Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Komunikasi dan
Negosiasi Sektor Publik
Dosen Pengampu: Rispa Ngindana, S.AP, M.AP
Disusun oleh:
Muhammad Reynaldi Ferdiansyah (215030107111101)
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2022 BAB I PENDAHULUAN
Sebagai ilmu terapan, ilmu komunikasi mengalami perkembangan yang
sangat pesat dibanding dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan-temuan ilmiah dari sejumlah penelitian-penelitian dan teori-teori yang berhasil dikembangkan oleh para ahli. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidang komunikasi massa, industrialisasi dan politik global, komunikasi menjadi topik yang semakin penting di abad ke-21 ini. Apalagi kehadiran internet dengan teknologi cybernetic-nya semakin mendinamisasi dan memperkaya bidang kajian komunikasi sebagai sebuah disiplin ilmu. Tak dapat dipungkiri, teknologi memegang peranan penting dalam proses dan praktik komunikasi di tengah masyarakat industri yang tengah bertransformasi menjadi masyarakat informasi. Namun, bagaimana pengaruh perkembangan teknologi komunikasi tersebut pada teori komunikasi? Kendati teknologi komunikasi selalu dikaitkan dengan perangkat keras, pengaruhnya terhadap teori komunikasi— terutama terkait dengan media baru yang dimunculkan— ternyata cukup signifikan. Selain membalikkan sejumlah mitos komunikasi massa, perkembangan teknologi komunikasi tak pelak lagi mengubah mode atau cara berkomunikasi, dan pada gilirannya kelak diprediksi bakal mengubah peta- peta komunikasi—secara praktis maupun teoritis— sebagaimana ditunjukkan oleh para ahli komunikasi yang pendapat-pendapatnya dikompilasikan dalam paper ini.
pemahaman mengenai teknologi komunikasi banyak mendapat sorotan
ahli komunikasi, salah satunya adalah Everett M. Rogers (1986:2) yang melihat bahwa teknologi komunikasi merupakan perangkat keras dalam struktur organisasi yang mengandung nilai- nilai sosial, yang memungkinkan setiap individu mengumpulkan, memproses dan melakukan saling tukar informasi dengan individu lain. Definisi Rogers tersebut menunjukkan bahwa teknologi komunikasi mempunyai beberapa karakteristik. Pertama, teknologi komunikasi berkaitan dengan perangkat keras atau alat. Kedua, teknologi komunikasi muncul dalam suatu struktur ekonomi, sosial dan politik tertentu. Ketiga, teknologi komunikasi membawa nilai-nilai tertentu dari struktur di atas. Keempat, teknologi komunikasi berhubungan dengan perangkat keras di bidang komunikasi. Sebagai sebuah perangkat, lebih lanjut dikatakan oleh Rogers (1986:4), teknologi komunikasi mengondisikan penggunanya untuk melakukan demassifikasi dalam mengontrol pesan, menyesuaikan diri dengan standar teknis pemakaian teknologi komunikasi serta meningkatkan interaksi dengan individu lain tanpa mengenal hambatan jarak.
Berbeda dengan Rogers yang melihat teknologi komunikasi dari segi
perangkat keras, Mc Omber (dalam Abrar, 2003:7) mengaitkan teknologi komunikasi dengan kebudayaan melalui beberapa sudut pandang. Pertama, teknologi komunikasi dianggap sebagai faktor yang determinan dalam masyarakat, independen dan bisa menciptakan perubahan dalam masyarakat. Kedua, teknologi komunikasi sebagai produk industrialisasi yang diciptakan secara massal dalam jumlah yang sangat banyak. Ketiga, teknologi komunikasi melahirkan alat yang baru yang tidak semua orang bisa mengenalnya dengan baik dimana kekuatan saling mempengaruhi antara yeknologi komunikasi sendiri dengan kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat tidak dapat diprediksi secara tepat. Oleh karena itu, tak heran jika Webster (1995:6- 21) melihat definisi masyarakat informasi dari beberapa kriteria. Pertama, technological, masyarakat informasi akan bergantung pada inovasi teknologi yang semakin lama semakin berkembang. Kedua, economic, masyarakat informasi akan mempunyai industri informasi terbagi dalam lima kategori yaitu pendidikan, me- dia komunikasi, mesin informasi, pelayanan informasi dan kegiatan informasi lain seperti penelitian dan kegiatan sosial. Ketiga, occupa- tional, perubahan yang terjadi dalam masyarakat informasi menyebabkan perubahan yang terjadi dalam ketersediaan dan kebutuhan tenaga kerja dalam bidang informasi. Keempat, spatial, masyarakat informasi mempunyai jaringan informasi yang terhubung dengan lokasi dan mempunyai efek pada perogranisasian waktu dan ruang. Kelima, cultural, masyarakat informasi mengalami perubahan sirkulasi sosial budaya dalam kehidupan sehari-hari karena informasi yang tersedia di berbagai saluran (termasuk media) yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa Model Komunikasi yang diciptakan oleh beberapa ilmuan
yang kompeten dalam bidangnya. John Fiske (1990) menyebut ada dua mazhab utama yang tercermin dalam model komunikasi. Pertama mazhab proses yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan. Dalam mazhab ini mereka tertarik dengan bagaimana pengirim dan penerima mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan dengan bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi. Mazhab ini cenderung membahas kegagalan komunikasi dan melihat ke tahap-tahap dalam proses tersebut guna mengetahui di mana kegagalan tersebut terjadi. Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Hal ini berkenaan dengan bagaimana pesan berinteraksi dengan orang-orang dalam menghasilkan makna. Berikut model-model dalam komunikasi 1. Model Komunikasi Linier (Top-Down) Komunikasi linier didefinisikan sebagai proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui saluran (penyaring). Komponen utama dari model ini adalah pesan, sumber (advocacy roles), Gatekeepers (Channel roles), Penerima (behaviour user system), dan umpan balik (feedback). Pakar-pakar komunikasi yang membidani model ini antara lain Westley dan Malcom (1957), Newcomb (1958), Berlo (1960), dan Roger dan Kincaid (1987). Menurut model ini, komunikasi dikatakan efektif apabila penerima yang dalam proses difusi dan adopsi inovasi lebih sering disebut sebagai sasaran mampu menerima pesan (informasi/misi) sesuai dengan yang dikehendaki oleh sumber. Rogers dan Shoemaker (1996) mengemukakan bahwa dalam proses perubahan sosial pesan-pesan (massage = M) dioperasikan dari sumber (source = S) kepada penerima (receiver = R) melalui saluran (channel = C). Model komunikasi ini pada kenyataannya banyak dicerca, karena kurang demokratis. Meskipun ada feedback, namun tetap timpang karena ada kesan pemaksaan (diatur) atau arus peluru (jarum hipodermik), lebih mengutamakan kepentingan sumber, dan tidak interaktif sehingga tidak tercapai pemahaman bersama antara sumber (subyek) dengan penerima (obyek). Dikatakan demikian karena akses (bargaining position) penerima terhadap pesan dan saluran atau media yang digunakan oleh sumber tidak ada, feedback berjalan setelah komunikasi berakhir. Di kehidupan sehari-hari ini bisa terjadi antara pemerintah dengan masyarakat, antara guru dengan murid, antara penyuluh dengan petani, dan sebagainya. 2. Model Komunikasi Relational Komunikasi relational didefinisikan oleh Schramm (1973) sebagai seperangkat aktivitas interaksi yang berpusat pada informasi sebagai bagian dari hubungan sosial tersebut. Komponen utama dari model komunikasi ini adalah informasi, hubungan baik antara partisipan, dan penerima aktif. Menurut model ini komunikasi dikatakan efektif apabla tercapai pemahaman bersama antara partisipan dan penerima atas suatu pesan atau informasi. Model komunikasi ini kemudian oleh Kincaid (1987), Rogers dan Shoemaker (1996) dijadikan sebagai landasan untuk merumuskan model komunikasi konvergen. Komunikasi model ini belum dikatakan efektif meskipun berada pada posisi medium. Dikatakan demikian karena sudah mendekati asas demokrasi atau partisipatif. Hanya prosesnya masih berlangsung diantara relasi-relasi yang ada. Kondisi demikian bisa melemah seiring dengan semakin cepatnya arus perubahan sosial yang mengikis social capital dan sumberdaya lokal lainnya. 3. Model Komunikasi Konvergen (Convergency) Komunikasi konvergen didefinisikan sebagai suatu proses konvergen (memusat) dengan informasi yang disepakati bersama oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dalam rangka mencapai ke saling pengertian (konsensus). Komponen utama dari model ini adalah informasi (uncertainly), konvergensi, saling pengertian, kesepakatan bersama, tindakan bersama, jaringan hubungan sosial (net work relationship). Menurut model ini komunikasi dikatakan efektif apabila tercapai pemahaman bersama antara pelaku yang terlibat dalam komunikasi. Disini tidak lagi dikenal istilah sumber dan penerima, tetapi lebih disebut sebagai partisipan (pihak-pihak yang berpartisipasi). Dalam mekanisme pembangunan, model komunikasi ini kemudian dijadikan sebagai landasan pemberdayaan sosial (Social empowerment). Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa gambar model komunikasi yang dikembangkan oleh para ahli yang diadaptasi dari beberapa sumber. BAB III KESIMPULAN Perubahan yang terjadi pada model komunikasi saja masih belum menjadi patokan baku atas hadirnya media baru di tengah masyarakat yang sangat haus terhadap informasi sekarang ini. Hal ini dikarenakan perkembangan komunikasi disertai teknologi komunikasi dan media yang ada akan selalu berubah sejalan dan saling pengaruh mempengaruhi dengan perkembangan yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu, kajian terhadap fenomena media baru haruslah selalu dilakukan untuk bisa menangkap dinamika yang terjadi dalam hubungan antara media dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kurnia, N. (2005). Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Media Baru:
Implikasi terhadap Teori Komunikasi. Jurnal Mediator: Vol. 6, No. 2, h. 291-291.
Mukarom, Z. (2020). Teori-Teori Komunikasi. Bandung: Jurusan Manajemen
Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati.
Pendekatan sederhana untuk komunikasi profesional: Panduan praktis untuk komunikasi profesional dan strategi komunikasi bisnis tertulis dan interpersonal terbaik
Manajemen konflik dalam 4 langkah: Metode, strategi, teknik-teknik penting, dan pendekatan operasional untuk mengelola dan menyelesaikan situasi konflik