Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEKUENSI EKONOMI
Konsekuensi ekonomi adalah sebuah konsep yang menilai bahwa, lepas dari implikasi
teori pasar sekuritas yang efisien, pilihan kebijakan akuntansi yang mempengaruhi nilai
perusahaan. Beberapa pengertian konsekuensi ekonomi adalah sebagai berikut:
1. Stephen A. Zeff, seorang tokoh akuntansi yang paling persuasif berkaitan dengan
konsekuensi ekonomi, mengenalkan konsep ini dalam artikelnya tahun 1978 yang
berjudul “The Rise of Economic Consequences”. Menurut Zeff (1978) mendefinisikan
economic consequences sebagai dampak laporan akuntansi terhadap perilaku
pengambilan keputusan bisnis, pemerintah, dan kreditur. Esensi dari definisi ini
adalah bahwa laporan akuntansi dapat mempengaruhi (affect) keputusan nyata oleh
manajer dari pihak lain, tidak hanya sekedar menggambarkan (reflecting) hasil
keputusan yang dibuat. Zeff mendokumentasikan beberapa contoh di Amerika Serikat
dimana bisnis, asosiasi industri, dan pemerintah mencoba mempengaruhi, atau telah
mempengaruhi, standar akuntansi yang disusun oleh Accounting Principles Board
(APB) dan pendahulunya the Committee on Accounting Procedure (CAP).
2. Economic consequences adalah konsep yang menyatakan bahwa, walaupun
bertentangan dengan implikasi teori pasar modal efisien, pilihan kebijakan akuntansi
dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Walaupun dengan implikasi kebijakan teori
pasar modal efisien, tampak bahwa pilihan kebijakan akuntansi memiliki konsekuensi
ekonomi bagi pemakai laporan keuangan, walaupun tidak secara langsung
mempengaruhi aliran kas perusahaan.
Konsekuensi ekonomi adalah konsep yang menegaskan bahwa pilihan kebijakan
akuntansi akan mempengaruhi nilai ekonomi perusahaan dan berdampak pada perilaku
bisnis, pemerintah, dan kreditur dalam membuat keputusan. Esensi konsekuensi ekonomi
adalah bahwa kebijakan akuntansi dan perubahan kebijakan akuntansi dan perubahan
kebijakan akuntansi tersebut merupakan suatu permasalahan (matter), terutama
permasalahan manajemen. Akan tetapi, apabila hal tersebut merupakan permasalahan
bagi manajemen, kebijakan akuntansi juga permasalahan bagi investor yang memiliki
perusahaan karena manajer dapat mengubah hasil operasi perusahaan yang sesungguhnya
dengan melakukan perubahan kebijakan akuntansi. Pada dasarnya, pengertian dan
konsekuensi ekonomi adalah bahwa kebijakan akuntansi perusahaan, dan perubahan-
perubahan dalam kebijakan, itu penting. Yang utama, hal tersebut penting bagi
manajemen, kebijakan akuntansi penting bagi para investor yang memiliki perusahaan,
karena manajer mungkin mengubah dengan baik operasi aktual dari perusahaan-
perusahaan karena perubahan dalam kebijakan akuntansi. Mengapa konsekuensi ekonomi
(economic consequences) muncul :
1. Konsekuensi ekonomi muncul karena perusahaan melakukan kontrak seperti
kompensasi eksekutif (execuitive compesation) dan kontrak utang (debt contract)
2. Kebijakan akuntansi yang digunakan dapat merupakan sumber informasi yang penting
bagi investor. Manajer dapat menggunakan sumber informasi berupa pilihan
kebijakan akuntansi yang dipilih sebagai signal tentang informasi dari dalam
perusahaan.
3. Teori pasar modal efisien gagal menjelaskan perilaku pasar. Berdasarkan teori pasar
modal efisien, suatu perubahan akuntansi direaksi oleh pasar hanya apabila perubahan
akuntansi tersebut berpengaruh terhadap arus kas perusahaan.
4. Konsekunsi ekonomi diperlukan untuk mengetahui respon pasar atas perubahan
kebijakan akuntansi walaupun perubahan kebijakan akuntansi tersebut tidak
berpengaruh secara langsung terhadap arus kas. Karena itu, konsekunsi ekonomi
merupakan salah satu anomali pasar modal efisien. Teori akuntansi positif (PAT)
adalah penjelasan terhadap adanya konsekuensi ekonomi.
Penting untuk menunjukkan istilah “kebijakan akuntansi” mengacu pada kebijakan
akuntansi apapun, bukan hanya kebijakan yang mempengaruhi cash flow sebuah
perusahaan. Misalnya bahwa sebuah perusahaan berubah dari declining-balance ke
amortisasi straight-line. Hal ini tidak akan dengan sendirinya mempengaruhi cash flow
perusahaan. Juga tidak akan ada dampaknya pada pajak pendapatan (tax income) yang
dibayarkan, karena otoritas pajak memiliki regulasi tunjangan biaya modal mereka sendiri.
Namun, kebijakan amortisasi baru tersebut tentu saja akan mempengaruhi net income yang
dilaporkan. Maka, menurut doktrin konsekuensi ekonomi, perubahan kebijakan akuntansi
itu penting, lepas dari kurangnya dampak cash flow. Sesuai teori pasar yang efsien,
perubahan tersebut tidak akan bermasalah meskipun pasar mungkin bertanya mengapa
perusahaan mengubah kebijakan karena cash flow mendatang, sehingga nilai pasar dari
perusahaan, tidak secara langsung dipengaruhi.
Sebuah pemahaman atas konsep konsekuensi akuntansi dari pilihan kebijakan
akuntansi itu penting karena dua alasan, yakni (1) konsep itu menarik dengan sendirinya.
Banyak dari kejadian yang paling menarik dalam praktek akuntansi berasal dari
konsekuensi ekonomi. (2) pendapat bahwa kebijakan akuntansi itu tidak penting itu
berlawanan dengan pengalaman akuntan. Banyak dari akuntansi keuangan dicurahkan
untuk pembahasan dan argumen tentang kebijakan akuntansi mana yang seharusnya
digunakan dalam berbagai keadaan, dan banyak debat dan konflik atas presentasi laporan
keuangan melibatkan pilihan kebijakan akuntansi. Konsekuensi ekonomi itu konsisten
dengan pengalaman dunia riil.
Konsekuensi ekonomi erat hubungannya dengan teori akuntansi positif (Positive
Accounting Theory/ PAT). PAT adalah teori yang berkaitan dengan prediksi tindakan atas
adanya pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer merespon suatu
standar baru. PAT adalah teori yang menjelaskan mengapa dan apa yang dilakukan
akuntan dalam praktek akuntansi. Sedangkan teori akuntansi normatif adalah teori yang
menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan akuntan (what should they do). Teori
akuntansi positif merupakan studi lanjut dan teori akuntansi normatif karena kegagalan
normatif menjelaskan fenomena praktek yang aktual terjadi.PAT dimaksudkan untuk
menjelaskan dan memprediksi konsekuensi yang terjadi jika manajer menentukan pilihan
tertentu. Komponen PAT meliputi (1) Hipotesis rencana bonus (Bonus Plan Hypothesis);
(2) Hipotesis rencana utang (Debt Covenant Hyphothesis); dan (3) Hipotesis biaya politik
(Political Cost Hypothesis). Watts dan Zimmerman mengemukakan 3 Hipotesa dari teori
akuntansi positif.
1. Hipotesis Rencana Bonus
Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih cenderung memilih prosedur
akuntansi dengan perubahan keuntungan yang dilaporkan dari periode dimasa depan ke
periode saat ini. Hipotesis ini cukup beralasan, seorang manajer tentu ingin
mendapatkan imbalan yang tinggi. Apabila besaran bonus tersebut tergantung pada
besar kecilnya laba perusahaan, maka seorang manajer atau siapapun itu tentu akan
berusaha memberikan laporan pendapatan bersih setinggi mungkin agar mendapatkan
bonus yang tinggi. Salah satu caranya adalah dengan memilih dan menentukan
kebijakan akuntansi yang bisa meningkatkan laba pada laporan keuangan diperiode
tersebut. Sesuai dengan karakter proses akrual, hal tersebut bisa menyebabkan
penurunan laba perusahaan yang akan dilaporkan pada masa yang akan datang dengan
faktor lainnya yang masih tetap sama.
2. Hipotesis Kontrak Hutang
Hipotesis Kontrak Hutang ini seluruh hal yang lain dalam keadaan tetap
Semakin dekat sebuah perusahaan terhadap pelanggaran prinsip akuntansi yang
didasari atas sebuah kesepatakan hutang, maka ada kecenderungan semakin besar
kemungkinan manajemen perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang
melaporkan perubahan laba dari periode masa depan ke periode saat ini.
3. Hipotesis Biaya Politik
Semakin besar ongkos politik yang ditanggung oleh perusahaan, maka manajer
akan cenderung untuk menggunakan prosedur akuntansi yang menyerah terhadap laba
yang dilaporkan pada masa saat ini menuju masa mendatang.
B. PROSES POLITIk DAN DALAM PEMBENTUKAN STANDAR AKUNTANSI
Pendapat May dan Sundem (1976), adalah dalam praktek maupun teori, pengaruh
kuat laporan akuntansi pada kesejahteraan sosial perlu dicatat. Sehingga bukan
merupakan kejutan bila FASB adalah badan politik, sebab proses seleksi alternatif
akuntansi merupakan proses politik” atau dengan kata lain FASB harus
mempertimbangkan aspek politik secara eksplisit (misal kesejahteraan sosial) seperti
keputusan teori akuntansi dan riset akuntansi.
(Mardiyah, 2002:102) Menjelaskan bahwa Financial Accounting Foundation
menyatakan “Proses penetapan standar akuntansi dapat digambarkan sebagai suatu
demokrasi karena semua peraturan yang dibuat tergantung pada perizinan pembuat
peraturan. Tetapi karena penetapan standar berkaitan dengan kepentingan sosial maka
semua pendapat harus didengar (penyusunan standar bersifat menyeluruh dan tidak hanya
yang bersifat specifict group). Proses penyusunan standar sebagai proses politik karena
ada upaya mendidik dalam memperoleh standar baru. Disamping itu dalam penyusunan
standar ada tanggungjawab FASB kepada setiap orang.
Ada aspek politik dalam akuntansi seperti halnya ada aspek politik secara fisik.
Sehingga perlu hati-hati apakah politik berperan atau tidak dalam penetapan standar
akuntansi. Implikasinya FASB dimasa depan perlu memperhatikan isu ini karena
berkaitan dengan kredibilitas akuntansi itu sendiri. Pertimbangan politik bisa
mempengaruhi formulasi standar akuntansi dan mempengaruhi keputusan ekonomi
individu dan akhirnya mempengaruhi tujuan ekonomi secara makro.
Proses politik dalam standar akuntansi diidentifikasikan sebagai usaha untuk
memasukkan self - interest dalam penyusunan standar akuntansi (Zeff, 2002). Proses
politik dalam standard setting merupakan isu yang menarik apalagi hal ini ada kaitannya
dengan konsekuensi ekonomi saat standar akuntansi itu disahkan dan dipraktekkan.
Proses politik ini kadang bisa dilakukan dalam skala constituents lobbying. Konstituen
ini terbagi dalam berbagai pihak, misalnya untuk riset McLeay et.al. (2000) di Jerman
membagi dalam tiga kategori yaitu kalangan industri, auditor, dan akademisi. Dengan
menggunakan dasar economic consequences, pihak-pihak yang terkena dampak ekonomi
atas praktek standar akuntansi disebut sebagai kostituen. Beberapa kostituen ini akan
membentuk grup (kelompok) yang melakukan lobi - lobi ke dewan standar, atau bahkan
melalui media pemerintah atau pengadilan untuk mela kukan klaim atas penerapan
regulasi akuntansi baru. Permasalahan akuntansi merupakan masalah politik yang
sensitif, karena disebabkan oleh kebutuhan penerbitan standar itu sendiri merupakan suatu
kontroversi.
Kalau dianalisis dari 3 hipotesis teori akuntansi positif (Watt & Zimmerman, 1986),
maka akan ada tiga pihak terkait yaitu pemegang saham (bonus plan hypotheses),
kreditur (debt convenant) , pemerintah (political cost). Ketiga pihak ini akan menjadi
sasaran perilaku manajemen, sehingga mereka melakukan klaim untuk menjaga agar
kepentingannya tetap aman. Beberapa intervensi (klaim) atas perlakuan akuntansi juga
dilakukan melalui perusahaannya, terbukti den gan adanya klaim implisit stakeholders
dalam memilih metode akuntansi (Bowen et.al, 1995). Riset Bowen et al. (1995)
menunjukkan pentingnya pemahaman dewan standar atas motivasi manajemen yang
bergantung pada klaim stakeholders. Apalagi sudah terbukti oleh berbagai riset klasik
tentang dampak laporan akuntansi terhadap perubahan harga atau return saham sebagai
proxy kelakuan investor (lihat Chow, 1983).
C. KONSEKUENSI EKONOMI DAN PROSES POLITIK
Hubungan sebab akibat didasarkan pada analisis runtut waktu, yaitu sebab
mendahului akibatnya, artinya konsekuensi ekonomi yang menjadi dasar (sebab)
terjadinya proses politik dalam standard setting. Jika dianalisis secara mendasar, proses
politik merupakan usaha untuk melakukan lobi - lobi dalam memaksimalkan transfer
kekayaan bagi pihak yang berkepentingan. Watt & Zimmerman (1986: 222)
mengidentikasikan bahwa alasan ekonomi dalam proses politik merupakan usaha
politisi untuk memaksimalkan utilitasnya. Jadi sesuai yang diungkapkan Wibi sana
(1992) bahwa masalah dampak ekonomi menjadikan proses standar menjadi problematik
sehingga dengan pendapat dan lobi menjadi suatu proses yang diharuskan . Masalahnya
apakah proses politik itu selalu disebabkan oleh konsekuensi ekonomi yang menyertai
standar akuntansi? Hal ini ternyata menjadikan proses standar itu bukan murni dari
konsekuensi ekonomi semata, atau bahayanya standar yang disahkan bukan yang terbaik
dari sudut pandang kualitas laporan keuangan, melainkan yang mampu mengakomodasi
kepentingan terbesar, atau bahkan menjadi suatu permainan politik praktis (Wibisana,
1992).
Kenyataannya bahwa standar akuntansi tidaklah lepas dari intervensi pemerintah.
Watt (1977) mengungkapkan bahwa teori akuntansi keuangan perusahaan harus bisa
menjelaskan persyaratan pemerintah dan regulasi laporan keuangan. Fakta bahwa
kebijakan penentuan tarif/insentif fiskal dan harga adalah berdasarkan accounting
numbers (Zeff, 1978); menjadikan manajer korporasi melakukan lobi ke agen dewan
pembuat standar untuk membuat standar yang berimplikasi pada tarif yang
menguntungkan (Miller, 1994:7). Perilaku birokrat juga bisa mempengaruhi proses
standar, apalagi berkaitan dengan regulasi krisis. Hal ini akan berujung pada masalah
ekonomi, yaitu politisi dan birokrat menginginkan costly information dalam proses politik
sehingga mampu memberi kesempatan baginya untuk mengendalikan transfer kekayaan
ke pemerintah ataupun pada dirinya sendiri (Watt & Zimmerman, 1986:226; Miller,
1994:7).
D. POLITIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP STANDAR AKUNTANSI
Standar akuntansi digunakan sebagai acuan dalam pembuatan laporan keuangan.
Standar akuntansi disuatu negara akan berbeda dengan negara lain disebakkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu kerangka konseptual, kondisi negara, dan
juga pihak-pihak yang terlibat didalam penyusunan standar stersebut. Kerangka
konseptual digunakan sebagai dasar pembuatan standar akuntansi. Standar akuntansi
disuatu negara akan berbeda dengan dengan negara lain disebabkan oleh kondisi
ekonomi, hukum, politik, dan lingkungan sosial negara tersebut. Proses pembentukan
standar akuntansi sering disebut dengan standar setting process. Pembuatan standar
akuntansi tidak lepas dari proses politik. Dalam penyusunan sebuah standar, terkait
banyak pihak dengan berbagai latar belakang, motivasi, dan memiliki kepentingan yang
berbeda-beda baik itu dari pemerintah, swasta, ataupun profesi akuntan itu sendiri
terhadap pembuatan standar akuntansi. Dengan begitu unsur politik dapat berperan dalam
penyusunan suatu stanadar.
Dinamika perkembangan standar akuntansi diibaratkan sebagai sebuah roda berjalan
tanpa henti seiring dengan proses yang mendasarinya. Akuntansi sebenarnya terbentuk
dari fenomena ekonomi dari perkembangan berbagai entitas ekonomi yang ada, sehingga
pembentukan standar akuntansi bukanlah suatu proses yang berjalan serta- merta, namun
sangat memperhatikan aspek konsekuensi ekonomi yang diakibatkannya. Oleh karenanya
apabila proses penyusunan standar penuh dengan tekanan dari berbagai pihak yang
berkepentingan, bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena adanya aspek economic
consequences (Scroeder & Clark, 1995: 13). Konstituen yang mungkin terkena imbas atau
berkepentingan dengan standar akuntansi akan melakukan usaha untuk membuat standar
yang mungkin terbentuk bisa memaksimalkan kepentingan mereka (Watt, 1977). Inilah
yang dinamakan sebagai proses politik, yang menurut Zeff (2002) diartikan sebagai
pembelaan atau pertimbangan self- interested dari pembuat standar mengenai aspek yang
mungkin diasosiasikan dalam istilah economic consequences.
Proses politik dalam standar akuntansi diidentifikasikan sebagai usaha untuk
memasukkan self-interest dalam penyusunan standar akuntansi (Zeff, 2002) atau dalam
upaya untuk memaksimalisasi transfer kekayaan (Watt, 1977). Proses politik dalam
standard setting merupakan isu yang menarik apalagi hal ini ada kaitannya dengan
konsekuensi ekonomi saat standar akuntansi itu disahkan dan dipraktekkan. Menurut
Helmy Adam dalam jurnalnya menuliskan, “Dalam standar akuntansi proses politik
diidentifikasikan sebagai usaha untuk memasukan self-interest dalam penyusunan standar
akuntansi(Zeff, 2002) atau dalam upaya untuk memaksimalisasi transfer kekayaan (Watt,
1997). Proses politik ini dilakukan dalam skala contituents lobbying. Konstituen ini
terbagi dalam berbagai pihak, misalnya riset McLeay et, al (2000) di Jerman membagi
dalam 3 kategori yaitu kalang industri, auditor, dan akademis. Dengan dasar economic
consequences, pihak-pihak yang terkena dapak ekonomi atas praktek standar akuntansi
disebut sebagai kostituen. Beberapa kostituen ini akan membentuk grup (kelompok) yang
melakukan lobi-lobi ke dewan standar, atau bahkan melalui media pemerintah atau
pengadilan untuk melakukan klaim atas penerapan regulasi.
Kalau dianalisis dari 3 hipotesis teori akuntansi positif (Watt & Zimmerman, 1986),
maka akan ada tiga pihak terkait yaitu pemegang saham (bonus plan hypotheses), kreditur
(dept convenant), pemerintah (political cost). Ketiga pihak ini akan menjadi sasaran
prilaku manajemen, sehingga mereka melakukan klaim untuk menjaga agar kepentingan
tetap aman. Beberapa intervensi (klaim) atas perlakuan akuntansi juga dilakukan melalui
perusahaan, terbukti dengan adanya klaim implisit stakeholders dalam memilih metode
akuntansi (Bowen at,al, 1995) Riset Bowen et, al (1995) menunjukan pentingnya
pemahaman dewan standar atas motivasi manajemne yang bergantung pada klaim
stakeholders. Apabila sudah tebukti oleh berbagai riset klasik tentang dampak laporan
akuntansi terhadap perubahan harga atau return saham sebagai poxy kelakuan investor
(lihat Chow, 1983)” Perusahaan yang mempunyai tujuan tertentu melakukan lobi
pemerintah untuk membuat standar sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam situasi
tertentu hubungan personal (perusahaan) dapat menghindari prosedur birokratis yang
panjang dan mahal. Dengan negara yang politik, hukum, dan ekonomi yang lemah,
informasi-informasi yang dibutuhkan perusahaan untuk membantu pencapaian tujuan
akan sangat sulit. Dengan seperti ini perusahaan dan politisi melakukan kesepakatan
dengan proses lobi.
Proses lobi tidaklah lepas dalam proses politik. Karena dalam proses politik, pihak-
pihak tertetu yang memiliki kepentingan tersendiri melakukan lobi untuk membuat
standar yang nanatinya membantu perusahaan mencapai tujuannya. Proses penyusunan
standar berusaha untuk mengakomodasi kepentingan konstituen dengan berbagai model
proses politik. Luehlfing (1995) memberikan mekasnisme dengan keterkaitan berbagai
pihak yaitu: Crisis, Public Outcry, Washington Response, Accounting Intervention and
Probation. Krisis merupakan fenomena yang menjadikan teriakan publik, yang nantinya
akan diakomodasi oleh regulatori atau legislatif. Washington (pemerintah) akan
mengakomodasi berbagai ketidakpuasan tersebut dengan melakukan intervensi dalam
penyusunan standar akuntansi. Wibisana (1992) menyatakan bahwa penyusunan standar
akuntansi lebih cenderung untuk akomodatif terhadap berbagai pihak, apalagi yang
mayoritas. Meskipun Chris Robinson dalam Scott (1996:373-374) mencoba menganalisis
beberapa pendapat para ahli bahwa membuat standar yang bagus sangat mungkin, namun
kepentingan ekonomi efek standar juga harus bisa ditata dengan benar.
Kenyataannya bahwa standar akuntansi tidaklah lepas dari intervensi pemerintah.
Watt (1977) mengungkapkan bahwa teori akuntansi keuangan perusahaan harus bisa
menjelaskan persyaratan pemerintah dan regulasi laporan keuangan. Fakta bahwa
kebijakan penentuan tarif/insentif fiskal dan harga adalah berdasarka n accounting
numbers (Zeff, 1978); menjadikan manajer korporasi melakukan lobi ke agen dewan
pembuat standar untuk membuat standar yang berimplikasi pada tarif yang
menguntungkan (Miller, 1994:7). Perilaku birokrat juga bisa mempengaruhi proses
standar, apalagi berkaitan dengan regulasi krisis. Ujung-ujungnya juga ke masalah
ekonomi, yaitu politisi dan birokrat menginginkan costly information dalam proses politik
sehingga mampu memberi kesempatan baginya untuk mengendalikan transfer kekayaan
ke pemerintah ataupun pada dirinya sendiri (Watt & Zimmerman, 1986:226; Miller,
1994:7).
E. BEBERAPA CONTOH PROSES
Politik Proses penyusunan standar berusaha untuk mengakomodasi kepentingan
konstituen dengan berbagai model proses politik. Luehlfing (1995) memberikan
mekasnisme dengan keterkaitan berbagai pihak yaitu: Crisis, Public Outcry, Washington
Response, Accounting Intervention and Probation. Krisis merupakan fenomena yang
menjadikan teriakan publik, yang nantinya akan diakomodasi oleh regulatori atau
legislatif. Washington (pemerintah) akan mengakomodasi berbagai ketidakpuasan
tersebut dengan melakukan intervensi dalam penyusunan standar akuntansi. Ditinjau dari
proses penyusunan standar dalam FASB sudah bisa dipastikan bahawa proses politik
telah terjadi . Apabila exposure draft sudah dikeluarkan dan dilakukan public hearing ,
proses standar berarti sudah berusaha mengakomodasi kepentingan berbagai pihak.
Surat - surat dari pihak yang berkepentingan diterima oleh FASB, dan telah
exposure draft dilakukan oleh asosiasi profesi misalnya oleh anggota AAA dengan
adanya FASB Prospectus “Earning per Share”. Kalangan akademisi meski bukan
pemakai langsung standar FASB, bisa melakukan pembahasan-pembahasan mengenai
exposure draft yang mungkin dipublikasikan sehingga terbaca oleh publik, sehingga
mampu menjadi dasar pertimbangan bagai para pemakai standar yang langsung. Interaksi
akademisi dengan dewan standar diulas oleh Beresford dan Johns (1995), melalui
keterkaitan langsung, keanggotaan dalam staf, anggota dalam advisory council, comment
letters, keanggotaan AAA dan interaksi riset. Namun Wibisana (1992) sangat khawatir
bahwa penyusunan standar akuntansi lebih cenderung untuk akomodatif terhadap
berbagai pihak, apalagi yang mayoritas. Meskipun Chris Robinson dalam Scott
(1996:373 - 374) mencoba menganalisis beberapa pendapat para ahli bahwa membuat
standar yang bagus sangat mungkin, namun kepentingan ekonomi efek standar juga harus
bisa ditata dengan benar.
F. LATAR BELAKANG MOTIVASI DALAM MANAJEMEN
Manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis karena manusia bisa mengetahui input-input yang perlu diambil dari lingkungan,
cara mendapatkan dan menangkap input-input tersebut menggunakan teknologi, mampu
mengolah atau mentransformasikan input-input tersebut menjadi output-output yang
memenuhi publik. Manusia menjadi penggerak dan penentu jalannya organisasi, maka
perhatian dari pimpinan sangat diperlukan. Betapa pentingnya perencanaan dan
pengawasan dari pimpinan sangat diperlukan tanpa didukung oleh semangat kerja dari
karyawan, maka tujuan dari organisasi sulit dicapai pada tingkat yang optimal.
Pada dasarnya setiap instansi pemerintah maupun swasta, bukan saja mengharpkan
karyawan yang mampu, cakap dan terampil tetapi yang terpenting mereka mau bekerja
giat dan berkeinginan mencapai hasil kerja yang optimal. Untuk itu pimpinan hendaknya
berusaha agar karyawan mempunyai motivasi tinggi untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaannya. Disinilah pentingnya peranan motivasi untuk mendorong semangat kerja
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Motivasi pada suatu organisasi atau
perusahaan bertujuan untuk mendorong semangat kerja para karyawan agar mau bekerja
keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilan demi terwujudnya suatu
organisasi. Pimpinan yang mengarahkan melalui motivasi akan menciptakan kondisi
dimana karyawan merasa mendapat inspirasi untuk bekerja keras. Karyawan yang
mempunyai motivasi tinggi sangat penting jika hasil-hasil kinerja yang tinggi ingin
dicapai secara konsisten. Pimpinan akan melakukan pendekatan kepemimpinan yang
mencerminkan suatu kesadaran bahwa produktivitas melalui karyawan merupakan bagian
utama dan tidak dapat digantikan untuk mencapai tujuan organisasi. Pemberian motivasi
dari para pekerja akan saling berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan dan kondisi
ekonominya. Orang yang semakin terdidikdan semakin independen secara ekonomi, maka
sumber motivasinya akan berbeda, tidak lagi semata-mata ditentukan oleh sarana motivasi
tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kebutuhan. Memotivasi bawahan dilakukan dengan
memberikan tanggung jawab dan kesempatan yang luas bagi karyawan untuk mengambil
keputusan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
1. Motivasi menjadi sangat penting karena dengan motivasi diharapkan setiap karyawan
mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi
(Hasibuan, 1996: 92).
2. Motivasi akan memberikan inspirasi, dorongan, semangat kerja bagi karyawan
sehingga terjalin hubungan kerja yang baik antara karyawan dan pimpinan sehingga
tujuan organisasi dapat tercapai secara maksimal. Bagitu juga motivasi berkaitan erat
dengan usaha, kepuasan pekerja dan performance pekerjaan (Gomes, 1995: 178).
3. Motivasi sangat penting dalam meningkatkan semangat kerja dan produktivitas
karyawan. Tugas pimpinan adalah memberikan motivasi atau dorongan kepada
karyawan agar bisa bekerja sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi.
4. Motivasi kerja adalah proses mempengaruhi atau mendorong seseorang berbuat untuk
menyelesaikan tujuan yang diinginkan (Kamalludin, 1989: 214), motivasi diartikan
juga sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan (Handoko,
1999: 252).
5. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan
mewujudkan suatu perilaku guna mencapai kepuasan dirinya. Seseorang yang sangat
termotivasi yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang
tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang
yang termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja motivasi
merupakan sebuah konsep penting dalam studi kerja individu (Winardi, 2001: 2).
Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya perangsang)
kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja kepada
pegawai. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan pegawai yang memberi manfaat kepada
perusahaan. Ini juga berarti bahwa setiap pegawai yang memberi kemungkinan
bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh pimimpin agar kemungkinan itu
menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan tersebut ialah dengan jalan
memberikan motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang
kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan
upayanya
G. TUJUAN MOTIVASI DALAM MANAJEMEN
Manajer atau pimpianan yang berhasil dalam hal motivasi karyawan seringkali
menyediakan suatu lingkungan dimana tujuan-tujuan tepat tersedia untuk memenuhi
kebutuhan. Tujuan-tujuan motivasi tersebut antara lain:
1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan.
2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
3. Meningkatkan produktivitas karyawan.
4. Mempertahankan loyalitas dan kesetabilan karyawan perusahaan.
5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.
6. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
8. Meningkatkan kreatifitas dan partisipasi karyawan.
9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
H. PROSES MOTIVASI DALAM MANAJEMEN
Motivasi merupakan sebuah predis posisi untuk bertindak dengan cara yang khusus
dan terarah pada tujuan tertentu sekalipun rumusan tentang rumusan motivasi dibatasi
hingga purposif atau yang diarahkan pada tujuan. Manusia sebagai mahluk sosial
berusaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan expektansi. Kebutuhan, keinginan
dan expektansi tersebut menimbulkan ketegangan-ketegangan pada para manajer, yang di
anggap mereka kurang menyenangkan. Dengan anggapan bahwa perilaku khusus tertentu
dapat mengurangi perasaan yang dimiliki, maka hal tersebut menyebabkan orang yang
bersangkutan berperilaku. Perilaku tersebut diarahkan kepada tujuan untuk mengurangi
kondisi ketegangan tersebut. Dimulainya perilaku tersebut menyebabkan timbulnya
petunjuk-petunjuk yang memberikan umpan balik (informasi) kepada orang yang
bersangkutan tentang dampak perilaku.
I. JENIS-JENIS MOTIVASI
Berdasarkan pengertian dan analisa tentang motivasi yang telah dibahas dimuka,
maka pada pokoknya motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi kerja dan
memenuhi kebutuhan dan tujuan-tujuan staf. Motivasi ini sering juga disebut motivasi
murni, yakni motivasi yang sebenarnya timbul dari dalam diri sendiri. Motivasi ini
timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsic adalah motivasi yang hidup dalam
diri individu dan berguna dalam situasi kerja yang fungsional. Dalam hal ini pujian
atau hadiah atau sejenisnya tidak diperlukan karena tidak akan menyebabkan individu
bekerja untuk mendapatkan pujian atau hadiah itu.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktorfaktor dari
luar. Motivasi ekstrinsik tetap diperlukan sebab tidak semua pekerjaan dapat menarik
minat bawahan atau sesuai dengan kebutuhan. Dalam keadaan ini motivasi terhadap
pekerjaan perlu dibangkitkan oleh manajer agar mereka mau dan ingin bekerja secara
lebih baik.
J. FUNGSI MOTIVASI DALAM MANAJEMEN
Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta merubah kelakuan.
Fungsi motivasi tersebut adalah:
1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan
timbul sesuatu tindakan atau perbuatan.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengaruh artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai
tujuan yang di inginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Besar kecilnya motivasi akan menentukan
cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.
K. TEORI MOTIVASI DALAM MANAJEMEN
Motivasi dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja karyawan atau
bawahan. Sebab efektifitas karyawan dengan asumsi mereka memiliki peluang untuk
kinerja yang baik dan memiliki kemampuan yang diperlukan tergantung pada motivasi.
Jadi untuk menjelaskan motivasi dapat digunakan teori motivasi yang dibedakan kedalam
dua kategori utama, yaitu Teori Hierarki Kebutuhan.
Teori ini membantu pimpinan untuk memahami bagaimana kebutuhan manusia dan
bagaimana orang dengan kebutuhan berbeda mungkin merespon situasi kerja berbeda-
beda, manusia merupakan mahluk yang serba berkeinginan, ia senantiasa menginginkan
sesuatu dan senantiasa menginginkan lebih banyak. Tetapi apa yang di inginkanya
tergantung pada apa yang sudah dimiliki olehnya. Segera setelah salah satudiantara
kebutuhan manusia dipenuhi munculah kebutuhan lain. Pada dasarnya teori ini
mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak (bersemangat kerja) untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan (inner needs) dan kepuasanya. Semakin tinggi standar kebutuhan
dan kepuasan yang di inginkan maka semakin giat orang itu bekerja.
Para teori menganggap bahwa individu berkelakuan dengan cara tertentu untuk
berusaha mencapai tujuan didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhanya. Jadi
analisis teori ini lebih menekankan pada faktorfaktor kebutuhan yang membangkitkan
perilaku individu yang bersumber dari dalam diri seseorang. Artinya teori isi tentang
motivasi menggunakan kebutuhan individual untuk menjelaskan perilaku dan sikap orang
dalam bekerja. Teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa motivasi seseorang
didasarkan pada dua anggapan yaitu:
1. Kebutuhan seseorang tergantung pada apa yang sudah di milikinya.
2. Kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang
bersangkutan yang di gambarkan dalam bentuk hierarki.
Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hirarchi) dari Abraham Maslow yang menyatakan
bahwa motivasi kerja ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan kerja baik
secara biologis maupun psikologis, baik yang berupa materi maupun non-materi.
L. CONTOH KASUS SFAS NO 2
SFAS No. 2 membahas mengenai Accounting Research and Development Costs.
FASB melalui SFAS No. 2 menerapkan rigid uniformity dalam pengakuan biaya riset dan
pengembangan, yaitu langsung diakui sebagai biaya pada periode dikeluarkannya biaya
riset dan pengembangan. Akan lebih representational faithfulness bila biaya research and
development (succesful effort) sebagai finite uniformity, misal dalam akuntansi minyak
dan gas. Pendekatan finite uniformity akan lebih relevan tetapi kurang verifiable. Sterling
(1985), ia melihat bahwa representational faihtfulness dalam konteks binary, bahwa
dalam pengukuran karakteristik aset bisa representational faithfulness atau tidak. Dalam
hal manfaat pengambilan keputusan Sterling percaya representational faithfulness
merupakan karakteristik utama dari usefulnees yang tidak dapat di-”trade off” dengan
veriability, walaupun dalam beberapa kualitas pengukuran kurang tepat.
Sifat dan karakteristik industri minyak dan gas bumi berbeda dengan industri lainnya.
Sebagai akibat dari sifat dan karakteristik dari industri minyak dan gas bumi, maka
terdapat beberapa perlakuan akuntansi khusus untuk industri tersebut yang berbeda
dengan industri lainnya, seperti:
1. Adanya sifat untung-untungan (gambling) dari usaha explorasi menimbulkan beberapa
alternatif dalam penggunaan metode pengakuan biaya atas cadangan yang tidak berisi
minyak atau gas (dry hole).
2. Ada pendapat yang menyatakan bahwa pengakuan biaya harus dikaitkan dengan
aktivitas sampai diketemukannya cadangan minyak atau gas di suatu negara, sehingga
semua biaya yang terjadi ditangguhkan dan akan dikapitalisasi sebagai bagian dari
cadangan minyak yang ditemukan di negara tersebut.
3. Pendapat lain menyatakan bahwa biaya yang terjadi untuk pencarian minyak dan gas
harus dikaitkan dengan hasil dari aktivitas pencarian suatu cadangan.
Perbedaan perlakuan akuntansi terjadi karena adanya perbedaan pandangan dalam
perlakuan biaya yang dikapitalisasikan, beban yang diakui serta perhitungan
amortisasinya. Sehingga perbedaan tersebut pada akhirnya memperkenalkan konsep
pencatatan biaya dengan dasar Full Cost Method dan Successful Effort Method yang pada
akhirnya mengakibatkan perbedaan pada laporan keuangan yang dihasilkan.
Metode successful effort hanya akan mengakui biaya-biaya penelitian atas sumur yang
sukses mendapatkan cadangan terbukti saja yang akan dikapitalisasikan. Biaya-biaya atas
sumur-sumur yang tidak berhasil dinyatakan tidak memiliki manfaat di masa mendatang
dan karena itulah harus dibebankan pada periode terjadinya. Sebaliknya, karena tidak ada
cara untuk menghindarkan biaya-biaya unsuccessful (tidak berhasil) dalam pencarian
cadangan minyak dan gas bumi, maka full cost method menganggap baik biaya-biaya
yang terjadi pada sumur sukses menemukan cadangan minyak dan gas bumi maupun
tidak, tetap diakui sebagai bagian biaya penemuan cadangan minyak dan gas bumi.
Hubungan langsung antara biaya-biaya yang terjadi dengan penemuan cadangan minyak
dan gas bumi tidaklah penting dalam metode full cost. Dengan demikian, bila digunakan
metode full cost baik biaya yang sukses maupun tidak, akan dikapitalisasikan walaupun
biaya yang terjadi pada sumur yang tidak sukses tidak memiliki manfaat sama sekali bagi
perusahaan dimasa mendatang.
Menurut SFAS No. 2 tentang Accounting Research and Development Costs, FASB
menyimpulkan bahwa semua riset dan pengembangan biaya yang diungkapkan mencakup
pembebanan biaya ketika terjadi. Asumsinya secara implisit nilai yang diharapkan dari
biaya R&D adalah nol. FASB menyimpulkan hal tersebut dari berbagai premis dasar yang
diterima sebagai kebenaran. Ada lima faktor oleh FASB yang dianggap mendukung
kesimpulan tersebut:
1. Ketidakpastian manfaat masa depan yang akan dihasilkan oleh biaya riset dan
pengembangan. Pengeluaran biaya R&D adalah tingkat ketidakpastian manfaat di
masa depan karena pengeluaran biaya R&D mengakibatkan risiko. Risiko tersebut
terjadi akibat kegagalan profitabilitas dari sebuah proyek. Diperlukan kehati-hatian
dalam memberikan definisi dari risiko karena profitabilitas historis yang tinggi dari
pengaruh R&D.
2. Kurangnya hubungan kausalitas antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan
manfaat yang dihasilkan. Pernyataan FASB mengenai kurangnya hubungan kausalitas
antara pengeluaran riset dan pengembangan dengan manfaat yang dihasilkan dapat
dipertanyakan. Hasil penelitian Angiley (1973), menunjukkan bahwa hasil penjualan
perusahaan farmasi secara signifikan berhubungan dengan output produk yang
inovatif. Output yang bersifat inovatif tersebut secara signifikan berhubungan dengan
jumlah biaya riset dan pengembangan yang dikeluarkan perusahaan.
3. Biaya riset dan pengembangan tidak memenuhi konsep akuntansi untuk dapat
dikelompokkan sebagai aktiva.
4. Matching concept antara pendapatan dan biaya. Karena manfaat masa depan biaya
riset dan pengembangan kurang dapat ditentukan atau dilihat, maka biaya tersebut
langsung dibebankan sebagai biaya pada saat dikeluarkan. Sedangkan, bagi
perusahaan alasan mengeluarkan biaya riset dan pengembangan adalah adanya
manfaat masa depan, yaitu adanya pendapatan yang dihasilkan dari biaya tersebut.
Dengan mengakui riset dan pengembangan segera sebagai biaya, maka matching
concept tidak terpenuhi.
5. Kurangnya relevansi informasi yang dihasilkan dalam proses pengambilan keputusan
investasi dan kredit.
DAFTAR PUSTAKA

Suwarjono. 2016. Teori Akuntansi (Perekayasaan Pelaporan Keuangan) Edisi ketiga.


Yogyakarta: BPFE
Astika, I. B. Putra. 2010. Teori Akuntansi: Konsep-Konsep Dasar Akuntansi Keuangan.
Denpasar: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.

16

Anda mungkin juga menyukai