Anda di halaman 1dari 4

Upacara Adat Sedekah Bumi untuk bangkitkan kebudayaan Sunda

Upacara Adat Sedekah Bumi di Lapang Garuda, Kecamatan Baros, Kota


Sukabumi, Jawa Barat yang diikuti ribuan warga. (Foto: Aditya
Rohman/Antaranews).
Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Upacara Adat Sedekah Bumi yang
diselenggarakan di Lapang Garuda, Kota Sukabumi, Jawa Barat oleh penggiat dan
aktivis kebudayaan dan kesenian Sunda bertujuan untuk membangkitkan kembali
kebudayaan Sunda di Sukabumi.

"Sedekah bumi ini merupakan upacara sakral yang sudah dilakukan warga
Sukabumi khususnya di Kecamatan Baros sejak zaman penjajahan Belanda yang
tujuannya untuk mensyukuri nikmat dan membahagiakan orang lain," kata Kepala
Museum Kipahare Sukabumi Sandi Sambawijaya di Sukabumi, Sabtu.

Menurut dia, upacara ini dilakukan yang ketiga kalinya di Kota Sukabumi
sejak 2017 lalu. Tujuannya selain untuk menghibur masyarakat juga mengenalkan
kekayaan kebudayaan dan kesenian asli Sunda kepada masyarakat khususnya
kaum milenial.

Pada acara tersebut, warga disajikan berbagai kebudayaan dan kesenian


mulai dari berebut dongdang (sesaji) hasil bumi, debus, pencak silat, karinding,
aksara Sunda dan lain sebagainya.
Kegiatan ini dibuka untuk umum dan mengundang para pelajar agar bisa
mengetahui dan mencintai kebudayaan Sunda di tengah serbuan kebudayaan
asing, sehingga kebudayaan dan kesenian ini bisa terus diturunkan hingga anak
cucu atau tidak punah, tambahnya.

Lebih lanjut dikatakannya, melihat dari sejarah yang dikaji dari berbagai
referensi Upacara Adat Sedekah Bumi sudah dilaksanakan di Kecamatan Baros
sejak 1947 dan rutin dilakukan setiap tahunnya hingga 1990. Waktu itu, Baros
masih masuk ke Kabupaten Sukabumi, tetapi setelah masuk ke Kota Sukabumi
maka upacara seperti ini terhenti.

"Pada 2017 kami kembali merevitalisasi lagi upacara ini dan tahun ini
merupakan tahun ketiga. Apalagi warga Sunda tidak lepas dari pertanian atau
disebut masyarakat agraris sehingga setelah panen raya dilaksanakan biasanya
melakukan upacara seperti ini untuk mengungkapkan rasa syukur," tambahnya.

Sandi mengatakan pengelola Museum Kipahare berupaya kegiatan ini bisa


setiap tahun dilaksanakan. Namun harus diakui untuk melaksanakan kegiatan ini
tidaklah mudah perlu dukungan dari semua pihak mulai dari masyarakat hingga
pemerintah.

Ia berharap kegiatan budaya tersebut bisa dilakukan setiap tahun di Kota


Sukabumi dan tentunya bisa menarik wisatawan untuk datang ke Sukabumi di
tengah minimnya objek wisata alam yang ada di kota tersebut.
Mengenal Tradisi Sedekah Kubur Jelang Puasa di Makam Kiai Telingsing

MAKAM PENYEBAR ISLAM: Tokoh masyarakat Desa Sunggingan Machfud


berada di pintu masuk area makam Kiai Telingsing. (VEGA MA’ARIJIL ULA.RADAR
KUDUS)
Share this
KUDUS - Untuk menghormati jasa Kiai Telingsing, masyarakat di Desa
Sungginggan, Kecamatan Kota, Kudus rutin menggelar haul setiap tahun. Selain
itu, setiap sebelum Ramadan masyarakat setempat juga menggelar sedekah kubur
di makam Kiai Telingsing.
Haul Kiai Telingsing rutin dilaksanakan pada 15 Muharram. Rangkaian
kegiatan haul itu bermacam-macam. Mulai dari khotmil Quran, pengajian di
malam ke-15 Muharram, dan pembagian berkat berupa nasi dan daging kerbau.
Setiap haul pula, biasanya banyak para peziarah yang berdatangan.
”Peziarah tidak hanya datang dari Kudus. Ada juga yang dari Jepara, Demak,
Surabaya, hingga Jakarta,” ungkap Machfud.
Selain berkat, ada pula nasi bungkus dengan lauk daging kerbau yang
dibagikan saat haul Kiai Telingsing. Nasi bungkus itu jumlahnya sekitar 1.000.
Dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Berita Terkait
Rangkaian Haul Syekh Abdurrohman Digelar selama Tiga Hari
Makam KH Abdul Qohar Jadi Tujuan Peziarah yang Punya Hajat Tertentu

Makam Kiai Telingsing sendiri berada di satu ruangan. Dalam ruangan


tersebut, ada dua makam. Ukuran kedua makam itu masing-masing sekitar 3x2
meter dengan keramik merah. Selain makam Kiai Telingsing, ada juga makam
khodam dari Kiai Telingsing. (vga)
(ks/lid/top/JPR)
#kiai telingsing #sedekah kubur #peziarah

Anda mungkin juga menyukai