Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Industri Kerja Lapangan

Pada zaman pemerintahan hindia Belanda, di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta


terdapat kurang lebih 17 pabrik Gula yang diusahan oleh pemerintah Hindia
Belanda. Setelah Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942, seluruh perusahaan
tersebut dikuasai oleh pemerintahan Jepang. Pada saat Indonesia merdeka,
pemerintahan RI merebut semua pabrik gula tersebut dari tangan pemerintahan
Jepang dan dibumi hanguskan.

Setelah pemerintahan berjalan normal dan keamanan pulih, tahun 1955 Sri Sultan
Hamengku Buwono IX memprakarsai untuk membangun pabrik gula dengan
tujuan :

a. Untuk menampung para buruh bekas pabrik gula yang kehilangan


pekerjaan.

b. Menambah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

c. Menambah pendapatan pemerintahan, baik pusat maupun daerah.

PG. Madubaru PT yang terdiri dari 2 pabrik yaitu pabrik Gula dan pabrik
Spiritus Madukismo, mulai dibangun pada tanggal 14 juni 1955, dan tanggal 31
maret 1958 merupakan peletakkan batu terakhir yang dilakukan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwono IX, kemudian diresmikan tanggal 29 mei 1958 oleh Presiden
Soekarno. Bentuk perseroan Terbatas dan bernama P2G. Madubaru PT.Saham-
saham dari badan usaha ini 25% dimiliki oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan 75% dimiliki oleh pemerintahan RI.

Pada tahun 1962-1968, pemerintahan RI mengambil alih semua perusahaan


yang ada di Indonesia, baik milik asing swasta maupun semi swasta. Maka mulai
tahun tersebut P2G. Madubaru PT berubah status menjadi PN. Untuk memimpin

1
pabrik-pabrik gula, pemerintah membentuk suatu badan yang diberi nama Badan
Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPUPPN).

Pada tanggal 4 Maret 1984, dengan persetujuan Sri Sultan Hamengku


Buwono IX perusahaan kembali diperayakan kepada pemerintahan RI untuk
mengelolanya. Bersadarkan kontrak managemen yang ditandatangani oleh
Direktur utama PT.

1.2 Pengertian Gula


Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang
diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi
yang akan digunakan oleh sel.

1.3 Jenis Gula


1. Gula Pasir
Gula pasir merupakan bahan baku masakan yang terbuat dari sari tebu dan
dikristalkan membentuk serbuk-serbuk seperti pasir. Berbeda dengan gula halus,
gula pasir mempunyai butiran-butiran yang lebih kasar. Gula pasir memiliki rasa
yang manis dan mudah larut dalam air terutama air panas.
2. Gula Pasir Kasar (Crystalized sugar)
Gula yang satu ini juga hasil kristalisasi air tebu. Bedanya dengan gula
pasir adalah: butirannya lebih kasar dan warnanya bisa berwarna-warni. Gula
pasir kasar lazim digunakan untuk taburan biskuit sebelum dipanggang, karena
gula ini tidak meleleh dalam suhu oven.
3. Gula Dadu
Bentuknya memang seperti dadu. Gula dadu biasanya memiliki kualitas
tinggi. Gula ini umumnya digunakan sebagai pemanis dalam minuman teh atau
kopi.

2
4. Brown Sugar
Ini adalah jenis gula yang dalam proses pembuatannya dibubuhi molase.
Warnanya kecokelatan seperti gula palem, memiliki wangi caramel, dan rasanya
legit. Rasa brown sugar tidak semanis gula pasir. Biasanya digunakan dalam
pembuatan cookies sehingga membuat cookies lebih moist daripada bila
menggunakan gula pasir sebagai pemanisnya.
5. Gula Palem (Palm Sugar)
Biasa disebut juga gula semut, gula ini berasal dari nira atau sari batang
tumbuhan keluarga palem-paleman. Bentuk seperti gula pasir, berwarna cokelat,
dan memiliki aroma yang khas. Biasanya gula palem digunakan untuk membuat
ontbijkoek, fruti cake, atau campuran cookies seperti pada pitmopen.
6. Gula Merah (Gula Jawa)
Gula merah juga berasal dari nira atau sari batang pohon jenis palem.
Bentuknya biasanya silinder atau menyerupai batok kelapa.
7. Gula Aren
Bahan bakunya sama seperti gula merah. Namun, gula aren memiliki
harum yang lebih khas dan warna yang lebih cokelat daripada gula merah.
8. Gula Batu
Rasanya tidak semanis gula pasir, namun lebih legit. Gula yang bentuknya
memang seperti bongkahan batu ini biasanya digunakan untuk minuman. Supaya
mudah digunakan gula batu harus dihancurkan lebih dahulu.
9. Gula Kastor (Caster Sugar)
Warnanya putih bersih dan bentuknya lebih halus daripada gula pasir.
Karena sifatnya yang mudah bercampur, maka gula kastor sering digunakan
sebagai bahan campuran untuk pemanis dalam adonan kue, cookies, pastry, dll.
10. Gula Bubuk (Icing Sugar, Confection Sugar)
Gula icing disebut juga dengan tepung gula, adalah gula yang telah
mengalami penghalusan sehingga berbentuk bubuk gula. Karena sifatnya yang
halus, gula icing baik digunakan untuk membuat krim untuk cake, taburan untuk
cake, atau taburan untuk kue kering. Ada beberapa jenis gula bubuk yang
mengandung pati jagung sehingga tidak menggumpal.

3
11. Gula Donat
Seperti namanya, gula ini biasa digunakan untuk bahan taburan donat.
Teksturnya halus seperti gula bubuk, dan juga berwarna putih. Yang
membedakannya dari gula bubuk adalah: gula donat memiliki rasa dingin jika
telah masuk ke dalam mulut. Lainnya, gula donat tidak basah kalau kena minyak.
12. Gula Maltose
Gula ini merupakan hasil fermentasi malt atau padi-padian, yang telah
mengalami perendaman, pengeringan, pemanggangan, dan penggilingan.
Bentuknya menyerupai madu, namun rasanya lebih manis dari madu.
13. Karamel
Karamel adalah berbagai produk yang diperoleh dengan pemanasan gula.
Karamel memiliki warna kecokelatan atau bahkan kehitaman, serta memiliki
aromayang khas. Digunakan sebagai pewarna pada makanan atau sebagai aroma
dan rasa.
14. Gula Jelly
Ini sebenarnya larutan gula yang warnanya kuning dan kental sehingga
menyerupai jelly. Gula jelly biasanya dicampurkan ke dalam adonan buttercream.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan adanya makalah ini, ada beberapa masalah yang akan dibahas
antara lain:
1) Apa saja pembahasan secara umum tentang Pabrik Gula?
2) Bagaimana urain proses Pabrik Gula?
3) Bagaimana keterkaitan suatu unit dengan proses secara detail?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui secara umum tentang Pabrik Gula
2) Untuk mengetahui urain proses Pabrik Gula
3) Untuk mengetahui keterkaitan suatu unit dengan proses secara detail

4
BAB II

PROSES PRODUKSI PG MADUKISMO

2.1 Bahan Baku

Dalam proses pembuatan gula di Pabrik Gula Madukismo, terdapat


beberapa bahan yang dibutuhkan untuk proses pembuatan Gula Kristal Putih
(GKP) Madukismo. Terpadat dua maam bahan baku di Pabrik Gula Madukismo,
yaitu: bahan baku utama dan bahan baku penunjang.

Bahan baku utama yang diperlukan adalah tanaman tebu. Tanaman tebu
yang diperolah oleh pabrik gula dari tanaman hasil kerjasama dengan penduduk di
sekitar pulau Jawa dengan sistem “Kemitraan” (tebu binaan), maupun pembelian
dari penduduk lokal non-binaan. Sistem tebu binaan PG Madukismo, tersebar luas
di 9 kabupaten dan 2 provinsi. Sehingga PG Madukismo tidak perlu memiliki
lahan perkebunan tebu sendiri. Bahan baku penunjang adalah bahan baku yang
diperlukan/ditambahkan selama proses pembuatan Gula Kristal Putih (GKP)
Madukismo dengan tujuan agar hasil yang diperolah lebih optimal.

2.1.1 Bahan Baku Utama

Bahan baku utama yang digunakan dalam PG Madukismo adalah tebu


(sacharum officinarum). Jenis tanaman tebu yang digunakan oleh PG Madukismo
adalah jenis BZ 132 (BZ= Briter Landsezaad Retsarten), PS 56, PS 58, PS 30
(PS= Pasuran Station). Bagian tanaman tebu yang diolah menjadi gula kristal
putih Madukismo (dengan merek dagang : MK) adalah bagian batang tebu.

Bagian batang tebu yang diolah dengan cara digiling akan menghasilkan
nira tebu. Nira yang keluar dari batang tebu merupakan sari tebu yang
mengandung zat sukrosa dan dapat diolah menjadi gula. Pemerahan nira di PG
Madukismo memiliki asas penting, yaitu: minimnya. Kadar nira dalam tebu

5
dipengaruhi beberapa faktor, seperti varietas tanaman, keadaan tanaman, iklim,
pemupukan, pestisida,penebangan, dan pengairan.

Standar tanaman tebu siap giling di PG Madukismo adalah MBS (manis,


bersih dan segar). Manis dalam MBS, artinya kadar brix merupakan diatas 17,
kadar nira (>85%), dan Nira Perahan Pertama (NPP) tinggi (12%). Brix
merupakan kandungan padatan dalam gula yang masih mengandung pengotor dan
selulosa. Sedangkan POL merupakan kandungan selulosa dan gula dalam padatan.
Bersih dalam MBS, artinya cara pemotongan dan penanganan tanaman tebunya
sesuai standar pemotongan yang sudah diatur oleh Bina Sarana Tani (BST) (kadar
kotoran yang terdapat ditanaman tebu harus kurang dari 5%). Segar dalam MBS,
artinya segera ditebang segera dikirim agar menjaga kandungan rendemen (kadar
gula) dalam tebu (tidak boleh lebih dari 48 jam).

Tanaman tebu cukup responsif terhadap penerimaan sinar matahari,


sehingga dibuatlah 3 maam clone. Clone terdiri dari masa awal, masa tengah, dan
masa akhir. Clone masa awal butuh waktu 1 bulan kering. Sedangkan untuk masa
clone tengah butuh waktu 2 bulan sampai 3 bulan kering. Terakhir, merupakan
masa clone akhir yang memerlukan standart gula yang optimum, karena apabila
tanaman tebu belum mencapai waktu bulan keringnya, kadar gula dalam tanaman
tebu tersebut belum ukup optimal untuk diolah menjadi gula. Berikut adalah table
komposisi kandungan zat-zat didalam batang tanaman tebu (table 2. ):

Tabel 2 : Komposisi tebu

Komponen Komposisi (%)

Sukrosa 11-19%

Gula reduksi 0,5-1,5%

6
Senyawa organic 0,5-0,15%

Asam anorganik 0,15

Sabut 16-19%

Zat warna 0-9%

Air 65-75%

Bahan baku batang tebu yang digunakan oleh PG Madukismo adalah batang tebu
yang disediakan oleh para petani TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi) yang sesuai
dengan INPRES No.9 Tahun 1975. Tebu Rakyat Intensifikasi dibedakan menjadi :

 TRIS I dan TRIS II (Tebu Rakyat Intensifikasi pada Sawah) yaitu jenis
tebu rakyat intensifikasi yang ditanam disawah sebagai tanaman pertama
dan kedua.
 TRIT I dan TRIT II (Tebu Rakyat Intensifikasi pda Tegalan) yaitu jenis
tebu rakyat intensifikasi yang ditanam di tegalan (lahan kering) sebagai
tanaman pertama dan kedua.
 TRIK (Tebu Rakyat Intensifikasi kredit) yaitu tebu rakyat ditanam secara
individu Tanam bantuan kredit dari pemerintah

Tanaman tebu yang digunakan dalam produksi gula Kristal putih


Madukismo harus memiliki criteria tanaman tebu yang baik dan sudah ukup
matang dengan kadar gula yang optimum (dengan kadar gula seragam di
sepanjang batang tebu, keuali beberapa ruas di bagian puuk dang pangkal batang).
Batang tanaman tebu yang dikirim dari perkebunan tebu di daerah-daerah ke PG
Madukismo, haruslah menjalani serangkaian analisa terlebih dahulu sebelum
memasuki proses penggilingan. Sistem analisa yang diterapkan oleh Bina Sarana
Tani (BST) adalah sebagai berikut:

7
a. Analisa Faktor Kemasakan (FK):
Pada analisa ini dilakukan uji untuk mengetahui umur batang tebu yang
dikirim ke pabrik. Dari analisa ini juga dapat diketahui tua, mudanya
batang tebu tersebut.
b. Analisis Koefisien Peningkatan (KP):
Pada analisa ini dappat diketahui kadar gula dalam tebu (rendemen tebu),
apakah masih ada peningkatan ataupun penurunan dari kadar rendemen
btang trbu yang dikirim ke PG Madukismo tersebut.
c. Analisis Koefisien Daya Tahan (KDT):
Pada analisa ini dapat diketahui daya tahan tebu dimulai dari batang tebu
ditebang di perkebunan, selama perjalanan dari perkebunan ke pabrik,
dan sampai dengan batang tanaman tebu masuk proses penggilingan.

2.1.2 Bahan Baku Penunjang

Dalam proses pemurnian nira mentah, ada beberapa zat kimia yang digunakan
untuk mepermudah proses pemurnian itu sendiri. Adapun zat-zat kimia yang
dipakai dalam proses pemurnian nira pada PG Madukismo adalah; asam phosphat,
flokulan, susu kapur, air imbibisi dan gas SO2.

 Asam phosphat

Pemberian asam phosphat disini dimaksudkan untuk membentuk gumpulan


yang agak besar yang disebut mikrofolok dari gumpulan yang dibentuk oleh
penambahan susu kapur. Reaksi yang disebut reaksi fosfatasi ini disebabkan oleh
ion phospat dalam nira akan membentuk endapan kalsium phosphat yang
mempunyai daya serap (adsorpsi) tinggi. Asam phosphat yang digunakan dalam
PG Madukismo adalah larutan asam phosphat 85% (v/v), dengan jumlah asam
phosphat sebanyak ±75kg per 8 jam. Keunggulan proses dengan reaksi fosfatasi
adalah :

8
 Membentuk gumpulan trikalsium phosphate dalam butiran keil
yang disebut mikrofolok.
 Dapat meningkatkan Harga Kemurnian (HK) terutama pada
penambahan phospat sampai 200mg/L.
 Dapat menyebabakan turbuditi nya terutama pada phosphat sampai
200mg/L.
 Dapat menurunkan warna pada konsentrasi sampai 200mg/L dan
berbeda nyata.

Kadar phosphat yang ukup dalam nira mentah (250-300mg/L)


merupakan syarat yang penting untuk memperoleh hasil pengolahan
(pemurnian, pembentukan intruksi nimimal di penguapan) yang optimal.

 Flokulan

Flokulan polikarilamide yaitu suatu persenyawaan polielektrolik yang


bermuatan anion dengan berat molekul 5-10 juta flokulan. Anion sangat berperan
dalam meningkatkan efisiensi pemurnian nira dan memperbaiki mutu nira.
Penggunaan flokulan diperindustrian gula Indonesia hanya terbatas pada proses
permurnian, pengedapat dan penapisan. Namun dengan makin berkembangnya
teknolongi pembuatan gula bermutu tinggi makin kombinasi penggunan flokulan
anion dan flokulan kation pada proses fosfatasi dan flotasi menjadi sangat penting.

Flokulan yang digunakan dalam PG Madukismo mempunyai baha dasar


polimer dan arylamide yang bermuatan negatif (-). Penambahan flokulan dapat
memperepat proses pengendapan dalam door larifier dan dapat menjernihkan
nira. Flokulan yang digunakan adalah sebesar ±3kg per 8 jam. Penambahan
flokulan harus diatur hingga jumlah tertentu. Penambahan flokulan yang melebihi
5 ppm dapat menyebabkan kotoran mengapung yang disebabkan karena kelebihan
flokulan yang bermuatan negatif.2

9
 Susu Kapur

Pada proses penggilingan tebu yang biasanya masih dalam terampur oleh daun
kering dan blendok, diperlukan penambahan kapur bening yang dapat merubah
sifat fisik dari endapan-endapan yang tidak mudah terhidrolisis menjadi struktur
flok yang mudah disaring.

Terdapat beberapa fungsi penambahan susu kapur, yaitu :

 Menghambat pemtumbuhan jasad renik, karena telah diketahui


bahwa jasad renik berkembang dengan baik pada kondisi asam.
 Memberi keuntungan terhadap umur kerja mesin atau perlatan
yang tidak tahan asam.
 Mengurangi derajat keasaman pada nira tebu.
 Membentuk dumpalan gram kalsium yang bertindak sebagai inti
dari pembesaran kotoran yang mengendap, sehingga memudahkan
proses filtrasi.
 Membuat nira menjadi lebih stabil dalam proses pemanasan dan
tidak mudah terhidrolisis.
PG Madukismo menggunakan batu kapur sebagai bahan dasar susu
kapur (Ca(OH)2). Batu kapur tersebut harus dibakar terlebih dahulu
dalam tanur pembakar sehingga menjadi kapur tohor. Kemudian
kapur tohor (CaO) tersebut dilebur atau dienerkan dengan air
sehingga menjadi susu kapur denga derajat kekentalan 7ºBe
dengan reaksi sebagai berikut :

CaCO3 CaO + CO2


CaO + H2O Ca(OH)

Penggunaan kapur tohor dilakukan karena kapur tohor mudah didapatkan


dengan harga yang mudah didapatkan dengan harga yang murah dan mempunyai
efek permurnian yang bagus. Batu kapur yang digunakan adalah sebanyak ±375kg
dengan suhu pembakaran sekitar 1000-3000ºC.

10
 Air Imbibisi

Pemberian air maupun ampuran nira pada ampas yang akan masuk
gilingan II, III, IV, dan V disebut sebagai air imbibisi. Tujuan pemberian imbibisi
adalah untuk melarutkan kandungan gula (sukrosa) yang masih tertinggal dalam
ampas secara maksimal tanpa memberatkan pada proses selanjutnya. Ampas akhir
diharapkan mengandung kara dula serendah mungkin karena apabila hal itu
terapai, berarti proses pemerahan nira berjalan secara optimum. Pemberian air
imbibisi terbagi menjadi dua sistem, yaitu :

 Imbibisi Tunggal
Pemberian air imbibisi dilakukan hanya pada ampas yang akan masuk
pada unit gilingan terakhir.
 Imbibisi Ganda
Pemberian air imbibisi ditunjukan pada lebih dari satu unit gilingan.
Imbibisi ganda ini ada yang berua double compound, triple compound,
maupun quadruple compound imbibisi.

Dalam penggunaan air imbibisi ada dua maam air imbibisi, yaitu imbibisi
panas dan imbibisi dingin. Pada PG Madukismo, digunakan air imbibisi panas
dengan suhu sekitar 60-70ºC yang ditambahkan pada proses penggilingan IV dan
V. Suhu air imbibisi tidak boleh melebihi suhu 70ºC karena pada suhu tinggi, air
imbibisi dapat melarutkan senyawa pengotor seperti peptin dan lilin. Jumlah air
imbibisi yang ditambahkan dalam gilingan juga perlu diperhatikan, sekitar 25-
30%. Jumlah air imibibisi yang terlalu banyak dapat merusak gula (sukrosa) pada
nira karan sukrosa dapat terhidrolisis dengan mudah di dalam air. Selain itu,
penambahan air imbibisi yang banyak dapt memberatkan kerja evaporator dan
menurunkan harga kemurnian (HK)

11
 Gas SO2

Penambahan gas SO2 bertujuan untuk menetralkan pemberian susu kapur


yang berlebihan. Reaksi antara gas sulfide dengan susu kapur berlbihan langsung
dengan membentuk CaSO3 yang mengendap. Selain itu, gas SO2 dapat
memperlambat rekasi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat
mangakibatkan terbentuknya zat warna gelap (Santoso, 2010).

Pada PG Madukismo, gas SO2 didapatkan dari belerang yang dipanaskan.


Belerang oadat dimasukkan kedalam tobong belerang, kemudian dibakar.
Belerang akan mencair kemudian akan menjdi belerang uap karena suhu yang
tinggi. Belerang uap ini kemudian dialiri udara sehingga terbentuk gas SO2,
dengan reaksi :

S + O2 SO2

Gas SO2 yang terjadi kemudian segera dialirkan melalui pipa yang bagian
luarnya diberi air sebagai pendingin. Belerang yang digunakan adalah sebanyak
±400kg per 8 jam.

12
2.2 Prosedur Kerja

Proses produksi atau pembuatan gula secara garis besar dapat dilihat pada
diagram alir dibawah ini :

Tebu Persiapan
Tebutertimbang (100)
Air imbibisi (25) StasiunPenggilingan Ampas (35)
Niramentah (90)
Susukapur (2,3) Air hilang/ menguap
(3) Air cucianvacuum
StasiunPemurnian
filter Blotong (4)
Belerang (0,1) Nirajernih

StasiunPenguapan Uap air (63)


Nirakental
(2) Air cuciankristal StasiunKristalisasi Uap air (18,6)
Campurankristalguladanstroop
Stroop-2 (22,7)
(Mascuite) (32)
StasiunPemutaran Tetestebu (4)
Gula (3) Kehilangangula (0,1)
GulaProduk

(SHS I; 8,1)

Gambar 2. Neraca bahan proses produksi gula di PG Madukismo


Yogyakarta

Gambar2. Adalah neraca bahan proses produksi gula di PG Madukismo dengan


bahan baku tebu tertimbang 100% yang menghasilkan gula produk SHS I
sebanyak 8,1%. PG Madukismo dalam konsep utama produksinya menerapkan
proses produksi gula pasir dengan cara sulfitasi. Cara ini menghasilkan gula
produk lebih putih, jumlah produk optimal dengan biaya produksi lebih
ekonomis dibandingkan dengan cara karbonatasi dan defekasi. Proses produksi
tebu menjadi gula pasir secara umum terdiri dari 3 unit bagian penunjang proses
dan 6 tahapan proses di 5 stasiun berbeda, yaitu:

13
1. Unit Bagian Persiapan

Unit bagian persiapan adalah persiapan awal untuk menyiapkan tebu yang
akan digiling. Tebu yang siap giling sebelumnya sudah didata dan dicek ke
layakan nya. Kemudian, tebu ditimbang dan di tempatkan di lori yang telah
ditandai.

2. Stasiun Penggilingan/Pemerahan Nira (Extraction)

Pada stasiun penggilingan, tebu dipisahkan antara bagian padat


(ampas) dengan cairannya yang mengandung gula (nira mentah) dengan
penambahan air imbibisi. Proses ini menggunakan alat-alat berupa unigrator
digabung dengan 5 unit gilingan. Waktu penggilingan dilakukan secepat mungkin
untuk menekan kerusakan gula karena suasana asam. Ampas yang diperoleh
difungsikan sebagai bahan bakar di unit bagian ketel uap (pusat tenaga),
sedangkan nira mentah dikirim ke stasiun pemurnian. Untuk mencegah
kehilangan gula karena bakteri, dilakukan sanitasi di stasiun penggilingan.

3. Stasiun Pemurnian

Di dalam stasiun pemurnian menggunakan cara system sulfitasi. Nira


mentah yang ada di dalam penampungan nira ke dua ditimbang terlebih dahulu (5
ton), dipanaskan 70-75ºC, direaksikan dengan susu kapur dalam pipa ofrifice, dan
diberi gas SO2 dalam sulfurtower sampai pH 7,00 kemudian dipanaskan lagi
sampai suhu 100º-105ºC. Kotoran yang dihasilkan diendapkan dalam peti
pengendap (dorr clarifier) dan disaring menggunakan Rotary Vacuum Filter
(RVF, alat penapis hampa). Endapan padatnya (blotong) dipisahkan dan nira
jernihnya dikirim kestasiun penguapan.

14
4. Stasiun Penguapan

Di dalam stasiun penguapan nira yang keluar dari tahap pemurnian


masih air yang cukup tinggi. Maka air tersebut perlu diuap kan terlebih dahulu
untuk mempercepat proses kristalisasi di stasiun kristalisasi. Sistem yang
digunakan pada proses penguapan mengandung adalah system quadruple effect
yang disusun secara interchangeable agar dapat dibersihkan secara bergantian.
Hasil dari nira encer dengan padatan terlarut adalah 16% kemudian setelah
dinaikkan menjadi 64% disebut nira kental (berwarna gelap). Nira kental ini diberi
gas SO2 sebagai upaya bleaching/pemucatan. Setelah dilakukan bleaching, nira
siap dikirim kestasiun kristalisasi.

5. Stasiun Kristalisasi (Masakan)

Hasil dari stasiun penguapan adalah nira kental, tetapi harus diuapkan
lagi dalam pan kristalisasi sampai lewat jenuh dan timbul Kristal gula. Sistem
masakan yang dipakai yaitu A-C-D, gula A sebagai gula produk (SHS), gula C
dan D dipakai sebagai bibit (seed), dan sebagian lagi dilebur untuk dimasak lagi.
Suhu didihnya ± 65ºC sehingga sukrosa tidak rusak karena suhu tinggi . Hasil
masakan berupa campuran Kristal gula dan larutan (stroop). Sebelum dipisahkan
di stasiun pemutaran, gula terlebih dahulu didinginkan di dalam palung pendingin

(kultrog).

6. Stasiun Pemutaran (Centrifuge)

Stasiun pemutaran berfungsi untuk memisahkan campuran Kristal gula


dan stroop dengan menggunakan gaya centrifugal dengan alat tertentu.

15
1) Unit Bagian Penyelesaian

Didalam unit Dengan alat penyaring gula, gula SHS (produk) dari
puteran SHS dipisahkan antara gula halus dengan gula kasar. Sedangkan,
gula standar produk dikirim kegudang gula dan dikemas dalam karung
plastik (polipropoline). Gula yang sudah dikemas disimpan di dalam gudang
penyimpanan.

2) Unit Bagian Ketel Uap

Sebagai penghasil tenaga uap digunakan ketel pipa air sebanyak 5 unit
ketel lama dan 1 unit ketel baru. Uap yang dihasilkan dipakai untuk
menggerak kan alat-alat berat, memanaskan, dan menguapkan nira dalam
pan penguapan, serta untuk pembangkit tenaga listrik. Sebagai bahan bakar
digunakan ampas tebu dan ditambah dengan kayu bakar.

2.3 Proses Pengolahan Bahan Baku Menjadi Hasil Produksi

Pada musim giling dan suling, PG Madukismo memproses batang tanaman


tebu dengan beberapa tahapan proses hingga akhirnya didapatkan gula dengan
kualitas baik yang dikemas dan distribusikan ke pembeli. Dalam proses
pembuatan gula di PG Madukismo, terdapat 7 stasiun tahapan unit proses utama
yang dalam pembuatan gula Kristal putih Madukismo. Dalamnya juga terdapat 3
faktor utama teknik dasar seara kimia meliputi suhu, pH, dan waktu tinggal.
Proses kimia pada pembuatan gula berlaku searah (tidak reversible), sehingga
apabila terjadi kerusakkan produk tidak dapat diperbaiki lagi.

Stasiun proses umum produksi gula di pabrik gula Madukismo dibagi


menjadi 7 stasiun tahapan proses sebagai berikut:

1. Stasiun persiapan,
2. Stasiun gilingan,
3. Stasiun pemurnian,

16
4. Stasiun penguapan,
5. Stasiun masakan,
6. Stasiun putaran, dan
7. Stasiun penyelesaian.

2.2.1 Stasiun Persiapan

Pada stasiun persiapan, terdapat 3 maam timbangan untuk menimbang


batang tanaman tebu yang dating ke pabrik. Timbangan itu adalah timbangan
bruto, timbangan tara, dan timbangan lori. Timbangan bruto menimbang truk
yang dating dengan batang tanaman tebu, sedangkan timbangan tara digunakan
untung menimbang truk kosong setelah menurunkan batang tanaman tebu ke lori
di pabrik. Sehingga, massa batang tanaman tebu yang diturunkan ke pabrik dapat
dihitung sebagai massa timbangan bruto dikurangi massa timbangan tara. Batang
tanaman tebu yang dikirim ke pabrik dari perkebunan di daerah harus memiliki
Surat Perintah Angkat (SPA) sebelum diizinkan ditimbang ke dalam pabrik gula
Madukismo.

Batang tanaman tebu yang diturunkan dipabrik disimpan di dalam lori-lori.


Batang tanaman tebu yang sudah disusun di lori dimasukkan ke bagian
emplacement untuk antri masuk ke stasiun penggilingan (masuk ke rel lokomotif).
Sistem antri penggilingan batang tebu yang sudah di lori adalah first in first out
(FIFO) yang datang duluan ditimbang terlebih dahulu.

Timbangan bruto umumnya mampu menimbang 30 ton, namun massa


rata-rata truk yang dating dari daerah dan luar kota untuk ditimbang berkisar di
10-15 ton. Sedangkan timbangan tara umumnya mampu menimbang 20 ton.
Umumnya timbangan ini digunakan untuk menimbang truk kosong setelah
menaruh batang tanaman tebu pada lori. Massa truk kosong itu berkisar di 5-7 ton.
Timbangan lori, pada zaman sekarang sudah tidak digunakan karena sudah
banyak kendaraan truk. Pada zaman dahulu, kendaraan truk masih sangat jarang
ditemukan sehingga system penimbangan dilakukan menggunakan lori. Batang
tanaman tebu yang masuk kedalam pabrik diuji seara fisik dengan mengambil 10

17
batang tanaman tebu tersebut dan diambil bagian tengah batangnya untuk diuji
brix. Pada pengujian brix dapat diketahui mutu tanaman tebu yang masuk
kedalam pabrik. Cairan yang diambil dari batang tebu dianalisa kadar brix-nya
dengan alat hand refratometer. Kadar brix yang diinginkan seminim-minimnya
15º brix.

Tebu-tebu yang ditumpuk di cane – yard tidak boleh melebihi waktu 48


jam agar didapatkan tebu yang masih segar dengan kadar rendemen yang lebih
baik. Faktor lain yang dapat dihindari agar mengurangi kadar rendemen pada
batang tebu yang hilang adalah apabila sel-sel tebu mati karena dijemur dan ada
konteminasi dari mikroorganisme.

2.2.2 Stasiun Gilingan

Tebu yang sudah ditimbang dan disimpan pada cane – yard kemudian
diangkat menggunakan kereta tebu untuk dibawa ke stsiun gilingan. Pada stasiun
gilingan, batang-batang tebu yang sudah ditimbang melewati proses pemerahan
nira yang terkandung dalam batang tebu.

Batang-batang tebu yang di angkut menggunakan kereta angkut ke stasiun


gilingan dipindahkan ke meja tebu dengan menggunakan crane dan dipindahkan
menggunakan cane carrier untuk dimasukkan ke dalam unit unigrator. Unit
unigrator merupakan alat yang digunakan untuk memotong dan mencacah batang-
batang tebu menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Batang tebu dengan
ukuran yang lebih kecil akan lebih mudah untuk diperah kandungan niranya
sehingga memaksimalkan proses eksraksi nira. Pencacahan batang tebu juga
dilakukan agar sel-sel pada batang tebu menjadi terbuka dan lebih besar sehingga
kontak antara air imbibisi dan kandungan nira akan semakin mudah. Hasil
keluaran dari unit unigrator berupa serabut-serabut dengan ukuran sedang.

Serabut-serabut tebu keluaran unit unigrator kemudian diangkut


menggunakan belt conveyer untuk dibawa ke alat-alat gilingan. Pada stasiun

18
gilingan PG Madukismo, terdapat 5 alt gilingan yang dirangkai seri dan berfungsi
untuk memerah kandungan. Gilingan terdiri dari rol atas, rol muka dan rol
belakang, dimana rol atas bergerak berlawanan dengan rol yang berada
dibawahnya. Gerakan ini menyebabkan batang tebu tertarik dan bergerak melalui
rol-rol pada mesin penggiling. Cacahan batang tebu keluaran unit unigrator ini
masuk ke mesin gilingan I dimana pada gilingan I dihasilkan ampas gilingan I dan
nira I. Ampas I akan dicampur dengan nira gilingan III dan gilingan pada gilingan
II, sedangkan nira I akan ditampung dalam tangki penampungan nira. Gilingan II
akan menghasilkan ampas gilingan II dan nira II. Ampas gilingan II akan
dicampurkan dengan nira gilingan IV dan digiling pada gilingan III, sedangkan
nira II akan ditampung bersama nira I dalam tangki penampungan nira. Gilingan
III akan menghasilkan ampas gilingan III dan nira III. Ampas gilingan III akan
dicampur dengan air imbibisi dan nira gilingan V kemudian digiling pada gilingan
IV, sedangkan nira III akan dialirkan ke keluaran gilingan I dan bercampur
dengan ampas gilingan I. Gilingan IV akan menghasilkan ampas gilingan IV dan
nira IV. Ampas gilingan IV dicampur dengan air imbibisi kemudian digiling pada
gilingan V, sedangkan nira IV akan dialirkan ke keluaran gilingan II dan
bercampur dengan ampas gilingan II. Gilingan V menghasilkaan ampas gilingan
V dan nira V. Ampas gilingan V akan digunakan sebagai bahan bakar pada boiler,
sedangkan nira V dialirkan ke keluaran gilingan IV dan bercampur dengan ampas
gilingan III. Nira keluaran dari tiap gilingan akan selalu melewati talang goyong
agar ampas yang masih terikut dapat dipisahkan sehingga dapat digiling lebih
lanjut. Nira hasil gilingan I dan gilingan II kemudian dialirkan menuju ke bak
penampungan , yang kemudian dipompa ke door clone. Door clone sendiri
digunakan untuk mendapatkan nira mentah yang lebih murni. Kemudian nira
mentah dipompa lagi menuju DSM Screen yang terletak dekat gilingan III bagian
atas dengan tujuan untuk memisahkan nira bersih dan kotoran halus. Nira bersih
ini kemudian ditampung dalam bak penampungan.

Pada mesin gilingan IV dan gilingan V, digunakan air imbibisi yang


ditambahkan sebagai pelarut yang bertujuan untuk melarutkan kandungan nira

19
pada batang tebu sehingga dapat memaksimalkan proses ekstraksi nira. Air
imbibisi juga bertujuan untuk mengurangi kehilangan nira dalam batang tebu
akibat ketidakmaksaksimalkan proses pemerahan batang tebu dari unit gilingan.
Proses penambahan air imbibisi pada PG Madukismo menggunakan sistem
imbibisi majemuk, dimana air dan nira yang konsentransinya lebih rendah
ditambahkan ke ampas yang kandungan gulanya lebih tinggi. Air imbibisi yang
digunakan mempunyai suhu dengan rentang 60-70ºC yang merupakan suhu
optimum untuk mengekstrak nira dari ampas. Suhu yang digunakan tidak boleh
terlalu tinggi karena suhu yang terlalu tinggi akan melarutkan komponen-
komponen seperti pepsin dan lilin dari bagian tebu. Apabila peptin dan lilin ini
terlarut dalam nira, maka akan sulit untuk dipisahkan dari nira pada proses
pemurnian. Air imbibisi yang ditimbahkan tidak boleh terlalu banyak karena
pemberian air imbibisi yang berlebihan akan mengakibatkan sukrosa terhidrolisis.
Selain itu, penambahan air imbibisi yang terlalu banyak juga akan mengakibatkan
kerja stasiun penguapan semakin berat dan menjadi tidak efisien.

Proses penggilingan harus dilakukan dengan waktu singakat karena nira


mentah dengan kandungan air imbibisi mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme. Alat-alat yang digunakan pada proses penggilingan juga terbuat
dari tembaga karena mikroorganisme tidak dapat hidup pada tembaga, dan alat-
alat yang digunakan dosemprot dengan uap panas. Uap panas digunakan untuk
mensterilkan dan membersihkan alat-alat yang digunakan agar nira mentah tidak
terkontaminasi.

2.2.3 Stasiun Pemurnian

Stasiun pemurnian merupakan stasiun lanjutan dari stasiun gilingan


dimana nira mentah stasiun gilingan diproses lebih lanjut. Pada stasiun
permurnian, komponen-komponen yang tidak diperlukan selain sukrosa
dihilangkan sehingga nira mentah mengandung gula yang maksimum. Nira
mentah keluaran stasiun gilingan mengandung komponen-komponen yang tidak

20
diinginkan seperti air, asam organik, protein, lilin, peptin, bahan anorganik dan
pasir dari batang tebu. Kandungan gula reduksi monosakarida perlu dipisahkan
agar diperoleh nira mentah dengan senyawa sukrosa yang tinggi kemurniannya.
Pada PG Madukismo, digunakan proses pemurnian dengan sistem sulfitasi alkalis
kontinu dengan beberapa tahapan pemurnian, yaitu:

a. Penyaringan Nira Mentah

Nira mentah keluaran stasiun gilingan masih mengandung kotoran-


kotoran fraksi berat seperti pasir dan tanah yang ikut bersama nira dengan cara
memompa nira ke dalam door clone. Door Clone merupakan alat yang bekerja
dengan gaya sentrifugal, dimana nira mentah masuk ke bagian atas silinder
secara tangensial dengan kecepatan tinggi. Pada door clone terdapat pusaran
ganda yaitu pusaran yang mengarah ke bawah di sekitar dinding dan pusaran
yang mengaruh ke atas di pusat door clone. Nira berat yang mengandung
pasir dan tanah akan turun dan nira ringan akan naik ke atas. Nira berat yang
mengandung pasir dan tanah akan turun kebawah menuju bak penampungan
kemudian disaring dan dipisahkan secara manual. Nira hasil penyaringan ini
akan dipompa kembali ke bak nira mentah. Nira ringan yang sudah terpisah
dari pasir dan tanah akan naik ke atas door clone akan keluar dan masuk ke
dalam DSM screen (bak RWS I). DSM screen merupakan alat yang
digunakan untuk memisahkan nira dari ampasnya. Nira hasil penyaringan
ditampung pada wadah yaitu bak nira mentah kemudian di pompo menuju
timbangan nira mentah (boulogne).

b. Penimbangan Nira Mentah

Nira mentah yang sudah disaring kemudian ditimbang pada timbangan


Boulogne yang mampu menimbang nira mentah hingga 5 ton nira yang masuk
ke timbangan. Tujuan penimbangan adalah untuk mengetahui jumlah nira
yang masuk dari stasiun gilingan tiap jam nya dan memudahkan penyelesaian
jumlah bahan lain yang ditambahkan. Setelah ditimbang, nira mentah ini
kemudian dialirkan ke bak nira mentah (bak RWS II) dan ditambahkan larutan

21
asam fosfat (H2PO4) dengan konsentrasi 85% secara kontinu, dengan laju alir
massa kira-kira sebesar 37.5 kg / 4 jam. Tujuan penambahan asam fosfat
adalah untuk memperepat proses pengendapan senyawa pengotor pada nira
dengan cara membentuk endapan penambahan asam fosfat juga menyebabkan
perubahan nilai pH menjadi 6-6.5. Reaksi kimia yang terjadi pada
penambahan asam fosfat adalah.

H2PO4 H+ + H2PO4-

H2PO4 H+ + HPO42-

HPO42- H+ + PO43-

Ion PO43- ini kemudian akan berikatan dengan ion Ca2+ dan membentuk
Ca3(PO4)2 pada proses defekasi.

c. Pemanasan Pendahuluan (Voorwarmen I)

Nira mentah yang sudah ditambahkan asam fosfat pada bak RWS II
kemudian dipompa dan dialirkan menuju Voorwater I yang juga dikenal
sebagai juice heater. Prinsip pemanasan pada juice heater ini berjalan seperti
alat heat exchanger dimana terdapat pipa-pipa didalam juice heater. Dalam
juice heater ini, nira akan bersirkulasi naik turun dalam pipa berulang kali.
Pada Voorwater I, nira mentah dipanaskan hingga mencapai 65º - 75ºC.
Tujuan dari pemanasan dengan rentang suhu 65º – 75ºC ini adalah:

1. Mempercepat proses koagulasi koloid (pengendapan) garam Ca3(PO4)2


yang terbentuk pada proses selanjutnya.
2. Membunuh mikroorganisme, khusus nya bakteri yang dapat merusak
sukrosa dengan menghasilkan enzim pengiversi sukrosa.
3. Menekan kerusakan senyawa sukrosa akibat inversi senyawa sukrosa yang
disebabkan oleh pemanasan dengan suhu tinggi. Proses inversi senyawa
sukrosa merupakan proses dimana sukrosa yang dilarutkan dalam air dan
dipanaskan akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula
invert.

22
d. Defekasi

Proses defekasi adalah proses reaksi antara susu kapur Ca(OH)2 yang
diberikan dengan komponen nira terutama fosfat dalam pembentukan garam
Ca3(PO4)2. Proses defekasi ini berlangsung di dalam sebuah reaktor yang
disebut defekator. Pada pabrik ini, nira mentah yang sudah dipanaskan pada
Voorwater I dialirkan menuju kalkdoozer apparat, yang terdapat dua sekat
yang memisahkan antara nira mentah dan susu kapur. Alat ini berfungsi untuk
mengatur aliran susu kapur seara otomatis ke defecator I dan defecator II
sesuai dengan aliran nira mentah yang masuk. Tujuan penambahan susu kapur
adalah untuk mengantur kadar pH pada nira mentah dan membentuk endapan
garam Ca3(PO4)2. Endapan ini memiliki kemampuan untuk mengabsorsi
senyawa pengotor lain sehingga membentuk endapan yang ukurannya lebih
besar. Pada PG Madukismo, susu kapur yang digunakan dibuat dari batuan
kapur yang dicampur dengan air pada sub-unit stasiun pemurnian. Reaksi yang
terjadi adalah CaO + H2O Ca(OH)2.

Nira mentah kemudian dipompa dan dialirkan dari kalkdoozer apparat menuju
alat defecator I. Pada defecator I, terjadi reaksi seperti berikut:

Ca(OH)2 Ca2+ + 2OH-

H3PO 3H+ + PO43-

Ca2+ + PO43- Ca3(PO4)2

Pada defecator I, penambahan susu kapur pada nira mentah akan


menaikkan pH nira mentah menjadi sekitar 7 – 7.2. defecator I ini memiliki
waktu tinggal 2.5 – 3 menit, dimana waktu tinggal yang lama akan
mengakibatkan terdekomposisinya senyawa gula reduksi dalam nira mentah.
Terdekomposisinya gula reduksi dapat dilihat dari meningkatnya intensitas
warna pada nira mentah menjadi kecoklatan (lebih gelap). Endapan garam
fosfat (Ca3(PO4)2) juga terbentuk dan analisis sampelnya dengan
menggunakan Brom Thymol Blue (BTB). Penambahan BTB menunjukkan

23
warna biru kehijauan yang menunjukkan pH berkisar di angka 7. Alat
defecator I juga dilengkapi dengan pengaduk yang bertujuan agar campuran
antara nira mentah dan susu kapur lebih cepat menjadi homogen. Selain itu,
pengaduk pada defecator I juga dapat mempercepat reaksi pembentukan
endapan garam fosfat.

Nira mentah dari defecator I kemudian dilalirkan menuju defecator II


dimana nira mentah ditambahkan susu kapur untuk kedua kalinya.
Penambahan susu kaour yang kedua kalinya akan menyebabkan pH nira
mentah naik menjadi 9 – 9.5, dimana gumpulan garam fosfat akan menjadi
lebih banyak. Waktu tinggal pada defecator II menjadi lebih kecil, yaitu
hanya selama 25 – 45 detik. Waktu yang singkat ini dilakukan agar senyawa
gula reduksi tidak terdekomposisi. Gula reduksi pada defecator II ini lebih
murni sehingga lebih mudah untuk terhidrolisis menjadi asam organik yang
kemudian akan menyebabkan nira mentah menjadi berwarna oklat gelap.
Sampel nira pada defecator II diambil secara berkala dan diuji menggnakan
indicator phenolphthalein (PP), dimana sampel nira akan berubah menjadi
merah. Warna merah ini mengindikasikan bahwa pH nira pada defecator II
telah mencapai tentang 9 – 9.5.

e. Proses Sulfitasi (Sulfitasi Alkalis)

Proses pemurnian pada PG Madukismo berlangsung menggunakan


proses sulfitasi alkalis dimana gas SO2 dialirkan ke dalam nira mentah untuk
meminimalisir peningkatan kadar kapur yang terjadi dalam proses defecator
dengan ara menetralkan kadar pH nira mentah. Pada proses ini, akan terjadi
reaksi antara kandungan kapur pada nira mentah dengan gas SO2 yang
membentuk gumpalan endapan besar berupa CaSO3. Proses ini dilakukan di
bejana sulfitir nira mentah. Gas SO2 diperoleh dari hasil pembakaran belerang
yang lebih disublimasi dalam bejana sublimator rawsap menjadi gas SO2.

Nira encer dialiri 10 – 12 % gas SO2 sebanyak 15 kali sirkulasi dalam


bejana yang bertekanan 2.4 – 3 kg/cm2. Gas SO2 bereaksi dengan kadar kapur

24
pada nira mentah dan membentuk endapan garam CaSO3 yang dapat
membentuk inti endapan dan memperbanyak terbentuknya endapan sehingga
endapan yang diperoleh akan semakin besar. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut:

Ca(OH)2 Ca2+ + 2OH-

SO2 + H2O H2SO3

H2SO3 2H+ + SO32-

Ca2+ + SO32- CaSO3

Ca(OH)2 + H2SO3 CaSO3 (endapan) + 2H2O

Pembentukan endapan garam CaSO3 akan menyebabkan pH nira turun


menjadi 7.2. sampel nira dari proses sulfitasi ini diuji menggunakan indicator
Phenol Alpha Naphto (PAN) atau BTB, dimana akan terdapat perubahan
warna menjadi warna oklat yang menunjukkan penurunan kadar pH. Kadar pH
perlu diturunkan untuk mengurangi terbentuknya gula reduksi. Selain untuk
menurunkan kadar p, gas SO2 juga digunakan sebagai agen pemutih
(bleahing) pada nira sehingga warna Kristal yang terbentuk akan menjadi
lebih putih.

Nira mentah yang sudah melewati tahap sulfitir kemudian ditampung


dalam bak sulfitir RWS dan dipompa masuk ke dalam Voorwarmer II untuk
dipanaskan hingga mancapai 95-100ºC. Pada pemanasan kedua ini, reaksi
sulfitasi disempurnakan dengan mengusir gas-gas dalam nira ener agar
endapan CaSO3 bisa cepat mengendap. Pemanasan kedua ini juga mengubah
fas komponen-komponen pengotor dalam nira encer menjadi fasa gas
sehingga komponen-komponen tersebut akan lebih mudah dipisahkan dalam
flash drum. Selain itu, pemanasan kedua bertujuan untuk mematikan
mikroorganisme dalam nira mentah.

25
Nira mentah keluaran Voorwarmer II yang bersuhu 95- 100ºC
dimasukkan ke dalam expandeur. Gerakan nira yang berputar dengan gaya
sentrifugal akan memungkinkan gas-gas terdorong keluar dari nira sehingga
gangguan proses pengendapan karena gas-gas dalam nira dapat dihindarkan.

f. Pengendapan Nira Hasil Sulfitasi

Proses pengendapan ini bertujuan untuk mengendap kotor-kotoran yang


menggumpal selama proses sulfitasi. Proses ini dilakukan dalam unit Door
Clarifer dimana senyawa flokulan ditambahkan untuk membantu proses
pengendapan dengan cara mengumpulkan flok-flok kecil. Flok-flok kecil ini
akan menjadi satu dan membentuk flok yang lebih besar dan lebih berat
sehingga mempercepat flok turun ke dasar Door Clarifier. Door Clarifier
sendiri adalah sebuah bejana pengendapan yang bekerja secara kontinu yang
terdiri dari empat buah tray. Bejana ini berbentuk bejana vertical yang
umumnya memiliki ketinggian 8 – 12 m dengan diameter 5 – 6 m. Nira akan
masuk mengisi tray paling atas terlebih dahulu kemudian mengisi tray
bawahnya. Di tengah-tengah tray, terdapat sumbu yang berputar lambat (tiap
putaran 6 menit) dan pada sumbu dipasang alat pengaduk untuk menyapu
endapan pada tiap pengendapan. Untuk mempercepat proses pengendapan dan
penggumpalan kotoran-kotoran, flokulan ditambahkan pada nira encer
sebelum masuk ke dalam Door Clarifier. Tujuan penambahan flokulan untuk
menyatukan flok-flok yang berukuran kecil agar membentuk flok berukuran
besar sehingga dapat mempercepat pengendapan kotoran nira dalam Door
Clarifier. Jenis flokulan yang digunakan pada PG Madukismo adalah
superflco dengan konsentrasi kurang lebih 3 ppm. Nira kemudian diampur
dengan flokulan lalu dialirkan menuju snow balling sebelum masuk ke Door
Clarifier. Pada snow balling, aliran nira mentah diubah dari aliran turbulen
menjadi aliran laminar. Selain itu, proses pengendapan juga akan menjadi
lebih cepat karena flokulan dapat tercampur secara homogen.

26
Nira mentah menghabiskan waktu kira-kira sekitar 2.5 hingga 3 jam di
dalam Door Clarifier. Nira keluaran Door Clarifier merupakan nira jernih
yang kemudian disaring menggunakan DSM Screen II . Pada DSM Screen II,
Nira jernih dipisahkan dengan kotoran sisa yang masih terdapat dalam nira.
Setelah itu, nira jernih dipompa ke dalam bak dunsap. Nira jernih yang telah
dimurnikan ini memiliki pH 6.8 – 7 dan suhu sekitar 95 - 98ºC. Harga pH ini
dilihat menggunakan sampel dari bak dunsap yang diuji menggunakan
indicator BTB dimana sampel berubah menjadi hijau tua. Nira jernih
kemudian di pompa menuju juice heater III, dimana nira jernih dipanaskan
hingga mencapai suhu 110ºC. Pada juice heater III, nira jernih berampur
dengan nira hasil keluaran rotary vacum filter. Tujuan pemanasan dalam juice
heater III ini adalah sebagai tahap persiapan memasuki stasiun penguapan
agar suhu nira jernih mendekati suhu steam. Hal ini bertjuan untuk
meringankan dan mempercepat proses penguapan pada unit evaporasi.

Nira kotor yang dihasilkan dari masing-masing tray pada Door Clarifier
dipompa keluar menuju alat rotary vacum filter, dimana nira kotor dipisahkan
dari kotoran-kotoran yang tersisa seperti ampas tebu. Rotary vacum filter
merupakan sebuah alat yang berputar pada sumbu horizontal yang digunakan
untuk menyaring nira kotor dengan memanfaatkan perbedaan tekanan. Nira
kotor mula-mula masuk ke bagian dalam rotary vacum filter yang bertekanan
rendah dimana nira kotor melewati pori-pori yang memisahkan nira dengan
kotoran padat dan ampas tebu. Pori-pori ini terhubungkan dengan lapisan
terluar rotary vacum filter. Pada penapisan pertama, terbentuk nira dengan
hasil filtrasi yang buruk yang disebut sebagai cloudy filtrate. Cloudy filtrate
ini kemudian dipompa keluar menuju bak penampungan untuk dipompa
kembali ke dalam rotary vacum filter.

Pada pori-pori ini akan terbentuk lapisan blotong atau ampas tebu
kemudian terhubungkan dengan bagian yang bertekanan tinggi. Lapisan
blotong yang terbentuk pada pori-pori ini juga berperanan sebagai
saranapenyaring untuk menyaring nira kotor selanjutnya. Nira tapis akan

27
semakin terhisap sehingga kamdungan air dalam blotong akan berkurang dan
blotong yang terbentuk akan menjadi lebih padat. Pada daerah bertekanan
tinggi, ditambahkan air panas bertekanan agar proses penyerapan nira yang
terjadi berlangsung lebih baik. Nira tapis yang masuk ke dalam silinder rotary
vacum filter selanjutnya dipompa dan dicampurkan dengan nira jernih yang
akan dipanaskan dalam juice heater III.

Lapisan blotong yang terbentuk ini kemudian melewati bgian bebas


hampa, dimana ketebalan blotong dapat mencapai 0.5 – 1 cm. Blotong ini
nantiknya diambil oleh scrapper dan jatuh ke dalam penampungan blotong.
Blotong ini kemudian dingkut dan disimpan pada TPA blotong dimana limbah
blotong ini akan diserahkan oleh pihak kedua untuk dimanfaatkan sebagai
pupuk organic pada tanamab tebu.

2.2.4 Stasiun Penguapan

Nira keluaran stasiun pemurnian pada umumnya mempunyai nilai


kekentalan sekitar 12 – 15 brix atau memiliki kandungan 85% air. Brix
merupakan suatu fraksi massa nira dalam nira mentah. Pada stasiun penguapan
ini, kandungan air pada nira mintah dihilangkan dengan cara penguapan
sehingga nira keluaran stasiun penguapan mempunyai kekentalan antara 60 –
65 brix. Pada stasiun penguapan ini, terjadi perubahan fasa yaitu kandungan
air dalam nira berubah menjadi fasa uap akibat dari panas yang diberikan oleh
uap masukan stasiun evaporator. Tujuan proses penguapan ini adalah agar
proses pemasakan dan proses kristalisasi berjalan cepat dan efektif.

Pada stasiun penguapan PG Madukismo, proses bejalan secara kontinu


dengan menggunakan multiple effect evaporator agar efisiensi kerja
evaporator menjadi lebih tinggi. Jenis multiple effect yang digunakan adalah
quadruple effect dimana digunakan 4 buah evaporator yang dirangkai secara
seri agar dapat menghemat steam pemanas yang digunakan pada stasiun
penguapan. Pada stasiun ini, terdapat 5 buah evaporator tetapi hanya 4 buah
saja yang dijalankan, dimana 1 evaporator sisanya digunakan sebagai

28
cadangan apabila salah satu dari 4 evaporator perlu dibersihkan atau
diperbaiki. Rangkaian evaporator yang disusun secara seri ini memanfaatkan
perbedaan tekanan operasi yang diturunkan secara bertahap setiap evaporator
nya. Tujuan penurunan tekanan tiap evaporator adalah untuk menurunkan titik
didih dari nira karena tiap nira yang keluar dari evaporator memiliki
konsentrasi yang lebih tinggi sehingga titik didih menigkat. Maka setiap
masuk evaporator berikutknya titik didih nira perlu diturunkan agar konsumsi
steam pemanas tidak mengalami pemborosan. Selain itu, penggunaan suhu
tinggi dapat merusak sukrosa pada nira mentah.

Stasiun penguapan menggunakan sumber pemanas berupa uap panas


yang dihasilkan dari stasiun ketel. Uap jenuh dengan rentang tekanan 0.6 – 0.9
kg/m2 masuk ke evaporator I bersamaan dengan nira mentah keluaran stasiun
pemurnian. Nira mentah ini akan dipanaskan dengan uap jenuh tersebut dan
menghasilkan kondensat I, uap nira I, dan nira I. Nira I akan masuk ke
evaporator II, sedangkan uap nira I digunakan untuk memanaskan nira I di
evaporator II. Keluaran evaporator II berupa kondensat II, uap nira II, dan nira
II. Nira IImasuk ke evaporator III, sedangkan up nira II digunakan untuk
memanaskan nira II di evaporator III. Keluaran evaporator III berupa
konsensat III, uap nira III, dan nira III. Nira III masuk ke evaporator IV,
sedangkan uap nira III digunakan untuk memanaskan nira III di evaporator IV.
Keluaran evaporator IV berupa kondensat IV, uap nira IV, dan nira kental
yang sudah mengandung sedikit air. Perpindahan nira dai evaporator I hingga
ke evaporator IV tidak menggunakan bantua pompa , hanya memanfaatkan
beda tekanan yang semakin vakum, dimana tekanan pda evaporator IV
mencapai 60cmHg. Selain untuk menggerakkan nira, tekanan pada tiap
evaporator harus semakin rendah.

2.2.5 Stasiun Masakkan dan Putaran

29
Pada stasiun ini dibuatlah Kristal-kristal gula putih yang dimasak di
beberapa rangkaian pan masakkan. Terdapat tiga macam pan masakkan di stasiun
ini, yaitu pan masakkan A, pan masakkan C, dan masakkan D. Mula-mulanya,
nira kental yang berasal dari stasiun penguapan dialurkan menuju stasiun
masakkan ini. Nira-nira kental tersebut masih belum sepenuhnya kering, karena
masih mengandung kira-kira 40% air. Sehingga pada awal tahap stasiun
pemasakkann nira-nira kental tersebut diuapkan kembali.

Tujuan stasiun ini adalah memasak nira kental menajadi gula Kristal
putih yang memenuhi standar pabrik dengan kehilangan gula yang serendah-
rendahnya. Tentu saja dengan juga diperhitungkan faktor ekonomis dan dengan
waktu produksi yang sesingkat-singkatnya. Di pabrik gula madukismo, proses
tahapan pemasakkan dilangsungkan dalam kondisi vakum dan secara bertahap.
Proses dilangsungkan secara vakum agar pada saat penumbuhan Kristal gula dari
nira kental, Kristal-kristal sukrosa yang terkandung didalamnya dapat bertumbuh
dengan baik dan merata. Stasiun masakkan A menghasilkan produk gula dengan
kualitas yang cukup baik (Hi-grade), sedangkan stasiun masakkan C dan D
merupakan penghasil gula yang lebih rendah kualitasnya (down-grade). Di dalam
pan-pan masakkan, gula yang masih bercampur dengan sirup (massecuite)
dimasak dalam 12 tahapan masakkan.

Pan 1 dan 2, merupakan pan masakkan yang lebih kecil yang digunakan
untuk menumbuhkan bibit Kristal pertama kali. Pan 1 dan pan 2 ini merupakan
pan masakkan A. Pan masakkan 3 – 7 merupakan pan yang lebh besar untuk
mengembangkan bibit Kristal yang sudah terbentuk di pan masakkan A. pan 3-7
ini merupakan pan masakkan. Sedangkan untuk proses pemasakkan selanjutnya
dilakukan di pan 8-12 untuk pan masakkan D.

1. Masakkan A

Masukkan stasiun masakkan pan A adalah nira kental dari stasiun


penguapan (evaporator), klare SHS, gula leburan, gula C, dan larutan gula D2.

30
Gula C dan larutan gula D2 merupakan bibit Kristal yang ditambahkan di awal
agar memperepat pembentukan dan pembesaran ini Kristal (tempat melekatnya
sukrosa yang ada di dalam nira kental). Gula C dan larutan gula D2 didapat dari
hasil produksi sebelumnya. Proses pemasakkan di pan masakkan A berlangsung
secara bertahap dan vakum. Cara menguji hasil Kristal pan masakkan A adalah
dengan mengoleskan hasil masakkan A pada sebuah kepingan kaca dan diamati
jarak antar Kristal dan ukuran Kristal diinginkan seragam. Apabila hasil masakkan
pan A sudah memenuhi standar Kristal yang diinginkan, maka dimasukkan ke
dalam palung penampungan untuk selanjutnya memasuki tahap pemutaran.

Apabila hasil Kristal masakkan A tidak sesuai dengan standar yang ada,
maka ditambahkan zat paranoid yang dapat menurunkan tegangan permukaan
dan dapat membuat masakkan menjadi encer kembali. Laritan encer ini kemudian
dapat dimasak kembali sampai menghasilkan standar Kristal yang diinginkan.
Hasil keluaran pan A ini diputar dan menghasilkan stroop A yang kemudian
dimasukkan sebagai umpan masakkan C. Gula A yang terbentuk diputar sekali
lagi diputaran SHS sehingga menghasilkan gula SHS (produk GKP Madukismo).
Gula SHS ini lah yang selanjutnya menuju stasiun penyelesaian untuk di
screening, ditimbang, dan dikemas.

2. Masakkan C

Umpan masukkan pan masakkan C merupakan hasil dari masakkan A,


yaitu stroop A. Ditambahkan juga nira kental dan gula D2. Nira kental yang
diumpankan kedalam pan masakkan C ini dimasak hingga lewat jenih dan
ditunggu hingga didapatkan Kristal halus. Setelah Kristal halus terbentuk,
ditambahkan stroop A dan dibiarkan hingga didapatkan Kristal membesar sampai
menapai ukuran standar yang diinginkan (0.5-0.6 mm). Setelah Kristal yang
memenuhi standar didapat, Kristal-kristal tersebut diturunkan ke palung dan
kemudian diputar pada putaran C. Hasil puataran C didapati stroop C yang

31
digunakan untuk pan masukkan D dan gula C yang digunakan untuk masakkan
pan A.

3. Masakkan D

Pada pan masukkan D, diumpankan nira kental, klare D (hasil produksi


sebelumnya), stroop C (hasil putaran C). sama seperti sebelumnya, nira kental
dimasak hingga lewat jenuh dan terbentuk Kristal halus baru kemudian
ditambahkan stroop C. setelah penambahan stroop C, pemanasan dilakukan
kembali hingga didapatkan Kristal yang diinginkan. Setelah ukuran Kristal yang
memenuhu standar tercapai, hasil masakkan pan D diturunkan ke palung dan
kemudian masuk stasiun putaran D.

Pada stasiun putaran D didapati tetes yang akan diteruskan ke pabrik


spiritus untuk dioleh lebih lanjut dan juga gula D. Gula D ini kemudian diputar
kembali di putaran D2 hingga didapatkan gula D2 dan klare D. Sedangkan gula
D2 dilewatkan ke mixer yang dicampur dengan air tambahan agar didapati larutan
gula D2. Larutan gula D2 ini yang digunakan kembali sebagai umpan masuk pan
A.

2.2.6 Stasiun Penyelesaian

Pada stasiun ini, gula hasil keluaran stasiun masakkan dan putaran
diproses kembali. Gula tersebut sudah terbentuk Kristal-kristal gula namun masih
basah. Sehingga perlu dikeringkan lagi dan di cek ukurannya melalui beberapa
tahap penyaringan dan pemisahan. Setelah melewati tahap pengeringan dan
penyeleksian tersebut, gula yang sudah sesuai dikemas dan disimpan didalam
gudang penyimpanan. Gula yang tidak sesuai alan di lebur dan kembali hingga
hasil Kristal gula memenuhi standar uuran yang diinginkan.

32
2.2.7 Penyaringan dan pemisahan

Gula hasil keluaran putaran SHS (di pan masakkan A) merupakan gula
SHS dengan standar hi-grade produksi PG Madukismo. Gula SHS ini harus
dikeringkan kembali Karena kondisi gula masih lembab. Gula yang lembab akan
sulit disimpan karena mudah rusak. Gula yang disimpan di gudang merupakan
gula yang sudah kering.

2.2.8 Penimbangan dan pengemasan

Pada tahap ini, gula SHS yang telah kering dan melewati serangkaian
proses ditimbang secara otomatis di dalam silo. Timbangan didalam silo
menimbang untuk khusus 50kg. gula yang telah ditimbang hasil keluaran silo
dikemas dengan karumg dan di cek ulang oleh pekerja. Apabila gula tidak tepat
50kg, kurang atau lebih nya dari 50kg di atur ulang oleh para pekerja tersebut
hingga pas 1 karung berisi 50kg. Karung-karung gula yang sudah dijamin isinya
pas 50kg di seal dengan cara dijahit dan kemudian disimpan di dalam gudang
dengan cara di tumpuk. Ada pula ukuran lain yang disediakan di pabrik gula
madukismo, antara lain ukuran 1 kg dan 0.5 kg. Pada pengemasan ukuran 1 dan
0.5 kg, digunakan alat bantu mesin Filvo Vertical Fill and Seal Machine with
Double Head Weighing System dan kemasan plastic jenis OPP.

Proses penyimpanan dan penyusunan karung-karung gula di dalam gedung


haruslah memenuhi syarat penyimpanan yang ditetapkan oleh PG Madukismo.
Alasannya adalah agar gula dapat disimpan lama dan tidak cepat rusak. PG
Madukismo memiliki gudang penyimpanan gula dengan kapasitas 15.000 ton.
Berikut adalah standar penyimpanan di Pabrik Gula Madukismo:

a. Gudang tidak boleh berada dalam keadaan lembab


Agar menjaga gudang tetap kering, pada malam hari kondisi pencahayaan
gudang gudang diberi penerangan lampu neon. Pada siang hari penerangan
diterangi oleh sinar matahari langsung yang masuk melalui jendela atap
(beberapa atap gudang terbuat dari jendela kaca). Dengan cara tersebut, gula
di PG Madukismo dapat terjaga agar tetap kering.

33
b. Adanya jarak antar tumpukan gula dengan dinding
Tumpukkan karung gula dengan dinding tidak boleh terlalu dekat apalagi
menempel, karena dinding dapat mempengaruhi suhu karung-karung gula
yang disimpan didalam karung. Sehingga dibuatlah aturan tumpukan kemasan
karung gula diberi jarak sejauh 1.5 m dari dinding gudang.
c. Tinggi maksimum tumpukan karung
Karung-karung gula di gudang PG Madukismo hanya boleh ditumpuk
setinggi 50 karung saja dan diusahakan juga tumpukkannya serapat mungkin.
Terdapat sebuah alat bantu untuk menumpukkan karung-karung gula tersebut
yang disebut crane dengan kapasitas angkut 1 ton.
d. Dasar tumpukan gula tidak langsung menyentuh lantai
Lantai pada gudang penyimpanan diberi alas berlapis-lapis agar suhu karung
gula tidak terpengaruh oleh suhu lantai. Gudang PG Madukismo memiliki 5
jenis lapisan, yaitu:
 Lapisan terbawah dicor beton
 Lapisan kedua diaspal agar air tidak terserap
 Lapisan ketiga merupakan pasir yang telah disangrai (digoreng
tanpa minyak) dengan ketinggian 20 cm dan berfungsi untuk
mengurangi kelembapan
 Lapisan keempat adalah selembar anyaman bambu untuk menahan
karung diatasnya
 Lapisan teratas, atau lapisan terakhir sebelum karung gula disusun
adalah lapisan karung goni.

34
BAB III

TUGAS KHUSUS

3.1 Pengertian Evaporator

Evaporator merupakan suatu alat yang memiliki fungsi untuk mengubah


keseluruhan atau sebagian suatu pelarut dari sebuah larutan berbentuk cair
menjadi uap sehingga hanya menyisakan larutan yang lebih padat atau kental,
proses yang terjadi di dalam evaporator disebut dengan evaporasi. Pada dunia
industri, manfaat dari alat ini ialah untuk pengentalan awal cairan sebelum diolah
lebih lanjut, pengurangan volume cairan dan untuk menurunkan aktivitas air.
Evaporator memiliki dua prinsip dasar yaitu untuk menukar panas dan untuk
memisahkan uap air yang terlarut dalam cairan. Pada umumnya evaporator terdiri
dari tiga bagian yaitu:

 Tempat penukar panas


 Bagian evaporasi (tempat dimana liquid mendidih lalu menguap)
 Bagian pemisah untuk memisahkan uap dari cairan

Hasil dari evaporator berupa padatan atau larutan yang berkonsentrasi dan larutan
yang telah dievaporasi biasanya terdiri dari beberapa komponen volatil (mudah
menguap).

3.2 Prinsip Kerja Evaporator

35
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, evaporator merupakan alat
untuk menegevaporasi larutan sehingga prinsip kerjanya merupakan cara kerja
dari evaporasi itu sendiri. Cara kerjanya ialah dengan menambahkan kalor atau
panas yang bertujuan untuk memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat pelarut
yang memiliki titik didih yang rendah dengan pelarut yang memiliki titik didih
yang tinggi sehingga pelarut yang memiliki titik didih yang rendah akan menguap
dan hanya menyisahkan larutan yang lebih pekat dan memiliki konsentrasi yang
tinggi. Proses evaporasi memiliki ketentuan, yaitu:

 Pemekatan larutan didasarkan pada perbedaan titik didih antar zat-zatnya.


 Titik didih cairan dipengaruhi oleh tekanan.
 Dijalankan pada suhu yang lebih rendah dari titik didih normal.
 Titik didih cairan yang mengandung zat yang tidak menguap akn
tergantung tekanan dan kadar zat tersebut.

Beda titik didih larutan dengan titik didih cairan murni disebut kenaikan titik didih
(boiling range)

3.3 Penggunaan Evaporator

Dalam dunia industri baik industri yang berskala besar maupun kecil,
penggunaan evaporator tentunya sangat dibutuhkan agar dapat menghasilkan
produk sesuai dengan yang diinginkan, seperti industri kimia dan industri
makanan, contohnya proses pembuatan garam, bahan baku garam dihasilkan dari
air laut yang tentunya memiliki kandungan air, sehingga garam akan dimasukkan
ke dalam evapotor dan dievaporasikan agar mengubah air menjadi uap dan
dikeluarkan sehingga yang tersisa hanya larutan mineral-mineral yang terdapat
dalam evaporator. Khusus untuk industri migas, evaporator digunakan untuk
memekatkan larutan crude oil dengan menghilangkan kadar airnya sehingga
meringankan kinerja kolom Destilasi. Dalam skala komersial, proses evaporasi
membutuhkan peralatan pendukung seperti kondensor, perangkap uap, injeksi uap
dan evaporator itu sendiri.

Tipe Evaporator Berdasarkan Cara Pemanasan


Jenis-jenis evaporator dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Direct Fired Evaporator, merupakan jenis evaporator dengan cara


pengapian langsung dimana apai dan pembakar gas dipisahkan dari cairan
mendidih dengan pembatas dinding besi atau permukaan untuk
memanaskan.

36
b) Submerged Combution Evaporator, yaitu evaporator yang dipanaskan oleh
api yang menyala dibawah permukaan cairan, dimana gas yang panas
bergelembung melewati cairan.
c) Steam Heated Evaporator, adalah evaporator yang menggunakan pemanas
steam atau uap lain yang dapat dikondensasi, sumber panas dimana uap
terkondensasai pada suatu sisi di permukaan pemanas dan kemudian panas
ditransmisi lewat dinding ke cairan yang mendidih.

37
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil analisa Praktek Kerja Industri (Prakerin) DI PT. Madubaru PG


Madukismo, Yogyakarta dapat di simpulkan :
1. PG. Madukismo menghasilkan gula pasir berwarna putih dari tebu pilihan
dengan kualitas baik dan pengolahan yang higienis.
2. PG. Madukismo memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk
mengolah air buangan agar sesuai baku mutu, sehingga tidak mencemari
lingkungan.
3. Di PG. Madukismo terdapat beberapa terdapat beberapa tahapan dalam
proses produksi gula tebu yaitu penimbangan, penggilingan, pemurnian,
evaporasi, kristalisasi, serta penyelesaian dan pengemasan.

A. Saran
Semoga yang membaca materi kami bisa menerima dan memahami dengan
baik apa maksud dan tujuan dari penulisan materi ini terima kasih.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Hugot, E (1986). Handbook of Cane Sugar Engineering. 3rd edition.


Elsevier science. New yok
2. Indriani dan Sumiarsih, (1992). Pembudidayakan Tebu di Lahan
Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta.
3. Kuswurj, R (2009). Sugar Technology and Research: Kualitas Mutu
Gula Kristal Putih. Institut Teknologi Surabaya. Surabaya
4. Proposal PT. Madubaru PG.Madukismo Yogyakarta
5. http://kartikanurmayanthi.blogspot.com/
6. http://madubaru.comyr.com/visi.html
7. www.sugartech.co.za
8. http://deluk12.wordpress.com/makalah-proses-pembuatan-gula/
9. http://pecintafivers.wordpress.com/2011/11/22/proses-pembuatan-gula-
dari-tebu-pada-pg-x/
10. http://sutrisnoman.blogspot.com/2011/10/proses-pembuatan-gula-di-
pabrik-gula-html
http://osa251sb.blogspot.in/2013/07/laporan-kerja-praktek.html

39

Anda mungkin juga menyukai