Anda di halaman 1dari 6

Investasi Publik yang dilakukan China terhadap Indonesia untuk

memperkuat kedudukan pada Dunia Internasional dalam bentuk Operasi


Turnkey
Oleh: Muhammad Abdul Rauf (215030100111042), Faisal Miftakhudin
(215030100111057), Muhammad Reynaldi F (215030107111101)

Pendahuluan
Turnkey Project Management (TPM) juga dikenal sebagai silent investment dalam
mendukung program Belt and Road Initiative dimana ciri utama dari investasi ini adalah one-
package system mulai dari top management, pendanaan, material dan mesin, tenaga ahli, dan
(biru -kerah) pekerja juga dari Cina. Istilah "Turnkey" menggambarkan sebuah proyek di mana
penyedia layanan atau kontraktor mengambil tanggung jawab satu titik untuk menyelesaikan
proyek dalam semua aspek dan menyerahkannya kepada pemilik/ klien dalam keadaan siap
pakai. Setiap pelaksanaan proyek harus memperhatikan jadwal (timeline), biaya, dan kualitas
(Kumar & Chandan, 2018).
Dalam dunia global saat ini, kekuasaan pemerintah tampaknya telah berubah menjadi
organisasi nonpemerintah. Oleh karena itu, aktor dalam perang asimetris juga berkembang,
tidak hanya negara tetapi juga aktor nonnegara seperti MNC, organisasi internasional, atau
individu. China, dalam konteks konflik asimetris, mulai menyebarkan investasinya dalam
bentuk pembangunan infrastruktur yang ditawarkan kepada negara peminta dengan penekanan
pada konsep nonpemerintah dimana peran negara dibatasi, sehingga memungkinkan sektor
swasta untuk masuk ke perang asimetris; dengan dukungan militer sekalipun.
China selanjutnya bebas bermanuver sambil menawarkan model yang disebut investasi
'Turnkey Project Management' ke banyak negara, termasuk Indonesia. Turnkey Project
Management adalah kontrak kerja yang disepakati dalam melaksanakan investasi yang
ditawarkan oleh China dengan sistem satu paket mulai dari pendanaan dengan sistem kredit
pembeli preferensial, bahan dan mesin, tenaga ahli, bahkan jutaan pekerja, berasal dari China
(Rozaq, 2018). Sebelum Indonesia, China telah menerapkan skema Turnkey Project
Management di beberapa negara seperti Angola, Zimbabwe, Venezuela, Sri Lanka, dan
Pakistan dengan memberikan investasi besar untuk pembangunan infrastruktur.

Pembahasan
1. Turnkey Project Management China di Indonesia
Turnkey Project Management (TPM) juga dikenal sebagai silent investment dalam
mendukung program Belt and Road Initiative dimana ciri utama dari investasi ini adalah one-
package system mulai dari top management, pendanaan, material dan mesin, tenaga ahli, dan
(biru -kerah) pekerja juga dari Cina. Istilah "Turnkey" menggambarkan sebuah proyek di mana
penyedia layanan atau kontraktor mengambil tanggung jawab satu titik untuk menyelesaikan
proyek dalam semua aspek dan menyerahkannya kepada pemilik/klien dalam keadaan siap
pakai. Setiap pelaksanaan proyek harus memperhatikan jadwal (timeline), biaya, dan kualitas
(Kumar & Chandan, 2018).
Beberapa investasi melalui skema TPM di Indonesia bukanlah hal baru karena sudah
berjalan lama, termasuk proyek Sinar Mas (Indah Kiat) – pabrik pulp dan kertas, pembangkit
listrik di Purwakarta, pembangunan Lippo Karawachi pada tahun 1990 – semuanya dikerjakan
oleh pekerja Cina. Mirip dengan Medan, di mana China akan mendatangkan sekitar 50.000
tenaga kerja berdasarkan proyek-proyek investasi yang telah disepakati pemerintahan Presiden
Jokowi, antara lain pelabuhan, bandara, dan sekitar 8.000 kilometer jalur kereta api di
Indonesia (Hendrajit, 2015). Sebagai negara berkembang terbesar dan ekonomi terbesar kedua
di dunia, Cina telah mengungkapkan pengaruh globalnya yang lebih kuat dari sebelumnya;
salah satunya melalui penggunaan skema Turnkey Project Management. Skema ini dapat
dikatakan sebagai senjata perang asimetris di negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia
yang memiliki potensi sumber daya alam, ekonomi, dan posisi geografis dalam
menginvestasikan proyekproyek besar.
Apalagi, posisi Indonesia sebagai pemasok bahan baku bagi banyak negara serta
menjadi potensi pasar karena faktor demografi – perairan Indonesia merupakan jalur Sea Lanes
Of Communication (SLOC) – menjadikan Indonesia istimewa di mata China. Mungkin inilah
alasan mengapa China melakukan perang asimetris melalui skema TPM di Indonesia untuk
mengejar kepentingan nasionalnya, mengeksploitasi dan menguasai sumber daya
manusia/alam di Indonesia, dan lain-lain. Selain itu, alasan lain China memilih Indonesia
melalui skema Turnkey Project Management adalah karena keinginan China untuk masuk ke
dalam zona ekonomi khusus (Kawasan Ekonomi Khusus/ KEK) di Indonesia (Hendrajit, 2017)
2. Hubungan China-Indonesia dalam Pengimplementasian dari Turnkey Project
Management
Pada 16 Juli 2010, Bank Dunia yang Bekerja untuk Dunia yang Bebas dari Kemiskinan
melaporkan bahwa China telah berhasil memobilisasi penerimaan investasi asing langsung
(FDI) (Bank Dunia, 2010). Data tersebut menunjukkan bahwa pasar domestik China
berkembang pesat bahkan menjadi perhatian dunia internasional ketika China menjadi anggota
World Trade Organization (WTO) pada tahun 2001. Sejak saat itu, banyak negara di seluruh
dunia telah menyatakan kesediaannya untuk menjalin kerjasama ekonomi dengan negeri naga
merah. Indonesia juga menyambut baik kebangkitan ekonomi China sebagai kemitraan
strategis.
Pernyataan 'China membeli dunia' tetap mungkin dan Manajemen Proyek Turnkey bisa
menjadi salah satu instrumennya. Hubungan China-Indonesia dalam konteks skema Turnkey
Project Management dimulai pada 10 November 2014 ketika Presiden Joko Widodo
menawarkan beberapa proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia yang membutuhkan
investasi swasta. Pernyataan tersebut ia sampaikan pada Pertemuan Pemimpin Ekonomi Asia-
Pacific Economic Cooperation (APEC) ke-22 yang diselenggarakan di Beijing (Jati, 2014).
China dan investornya kemudian menyambut baik pernyataan Presiden Widodo yang
ditandai dengan jumlah proyek investasi China di Indonesia sebesar Rp 277,59 triliun pada
2015. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menjelaskan
bahwa nilai pengajuan izin prinsip China pada tahun 2015 meningkat menjadi 67 persen
dibandingkan tahun sebelumnya, dan ini menyiratkan bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara tujuan investasi utama bagi China (Badaruddin & Octavia, 2018). Peningkatan investasi
China di Indonesia juga dimaksudkan untuk mendorong Perusahaan yang dimiliki oleh China
serta perusahaan swasta Cina untuk meningkatkan investasi luar negeri mereka.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia membutuhkan investasi asing langsung atau
pinjaman luar negeri. Investasi asing dan pinjaman ini diperlukan untuk membangun dan
memperbaiki jalan di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, 2.600 km jalan tol, pelabuhan di
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, 39 reservoir baru, 15 bandara, 6
Mass Rapid Transit di 6 kota besar di Indonesia antara lain Jakarta, Bandung, dan Surabaya,
dan pembangkit listrik pabrik di beberapa daerah untuk membantu perkembangan sektor
industri Indonesia (Badaruddin & Octavia, 2018).
Selain itu, White Paper on China's Foreign Aid secara implisit menguraikan skema
Turnkey Project Management berdasarkan tiga jenis sumber keuangan: hibah, pinjaman bebas
bunga, dan pinjaman lunak (Badaruddin & Octavia, 2018). Pertama, China memberikan hibah
luar negeri berupa barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung atau sebagai bagian dari
bantuan proyek, yang dibiayai dengan pinjaman dalam bentuk dana dan berjalan beriringan
dengan pinjaman untuk membiayai proyek pengadaan barang jasa. Pembayaran kemudian
dilakukan oleh pemberi hibah asing mengikuti kemajuan proyek melalui mekanisme
pembayaran langsung.
Kedua, China menawarkan pinjaman tanpa bunga yang terutama digunakan untuk
membantu negara penerima membangun fasilitas umum serta meluncurkan proyek untuk
meningkatkan mata pencaharian masyarakat dengan jangka waktu pinjaman sebesar sekitar 20
tahun, termasuk lima tahun penggunaan, lima tahun masa tenggang, dan sepuluh tahun
pembayaran kembali. Saat ini, pinjaman tanpa bunga terutama diberikan kepada negara-negara
berkembang dengan kinerja ekonomi yang relatif baik. Ketiga, pinjaman lunak juga diberikan
untuk membantu negara penerima untuk melaksanakan proyek infrastruktur besar dan
menengah dengan manfaat ekonomi dan sosial atau untuk penyediaan lengkap pabrik, mesin,
dan produk elektronik. Pinjaman lunak diajukan oleh Bank EksporImpor China dengan tingkat
bunga pinjaman yang lebih rendah antara 2% dan 3% dalam jangka waktu pembayaran
biasanya 15 hingga 20 tahun termasuk masa tenggang 5 hingga 7 tahun. Indonesia lebih
memilih menggunakan pinjaman lunak China dimana negara penerima (Indonesia) menerima
beberapa proyek infrastruktur yang lengkap seperti transportasi, kelistrikan, dan
pengembangan sumber energi seperti minyak. Dengan banyaknya proyek yang harus
dikerjakan, tentunya membutuhkan banyak orang, sehingga memungkinkan ribuan tenaga
kerja dari China. Jumlah tenaga kerja asing asal China di Indonesia bersama negara lain dapat
dilihat di bawah ini.
3. Turnkey Project Management sebagai Instrumen untuk menerapkan kebijakan
luar negeri China
Turnkey Project Management (TPM) merupakan skema investasi yang menjadi
andalan China untuk mengimplementasikan program Belt and Road Initiative (BRI). Model
investasi TPM di abad ke-21 juga merupakan gaya Presiden Xi Jinping untuk memperluas
ruang hidup dengan menggunakan model satu negara dan dua sistem-penjabaran ideologi
sosialis-komunis dan kapitalis di mana Cina melakukan skema Turnkey Project. Ini adalah
ekonomi pasar bebas tetapi tetap di bawah kendali negara saat bermanuver di negara-negara di
seluruh dunia.
Untuk menjelaskan skema TPM China di Indonesia, penulis menggunakan teori politik
luar negeri yang terdiri dari seperangkat rumus, nilai, sikap, arah, dan sasaran untuk
mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional suatu negara. Penulis
berpendapat bahwa penerapan skema Turnkey Project Management merupakan bagian dari
politik luar negeri dan ambisi China untuk mengambil alih perannya dan memperluas
pengaruhnya di kawasan Asia, salah satunya di Indonesia.
Pada gambaran besar, China saat ini sedang mencoba untuk merekonstruksi hubungan
internasional berdasarkan perspektif Tiongkok (Korwa, 2019). Manajemen Proyek Turnkey
bisa menjadi salah satu alat untuk meningkatkan integrasi ekonomi dengan pembiayaan
infrastruktur pembangunan, khususnya proyek kereta api berkecepatan tinggi. Dengan
demikian, komitmen China untuk berinvestasi melalui kebijakan TPM merupakan peluang
bagi Indonesia dan sebaliknya. Penulis percaya bahwa tidak hanya China yang menerapkan
skema TPM sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya, China juga berupaya menciptakan
koridor ekonomi baru berdasarkan sistem win-win solution.

4. Dampak Manajemen Proyek Turnkey China di Indonesia


Tidak ada yang dapat menyangkal bahwa pelaksanaan sebuah proyek memiliki dampak
positif dan negatif, tetapi dalam kasus Manajemen Proyek Turnkey, penulis menemukan bahwa
yang negatif lebih besar daripada yang positif. Dampak negatifnya antara lain: Pertama,
bertambahnya tenaga kerja asing dari China. Peningkatan ini terjadi karena TKA tersebut tidak
memiliki IMTA (Izin Kerja Tenaga Kerja Asing) dan masuk ke Indonesia menggunakan visa
turis untuk bekerja. Hal ini tidak sejalan dengan peraturan ketenagakerjaan dimana tenaga kerja
asing yang datang ke Indonesia harus memiliki IMTA sebelum pihak sponsor
menyerahkannya. Namun, kebijakan ini telah diubah dalam Permenaker (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja) No. 35 Tahun 2015, dengan demikian peningkatan jumlah tenaga kerja asing
asal China tidak dapat dihindarkan. Padahal amandemen ini sejalan dengan prinsip WTO
(World Trade Organization) tentang Most-Favored-Nation (MFN) Perlakuan-Prinsip Non
Diskriminasi (Badaruddin & Octavia, 2018), penulis menganggap hal ini merugikan Indonesia
karena melemahkan regulasi di negara.
Kedua, telah terjadi kasus kejahatan yang dilakukan oleh tenaga kerja asing asal China.
Peningkatan tenaga kerja China telah mengganggu dan mengancam keamanan dalam negeri
Indonesia, terkait dengan kejahatan dunia maya dan narkoba. Peningkatan yang cukup besar
akan membuat tenaga kerja asing menjadi orang asing (WNA) yang kemudian dapat
melakukan tindak pidana. Misalnya, telah terjadi kejahatan online berkedok penipuan di Bali
yang dilakukan oleh 31 TKA asal China melalui komunikasi via telepon ke negara asalnya
(China) untuk melakukan penipuan (Kadafi, 2018). Selain itu, TKA asal China terbukti
menyelundupkan 110 kg sabu ke Indonesia dan kemudian dijatuhi hukuman mati di LP
Tangerang (Fundrika, 2020).
Ketiga, adanya persaingan kerja antara tenaga kerja Tionghoa dan Indonesia.
Pelanggaran terhadap tenaga kerja asing asal China di Indonesia disebabkan oleh pemalsuan
dokumen dengan mencantumkan jabatan tertentu di perusahaan tempat mereka bekerja, namun
kenyataannya mereka bekerja sebagai pekerja manual. Menurut Ketua Komisi IX DPR RI
Dede Yusuf, harus ada pembedaan antara tukang pasir dan operator mesin pasir. Level tenaga
kerja asing asal China adalah operator mesin pasir. Karena mesinnya berasal dari China dan
menggunakan Bahasa Cina, tentu perusahaan perlu menggunakan tenaga kerja yang mampu
dan mengerti itu. Jadi, tingkat tenaga kerja asing ini sedikit di atas tenaga kerja manual orang
Indonesia. Namun jenis pekerjaan mereka masih berupa tenaga kerja manual. Bedanya, pekerja
China menggunakan mesin yang tidak dipahami oleh pekerja Indonesia. Selain itu, perusahaan
juga melarang pekerja lokal untuk mempelajari mesin sehingga tidak terjadi transfer teknologi
(Badaruddin & Octavia, 2018).
Keempat, utang luar negeri Indonesia meningkat. Turnkey Project Management
menyebabkan utang luar negeri Indonesia meningkat signifikan karena investasi pada proyek
ini banyak menggunakan pinjaman konvensional yang memiliki sistem bunga lunak 2-3% per
tahun dengan jangka waktu pembayaran hingga 15 tahun sehingga utang luar negeri Indonesia
ke China US$. 16,99 miliar atau setara dengan Rp. 238,71 triliun (Laucereno, 2019). Dan, jika
negara penerima (Indonesia) tidak mampu atau lalai membayar utang luar negerinya, maka
akan ada jaminan berupa aset negara untuk dijual kepada BUMN China.
Kelima, investasi China dinilai tidak memenuhi standar lingkungan, hak asasi manusia,
dan tata kelola perusahaan yang baik. Investasi China selama ini dianggap hanya berorientasi
pada keuntungan, sehingga tidak memperhatikan aspek penting lainnya. Hal ini disampaikan
Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Laode M Syarif bahwa China tidak
memiliki standar yang baik dalam konteks lingkungan, hak asasi manusia, dan kebaikan. tata
kelola perusahaan sehingga Indonesia (BUMN) harus berhati-hati. Ia membandingkan
investasi China dengan negara-negara lain seperti Inggris, Amerika Serikat, atau Uni Eropa di
mana disiplin, kontrol, dan pengamanan negara-negara tersebut lebih aman daripada China.
Syarif mengatakan, “Jika China berinvestasi di sini, Anda harus sangat, sangat berhati-hati.
Lingkungan, apa, hak asasi, apa, tidak ada” (Fadhil, 2019).
Lima poin di atas jelas menunjukkan bahwa interaksi China dengan Indonesia melalui
Turnkey Project Management dalam konteks perang asimetris terbukti menguntungkan pihak
China. Dalam teori konflik asimetris, strategi China lebih unggul sehingga secara implisit
memenangkan perang. Namun demikian, perlu dicatat bahwa penerapan Manajemen Proyek
Turnkey China di Indonesia memiliki beberapa dampak positif seperti: 1) biaya ekonomi; 2)
kualitas pekerjaan tetap terjaga; 3) waktu penyelesaian yang sangat cepat; 4) pembayaran yang
menguntungkan secara termin, tidak sekaligus setelah pekerjaan selesai (Rozaq, 2018).

Kesimpulan
Turnkey Project Management dapat digambarkan sebagai strategi China dalam konteks
perang asimetris di Indonesia. Ini tidak hanya memungkinkan China untuk mengontrol sistem
pendanaan tetapi juga mendominasi jumlah pekerja yang digunakan. TPM China juga
merupakan bagian integral dari kebijakan luar negeri China untuk mengejar kepentingan
nasionalnya. Tidak dapat disangkal bahwa China berusaha menjadi hegemoni regional dan
bersedia menunjukkan eksistensinya sebagai negara adidaya melalui dominasi ekonomi,
khususnya di Asia. Perang asimetris ini cukup menarik karena China lebih mengandalkan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta (non-state actor) sebagai garda
depan dalam mengeksploitasi Indonesia, sehingga meminimalkan peran negara. Skema TPM
ini tentunya diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Namun penulis
menemukan bahwa Indonesia menderita lebih banyak kerugian daripada keuntungan dari
kemenangan, menyiratkan skenario ini lebih merupakan permainan zero-sum. Karena perang
ini, Indonesia telah mengubah peraturan domestiknya untuk mengizinkan lebih banyak pekerja
dari China. Dengan kata lain, peluang bagi pekerja lokal tetap kecil, tetapi lebih dari itu, tidak
ada transfer pengetahuan. Kedatangan tenaga kerja asing asal China juga menimbulkan
beberapa masalah sosial di Indonesia, seperti kejahatan dunia maya dan penyelundupan sabu.
Selain itu, investasi China dinilai belum memenuhi standar lingkungan, hak asasi manusia, dan
tata kelola perusahaan yang baik.
Penulis menyaranlan beberapa hal: 1) Pemerintah Indonesia harus memungkinkan
tenaga kerja Indonesia beradaptasi dengan teknologi asing sehingga transfer ilmu dapat
dilakukan. 2) Pemerintah Indonesia harus memperkuat regulasi dalam rangka penanaman
modal asing yang memenuhi standar lingkungan, hak asasi manusia, dan tata kelola perusahaan
yang baik. 3) Pemerintah Indonesia seharusnya tidak mempermudah regulasi untuk
mengizinkan pekerja China.

Daftar Pustaka
Anam, S., & Ristiani. (2018). Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) Tiongkok pada Masa
Pemerintahan Xi Jinping.
Badaruddin, M., & Octavia, S. (2018). Turnkey Project Dan Dinamika Pengaturan
Ketenagakerjaan Asing Di Indonesia.
Fadhil, H. (2019, May 09). KPK Ingatkan BUMN Hati-hati Terima Investasi dari China.
DetikNews. https://news.detik.com/berita/d4542409/kpk-ingatkan-bumn-hatihati-terima-
investasi-dari-china
Fundrika, B. A. (2020, September 19). Napi WNA China Dihukum Mati Selundupkan
Narkoba, Sudah 2 Kali Kabur. SuaraJakarta.Id. https://jakarta.suara.com/read/2020/
09/19/011000/napi-wna-chinadihukum-mati-selundupkannarkoba-sudah-2-
kalikabur?page=all
Hamdani, T. (2019, February 27). Tenaga Kerja China Paling Banyak di RI, Ada 32.209 Orang.
DetikFinance. https://finance.detik.com/beritaekonomi-bisnis/d-4445835/tenagakerja-china-
paling-banyak-di-ri-ada32209-orang
Korwa, J.R.V. (2019). Kebangkitan China melalui Belt and Road Initiative dan (Re)konstruksi
Hubungan Internasional dalam Sistem Westphalia.
Rozaq, M. A. (2018). Investasi Turnkey Project dan Dinamika Keuntungan dan Tantangan
Untuk Perekonomian Indonesia

Anda mungkin juga menyukai