Anda di halaman 1dari 5

Ikhtisar Peran Manajemen Mutu Terpadu

Manajemen Mutu Terpadu berkaitan dengan upaya dalam meningkatkan kinerja secara tidak
langsung dalam kawasan organisasi. Manajemen Mutu Terpadu (MMT) bisa menjadi falsafah suatu
organisasi karena pemilihan MMT berkaitan erat dengan kebijakan pimpinan dalam organisasi. Namun,
kebijakan tetap berada pada political will pimpinan organisasi. Sehingga MMT dapat dikatakan juga
sebagai intervensi tersirat. Dengan adanya intervensi secara tersirat diharapkan nilai terbaik dari suatu
organisasi dapat dilestarikan. Masaaki Imai dan Edwards Deming adalah perintis Manajemen Mutu
Terpadu.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat tentunya membuat pimpinan organisasi menjadi
berpikir mengenai peningkatan mutu organisasi tersebut. Karena dengan perkembangan teknologi
menyebabkan persaingan dengan organisasi lain menjadi lebih ketat. Sehingga Manajemen Mutu Terpadu
dapat menjadi jalan tengah atas gelisahnya para pemimpin organisasi dengan adanya persaingan yang
ketat. Dengan demikian pemimpin suatu organisasi tersebut mulai memikirkan peningkatan mutu
organisasinya agar dapat tetap bersaing.
Mutu atau disebut dengan kualitas memiliki acuan yaitu pada kriteria dan standar yang telah
disepakati secara bersama. Bahkan Salisbury menyatakan bahwa mutu merupakan suatu ilmu. Selain itu,
Salisbury juga menyatakan bahwa ilmu mutu merupakan salah satu dari lima teknologi yang memiliki
peran penting untuk perubahan dalam dunia pendidikan. Empat teknologi lainnya meliputi Sistem
berpikir, Desain sistem, Pengelolaan perubahan, dan Teknologi Pendidikan.
Dalam MMT dikenal istilah Kaizen. Kaizen, dalam bahasa Jepang memiliki arti perbaikan atau
peningkatan. Peningkatan dalam hal ini meliputi manajer dan pekerja. Selain itu, manajer dan pimpinan
memiliki tanggung jawab yang besar dalam meningkatkan mutu. Proses peningkatan mutu diibaratkan
seperti cicilan yang harus dilaksanakan secara terus menerus. Sehingga seluruh elemen dalam organisasi
memiliki kewajiban harus tekun untuk selalu berusaha menjadi yang lebih baik. Dengan demikian sikap
tekun tersebut dapat menjadi budaya dalam suatu organisasi.
Bagi orang Jepang, Kaizen berkaitan dengan upaya peningkatan produktivitas yang meliputi
Total Quality Control (TQC), Kamban, zero defect, serta semangat untuk terus bekerja keras. Semangat
yang tinggi dalam bekerja keras akan berdampak positif bagi produktivitas suatu organisasi. Terdapat
juga istilah Kamban, kamban memiliki arti potongan kertas atau kartu yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam unit kerja tertentu. Penggunaan papan buletin kamban merupakan sarana dalam
perbaikan mutu secara berkelanjutan. Dengan perbaikan secara berkelanjutan dapat membuat peningkatan
mutu menjadi lebih stabil karena tidak harus mnunggu perbaikan dalam skala besar.
Mutu Vs. Jasa
(GAUSAH DITAMPILKAN DI MAKALAH KARENA BERUPA CONTOH PEMAHAMAN
KONSEP) TAPI DITAMPILKAN DI PPT BERUPA TULISAN ‘MUTU VS JASA’

Konsep Benchmark. Dalam bahasa Indonesia “Benchmark” berarti rujukan atau acuan. Secara teknis,
Benchmark adalah sesuatu yang dijadikan acuan, produk terbaik atau organisasi terbaik dengan syarat-
syarat tertentu. Sedangkan Benchmarking dimaknai sebagai kegiatan atau pelaksanaan terkait
penentuan mutu seseuatu, produk, jasa, organisasi dengan benchmark atau acuannya.
Beberapa pendapat mengenai Benchmark yakni sebagai berikut.
1) Sallis : “A benchmark is a standard against to which to measure present performance”.
2) Pemberton, Stonehouse, dan Yarrow mengutip pendapat Zairi : “A physiological or biological
reference value against which performance is compared”.
Kedua definisi Benchmark diatas menjelaskan bahwa ada perbandingan antara rujukan dengan
kinerja yang ditunjukkan oleh suatu organisasi.
Kegiatan pelaksanaan Benchmarking sebagaimana rumusan Wikipedia yakni “ Benchmarking is
used to measure performance using a specific indicator”. Kemudian, Pemberton, dkk mengutip pendapat
Watson bahwa “ Benchmarking in a business context is concerned with comparing a company’s
performance with that of competing organizations in an attempt to improve how it performs the same or
similar functions”. Paula Kyro (2003) berpendapat bahwa Benchmarking adalah satu bentuk upaya
organisasi menjadi yang lebih baik atau menyamai bahkan melebihi organisasi yang menjadi Benchmark
atau pembanding.
Membandingkan organisasi dengan benchmark artinya organisasi menjalankan perubahan dan
perbaikan berkelanjutan. Benchmarking berkembang akibat pengaruh teknologi digital yang terus
berkembang. Hal ini tergambarkan dalam evolusi konsep benchmarking oleh Kyro yang
mengorientasikan makna benchmark dan benchmarking sesuai dengan perkembangan zaman.

Evolusi Benchmark
Berdasarkan gambar, konsep benchmarking mengalami evolusi selama 6 generasi dan pada tahap
kini berada di generasi network benchmarking. Tahapan evolusi benchmarking sebagai berikut.
1) Generasi pertama (reverse benchmarking), benchmark berorientasi pada produk atau barang.
Penentuan benchmark berdasarkan keberadaan produk terbaik yang ditawarkan mekanisme pasar.
Kinerja terbaik menjadi kinerja yang paling dicari oleh pelanggang. Maka suatu produk harus
diteliti karakteristik, manfaat, dan nilai tambahnya sebagai upaya untuk menyamai atau
menghasilkan produk yang lebih baik dari benchmark.
2) Generasi kedua (competitive benchmarking), orientasi pada proses namun tetap mencari
pesaing produk yang ada.
3) Generasi ketiga (process benchmarking), menekankan proses melalui proses belajar dari pihak
luar organisasi mereka.
4) Generasi keempat (strategic benchmarking), orientasi kea rah akademis dengan menerapkan
prinsip evaluasi sistemik. Uji coba dan revisi.
5) Generasi kelima (global benchmarking), mengarah konsep globalisasi yang dipengaruhi oleh
teknologi digital dan internet.
6) Generasi keenam (competence benchmarking of benchlearning), benchmarking untuk proses
belajar di organisasi. Kajian produk atau jasa melalui serangkaian peningkatan kompetensi dan
kreativitas pegawai agar menghasilkan produk terbaik.
7) Generasi seterusnya (benchlearning), bertujuan menciptakan organisasi belajar agar dihasilkan
produk/ jasa terbaik yang dapat ditampilkan dan diterima oleh pelanggan/ client (Karlof dan
Ostblom, 1995).

Kategori Benchmarking. Proses evolusi benchmark berdampak pada perubahan kategorinya. Adapun
kategorisasi Benchmarking menurut Pemberton yakni :
- Metric benchmarking, dilaksanakan dengan membandingkan data kinerja yang dianggap sama-
sama penting dan relevan. Penggunaan data dipastikan sudah reliable dan valid menjadikan ciri
dari kategori metric.
- Process benchmarking, proses membandingkan secara mendalam hal-hal tertentu dengan
beberapa organisasi sebagai benchmark.
- Diagnostic bechmarking, penggabungan teknik metric dan teknik proses benchmarking yakni
mendeteksi dan menentukan mana yang harus diperbaiki sesuai rujukan memerlukan pendalaman
berdasarkan data dan proses yang berlangsung di suatu organisasi.
Contoh benchmark tidak ditulis tapi ditampilkan saja dalam ppt

Zero defect. Menurut Philip Crosby, Prinsip zero defect adalah tanpa cacat atau nol kesalahan.
Manajemen mutu sebagai sesuatu yang bebas, namun dengan rambu kesempurnaan. Zero defect
mencerminkan tidak adanya toleransi untuk kesalahan. Penerapan zero defect lebih mudah untuk produk
dibandngkan jasa karena jasa yakni kinerja manusia tidak ada yang tanpa cacat. Namun, Sallis
mengungkapkan bahwa “It is the commitment to success and the elimination of failure. It involves putting
systems in place that ensure that things are always done inright way first time and every time”. Jadi,
menanamkan nilai tanpa cacat mengandung disiplin dan konsentrasi karyawan sewaktu bekerja sangat
kental. Salah satu contoh yang menerapkan nilai-nilai zero defect adalah bisnis penerbangan sipil.

Fishbone (rangka ikan) diagram. Teknik diagram rangka ikan dicetuskan oleh Kaoru Ishikawa.
Diagram rangka ikan dikatakan sebagai cause and effect atau diagram sebab akibat. Nama rangka ikan
diambil karena tampilan visualnya mirip dengan rangka ikan. Bagian rangka ikan terdiri atas bagian
kepala (mencerminkan dampak tujuan atau tujuan atau efek yang harus dicapai sebagai kegiatan MMT),
rangka ikan (rincian penyebab yang harus diselesaikan sebagai masalah), tulang-tulang ikan yang besar
(sub masalah yang muncul),dan duri ikan (bagian teknis dari submasalah).
Brainstorming merupakan diskusi terbuka mengenai gagasan kreatif yang dilaksanakan bersama-sama
mitra kerja. Teknik brainstorming digagas oleh Alex Osborne tahun 1940-an sebagai salah satu upaya
yang dapat digunakan untuk membuat diagram rangka ikan tadi. Dalam menemukan suatu ide dan
menuangkannya terkadang sering terburu-buru, maka untuk menghindari kesalahan digunakanlah teknik
brainstorming ini. Teknik ini, memperlakukan semua peserta diskusi sama, semua berhak mengemukakan
pendapat mengenai suatu hal. Agar hasil rembukan semua pihak mengenai suatu gagasan tidak melebar
maka perlu rumusan tujuan kegiatan brainstorming. Menurut Sallis, hal yang harus dipatuhi dalam
melakukan brainstorming yakni :
1) Buat rumusan kejelasan tujuan
2) Pilihlah seseorang yang dianggap mampu mengelola kegiatan tersebut
3) Pilihlah seseorang yang dianggap mampu untuk menuangkan atau menuliskan gagasan tersebut
pada papan tulis
4) Susunlah daftar gagasan yang diajukan oleh peserta
5) Bagi semua pihak, dilarang mencela atau mengkritik gagasan orang lain
6) Siapkan ide atau gagasan awal terlebih dahulu
7) Spontanitas, sportif adalah sikap yang diharapkan dari peserta diskusi
8) Catat dan evaluasi semua pendapat tanpa terkecuali.

Anda mungkin juga menyukai