Cindy Putri - Artikel Budaya - Leksikografi
Cindy Putri - Artikel Budaya - Leksikografi
Sosok Mbah Bungkus sang penyebar agama Islam di Pangandaran bukan hanya
dikenal dengan kesaktiannya. Dia pun dikenal sebagai pemersatu budaya Jawa dan Sunda.
Budayawan Pangandaran Erik Krisna Yudha menceritakan tentang sosok Mbah Bungkus
yang lekat sebagai pemersatu dua kebudayaan berbeda di Pangandaran. "Sampai saat ini
makamnya masih kokoh dan dibangun rumah di atasnya," kata Erik belum lama ini.
Menurutnya, sampai tahun ini peziarah tetap ramai mendatangi makam Mbah
Bungkus di Desa Wonoharjo, Kecamatan Pangandaran, apalagi pada Selasa Kliwon dan
Jumat Kliwon setiap minggunya. "Di balik terkenal sebagai penyebar agama Islam, dia juga
pemersatu akulturasi budaya Jawa dan Sunda di Pangandaran," kata Erik.
1
Namun lokasi yang saat ini Pangandaran sangat angker," kata Erik. Sehingga saat itu Bupati
Cilacap menyarankan orang pintar yang dapat membuka wilayah angker Pangandaran.
"Bupati Cilacap kemudian memohon bantuan kepada Bupati Kebumen untuk mengirimkan
utusan yang sakti buat membuka lahan hutan tersebut," katanya.
Akhirnya, Bupati Kebumen mengutus putra dari Mbah Wonodiksomo III dari Desa
Tlogodepok, yang akrab disebut Mbah Bungkus. Bupati Kebumen meminta langsung
Wonodiwiryo kepada ayahnya, Mbah Wonodiksomo III, untuk dikirim ke daerah yang
disebut angker oleh Bupati Sukapura. Setelah mendapat restu ayahnya, Wonodiwiryo
berangkat ke seberang Sungai Citanduy yang berdekatan dengan Pantai Pangandaran.
"Wonodiwiryo atau Mbah Bungkus mulai membuka hutan belantara dengan alat
seadanya dan berhasil merobohkan salah satu pohon yang dianggap angker hanya dengan
cara digigit," ucapnya. Ia mengatakan ranting pohon yang berada di sekelilingnya langsung
kering dan dijadikan bahan kayu bakar. Setelah itu, hutan yang telah dibuka dimanfaatkan
oleh penduduk serta didatangi para pendatang dari barat dan timur, dari suku Sunda dan Jawa
yang kemudian hidup berdampingan di lokasi tersebut.
Erik mengatakan ada peran Mbah Bungkus menyatukan warga Pangandaran yang
memiliki dua kebudayaan berbeda dengan hidup rukun dan damai. "Tidak semuanya satu
kecamatan memakai bahasa Jawa, tapi bahasa Sunda pun banyak," kata dia.
Bahkan, menurut Erik, kesenian daerah yang populer di Pangandaran sampai saat ini
sering pentas di acara hajatan atau pemerintahan masih ada yang berasal dari Jawa Tengah.
"Salah satu contohnya, kesenian kuda lumping, kentongan, wayang golek, wayang kulit dan
sintren masih tetap eksis," ucapnya. Selain itu, Erik menyebutkan di acara kesenian daerah
atau pentas seni daerah kesenian kuda lumping (Ebeg) yang berasal dari Ponorogo dan
2
berkembang di Jawa Tengah dikolaborasikan di Pangandaran. "Sampai saat ini
penggemarnya tetap banyak," kata dia.
Kata dia, di Pangandaran kesenian yang menampilkan atraksi magis ini sangat
digemari dari anak-anak hingga orang tua. Bahkan, di Pangandaran ada akulturasi budaya
dengan tarian kuda lumping. "Aksi yang paling disukai seperti kesurupan dan kekebalan,"
katanya.
Referensi
Fadilah, A. N. (2024). Mbah Bungkus, Tokoh Pemersatu Budaya Jawa dan Sunda di
https://www.detik.com/jabar/berita/d-7239022/mbah-bungkus-tokoh-pemersatu-
budaya-jawa-dan-sunda-di-pangandaran