Anda di halaman 1dari 41

Nama/ Usia Klinis Radiologis Tindakan Output

Syafa F, 17th Nyeri perut siklik, belum • Pemeriksaan Prof. DR. dr. Tedjo, Sp.OG (K) USG : laparoskopi + neovagina 2015
mendapat menstruasi -tampak VU terisi cukup - tampak uterus
Amenore primer dd
membesar dengan gambaran hematometra - Post Salpingektomi Dextra +
kriptomenore suspek
Ku cm baik TD 110/80 RR tampak ujung jari bawah operator menyentuh Kistektomi Dextra per laparatomi +
endometrioma dd
20 N 80 t 36,8 mata CA (-) bagian bawah uterus, panjang vagina 5 cm Post SOS per Lpaaroskolpi aai
hematosalphing
thorax C/p dbn Abd supel A : uterus dengan endometrium fungsional, Hidrosalping Bilateral + Kista Coklat
NT (-) masa - Vagina atresia servix uteri P : Repair kanalis servicalis Bilateral + Hematometra 2015
Apalsia sevix uteri
• Hasil pemeriksaan USG 2/5/18: uterus dengan
Kista coklat dekstra
Inspeksi rambut pubis (+) endometrium fungsional, serviks uteri berupa Post histerotomi 2016
labia mayor dan jaringan ikat tanpa kanalis servikalis, vagina
minor,vulva (+) hymmen terbentuk dengan panjang 5 cm Suntik DMPA / 3bulan
intak, rambut ketiak +, • Pada pemeriksaan dengan jari telunjuk dapat
payudara + menyentuh segmen bawah uterus Repair kanalis servicalis
MRI 31/5/2018: Rencana akan dilakukan tindakan
HB= 9,7 g/dl leuko 10rb/ul • Uterus ukuran membesar ± 15x6 cm, cavum penyambungan bagian terbawah
FHt 30% uteri tampak dilatasi, tampak darah di cavum dari uterus dengan vagina dengan
uteri dengan volume 12,1x6,7x15,1 cm (± 1224 menggunakan usus pasien
ml) pada T1Wl tampak hiperintens terhadap sepanjang 3,5 cm berdasarkan
myometrium menjadi hypointens pada T2Wl pemeriksaan MRI
• Myometrium tampak baik
• Panjang aplasia cerviks dimulai dari batas vagina Pro rekontruksi canalis servikalis
yang terpasang marker sampai dengan batas anastomosis uterus vagina 17-9-18
bawah uterus ± 3,56 cm
• Tampak terpasang marker di lubang vagina Post adhesiolisis, histerotomi,
• Adnexa dextra tampak lesi kistik bentuk bulat, anastomosis uterus vagina a/i
tepi tipis, septa (-) dan kalsifikasi (-) dengan hematometra, fungsional
ukuran ± 2,2x2,8 cm endometrium dan aplasia cervix
HASIL PA: ADENOMIOSIS

1
• Adnexa sinistra tak tampak kelainan, tak tampak
kista/ massa gagal terapi konservatif post
Kesimpulan pemasangan ulang balon kateter
1. Hematometra dengan volume ± 1224 ml hari ke - 3 , post rekonstruksi ulang +
2. Simple cyst ovarium dextra ( kista coklat) adhesiolisis anastomose uterovagina
3. Panjang aplasia cervix dimulai dari batas a.i agenesis serviks
vagina yang terpasang marker sampai dengan
batas bawah uterus ± 3,56 cm PRO HISTEREKTOMI RABU TANGGAL
16/1/2109

CT ANGIOGRAFI 8-8-2018 ACC Joint Operasi dan pemasangan


• Sistem vaskular (arteri) tampak baik, tidak DJ Stent (D/S)
tampak aneurisma, stenosis, vaskular
malformation maupun trombus Pemasangan Selang silicon pertama
• Incidental finding : pembesaran uterus dengan tanggal September 2018 dan
hematometra dan multipel limfadenopati berobat jalan kontrol selama 2
parailiaca dan inguinal bilateral non spesifik minggu dilepas dan setelah dilepas
hasilnya tertutup kembali dan
BNO IVP 23/11/17 dilakukan pemasangan selang
Indentasi atap buli e.c massa gynekologis kembali yang kedua November 2018
HN kanan gr 3 kinking ureterer VL 2-3 dan berobat jalan selama 3 bulan
HU bilateral dan akhirnya diputuskan untuk
histerektomi tanggal 16 januari 2019
USG uro 27/ 11/ 17
Hematometra+ Hymen imperforate
Cystitis, HN kanan+ HU kanan
Hn ringan kiri

USG 7/3/18
HN sedang dx ringan sin

2
Hematometra tanpa hematokolpos suspek
hambatan vagina proksimal
Vagina tidak terisi cairan suspek aplasia

MRI tanpa kontras 19 /3/18


Pembesaran uterus dengan hematometra + sinekia
vagina bag superior
Jarak fornix ut ke stamp vag 8,47 cm.
Diam lumen vag 1.9mm

USG 14/3/18
Vagina, canalis vaginalis, uterus terbentuk sempurna
Sinekia di cabalis vaginalis dengan celah sebesar
0,12 cm Panjang 3,73 x 1,14
Pembesaran ut + hematometra 231 ml

Vini R, 18th • Hasil pemeriksaan USG TVS: Laparoskopi diagnostik


– Tampak VU terisi minimal Rencana end to end anastomosis
– Tampak uterus membesar dengan (uterovagina anastomosis)
Aplasia serviks
gambaran hematometra Konsul bedah anak apabila durante
– Tampak ujung jari pemeriksa laparoskopi diagnostik tidak dapat
menyentuh bagian terbawah uterus dilakukan end to end anastomosis
• Hasil pemeriksaan USG Transrectal: tgl 29 Oktober 2018
– Tampak uterus membesar dengan
gambaran hematometra
gagal terapi komservatif post
– Tampak ujung jari pemeriksa
pemasangan ulang silicon catheter
menyentuh fornix posterior dan bagian
post anastomosis uterovagina ai
terbawah uterus
aplasia cervix
USG kandungan 24/5/18:
• Uterus

3
– Ukuran membesar 5,5 x 11,3 cm PRO HISTEREKTOMI SENIN
– Cavum uterus tampak dilatasi dengan TANGGAL 21/1/2019
fluid collection vol 74,8 cc
– Myometrium dan endometrium tampak
normal
– Tidak tampak massa solid atau kistik
– OUE membuka ringan, jarak vagina ke
OUE 2,38 cm
• Adnexa dextra et sinistra
– Nyeri tekan probe (-)
– Tidak tampak lesi kistik maupun solid
• Vagina
– Vagina terbentuk sempurna
– Tidak tampak fluid collection pada
vagina
• Kesimpulan:
– Hematometra volume 74,8 cc
– Tidak tampak hematocolpos
– Vagina dan uterus terbentuk sempurna,
tidak terlihat tanda agenesis vagina,
canalis servicalis, maupun uterus
– Curiga adanya hymen imperforata yang
menyebabkan hematometra
– Jarak vagina ke OUE 2,38 cm
• MRI 5/6/18:
Uterus ukuran membesar, cavum uteri tampak
dilatasi, tampak darah di cavum uteri dengan
volume 5,7 x 6,4 x 9,62 cm (volume 350,9 cc) pada
T1W1 tampak hiperintens terhadap myometrium
menjadi hypointens pada T2W1

4
Myometrium tampak baik
Jarak marker vagina dengan proximal uterus 3,92 cm
Jarak batas vagina terdalam dengan proximal uterus
2,74 cm
Adnexa dextra sinistra tak tampak kelainan, tak
tampak massa / kista
• Kesimpulan:
– Hematometra dengan volume 350,9 cc
– Jarak marker vagina dengan proximal
uterus 3,92 cm
– Jarak batas vagina terdalam dengan
proximal uterus 2,74 cm

Farida, 18th 26/ 2/ 2019 -pro dekompresi hematometra


VT (dengan informed consent : -Vaginal discharge tidak dengan laparoskopi –
agenesis serviks +
terbentuk -vagina proximal kesan tidak ada dibuat vagina dari lumen usus yang
agenesis vagina +
USG : -tampak vesica urinaria terisi urin cukup -tampak cukup panjang –
polikistik ovarium
uterus dengan cairan kesan hematometra, tidak terlihat menghubungkan neo vagina (dari
kanan
segmen bawah uterus -tampak polikistik ovarium kanan usus)dengan bagian bawah uterus
-vagina distal tidak terbentuk,
vaginal proximal kesan tidak ada Uji progesteron 10mg 7 hari,
dievaluasi hari ke14 bila + dilakukan
Prof. Dr. dr. Tedjo Sp>OG (26/02/19) VT (dengan regulasi hormon bila - dilakukan uji
informed consent : -Vaginal discharge tidak terbentuk - EP Cek FSH, LH, prolaktin, E2 bila
vagina proximal kesan tidak ada USG : -tampak vesica hari ke10, obat habis, pasien masih
urinaria terisi urin cukup -tampak uterus dengan cairan belum haid, kontrol ulang ke poli
kesan hematometra, tidak terlihat segmen bawah uterus
-tampak polikistik ovarium kanan -vagina distal tidak
terbentuk, vaginal proximal kesan tidak ada
Tak tampak ren dekstra (single ren)

5
Ct abdomen 7/1/19
Tak tampak gamb vagina menyokong atresia vagina
Corpus uteri berisi cairan hematometra
Tak tampak ren dekstra ( single ren )

A. LATAR BELAKANG
Serviks adalah bagian bawah rahim yang terhubung ke vagina. Salah satu fungsi serviks adalah untuk
menhasilkan mukus. Vagina merupakan suatu organ genitalia wanita yang berupa saluran muskulomembranosa yang
menghubungkan vulva dan serviks uterus. Vagina terletak diantara vesika urinaria dan rektum. Adapun fungsi vagina
yang penting adalah untuk melakukan hubungan seksual, jalan untuk janin pada saat lahir, untuk ekskresi cairan
terutama darah haid dan untuk pemeriksaan ginekologi.1
Agenesis servikovagina merupakan suatu kelainan kongenital yang terjadi pada wanita dimana tidak
terbentuknya serviks dan atau vagina akibat gangguan perkembangan duktus Mullerian sedangkan tanda-tanda seks
sekunder berkembang normal. Agenesis servikovagina umumnya terdapat pada sindrom Mayer Rokitansky Kuster
Hauser (MRKH Syndrome). Insidennya kurang lebih 1 diantara 4000 - 5000 kelahiran.2,3
Menurut klasifikasi AFS (American Fertility Society) tahun 1988 yang membagi anomali duktus Mullerian
ke dalam 7 kelompok, dimana agenesis vagina termasuk dalam kelas Ia dan agenesis serviks termasuk dalam kelas
Ib. Faktor resiko terjadinya agenesis servikovagina oleh karena adanya kelainan genetik akibat paparan zat
teratogenik pada hari ke 37- 41 dari perkembangan janin dimana saat itu sedang terjadi pembentukan servikovagina.4

6
Banyak kasus dengan kelainan agenesis servikovagina diketahui lambat setelah mereka melewati masa
menarche. Keluhan penderita terutama amenore primer atau tidak dapat bersenggama setelah penderita menikah.
Pada umumnya diagnosis agenesis servikovagina dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisik dan ginekologi,
pemeriksaan kadar hormon, USG, dan MRI.2,3
Bila diagnosa sudah ditegakkan, maka yang terpenting selanjutnya adalah memberikan informasi dan
menuntun penderita untuk memahami penyakit yang diderita serta memahami sikap yang akan diambil. Oleh karena
hal ini merupakan suatu kekurangan yang sangat mengganggu fungsi reproduksi seorang wanita sehingga penderita
harus ditangani secara medis dan psikologis. Penanganan agenesis vagina secara medis dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu non operatif dengan terapi dilatasi vagina maupun operatif yang dilakukan dengan berbagai
pertimbangan.2,4,5

Perkembangan organ genitalia interna wanita dimulai pada minggu ke 6 dan lengkap pada minggu ke 20 usia
gestasi. Fusi antara kedua duktus Mullerian terjadi di bagian kaudal dan berlangsung terus ke kranial, membentuk
uterus dan sebagian dari vagina (tiga perempat bagian atas). Pada permulaan di dalam saluran ini terdapat septum
yang vertikal, tapi septum ini menghilang pada bulan ke 3, sehingga tercipta kavum uteri. Bagian kranial duktus
Mullerian kanan dan kiri yang tidak berfusi akan menjadi tuba fallopi. Sehubungan dengan bagian atas vagina dan
uterus yang berasal dari sepasang duktus Mullerian yang mengadakan fusi dan kemudian timbul kanalisasi, dapat
dibayangkan kelainan - kelainan yang terjadi apabila fusi ini tidak terjadi atau kanalisasi tidak lengkap.3,6,7,8

7
Vagina berasal dari entoderm (bagian yang dibentuk sinus urogenitalis) dan mesoderm (bagian yang dibentuk
duktus Mullerian). Pada waktu duktus Mullerin berfusi, ujung kaudal duktus Mullerian menyentuh dinding sinus
urogenitalis, sehingga terjadi suatu invaginasi dari sinus urogenitalis dan disebut Mullerian Tubercle. Dari daerah ini
terjadi proliferasi dan membentuk vaginal plate (sinovaginal bulb). Sinovaginal bulb yang pecah tidak sempurna akan
menjadi selaput himen. Vaginal plate akan mengalami disolusi yang dimulai pada bagian himen dan berjalan keatas
kearah serviks membentuk lumen vagina. Kegagalan dalam proses ini, menyebabkan agenesis vagina ataupun septum
vagina. Seluruh vagina terbentuk pada janin usia 5 bulan.3,7,8
Genitalia eksterna terbentuk lengkap pada bulan ke 5. Dalam masa gastrula sebagian dari mesoderm tumbuh
antara ektoderm dan endoderm di sekitar membran kloaka. Hal ini menimbulkan penonjolan di garis tengah yang
dinamakan genital tubercle. Pada pria genital tubercle menjadi penis, dan pada wanita menjadi klitoris. Kaudal dan
kanan kiri genital tubercle terdapat lipatan yang melingkari vestibulum. Lipatan ini menjadi labium

8
minor dan lateral dari labium kanan dan kiri terdapat penonjolan yang menjadi labium mayor.8

Gambar 2.1. Perkembangan embriologi urogenital wanita7

9
Kelainan-kelainan pada vagina dapat berupa:4,7
1. Kegagalan perkembangan duktus Mullerian dan sinus urogenitalis secara
komplit sehingga tidak terbentuk/terdapat vagina, uterus dan tuba.
2. Kegagalan perkembangan duktus Mullerian secara komplit akan tetapi
sinus urogenitalisnya tidak, sehingga terjadi agenesis vagina atas dengan
vagina bagian bawah masih ada.
3. Kegagalan dalam perkembangan vagina bawah (sinus urogenitalis) dapat
berupa atresia vagina dan atresia himenalis
4. Kegagalan dalam kanalisasi kembali dari duktus Mullerian dan sinus
urogenitalis yang tidak sempurna sehingga terdapat septum vagina
longitudinal atau transversa.

Variasi anatomi dari anomali serviks kongenital:21


 Cervical aplasia
 Cervical dysgenesis
o Cervical body terdapat fibrous band dalam diameter dan panjang
yang bervariasi
o Cervical body yang intak dengan obstruksi dari os cervical
o Striktur mid portion dari serviks
o Fragmentasi dari serviks

10
11
Agenesis vagina adalah suatu bentuk kelainan pada sistem reproduksi
wanita yang bersifat kongenital dimana tidak terbentuknya vagina dengan
perkembangan seks sekunder yang normal.1,9
Agenesis cervix digolongkan dalam anomali mullerian kategori IB
menurut American Fertility Society, sebagai hasil dari fusi abnomral dari
duktus mullerian dengan sinus urogenital, atau atrofi dari segment dari sistem
mullerian yang yang harusnya berkembang normal.20

12
Agenesis servikovagina merupakan salah satu subtipe dari Anomali
duktus Mullerian berdasarkan klasifikasi AFS (American Fertility Society)
tahun 1988.7,10

13
Gambar 2.2. Klasifikasi anomali duktus Mullerian berdasarkan AFS7

14
Tabel 2.1. Klasifikasi anomali duktus Mullerian berdasarkan AFS7

A. ETIOLOGI

Etiologi kelainan kongenital servikovagina secara pasti belum jelas,


akan tetapi beberapa peneliti ada yang menganggap karena adanya gangguan
pada gen autosomal resesif, gangguan pada transmitted sex-linked autosomal
dominant, adanya hormon antimullerian dan beberapa obat seperti thalidomide
dan diethylstilbestrol (DES).4,7

15
Dugaan penyebab agenesis servikovagina berhubungan dengan
kelainan genetika tidak dapat seluruhnya diterima karena hampir semua
penderita mempunyai kariotip normal (46,XX). Etiologi timbulnya defek
genetik agenesis vagina dikarenakan paparan bahan teratogen pada usia
kehamilan hari ke-37 sampai hari ke-41, dimana merupakan saat pembentukan
vagina. Agenesis vagina terjadi karena kegagalan duktus mullerian bagian
bawah untuk berfusi dan tidak mengalami rekanalisasi sehingga tidak terbentuk
vagina.4,8
Adanya hormon antimullerian, seperti pada Androgen Insensitivity
Syndrome (AIS), yang merupakan kelainan genetika dimana penderita
mempunyai kariotip 46,XY, adanya hormon androgen akan menekan
perkembangan duktus mullerian.4
Diethylstilbestrol (DES) yang merupakan estrogen sintetik yang
digunakan untuk wanita hamil yang mengalami ancaman abortus, partus
prematur, dan preeklampsia ternyata terbukti meningkatkan resiko anomali
sistem reproduksi.7

B. EPIDEMIOLOGI
Agenesis vagina merupakan kondisi yang jarang ditemukan pada
wanita. Berdasarkan ACOG, insidens agenesis servikovagina kurang lebih 1
diantara 5000 - 10000 kelahiran. Hampir > 90% pasien dengan agenesis vagina
merupakan sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH syndrome).
Sekitar 7-8% sisanya merupakan bagian dari gangguan genetik lain seperti
Androgen Insensitivity Syndrome (AIS).9,10
Insidensi terjadinya agenesis servix yaitu 0,01% dari populasi
keseluruhan. Agenesis cervix terjadi sekitar 3% dari semua anomali uterus.20

16
C. DIAGNOSIS
Diagnosis kelainan vagina termasuk agenesis servikovagina pada bayi
baru lahir jarang dibuat, karena untuk menegakkan diagnosis tersebut
dibutuhkan ketelitian yang cermat dalam melakukan pemeriksaan. Diagnosis
awal agenesis servikovagina vagina secara klinis ditegakkan pada wanita
pubertas yang mengalami amenore primer dengan tanda seks sekundernya
berkembang normal dan pada pemeriksaan vagina tidak didapatkan saluran
vagina. Pada penderita yang mempunyai kelainan servikovagina dengan uterus
ada, akan didapat tumor intraabdominal (hematometra).11,12,13
Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG), Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau intravenus pielogram (IVP) karena seringkali
agenesis vagina disertai dengan tidak terdapatnya serviks, uterus bahkan ginjal,
yang dikenal dengan sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH
syndrome).11,12
Panduan diagnosis penderita dengan agenesis vagina secara sistematis,
mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.11,12,13
1. Riwayat perjalanan penyakit
a. Keluhan yang paling sering ditemukan adalah amenore primer dan nyeri
abdomen. Pasien mengalami masa pubertas dengan masa telarche yang
normal. Karena ovarium berfungsi secara normal, penderita mengalami
perubahan-perubahan pada tubuhnya sesuai dengan siklus menstruasi.
b. Tidak dapat melakukan hubungan seksual, karena tidak adanya liang
vagina.

2. Pemeriksaan fisik

17
a. Pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder normal dan timbulnya
setelah masa pubertas, sama seperti wanita normal lainnya.
b. Tinggi badan normal.
c. Pemeriksaan vagina dengan spekulum tidak mungkin atau mengalami
kesulitan, tergantung tingkat agenesis sevikovagina.

3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan kromosom perlu dilakukan untuk menyingkirkan kelainan
kariotipe kromosom X (misalnya sindroma Turner).
b. Gangguan kromosom lainnya mungkin termasuk kariotipe 46,XY, yaitu
bentuk dari sindroma insensitivitas androgen (Androgen Insensitivity
Syndrome/AIS).
c. Kadar hormon hCG, LH dan FSH dalam sirkulasi normal, menunjukkan
fungsi ovarium yang normal.

4. Pemeriksaan pencitraan
a. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan sonografi agenesis servikovagina yang
baik karena tidak menimbulkan radiasi, noninvasif dan tidak mahal.
USG dapat menentukan batas atas vagina serta panjangnya. USG juga
dapat mengidentifikasi kelainan uterus dan obstruksi tuba. Pemeriksaan
ginjal dan vesika urinaria juga dapat dilakukan dengan USG.

18
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

19
MRI dapat memberikan pencitraan yang terbaik dari jaringan superfisial
dan jaringan yang lebih dalam. MRI dapat mengklarifikasi hasil
pemeriksaan USG mengenai cavum uterus, dan dapat memeriksa
struktur subperitoneal serta dapat mendeteksi adanya serviks uteri.

c. Laparoskopi
Laparoskopi hanya dapat memberikan pemeriksaan kavum uteri secara
tidak langsung. Tindakan laparoskopi jarang dilakukan, lebih dipilih
bila didapatkan hipoplasia uterus atau adanya endometriosis yang
menyebabkan nyeri pelvis memerlukan eksisi.
d. Pyelografi
Pada setiap kelainan agenesis vagina, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan IVP untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan traktus
urinarius.

20
e. Radiologi
Dilakukan pemeriksaan foto rontgen untuk mengetahui kelainan
vertebra dan tulang.

D. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari agenesis vagina adalah sebagai berikut:9,11
1. Sindroma insensitivitas androgen (Androgen Insensitivity Syndrome/AIS)
Sindroma insensitivitas androgen (Androgen Insesitivity
Syndrome/AIS) adalah sekumpulan gangguan perkembangan seksual
akibat mutasi gen penyandi reseptor androgen. Pada AIS, seseorang yang
secara genetik laki-laki (46,XY) mengalami resistensi terhadap hormon
laki-laki sehingga hasil fisiknya berpenampilan wanita. Kurangnya reseptor
androgen pada jaringan menyebabkan sedikit atau tidak adanya rambut
pubis atau rambut ketiak.
Pasien dengan sindroma insensitivitas androgen secara khas memiliki
perkembangan payudara normal saat pubertas dikarenakan konversi
androgen perifer dalam sirkulasi menjadi estrogen, tetapi tidak dijumpai
organ genitalia wanita. Pada wanita pubertas, diagnosa banding antara AIS
dan agenesis vagina dapat dibedakan dengan melakukan pemeriksaan
testosteron serum. Pada penderita AIS, kadar testosteron sama dengan
kadar testosteron laki-laki masa pubertas. Pemeriksaan kromosom jarang
dilakukan karena cukup mahal.
2. Septum vagina transversal dan hymen imperforata
Penderita dengan kelainan hymen imperforata atau septum vagina
transversal memiliki serviks dan fundus uterus yang normal. Septum vagina
transversal dapat terjadi di bagian mana saja dari vagina, tapi lebih sering
pada vagina bagian atas.

21
E. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan untuk Agenesis Vagina :


Terapi kelainan kongenital berupa agenesis sevagina yang disebabkan
oleh anomali pada duktus Mullerian perlu memperhatikan beberapa
faktor:4,5,9,10
1. Faktor psikologi penderita dan keluarganya
a. Perlu diterangkan kepada penderita bahwa ia adalah wanita, hanya tidak
mempunyai serviks dan atau vagina. Dan tidak adanya serviks dan atau
vagina ini bukanlah suatu penyakit yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan fisik lainnya.
b. Menerangkan tujuan pengobatan yang akan diberikan berupa tindakan
pembentukan neovagina baik secara nonoperatif maupun operatif.
c. Kemungkinan penderita bisa haid dan hamil setelah pengobatan.
d. Perlu atau tidaknya penderita menjalani tindakan operasi hanya
dilakukan bila penderita memerlukan neovagina dan penderita cukup
kooperatif untuk melakukan dilatasi atau busi pada neovaginanya
setelah tindakan operasi sampai penderita telah menikah. Oleh karena
itu, bila penderita tidak kooperatif, maka tindakan pembentukan
neovagina pada penderita akan memberikan hasil yang tidak
memuaskan dan lebih baik ditunda dulu.
2. Waktu melakukan tindakan pengobatan
Tindakan pengobatan dilakukan bila penderita tidak lama setelah
tindakan pembuatan neovagina segera melakukan pernikahan, sebaiknya 1
bulan sebelum menikah, ataupun sesudah menikah dimana pasangan
tersebut memerlukan liang vagina yang lebih baik. Sedangkan pada
penderita dengan hematometra atau hematokolpos, sebaiknya tindakan
bedah segera dilakukan.

22
Penanganan agenesis vagina dapat dilakukan dengan teknik nonbedah
dan pembedahan. Teknik nonbedah dilakukan dengan melakukan penekanan
dilatasi pada tempat cekungan vagina dalam jangka waktu tertentu. Teknik ini
memerlukan kesabaran dan disiplin penderita untuk mengerjakannya. Rasa
sakit yang ditimbulkan tidak seperti pada teknik bedah. Sampai saat ini belum
ada kesepakatan teknik apa yang paling baik digunakan untuk membuat
neovagina pada penderita agenesis vagina. Menurut American College of
Obstetrician and Gynecologist, pilihan pertama pembuatan neovagina adalah
prosedur nonoperatif. Berikut ini akan dijelaskan teknik rekonstruksi
neovagina:4,9,14
1. Rekonstruksi vagina dengan metode non operatif
Pada tahun 1938, Frank mendeskripsikan metode pembuatan vagina
baru tanpa operasi. Pada tahun 1940 dia melaporkan hasil yang baik pada
delapan pasien yang ditangani dengan metode ini. Dia mengikuti pasien
tersebut dan hasilnya menunjukkan bentuk vagina yang tetap baik pada
kedalaman dan lebarnya, bahkan pada pasien yang tidak melakukan
dilatasi selama satu tahun. Ingram mendeskripsikan teknik pasif dilatasi
untuk pembuatan vagina baru dengan melakukan modifikasi pada teknik
Frank. Dia menginstruksikan kepada pasiennya untuk memakai dilator
khusus yang dirancang dengan bantuan kursi sepeda dan Ingram berhasil
membuat kedalaman vagina yang baik dan berfungsi koitus pada 10 dari
12 pasien dengan agenesis vagina dan 32 dari 40 kasus dengan berbagai
tipe stenosis.4
Teknik Ingram dengan pasif dilatasi memiliki berbagai keuntungan
dimana pasien tidak diminta untuk melakukan penekanan kedalam
cekungan vagina (vaginal pouch) dengan tangan. Seperangkat dilator
Lucite secara perlahan dipakai untuk dilatasi pada ruang neovagina.
Pasien harus secara hati-hati diinstruksikan bagaimana menggunakan

23
dilator, dimulai dengan dilator yang paling kecil. Dilator dapat ditahan
dengan pakaian dalam. Pasien ditunjukkan bagaimana duduk diatas kursi
sepeda yang ditaruh diatas kursi 24 inchi diatas lantai. Pasien
diinstruksikan untuk duduk sedikit condong maju dengan dilator
ditempatkan setidaknya sebanyak dua kali sehari dengan lama 15 - 30
menit. Tindak lanjut dilakukan setiap bulan dan pasien diharapkan dapat
berhasil ke ukuran dilator yang lebih besar setiap bulan. Hubungan
seksual disarankan setelah penggunaan dilator yang paling besar selama
satu atau dua bulan. Rekomendasi untuk melanjutkan dilatasi apabila
hubungan seksual jarang dilakukan. Definisi sukses menggunakan
metode nonoperatif ini adalah tercapainya hubungan seksual yang
nyaman atau tercapainya dilator terbesar tanpa menimbulkan perasaan
kurang nyaman. Oleh karena itu pasif dilatasi disarankan pada pasien
sebagai terapi awal pembuatan vagina baru. Apabila metode dilatasi ini
tidak berhasil yang seringkali oleh karena ketidaksabaran penderita,
merupakan indikasi untuk melakukan vaginoplasty.4,15

2. Rekonstruksi vagina dengan metode operatif


Sampai saat ini, belum ada kesepakatan teknik operasi mana yang
paling baik untuk membuat neovagina pada agenesis vagina. Secara
umum tujuan pengobatan penderita dengan agenesis vagina dengan
pembedahan adalah untuk tercapainya saluran vagina dengan panjang dan
diameter yang sesuai, dengan normal sekresi dan lubrikasi sehingga
tercapai hubungan seksual yang nyaman.4,14,16
Beberapa metode operasi vaginoplasty, yaitu:
1) Rekonstruksi vagina dengan Metode Williams14,16
Teknik ini menyatukan kedua labia mayor kanan dan kiri dimulai
dengan infiltrasi kedua labia dan inisisi tapal kuda pada komissura

24
posterior. Walaupun ini merupakan prosedur operasi minor, prosedur ini
sudah tidak dikerjakan karena neovagina yang terbentuk terlalu pendek.

Gambar 2.5. Metode Williams Vulvovaginoplasty4

2) Rekonstruksi vagina dengan Metode Vecchietti4,11,16


Metode operasi Vecchietti diperkenalkan pertama kali oleh
Giuseppe Vechieti tahun 1965. Instrumen Vecchieti terdiri dari alat
traksi, pengait benang lurus dan lengkung dan bahan akrilik berbentuk
olive (buah Zaitun) ukuran 2,2 x 1,9 cm. Operasi Vecchieti
konvensional dilakukan melalui operasi transabdominal dengan insisi
Pfannensteil, sekarang diganti dengan bantuan alat laparoskopi dengan
masih menggunakan instrumen Vecchietti.4

25
Pengait benang lurus dimasukkan dari abdomen melalui celah
vesikorektal yang dibuat, menembus pseudohimen pada perineum.
Satu ujung benang dimasukkan pada mata pengait benang yang
kemudian ditarik kedalam ruang peritoneum. Olive kemudian diikat
pada ujung luar perineum. Benang paralel kedua dimasukan dengan
cara yang sama. Ujung benang dari perineum dimasukkan pada mata
pengait lengkung, begitu ujung pengait terlihat dibawah peritoneum
yang diinsisi. Pengait benang kemudian dikeluarkan sambil menarik
benang keluar dari permukaan kulit. Alat traksi diletakkan pada
abdomen dan ujung benang dikaitkan pada alat traksi.4

Gambar 2.6. Instrumen Vecchietti

26
Gambar 2.7. Metode Laparoskopi Vecchietti.

27
Metode Vecchietti terdiri dari dua fase yaitu intraoperatif dan
postoperatif. Fase operatif melakukan pembedahan untuk menempatkan
olive dan benang traksi. Fase postoperatif adalah fase peregangan yang
membuat neovagina dengan menggunakan tarikan konstan yang
diteruskan melalui benang ke olive yang ada diperineum. Kecepatan
peregangan rata-rata 1,0 - 1,5 cm/hari, yang menghasilkan kedalaman
neovagina 10-12 cm dalam 7-9 hari. Selama Mobilisasi dini dianjurkan
karena kontraksi otot rektus akan memberikan tambahan tenaga
tarikan. Semua pasien diberikan alat penutup vagina sebelum
dipulangkan dan diinstruksikan cara penggunaannya.4,16
3) Rekonstruksi vagina dengan graft (McIndoe)4,11,16
Salah satu teknik rekonstruksi vagina yang cukup dikenal adalah
teknik operasi McIndoe. Prinsip pada teknik ini adalah diciptakan suatu
rongga yang adekuat antara vesika dan rektum, meletakkan cangkok
kulit/amnion yang telah dipasang pada cetakan vagina kedalam rongga
tersebut, dan terakhir dilakukan dilatasi secara teratur selama
diperlukan.4
Awalnya teknik ini menggunakan cangkok kulit (skin graft) dari
gluteus dan paha, tetapi banyak kekurangan dari graft ini yaitu dari segi
estetik berupa luka bekas parut dari tempat jaringan kulit yang diambil,
serta kurangnya lubrikasi dan resiko terjadinya striktur dari vagina yang
dibentuk, oleh karena itu digunakan selaput amnion sebagai alternatif.
Selaput amnion dari donor digunakan sebagai graft. Selaput amnion
yang akan digunakan sebagai graft dipisahkan dari plasenta segera
setelah plasenta lahir.16,17
Tahap pertama yaitu membuat rongga vagina, dimana pasien
ditempatkan dalam posisi litotomi dan dibuat insisi oblik pada ruang
rektovesika secara hati-hati jangan sampai melukai vesika urinaria dan

28
rektum. Setelah rongga vagina dibentuk, pastikan tidak ada perdarahan.
Tahap berikutnya adalah membuat cetakan vagina (prosthese). Cetakan
vagina dapat terbuat dari kayu balsa, styroform, rubber block, dan kassa
steril. Cetakan vagina yang terbuat dari rubber block dibungkus dengan
kondom dan diikat dengan silk 2.0. Setelah itu, selaput amnion dipasang
pada cetakan vagina sehingga permukaan mesenkim amnion dapat
kontak langsung dengan jaringan penderita.4,17
Setelah dilakukan hemostasis, cetakan vagina yang terbungkus
dengan lapisan amnion dimasukkan. Dua sampai tiga jahitan pada labia
mayor untuk menjaga agar cetakan pada posisinya. Setelah 7 sampai 10
hari jahitan dibuka dan cetakan vagina dikeluarkan. Selanjutnya pasien
diberitahu cara menggunakan dilator vagina. Pasien diperbolehkan
melalukan hubungan seksual 6-8 minggu setelah vaginoplasty. 4,17

29
Gambar 2.8. Pembentukan vagina dengan amnion graft

30
4) Rekonstruksi Vagina dengan Colon Sigmoid16,18
Penggunaan flap dengan usus untuk operasi agenesis vagina diperkenalkan 100 tahun yang lalu oleh Baldwin. Karena
morbiditasnya tinggi, usus tidak dipergunakan lagi sebagai terapi pilihan utama. Tetapi keuntungan teknik ini, dimana
memberikan hasil anastomosis yang baik. Dengan peningkatan teknik anastomosis colorektal, persiapan usus yang baik,
dan penggunaan antibiotik profilaksis sehingga sekarang ini penggunaan graft sigmoid menjadi pilihan terapi.
Vaginoplasty sigmoid merupakan prosedur yang aman untuk menangani pasien dengan agenesis vagina dengan hasil
kosmetik yang baik dan derajat komplikasi yang dapat ditangani. Disarankan untuk vaginoplasty dengan kolon sigmoid
karena merupakan terapi yang lebih baik dimana kolon sigmoid mempunyai lumen yang cukup besar, sekresi lubrikasi
yang adekuat, tidak memerlukan dilatasi yang lama dan waktu penyembuhan yang cepat.16,18
Persiapan mekanis usus (dengan polyethylene glycol dan enema rektal) dimulai 36 jam sebelum operasi. Sebuah
saluran dibuat antara vesika urinaria dan rektum dari kavum dauglas ke perineum. Langkah selanjutnya adalah
mempersiapkan kolon sigmoid secara Champeau. Setelah pengangkatan kolon sigmoid, 15-20 cm diatas rectosigmoid
junction. Kemudian segmen kolon dibawa ke perineum melalui saluran antara vesika urinaria dan rektum. Dilakukan
anastomosis colovestibular dengan benang polyglactine 3.0 secara terputus. Ujung neovagina dijahit pada fascia
promontorium dengan benang polyester. Tindakan diakhiri dengan penutupan mesosigmoid dan rongga abdomen.18

5) Rekonstruksi Vagina dengan Laparoscopic Balloon Vaginoplasty19


Darwish mengembangkan konsep pembuatan vagina dengan menggunakan balon kateter. Tujuan utamanya adalah
memperkenalkan suatu pendekatan yang sederhana, cepat, efektif dan aman.
Dengan general anestesi, dilakukan evaluasi standar laparoskopi. Pembedahan peritoneum mencakup kantong
vesikorektal. Sebuah kain kasa dimasukkan kedalam rektum yang kemudian digerakan sesuai instruksi operator. Sebuah
kateter metal dimasukan kedalam kandung kemih yang digerakan sesuai instruksi operator. Kemudian dilakukan

31
pembedahan pada ruang vesikorektal. Sebuah trokar dimasukkan 5 mm disebelah atas kiri suprapubis menembus
peritoneum sampai mencapai ruang vesikorektal yang telah dilakukan pembedahan. Sebuah Foley kateter silikon 18F
dimasukkan ekstraperitoneum sampai mencapai ruang vesikorektal. Balon kateter dikembangkan dengan 6cm3 saline
sambil diangkat keatas dan tarikan dilakukan sambil dipertahankan dengan dua buah klem tali pusat. Untuk
menghindari nyeri dan iskemia dibawah klem dapat diberikan penahan berupa pakaian yang telah dilubangi. Meskipun
pembedahan diekstraperitoneal namun prosedur laparoskopi ini memerlukan pengalaman yang matang supaya matang
supaya pembedahan antara rektum dan kandung kemih bersifat aman.19

32
Gambar 2.9. Posisi lateral kateter di ekstraperitoneal

Penatalaksanaan untuk Agenesis Cervix :


Dengan teknik laparaskopi dan teknologi terkini, terapi bedah konservatif dapat dilakukan dan diharapkan dapat menjadi
terapi lini pertama. Dalam suatu studi besar yang menilai luaran pada 18 pasien seteaah dilakukan open uterovaginal anastomosis
sebanyak 22% pasien membutuhkan bedah lanjutan setelah prosedur inisial. Namun, laporan menunjukkan adanya 6 kehamilan
terjadi pada 4 pasien tersebut.

33
Manajemen konservatif dapat dilakukan dengan teknik kanalisasi, anastomosis uterovaginal, dan rekonstruksi agenesis
servikal dan vaginal dengan jaringan yang autolog seperti full thickness skin grafts.24

Rekonstruksi dengan teknik kanalisasi

34
Rekonstruksi Servikovaginal Dengan Small Intestinal Submucosa Graft (SIS) Dan Split Thickness Skin Graft (STS)23
Teknik Keuntungan Kerugian
SIS  Tidak ada skar pada  Dilatasi vagina
daerah donor jangka lama
(kepuasan  Mahal
kosmetika)  Neovagina yang
 Vagina tidak kering pendek (
 Menjadi rangka dan ketidakcocokan
nantinya akan dari epitelialisasi
diganti oleh host neovagina dan
cells degradasi SIS)
STS  Pengambilan graft  Skar pada daerah
yang baik donor
 Tidak mahal  Kurang lubrikasi
 Dilatasi vagina  Resiko terjadi
yang tidak lama karsinoma sel
 Panjang neovagina skuamosa
yang cukup  Berpotensi
kehilangan graft

Uterovestibular Anastomosis Pada Atresia Uterine Cervix

35
Laparaskopi dilakukan melalui teknik standar. Sebelum induksi pneumoperitoneum dan insersi intraumbilikal secara laparaskopi,
dimasukkan tiga rute rute tambahan pada regio suprapubik. Rongga abdominopelvik dinilai secara hati hati terutama untuk adanya serta
ukuran hematometra dan adanya kemungkinan anomali uterus lainnya. Adneksa digerakkan dan dinilai secara menyeluruh. Jika terdapat
endometriosis dan perlengketan maka akan dilakukan terapi yang sesuai. 25
Dilakukan diseksi secara hati-hati antara rongga vesikouterin dan rektouterin sehingga memungkinkan untuk mengetahui tipe dari
malformasi dan mobilisasi dari corpus uterus dilakukan untuk memastikan tindakan anastomose. Dilakukan penusukan pada uterus
dengan menggunakan jarum monopolar seukuran 0,5 cm pada fundus uteri. Dilakukan drainase jika terdapat hematometra. Probe
dimasukkan ke dalam rongga uterus hingga mencapai serviks yang mengalami atresia dan mendorong uterus menuju retrohimenal.
Kedua round ligament dikoagulasi dan dipotong untuk memberikan pergerakan yang lebih baik dari corpus uterus. 25
Langkah berikutnya melalui pendekatan pervaginam. Dilakukan insisi H pada retrohimenal. Hal ini memberikan area yang lebih besar
untuk jaringan yang akan dilakukan untuk anastomose dan mengurangi resiko stenosis post operasi. Celah dibuat antara kantong kemih
dan rektum dengan menggunakan diseksi sehingga terjadi hubungan ke rongga uterus. Korpus uteri di dorong secara kaudal oleh asisten,
sedangkan operator mengambil dari arah bawah dan melakukan pendekatan ke rongga endometrium melalui potongan transversal pada
sisi inferior dari korpus uteri. Tepi dari rongga uterus di anastomose dengan tepi dari insisi retrohimenal secara jahitan terputus
menggunakan benang monocril 3.0 sehingga mendorong korpus uteri ke arah kaudal. Diberikan krim vaginal yang mengandung
estrogen secara lokal selama 15 hari sesudah operasi. Dilakukan follow up pada bulan pertama, enam dan dua belas setelah operasi.25

36
Uterovaginal Anastomosis Pada Atresia Uterine Cervix
Pada teknik ini dilakukan secara laparotomi melalui beberapa langkah, yaitu mempersiapkan isthmus uterus dan vagina yang akan
dilakukan anastomosis, kemudian dimasukkan kateter silikon ukuran 16 Fr secara transvaginal dan balon dikembangkan sebanyak 3 cc,
kemudian dilakukan penjahitan pada tepi ujung vagina dengan menggunakan benang vicryl absorbable 3.0, serta penjahitan pada anterior
dan posterior dari uterovaginal/rektovaginal. 21

37
BAB IV
KESIMPULAN

38
Agenesis servikovagina merupakan suatu bentuk kelainan kongenital pada sistem reproduksi wanita dimana tidak
terbentuknya serviks dan atau vagina dengan perkembangan seks sekunder yang normal. Agenesis servikovagina paling sering
ditemukan pada sindrom Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH Syndrome). Penyebab agenesia vagina akibat gangguan
pembentukan vagina selama gestasi.
Diagnosis awal agenesis sevikovagina secara klinis ditegakkan pada wanita pubertas yang mengalami amenore primer
dengan tanda seks sekundernya berkembang normal dan pada pemeriksaan vagina tidak didapatkan saluran vagina. Selain itu,
dapat dilakukan pemeriksaan kromosom, ultrasonografi (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan intravenus pielogram
(IVP) sebagai pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosa pasti..
Setelah diagnosa ditegakkan, agenesis servikovagina perlu mendapat penanganan yang serius karena menyangkut segi
psikologis penderita maupun keluarga. Waktu untuk memulai tindakan dan jenis tindakan yang akan dipilih juga memerlukan
banyak pertimbangan. Ada beberapa teknik untuk pembuatan neovagina, dapat berupa teknik nonoperatif maupun operatif.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan teknik apa yang paling baik digunakan untuk membuat neovagina pada penderita agenesis
vagina. Menurut American College of Obstetrician and Gynecologist, pilihan pertama pembuatan neovagina adalah prosedur
nonoperatif, bila tidak memungkinkan atau tindakan nonoperatif gagal baru dilakukan tindakan operatif. Sedangkan untuk teknik
operasi agenesis serviks dapat metode konservatif maupun opertif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Miranda AM. Vaginal Anatomy. Medscape. 2017


2. Kimberly N, Hutson JM, Southwell BR, Grover SR. Well being and Sexual Function Outcomes in Women with Vaginal
Agenesis. American Society for Reproductive Medicine. 2010
3. Elumalai G. “Mullerian Agenesis” Embriologic and Clinical Significance. 2017; Elixir Embriology 102 : 44488-44493

39
4. John AR, Lesley LB. Surgery for Anomalies of Mullerian Duct. In : Telinde’s Operative Gynecology. 11 th Edition. Chapter
25. 2014 : 914-950
5. Nakhal RS, Creighton SM. Mini review : Management of Vaginal Agenesis. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2012. 25 : 352-357
6. Fetal Growth and Development. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.Williams

Obstetric 23rd Edition 2010; Chapter 4


7. Congenital Genitourinary Abnormalities. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.

Williams Obstetric 24rd Edition 2014; Chapter 3


8. Junizaf, Erwinanto. Embriologi Sistem Alat-Alat Urogenital dalam Buku Ajar Uroginekologi Indonesia.
9. ACOG Committe Opinion. Number 728, January 2018. Mullerian Agenesis : Diagnosis, Management, and Treatment. Obstet
Gynecol 2018. Vol 131 : e35-e41
10. Foley S, Morley GW. Care and Counseling of the Patient with Vaginal Agenesis.. The Female Patient. 1992. 17 (October) :
73-80
11. Morcel K, Camborieux L. Mayer Rokitansky Kuster Hauser (MRKH) syndrome. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2007.
13 : 1-9
12. Amesse LS. Mullerian Duct Anomalies. Medscape. 2018
13. Oppelt P, Renner SP, Kellermann A, Brucker S, Hauser GA, Ludwid KS,Strissel L, Strick R, Wallwiener D, Beckham MW.
Clinical aspects of Mayer Rokitansky Kuester Hauser syndrome : recomendation for clinical diagnosis dan staging. Human
Reproduction. 2006. 21(3) : 792-797
14. Mungadi IA, Ahmad Y, Yunusa GH, Agwu NP, Ismail S. Mayer Rokitansky Kuster Hauser Syndrome : Surgical
management of two cases. Journal of Surgical technique and case report. 2010. 2 : 39-43
15. Lee MH. Non surgical treatment of vaginal agenesis using a simplified version of Ingram’s method. Yonsei Medical Journal.
2006. 47(6):892-895

40
16. Michala L, Cutner A, Creighton SM. Surgical Approaches to Treating Vaginal Agenesis. An International Journal of
Obstetrics and Gynaecology. 2007. 1455-1459
17. Chaudary R. Vaginoplasty in Mayer Rokitansky Kuster Hauser syndrome using amnion : a case series. Int J Reprod
Contracept Obstet Gynecol. 2016 Nov. 5(11): 3832-3839
18. Rawat J, Ahmed I, Pandey A, Khan TR, singh S, Wakhlu A, Kureel SN. Vaginal Agenesis : Experience with Sigmoid Colon
Neovaginoplasty. J Indian Assoc Pediatr Surg. 2010. 15 : 19-22
19. Darwish AM. Balloon Vaginoplasty : A Revolutionary Approach forTreating Vaginal Aplasia. 2010 . 5(1): 295-314
20. Helmy, Y.A. Cervical Agenesis with a Functioning Uterus: Succeful Surgical Treatment by Foley’s Catheter Stent: a Case
Report. Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, Sohag University, Sohag, Egypt. 2016.
21. Mahmud, N. et al. Successful Uterovaginal Anastomosis in an Unusual Presentation of Congenital Absence of Cervix. 2014.
22. Rock, J.A. et al. Congenital Anomalies of the Uterine Cervix: Lessons from 30 cases managed clinically by a common
protocol. American Society for Reproductive Medicine. 2010.
23. Shen, F., et al. Comparison of Small Intestinal Submucosa Graft with Split-Thickness Skin Graft for Cervicovaginal
Reconstruction of Congenital Vaginal and Cervical Aplasia. 2016.
24. Ding, J.X., et al. Acellular Porcine Small Intestinal Submucosa Graft for Cervicovaginal Reconstruction in Eight Patients
with Malformation of the Uterine Cervix. 2014.
25. Fedele, L., et al. Laparoscopically Assisted Uterovestibular Anastomosis in Patients with Uterine Cervix Atresia and
Vaginal Aplasia. 2008.

41

Anda mungkin juga menyukai