Anda di halaman 1dari 12

”FAKTOR LINGKUNGAN DAN MUSUH ALAMI DALAM PRINSIP PHT”

Faktor Tergantung Kepadatan Dan Faktor Bebas Kepadatan

Dilihat dari proses pengendalian dan pengaturan populasi organisme, maka berbagai
faktor hambatan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi Faktor Tergantung
Kepadatan Populasi (FTK) atau "Density Dependent Factors" dan Faktor Bebas
Kepadatan Populasi (FBK) atau "Density Independent Factors". Pengelompokan ini
lebih sering digunakan bila dibandingkan dengan cara pengelompokan lainnya. Bagan
berikut menunjukkan faktor-faktor yang termasuk dalam FTK dan FBK.

Faktor Tergantung Kepadatan


Faktor tergantung kepadatan adalah faktor pengendali alami yang mempunyai sifat
penekanan terhadap populasi organisme yang semakin meningkat pada waktu populasi
semakin tinggi, dan sebaliknya penekanan lebih longgar pada waktu populasi semakin
rendah. Kalau dihubungkan antara mortalitas yang disebabkan oleh faktor FTK dengan
populasi hama misalnya dapat diperoleh garis regresi (Gambar 11).
MortalitasMo
Laju

Populasi

Gambar 11. Hubungan antara populasi dan mortalitas yang disebabkan oleh Faktor
Tergantung Kepadatan

Faktor tergantung kepadatan terbagi menjadi faktor yang timbal balik dan tidak
timbal balik. FTK yang timbal balik terutama adalah musuh alami hama seperti predator,
parasitoid, dan patogen. Timbal balik di sini berarti bahwa hubungan antara populasi dan
mortalitas oleh FTK dapat berjalan dari kedua arah. Apabila populasi spesies A meningkat,
maka mortalitas yang disebabkan oleh predator B akan semakin meningkat, antara lain
dengan meningkatnya predasi dan jumlah predator B. Sebaliknya apabila populasi spesies
A menurun mortalitas oleh predator dan jumlah predator juga menurun. Dengan demikian
perubahan populasi spesies A akan selalu diikuti dengan perubahan kepadatan populasi
predator B (Gambar 12).
FTK yang tidak timbal balik misalkan makanan dan ruang, jumlahnya terbatas yang
ditempati oleh populasi organisme yang saling berkompetisi untuk makanan dan ruang
yang sama. Proses FTK di sini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila populasi A semakin
tinggi, persaingan antar
FTK yang tidak timbal balik misalkan makanan dan ruang, jumlahnya terbatas yang
ditempati oleh populasi organisme yang saling berkompetisi untuk makanan dan ruang
yang sama. Proses FTK di sini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila populasi A semakin
tinggi, persaingan antar individu untuk memperoleh makanan dan ruang semakin kuat
sehingga mortalitas A menjadi meningkat, dan demikian juga sebaliknya. Tetapi hal ini
tidak berarti bahwa apabila populasi A meningkat kemudian jumlah makanan menjadi
meningkat, atau jumlah pouplasi A menurun dan jumlah makanan menurun. Berbeda
dengan kelompok musuh alami, hambatan lingkungan berupa makanan, ruangan, dan
teritorialitas termasuk dalam FTK yang tidak timbal balik.
PENGENDALIAN
ALAMI

FAKTOR BEBAS FAKTOR


KEPADATAN TERGANTUNG
KEPADATAN

FISIK BIOLOGI TIDAK TIMBAL


TIMBAL BALIK
Tanah Ketersediaan BALIK Musuh
Suhu inang alami
Kebasahan Makanan -Parasitoid
Kualitas
Pergerakan Ruang -Predator
makanan -Patogen
air Teritorial
-Herbivora

Gambar 12. Komponen Pengendalian Alami yang Tergantung Kepadatan dan Bebas
Kepadatan
FTK
Populasi

Aras Keseimbangan
FBK

FBK

FTK

Waktu

Gambar 13. Gejolak populasi sekitar aras keseimbangan umum, dan bekerjanya FTK dan
FBK.

Persediaan Jumlah Predator


Makanan Predator Meningkat
Meningkat

Jumlah Inang Jumlah Inang


Meningkat Meningkat

Jumlah Inang Titik Imbang Jumlah Inang


Termakan Predator- Termakan
Berkurang Inang Meningkat

Jumalah Inang Jumalah Inang


Berkurang Berkurang

Jumlah Predator Persediaan Makanan


Predator Berkurang
Berkurang

Gambar 14. Mekanisme Umpan Balik pada Pengaturan Populasi Spesies A oleh Predator
Mortalitas
FBK

POPULASI

Gambar 15. Hubungan antara populasi organisme dan mortalitas akibat Faktor Bebas
Kepadatan.

Faktor Bebas Kepadatan


Faktor Bebas dari Kepadatan (FBK) atau "Density Independent Factor" merupakan
faktor mortalitas yang daya penekanannya terhadap populasi organisme tidak tergantung
pada kepadatan populasi organisme tersebut. Faktor abiotik seperti suhu, kebasahan, angin
merupakan FBK yang penting.
FBK kadang kala dapat membawa populasi semakin menjauh (lebih atau kurang)
dari aras keseimbangan. Misal bila keadaan suhu tidak sesuai bagi kehidupan serangga
dapat mengakibatkan populasi serangga menurun menjauhi garis keseimbangannya. Setelah
hal itu terjadi faktor FBK akan bekerja mengangkat kembali populasi ke aras
keseimbangannya. Bila keadaan cuaca sangat menguntungkan bagi kehidupan dan
perkembanganbiakan suatu hama, dapat mendorong populasi hama tersebut meningkat
cepat menjauhi aras keseimbangannya. Namun, peningkatan populasi tersebut juga tidak
akan berjalan terus, karena FTK seperti musuh alami akan mengencangkan penekanannya
sehingga populasi kembali lagi ke aras keseimbangannya.
Dr. CLARK mengelompokkan beberapa penyebab mortalitas (kematian) serangga
menjadi 7 kelompok yaitu:
1. Umur: menjadi tua atau "aging"
2. Vitalitas rendah: kemampuan serangga dalam menghadapi faktor-faktor lingkungan
yang jelek seperti cuaca ekstrim
3. Kecelakaan: adanya peristiwa-peristiwa yang tidak normal (fisiologi dan ekologi) yang
dapat mengakibatkan kematian
4. Kondisi fisiko kimia: terkait dengan kondisi fisika dan kimia di tempat serangga hidup
termasuk kondisi cuaca, kondisi tanah, kondisi air, udara, dll.
5. Musuh alami: sebagai faktor pengendali alami serangga yang bersifat tergantung
kepadatan seperti yang telah dijelaskan
6. Kekurangan pakan: serangga hama sangat ditentukan survival dan perkembangannya
oleh ketersediaan pangan yang disediakan manusia. Tetapi untuk serangga musuh alami
bila tidak tersedia pakan yang sesuai yang menjadi inang atau mangsa akan sangat
mempengaruhi survivalnya.
7. Kekurangan tempat berlindung/bernaung: mempengaruhi mortalitas secara tidak
langsung

Berikut diagram yang menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung faktor-
faktor cuaca.

Pengaruh Faktor-faktor Cuaca bagi Kehidupan Serangga

Langsung Tak Langsung

Individu Populasi Habitat


Parasitoid
Predator
Patogen
Fenologi Makanan
Aktivitas Mortalitas
Perkembangan Natalitas
Perilaku Pergerakan

Natalitas
Mortalitas
Pergerakan

Dengan demikian dalam jangka waktu panjang di dalam setiap ekosistem, selalu
terjadi keseimbangan populasi organisme termasuk populasi hama, yang secara dinamik
bergejolak di sekitar aras keseimbangan populasinya masing-masing. Setiap organisme
dalam kondisi ekosistem tertentu memiliki aras keseimbangannya sendiri-sendiri. Aras
populasi tersebut dapat tinggi, tetapi juga dapat rendah seperti yang kita harapkan.
Populasi
Mangsa (A)

Predator

Waktu

Gambar 16. Hubungan antara kepadatan serangga A dan kepadatan predator B

PENGENDALIAN HAYATI

Pengendalian hayati sebagai komponen utama PHT pada dasarnya adalah


pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang
merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar
ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan
keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan patogen
merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara "terkait kepadatan populasi"
sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya
populasi hama yang meningkat sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani
disebabkan karena keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh
alami untuk menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami kita berikan kesempatan
berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami, memperbanyak dan melepaskannya,
serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami, musuh alami dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik.
AGENS PENGENDALIAN HAYATI

Sebagai bagian kompleks komunitas dalam ekosistem setiap spesies serangga


termasuk serangga hama dapat diserang oleh atau menyerang organisme lain. Bagi
serangga yang diserang organisme penyerang disebut "musuh alami". Secara ekologi istilah
tersebut kurang tepat karena adanya musuh alami tidak tentu merugikan kehidupan
serangga terserang. Hampir semua kelompok organisme dapat berfungsi sebagai musuh
alami serangga hama termasuk kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, invertebrata di
luar serangga. Kelompok musuh alami yang paling penting adalah dari golongan serangga
sendiri. Dilihat dari fungsinya musuh alami atau agens pengendalian hayati dapat kita
kelompokkan menjadi parasitoid, predator, dan patogen.

1. Parasitoid

Parasitoid adalah binatang yang hidup di atas atau di dalam tubuh binatang lain
yang lebih besar yang merupakan inangnya. Serangan parasit dapat melemahkan inang dan
akhirnya dapat membunuh inangnya karena parasitoid makan atau mengisap cairan tubuh
inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa suatu parasitoid hanya memerlukan satu
inang. Dengan demikian parasitoid adalah serangga yang hidup dan makan pada atau dalam
serangga hidup lainnya sebagai inang. Inang akan mati jika perkembangan hidup parasitoid
telah lengkap. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan inangnya dan menyelesaikan
perkembangannya dapat berada di luar tubuh inang (sebagai ektoparasitoid) atau sebagian
besar dalam tubuh inang (sebagai endoparasitoid). Contoh ektoparasit adalah
Campsomeris sp yang menyerang uret sedangkan Trichogramma sp yang memarasit telur
penggerek batang tebu dan padi merupakan jenis endoparasit.
Keuntungan atau kekuatan pengendalian hama dengan parasitoid adalah:
a. Daya kelangsungan hidup ("survival") parasitoid tinggi.
b.Parasitoid hanya memerlukan satu atau sedikit individu inang untuk melengkapi daur
hidupnya.
c. Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun pada aras populasi yang rendah.
d.Sebagian besar parasitoid bersifat monofag atau oligofag sehingga memiliki kisaran inang
sempit. Sifat ini mengakibatkan populasi parasitoid memiliki respons numerik yang
baik terhadap perubahan populasi inangnya.

2. Predator

Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh


atau memangsa binatang lainnya. Apabila parasitoid memarasit inang, predator atau
pemangsa memakan mangsa. Predator umumnya dibedakan dari parasitoid dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Parasitoid umumnya monofag atau oligofag, predator pada umumnya mempunyai
banyak inang atau bersifat polifag meskipun ada juga jenis predator yang monofag dan
oligofag.
b. Predator umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan mangsanya.
Namun ada beberapa predator yang memiliki ukuran tubuh yang tidak lebih besar
daripada mangsanya, contohnya semut yang mampu membawa mangsa secar
berkelompok.
c. Predator memangsa dan membunuh mangsa secara langsung sehingga harus memiliki
daya cari yang tinggi, memiliki kelebihan sifat fisik yang memungkinkan predator
mampu membunuh mangsanya Beberapa predator dilengkapi dengan kemampuan
bergerak cepat, taktik penangkapan mangsa yang lebih baik daripada taktik pertahanan
mangsa, kekuatan yang lebih besar, memiliki daya jelajah yang jauh serta dilengkapi
dengan organ tubuh yang berkembang dengan baik untuk menangkap mangsanya
seperti kaki depan belalang sembah (Mantidae), mata besar (capung).
d. Untuk memenuhi perkembangannya parasitoid memerlukan hanya satu inang umumnya
fase pradewasa, tetapi predator memerlukan banyak mangsa baik fase pradewasa
maupun fase dewasa.
e. Parasitoid yang mencari inang adalah hanya serangga dewasa betina, tetapi predator
betina dan jantan dan juga fase pradewasa semuanya dapat mencari dan memperoleh
mangsa.
f. Sebagian besar predator mempunyai banyak pilihan inang sedangkan parasitoid
mempunyai sifat tergantung kepadatan yang tinggi. Predator memiliki daya tanggap
rendah terhadap perubahan populasi mangsa sehingga fungsinya sebagai pengatur
populasi hama umumnya kurang terutama untuk predator yang polifag.
Sifat polifag memberikan keuntungan bagi predator yaitu bila populasi jenis mangsa
utama tertentu rendah, dengan mudah predator tersebut mencari mangsa alternatif untuk
tetap mampu mempertahankan hidupnya. Sifat pengaturan populasi mangsa secara
tergantung kepadatan lebih nampak pada predator yang bersifat oligofag. Respons numerik
predator terhadap perubahan populasi mangsa dinampakkan dalam bentuk perubahan
reproduksi, imigrasi, emigrasi, dan proses mortalitas. Respons fungsional predator dalam
bentuk perubahan proses fisiologi dan perilaku seperti daya cari, waktu penanganan
mangsa, rasa lapar, kecepatan pencernaan, kompetisi antar predator, dll. Sinkronisasi
fenologi predator dan mangsa tidak merupakan permasalahan utama bagi keberhasilan
pemanfaatan predator sebagai agens pengendali hayati. Hal ini berbeda dengan sinkronisasi
parasitoid dan inang.
3. Patogen

Serangga seperti juga binatang lainnya dalam hidupnya diserang oleh banyak
patogen atau penyakit yang berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, rikettsia dan nematoda.
Beberapa penyakit dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor mortalitas
utama bagi populasi serangga, tetapi ada banyak penyakit yang pengaruhnya kecil terhadap
gejolak populasi serangga. Serangga yang terkena penyakit menjadi terhambat
pertumbuhan dan pembiakannya. Pada keadaan serangan penyakit yang parah serangga
terserang akhirnya mati. Saat ini dikenal lebih dari 2000 jenis patogen yang menginfeksi
serangga dan jumlah itu mungkin baru sebagian kecil dari jenis patogen serangga di muka
bumi.
Oleh karena kemampuannya membunuh serangga hama sejak lama patogen
digunakan sebagai agens pengendalian hayati (biological control agents). Penggunaan
patogen untuk pengendalian hama tercatat pada abad ke-18 yaitu pengendalian hama
kumbang moncong pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis
jamur. Berikut secara singkat diuraikan beberapa kelompok jasad renik yang saat ini sudah
banyak dan sering digunakan sebagai agens pengendalian hayati.
TUGAS PENGENDALIAN HAYATI DAN PENGELOLAAN HABITAT
“Faktor Lingkungan dan Musuh Alami dalam Prinsip PHT”

Oleh :

1. ANDI HIQMAWATI AF D1E1 17 022


2. ANDI SITTI RAHIMI HL. D1E1 17 023
3. MUH. ABDIL INSANI FARLI D1E1 17 040
4. MUHAMMAD ILHAM D1E1 17 044
5. PUTRI MEGAYANTI PADDA’ D1E1 17 050
6. WAHYUNI D1E1 17 063

JURUSAN PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

Anda mungkin juga menyukai