Anda di halaman 1dari 7

Setelah 11 tahun berjalan, Tiongkok akhirnya mengklaim bahwa kerja sama bilateral khususnya di

bawah program Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) telah berlangsung dengan sukses. Kesuksesan tersebut
diukur berdasarkan peningkatan perdagangan, pemulihan pertumbuhan, dan kuatnya konektivitas
antara Tiongkok dengan negara-negara Eropa Timur. Hal itu dibuktikan dengan adanya peningkatan
perdagangan antara Tiongkok dengan negara-negara Eropa Timur yang mencapai 8,1%. Impor
Tiongkok dari kawasan tersebut juga meningkat 9,2% setiap tahunnya.
https://www.ruetir.com/2023/05/5-chinese-claims-for-the-success-of-the-silk-road-program-in-
eastern-europe/ 5 Klaim Tiongkok atas Keberhasilan Program Jalur Sutera di Eropa Timur (SS
paragraf “11” dan 1 paragraf dibawahnya)

Lantas apakah bukti tersebut dapat menjadi standar dari kesuksesan BRI Tiongkok? Atau justru
adakah ukuran lain yang dapat dijadikan alat bukti kesuksesan BRI Tiongkok? Nah Pemirsa, bersama
saya Endro, inilah urnal Bharata.

BUMPER

Pemirsa, Kita tahu bahwa sebuah program dapat dikatakan sukses jika tujuan dalam program
tersebut tercapai. Oleh karena itu, ukuran atau standar yang paling tepat dan dapat diterapkan untuk
menetapkan apakah proyek BRI ini sukses atau tidak, tentunya terletak pada tujuan yang ingin
dicapai Tiongkok melalui proyek ini. Paling tidak ada tiga tujuan yang ingin dicapai Tiongkok melalui
BRI. https://www.youtube.com/watch?v=Nk-gGV90QEA (Durasi: 00.05-00.25)

Pertama, BRI adalah respons terhadap Pivot (Poros) Asia Timur oleh Amerika Serikat (AS). Pada
tahun 2012, Presiden ke-44 AS Barack Obama meluncurkan kebijakan untuk mengepung Tiongkok
secara militer, sekaligus memberikan tekanan politik, yaitu kebijakan Pivot Asia Timur, dimana saat
itu konsentrasi pasukan AS disekitar Tiongkok diperkuat. https://www.reuters.com/article/us-china-
usa-pla-idUSTRE7AR07Q20111128 Peneliti PLA Mengatakan AS Bertujuan untuk Mengepung
Tiongkok (SS paragraf “blu” dan 4 paragraf dibawahnya)

Obama lantas mencairkan ratusan miliar dolar untuk membiayai sekitar 200 ribu pasukan, jaringan
rudal, dan berbagai persenjataan lainnya di Pasifik. Dengan begitu AS mulai menggertak Tiongkok
dengan alasan latihan militer.

Akibatnya, wilayah di Laut Tiongkok Selatan diblokir oleh kapal-kapal perang AS selama satu minggu,
sehingga kapal-kapal dagang Tiongkok tidak dapat masuk ke Selat Malaka, dan kiriman barang
dagangan ke Eropa menjadi terlambat. Ini menyebabkan kerugian jutaan dolar bagi para eksportir
Tiongkok, dan tentu saja membuat Tiongkok segera mencari solusinya.
https://www.youtube.com/watch?v=TsjQAzJo-gQ&t=13s (Durasi: 00.05-00.20)

Setelah menemukan solusinya, pada tahun 2013 bertempat di Astana – Kazakhstan, Presiden
Tiongkok Xi Jinping lantas mengumumkan sebuah program pengembangan infrastruktur global, yang
saat itu disebut One Belt And One Road(OBOR), yang kini dikenal dengan sebutan Belt and Road
Initiative - BRI. https://www.chinadaily.com.cn/china/2013xivisitcenterasia/2013-09/08/
content_16952228.htm Presiden Xi Jinping Mengusulkan 'Jalur Sutera Baru' dengan Asia Tengah (SS
paragraf “Eur” dan 8 paragraf dibawahnya)

Tujuan utama dari program ini adalah membuka jalur darat dan laut, langsung ke Eropa. Jika ini
berhasil, Tiongkok tidak lagi tergantung pada Selat Malaka. Karena selat tersebut mudah diblokir oleh
AS dengan dukungan negara-negara sekutunya.

Hingga akhirnya melalui BRI, Tiongkok kini telah berhasil membuka jalur kereta, langsung ke hampir
semua kota-kota besar Eropa Barat, Eropa Timur, dan London. Juga menyelesaikan Koridor Ekonomi
Tiongkok-Pakistan (CPEC), dengan tujuan membuka pelabuhan Gwadar, sehingga pengapalan barang
ke Afrika, Timur Tengah, dan Eropa tidak perlu melewati Selat Malaka lagi.
https://www.antaranews.com/berita/3215869/distrik-gwadar-pakistan-akan-berperan-sebagai-
pusat-perdagangan-cpec (SS paragraf 1 - 3)

Tidak hanya itu, Tiongkok melalui BRI juga membuka jalur Rute Laut Utara, dan Zona Perdagangan
Bebas Artik. Sebagaimana kita tau di awal tahun 2015, Presiden Rusia Vladimir Putin menawarkan
kepada Tiongkok untuk membuka jalur di perairan Artik, yang kini dapat digunakan karena es di Artik
mencair akibat pemanasan global. https://www.silkroadbriefing.com/news/2017/07/10/chinas-
maritime-arctic-silk-road-ice/ Jalur Sutra Arktik Maritim Tiongkok diatas Es (SS paragraf 1 & 2)

Tujuan utama Presiden Putin adalah membangun infrastruktur di Artik, dengan membentuk Zona
Perdagangan Bebas Artik, sehingga kota-kota di Artik akan berkembang dan maju. Kota-kota tersebut
diantaranya Pevek, Tiksi, Port Dickson, dan Murmansk.

Dengan demikian, kapal-kapal kargo Tiongkok yang mengirim barang ke Eropa akan memilih jalur
Artik, karena jauh lebih dekat dan murah. (FOTO) Sedangkan bagi yang akan mengirim barang ke
Afrika, Timur Tengah, dan Eropa Selatan, kini bisa melewati pelabuhan Gwadar Pakistan. (FOTO)

Sehingga akhirnya, setahap demi setahap, perlahan tapi pasti, Tiongkok bisa meninggalkan
ketergantungan pada Selat Malaka. Itu artinya, bahwa Tiongkok telah berhasil mengatasi Pivot Asia
Timur, dan kini tidak lagi tergantung pada Selat Malaka. Dengan demikian tujuan pertama pun
tercapai.

Kedua, memperkuat interkoneksi internal Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO). Shanghai
Cooperation Organization – SCO, adalah sebuah organisasi regional yang dominan menguasai
Eurasia. Oleh karenanya, untuk memperkuat interkoneksi antar negara di Asia Timur, Tengah, dan
Barat atau negara-negara SCO, maka diperlukan pembangunan infrastruktur seperti jaringan jalan
raya, jalan kereta api, dan jalan sutra digital, agar hubungan antar negara makin dekat, mudah, dan
cepat. https://www.oboreurope.com/en/reaffirmation-sco-support-bri/ Penegasan Kembali
Dukungan SCO terhadap Belt and Road Initiative (SS paragraf “fav” dan 4 paragraf dibawahnya)

Kini berkat BRI, interkoneksi antar negara-negara SCO pun menjadi semakin kuat. Interkoneksi yang
kuat inilah yang membuat Rusia dapat bertahan dari sanksi Barat, lantaran negara-negara SCO tidak
akan tinggal diam jika kepentingannya di Rusia terganggu.

Itu sebabnya Tiongkok, India, dan Arab Saudi segera memborong minyak dan gas murah Rusia, untuk
kemudian dijual kembali ke negara-negara Eropa yang bersedia bayar mahal. Tindakan ketiga negara
ini jelas bertujuan agar minyak dan gas Rusia tetap laku, sehingga ekonomi Rusia tetap aman.
https://www.kompas.com/global/read/2023/04/20/204500370/setelah-china-dan-india-pakistan-
putuskan-beli-minyak-rusia-yang-lebih?page=all (SS paragraf 1 – 3)

Hal itu terbukti, dimana Dana Moneter Internasional (IMF) sampe mengoreksi prediksinya atas
perekonomian Rusia. Yang semula diprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) Rusia akan susut 2,3%,
malah justru menjadi positif tumbuh 0,3%. https://dunia.tempo.co/read/1686169/imf-
memproyeksikan-gdp-rusia-tumbuh-03-persen?utm_source=Digital
%20Marketing&utm_medium=Babe (SS paragraf 1 & 2)

Dengan demikian, tujuan kedua BRI untuk memperkuat interkoneksi internal SCO, jelas sudah
tercapai. Terbukti dengan kompaknya dukungan negara-negara SCO kepada Rusia, untuk
mangamankan ekonominya dari sanksi Barat yang dipelopori oleh AS dan sekutunya.
Ketiga, membuka akses ke pasar global. Untuk mengamankan pertumbuhan ekonomi dalam
negerinya, Tiongkok membutuhkan dukungan pasar global seluas mungkin. Karena permintaan pasar
global akan mendorong maju industri manufaktur Tiongkok. Dalam konteks inilah BRI merupakan
kunci untuk membuka akses ke pasar. Ini terbukti dari data BRI yang menunjukkan, bahwa omzet
perdagangan Tiongkok dengan negara-negara BRI telah mencapai $6 triliun.
https://www.youtube.com/watch?v=Nk-gGV90QEA (Durasi: 01.05-01.20)

Selain itu, data lain menunjukkan bahwa pada tahun 2019 lalu, sebanyak 164 dari 198 negara di
dunia, mitra dagang utamanya adalah Tiongkok. Itu artinya sejak BRI diluncurkan pada tahun 2013,
kapasitas industri manufaktur Tiongkok terus meningkat tajam. Ini nampak jelas dari data tahun
2019, dimana Tiongkok telah menjadi superpower di bidang manufaktur global. (FOTO)

Selanjutnya berdasarkan data terbaru, dari 50 pelabuhan kontainer terbesar di dunia, 40.4%
diantaranya berada di Tiongkok, 30.9% berada di negara-negara Asia Timur selain Tiongkok, 14.8% di
Eropa, 3.9% di AS, dan sisanya di Timur Tengah, Afrika serta negara-negara lain. Ini menunjuk dengan
jelas bahwa Asia Timur dan Tiongkok, adalah pusat manufaktur dunia, karena 71.3% pelabuhan
kontainer terbesar di dunia berada di Asia Timur. (FOTO)

Selain itu, industri manufaktur juga nampaknya tidak hanya menguntungkan Tiongkok di bidang
ekonomi, melainkan juga berguna untuk pertahanan. Makanya, tidak heran kalau negara-negara
dengan kemampuan militer prima selalu memiliki basis industri manufaktur yang unggul.

Oleh karena itu, disini terlihat jelas bahwa BRI nyatanya adalah sebuah strategi multidimensi yang
telah berhasil meningkatkan omzet perdagangan, dan mengalirkan keuntungan yang melimpah bagi
Tiongkok, sekaligus menarik maju industri manufaktur, ke tingkat yang jauh lebih mapan dan
menyiapkan basis industri, bagi pertahanan Tiongkok. (FOTO)

Strategi ini juga sukses mementahkan Pivot Asia Timur AS, membangun integrasi internal bagi
benteng pertahanan di Asia, dan menarik dukungan dari negara-negara sedang berkembang yang
jumlahnya mencapai 149 negara, atau 75,25% dari 198 negara di dunia. (FOTO)

Dan faktanya, setelah 10 tahun BRI terbentuk, pihak AS dan sekutunya belum mampu meluncurkan
tandingan untuk mementahkan keunggulan BRI. Oleh karena itu, BRI telah berhasil menjadi sebuah
strategi yang sukses dan brilian. Jadi, bagaimana menurut anda? Nah pemirsa, demikian Jurnal
Bharata. Terima kasih sudah menonton, saya Endro dari Bharata Online City Loving and Living.
Sampai jumpa.

Anda mungkin juga menyukai