Anda di halaman 1dari 4

Lucio dalam tulisan “ASEAN Connectivity and China’s ‘One Belt, One Road’”, (2015)

menyatakan bahwa diplomasi China telah membawa dampak yang besar terhadap
perekonomian ASEAN di mana di tahun 2009, China telah menjadi mitra bisnis terbesar
ASEAN dan di tahun 2011, ASEAN menjadi mitra bisnis terbesar ke 3 bagi China. Beliau
juga memaparkan bahwa kebijakan OBOR China akan mempererat fenomena mitra dagang
ini di tahun 2015. Lucio juga memaparkan di tulisan tahun berbeda, yaitu “China-Southeast
Asia Connectivity: Opportunities and Challenges for the Maritime Silk Road”, (2016) tentang
potensi-potensi peningkatan kerja sama dagang ASEAN dengan China melalui injeksi dana
oleh China Development Bank, China Invesment Corporation, dan bank utama China lainnya.
Senada dengan Lucio, Daniel Allen dalam tulisannya yang berjudul “New Opportunities in
China’s “One Belt One Road” Initiative” memaparkan bahwa kebijakan OBOR China telah
memberikan beban berat bagi China karena pendanaan besar oleh China kepada Asia
Tenggara yang mencapai 90% pendanaan untuk kebijakan luar negeri di quarter ke tiga tahun
2015. Vincent Lingga, dalam tulisan “Belt and Road Summit to focus on ASEAN
infrastructure opportunities”, (2016) juga menyatakan bahwa ASEAN berpotensi meraup
dana sebesar 200 Milyar Dollar dari hasil inisiasi pembangunan infrastruktur. Tulisan
Kanenga di tahun 2016 dengan judul “One Belt One Road Strategy in China and Economic
Development in the Concerning Countries” memaparkan bahwa China Development Bank
berjanji untuk berinvestasi di lebih dari 900 proyek-proyek termasuk meliputi batubara dan
gas, pertambangan, listrik, telekomunikasi, infrastruktur dan pertanian-yang melibatkan 60
negara, termasuk di antaranya wilayah Asia Tenggara. Ke lima tulisan ini membuktikan
bahwa kebijakan OBOR memiliki dampak yang besar terhadap ekonomi di Asia Tenggara,
terutama dalam hal pembangunan infrastruktur.

Sementara di sisi politik, Jakarta Post dalam artikel berjudul “China needs to gain trust for its
one belt, one road initiative”, (2016) memaparkan bahwa kebijakan OBOR membawa
kecurigaan dari public internasional tentang motif tersembunyi China mengingat bahwa
Ekonomi China sedang merosot sekitar 2 persen dari angka pertumbuhan ekonomi. Ini
menimbulkan tensi politik di mana China harus dapat mendapatkan kepercayaan publik
Internasional. Dalam tulisan “Building China’s One Belt, One Road”, (Scott dan David 2015),
Scott dan David memaparkan bahwa di sisi politik luar negeri, kebijakan OBOR
mencerminkan banyak prioritas Presiden Xi Jinping kepada diskusi kebijakan luar negeri
Partai Komunis besar Cina yang diadakan November lalu. Ini termasuk fokus tinggi pada
peningkatan diplomasi dengan negara-negara tetangga dan penggunaan yang lebih strategis
tentang ekonomi sebagai bagian dari alat diplomatik China secara keseluruhan. Melihat
kepada aspek politik regional, Wang Wen dan tim penulisnya dalam artikel “The South China
Sea Won't Stop China-ASEAN Economic Ties”, ( 2016) menjelaskan tentang adanya potensi
kebijakan OBOR sebagai strategi untuk memenangkan konflik Laut China Selatan melalui
pengaruh politik yang akan berlaku pasca dijalankannya kebijakan OBOR. Terakhir, Alvin
Cheng dalam tulisan “China’s “Belt and Road” and Southeast Asia: Challenges and
Prospects” juga memaparkan bahwa kebijakan OBOR dapat dilihat sebagai salah satu
instrumen politik China untuk menyelesaikan ketidaksepakatan antara China dan ASEAN
perihal kasus Laut China selatan. Dari ke empat tulisan terkait, jelas bahwa kebijakan OBOR
juga membawa dampak politik yang besar di Asia Tenggara.
Melihat kepada dua sudut pandang yang besar ini, penulis ingin mengangkat sudut
pandang penelitian baru yang belum pernah diteliti, yaitu pengaruh kebijakan OBOR secara
spesifik kepada Indonesia yang merupakan salah satu aktor utama di wilayah Asia Tenggara.

- ASEAN Connectivity and China’s ‘One Belt, One Road’, (Lucio, 2015)
Artikel ini menjelaskan bahwa meskipun masih ada sengketa teritorial dan maritim
yang belum terselesaikan antara China dan ASEAN, Cina tampaknya lebih
mementingkan diplomasi regional dengan ASEAN. Bahkan, ide Maritime Silk Road,
serta AIIB, pertama kali diumumkan oleh Presiden Xi Jinping dalam pidato kepada
parlemen Indonesia pada bulan Oktober 2013. Fakta bahwa Indonesia adalah pasar
ekonomi terbesar ASEAN, salah satu anggota pendiri ASEAN, dan secara luas dilihat
sebagai pemimpin regional menunjukkan pentingnya ASEAN dalam pertimbangan
China. Dukungan untuk ASEAN Master Plan for Connectivity (AMPC) secara
keseluruhan akan memungkinkan China untuk memenangkan tidak hanya investasi,
tetapi juga image baik dari tetangganya. Selanjutnya, kerja sama tersebut mungkin
menunjukkan bahwa perbedaan pendapat pada isu-isu politik tidak bukan merupakan
rintangan untuk mengejar kerjasama praktis dalam pembangunan infrastruktur.
Dengan demikian, artikel ini sangat memperkuat argument penulis yang menyatakan
bahwa kebijakan OBOR membawa pengaruh besar di bidang Politik dan Ekonomi
kepada Indonesia yang merupakan aktor utama ASEAN.

- Belt and Road Summit to focus on ASEAN infrastructure opportunities,


(Vincent, 2016)
Artikel ini menuliskan bahwa agenda pembangunan China One Belt Satu Jalan (Obor)
untuk meningkatkan konektivitas antara Cina daratan dan 65 negara di Asia dan
Eropa dengan membangun hubungan infrastruktur memiliki visi yang sama dengan
Master Plan 2010 tentang Konektivitas ASEAN. Pemerintah Hong Kong, yang
menjadi tuan rumah pertama Belt and Road Summit pada 18 Mei 2016, memilih
peluang pengembangan infrastruktur di kawasan Asia Tenggara sebagai fokus utama
dari diskusi antara pemimpin bisnis, menteri dan investor dari seluruh dunia. Negara-
negara ASEAN akan mampu meraup lebih dari US $ 200 milyar melalui sumber
pembiayaan yang menjadi bagian dari kebijakan bank China, termasuk
$ 100.000.000.000 dari dana Asia Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan Silk
Road Infrastructure Fund yang mencairkan $ 50 miliar. Dari artikel ini, didapatkan
fakta bahwa kebijaka OBOR membawa pengaruh Politik dan Ekonomi yang besar ke
kawasan Asia Tenggara dan juga Indonesia.

- Southeast Asian infrastructure benefits heavily from One Belt One Road,
(Turloch, 2016)
Tulisan ini mencatat bahwa infrastruktur di Asia Tenggara muncul sebagai penerima
manfaat utama dari kebijakan One Belt Satu Jalan China, dengan perusahaan Cina
sebagai kontributor untuk 17% dari investasi infrastruktur di seluruh wilayah pada
tahun 2015, menurut Citibank. Dalam sebuah catatan kepada investor, bank
mengatakan demografi yang menguntungkan, sumber daya alam yang kuat dan lokasi
strategis negara-negara ASEAN menjadi latar belakang yang kuat bagi mereka dalam
menarik proporsi yang tinggi dari arus investasi langsung luar negeri China. Hampir
sepertiga dari yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Citi memperkirakan
infrastruktur ASEAN perlu investasi di urutan USD100 miliar per tahun untuk 10
sampai 15 tahun mendatang, hingga enam kali tingkat historis, dengan permintaan
yang sangat tinggi untuk pendanaan transportasi dan infrastruktur listrik. Dalam kasus
transportasi, meningkatkan infrastruktur pelabuhan dan jaringan transportasi
pedalaman secara luas dilihat sebagai penting untuk mengurangi biaya logistik dan
peningkatan daya saing ekonomi seperti Indonesia, Filipina, Kamboja, dan Myanmar,
di mana pelabuhan dan jaringan transportasi pedalaman menderita kemacetan,
inefisiensi, dan produktivitas yang buruk.

- Building China’s One Belt, One Road, (Scott dan David 2015)
Dalam tulisan analisis tentang kebijakan OBOR ini, dikatakan bahwa inisiatif Obor
adalah ilustrasi yang kuat tentang kapasitas China untuk tumbuh dan melakukan
pengaruh ekonomi ke luar negeri. Jika dilaksanakan dengan benar, proyek ini bisa
membantu meningkatkan ekonomi regional dari sisi pertumbuhan, perkembangan,
dan integrasi. Menurut Bank Pembangunan Asia, ada "kesenjangan" tahunan antara
pasokan dan permintaan untuk belanja infrastruktur di Asia pada angka $ 800 miliar.
Mengingat bahwa infrastruktur adalah jantung dari kebijakan OBOR, ada ruang untuk
memainkan peran konstruktif dalam arsitektur ekonomi regional. Selain itu, jika ini
mengarah ke pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif, kebijakan OBOR
bisa membantu memperkuat lembaga-lembaga politik di daerah dan mengurangi
insentif dan kesempatan untuk gerakan teroris.

Anda mungkin juga menyukai