakat diharapkan dapat berdiri mandiri dan bersaing dengan
kelompok usaha lainnya, bahkan menjadi soko guru bagi perekonomian nasional.
Untuk itu pemerintah juga harus mendorong berdirinya lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat
diakses dengan mudah oleh segala lapisan masyarakat.Penyebaran lembaga keuangan yang dapat dengan
mudah diakses oleh segala lapisan masyarakat adalah kebutuhan yang mendesak untuk mengakserasi
pertumbuhan dan penguatan UKM-UKM. Diantaranya Koperasi, khususnya CU, dan BPR. Perkembangan CU
di Kalimantan Barat belakangan ini cukup membanggakan, terutama didukung oleh pelaksanaan edukasi
anggota/calon anggota yang konsisten dan upaya-upaya pengembangan kemampuan manajerial yang telah
mendapat perhatian serius dari Pengurus CU.

Empat Pilar yang Tentukan Nasib Perekonomian RI

JAKARTA – Perekonomian domestik masih dihadapkan pada sejumlah tantangan struktural. Untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dibutuhkan empat pilar yang kokoh dan dua fondasi
utama.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, Solikin M Juhro, menjelaskan empat
pilar yang kokoh dan dua fondasi utama yang menjadi tantangan domestik pertumbuhan ekonomi.
"Pilar kokoh pertama, adalah kedaulatan pangan dan energi. Fundamental ekonomi sangat bergantung pada
kemampuan menyediakan input produksi yang terpenting (pangan dan energi) dalam proses
industrialisasi,"ucapnya di Gedung BI.

Kemudian lebih lanjut ia menjelaskan, pilar kedua yang menjadi tantangan domestik untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi adalah daya saing industri dan perdagangan.
Menurutnya, daya saing industri dan perdagangan menurun di tengah rendahnya muatan teknologi dan modal
manusia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
"Kemudian pilar ketiga, pembiayaan pembangunan berkesinambungan, di tengah meningkatnya kebutuhan
investasi untuk membiayai pembangunan, sumber dana yang bersifat jangka panjang masih terbatas.
Dijelaskannya,semua faktor Perbankan, Pasar Modal, dan Lembaga keuangan lainnya, bergantung pada
keterbatasan sumber dana jangka panjang.
Lebih lanjut ia menjelaskan pilar keempat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi ialah, ekonomi
inklusif. Manfaat pertumbuhan ekonomi belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat karena ketidakmerataan
akses.
"Misalnya sarana pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur dasar, akses pada kesempatan dan peluang
ekonominya belum merata,"tuturnya.
Dengan keempat pilar kokoh tersebut dibutuhkan bagi kita, dan ini menjadi tantangan domestik bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Selain keempat pilar kokoh yang dibutuhkan, harus diperkuat lagi dengan dua fondasi utama sehingga dapat
mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
"Fondasi pertama yaitu, modal dasar pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan sangat
bergantung pada ketersediaan lingkungan pendukung yang perlu ditopang oleh ketersediaan modal-modal dasar
pembangunan yang kuat.
Dijelaskannya, modal dasar pembangunan ada infrastruktur, modal manusia, inovasi teknologi dan
kelembagaan, dengan modal tersebut didukung ketersediaan lingkungan pendukung, pertumbuhan ekonomi
yang berkesinambungan akan tercapai.
Fondasi keduanya ialah stabilitas ekonomi makro dan SK. Dalam upaya mempercepat reformasi struktural
terdapat persyaratan paling mendasar yang perlu dipenuhi, yaitu stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan.
"Prasyarat proses pembangunan nasional seperti stabilitas ekonomi makro dan stabilitas ekonomi keuangan, dan
kedua ini menjadi tantangan kita ke depannya,"tegasnya.
Ia berharap, dari pemaparan yang dijelaskan terkait tantangan domestik perekonomian Indonesia, pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan dapat tercapai dengan empat pilar yang kokoh dan dua fondasi utama.
(rzk)

Anda mungkin juga menyukai