Anda di halaman 1dari 39

1

MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN

Materi Sosiologi Pertanian (Studi Kasus) Terjadi Di Desa Tambran


Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan

Disusun Oleh:

Rifani Rusiana Dewi

185040201111011

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 2


Kata Pengantar............................................................................................................ 3
MATERI 1. Pelapisan Sosial ........................................................................................ 4
MATERI 2. Kelompok dan Organisasi Sosial (1) ............................................................ 9
MATERI 3. Kelompok dan Organisasi Sosial (2) .......................................................... 14
MATERI 4. Lembaga atau Pranata Sosial .................................................................... 18
MATERI 5. Perubahan Sosial Pertanian ....................................................................... 22
MATERI 6. Modernisasi Pertanian .............................................................................. 27
MATERI 7. Globalisasi Pertanian ............................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 36
3

Kata Pengantar

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada
teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga
makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Malang, Mei 2019

Penulis
4

MATERI 1. Pelapisan Sosial

Di dalam kehidupan bermasyarakat sering sekali ditemui adanya pelapisan sosial.


Adanya pelapisan sosial tersebut karena dalam pergaulan di masyarakat terdapat
perbedaan kedudukan dan derajat. Perbedaan kedudukan tersebut biasanya dilihat dari
segi kekayaan seperti luas tanah, uang dan benda-benda bernilai ekonomis. Selain itu
dapat juga dilihat dari segi kekuasaan, status keturunan keluarga, dan tinggi rendahnya
ilmu pengetahuan yang dimiliki. Demikian pula yang terjadi di daerah saya yaitu
Kabupaten Magetan, tepatnya di Desa Tambran. Sebagai daerah yang dekat dengan
daerah kerajaan seperti Solo, menjadikan daerah ini terpengaruh budaya Mataram.
Dimana ciri khas budaya Mataram adalah adanya pelapisan sosial (stratifikasi sosial)
dalam masyarakat.

Demikian pula dengan Desa Tambran yang memiliki pelapisan sosial


tersendiri. Secara garis besar, di Desa Tambran terdiri dari tiga lapisan sosial, yakni
lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Banyak hal yang dijadikan dasar
penggolongan ke dalam tiga lapisan tersebut. Misalnya karena daerah ini termasuk ke
dalam rural community, maka ada yang menggolongkan penilaian terhadap luas
kepemilikan tanah pertanian. Seseorang yang memiliki sawah yang luas dapat
dikategorikan masuk ke lapisan atas. Untuk kepemilikan lahan dengan luas lebih dari
satu hektar termasuk lapisan atas. Lapisan menengah yaitu seseorang yang memiliki
luas lahan pertanian antara 0,5 sampai dengan 1 hektar. Dan yang termasuk dalam
lapisan bawah yaitu seseorang yang memiliki luas lahan kurang dari 0,5 hektar atau
bahkan tidak memiliki lahan pertanian.

Selain luasnya lahan pertanian terdapat faktor-faktor lain misalnya ukuran


kekayaan yang dapat dilihat dari tingkat pendapatan. Masyarakat yang memiliki
pendapatan tinggi akan digolongkan dalam lapisan atas, sebaliknya masyarakat dengan
pendapatan rendah akan digolongkan ke dalam lapisan bawah. Kondisi tempat tinggal
juga menggambarkan pelapisan sosial di Desa Tambran. Secara umum, kondisi rumah
masyarakat sudah berdinding tembok, berlantai keramik dan memiliki kamar mandi
5

sendiri. Di sisi lain ada juga masyarakat yang memiliki rumah berdinding bambu dan
berlantai tanah atau diplester. Kedua hal ini yang akan menjadi tolok ukur antara
lapisan atas, menengah, dan bawah. Banyaknya hewan ternak juga dapat dijadikan
tolok ukur penggolongan lapisan sosial seseorang. Seseorang yang memiliki kambing
atau hewan ternak ruminansia lain yang jumlahnya banyak (lebih dari 10 ekor) akan
digolongkan ke dalam lapisan atas. Jika seseorang memiliki hewan ternak ruminansia
antara satu sampai sepuluh termasuk lapisan menengah, dan seseorang yang sama
sekali tidak memiliki hewan ternak digolongkan dalam lapisan bawah. Untuk
kepemilikan benda-benda tersier atau elektronik tidak terlalu mencerminkan pelapisan
sosial. Karena hal yang paling penting menurut masyarakat adalah lahan.

Faktor lainnya adalah kekuasaan, wewenang atau jabatan. Seseorang yang


memiliki kekuasaan yang besar sudah tentu masuk ke dalam lapisan sosial atas.
Misalnya seorang perangkat desa sudah pasti termasuk lapisan atas, walaupun
pendapatan yang diperoleh tidak terlalu banyak. Faktor selanjutnya adalah kehormatan.
Seseorang yang disegani dalam suatu masyarakat, akan digolongkan dalam lapisan
atas. Biasanya masyarakat Desa Tambran sangat menghormati para sesepuh yang
berperilaku luhur. Orang-orang yang berjasa atau sering memberikan bantuan secara
percuma kepada warga lain juga akan digolongkan dalam lapisan atas. Sebaliknya,
ketika seseorang mempunyai jabatan tinggi, akan tetapi memiliki sifat yang kurang
baik terhadap warga lain seperti tidak ramah, secara tidak langsung akan mengalami
penurunan lapisan sosial. Tolok ukur yang terakhir adalah tinggi rendahnya ilmu
pengetahuan yang dimiliki. Walaupun di desa, akan tetapi warga di Desa Tambran
sangat menghargai dan paham pentingnya ilmu pengetahuan. Misalnya saja seorang
guru yang memiliki ilmu pengetahuan lebih tinggi bila dibandingkan dengan para
petani. Guru tersebut akan dihormati oleh masyarakat sekitar dan digolongkan dalam
lapisan atas karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian sistem pengklasifikasian lapisan sosial di Desa Tambran


diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga lapisan sosial yaitu lapisan atas, lapisan
menengah dan lapisan bawah. Yang tergolong lapisan atas adalah orang – orang yang
6

memiliki kekuasaan, wewenang, dan kekayaan. Dapat dicontohkan yang tergolong


dalam lapisan ini adalah Bapak Gatot, seseorang yang paling kaya di Desa Tambran
yang ditandai rumahnya yang sangat mewah. Beliau adalah anak dari Bupati Magetan.
Akan tetapi, banyak sebagian warga yang tidak menyukai beliau dikarenakan kurang
ramah. Lain halnya, dengan Bapak Suwito, beliau berprofesi sebagai pensiunan salah
satu dinas di Kabupaten Magetan. Beliau sangat ramah terhadap masyarakat. Di
samping itu, beliau juga sering memberikan bantuan kepada masyarakat yang
membutuhkan. Bapak Suwito juga ikut berperan dalam pengambilan keputusan apabila
terjadi suatu masalah. Oleh karena sikap hormat beliau, banyak warga yang segan dan
menjadikan beliau sebagai Ketua Rukun Warga di desa kami.

Kemudian yang tergolong dalam lapisan menengah di Desa Tambran adalah


Bapak Tri sebagai ketua kelompok tani. Sehingga apabila terdapat acara seperti
penyuluhan pertanian, beliau sebagai informan yang akan memberi tahu ke petani lain.
Selain itu, guru juga dapat digolongkan dalam lapisan menengah. Di Desa Tambran
profesi sebagai guru dihormati, karena menurut masyarakat beliau adalah orang yang
telah mendidik dan memberikan ilmu kepada anak-anaknya. Para guru disini juga
sangat pedulu terhadap anak didiknya, mereka sering memberikan buku kepada murid
yang kurang mampu, atau hanya sekedar mengajari mereka saat sore hari.

Lapisan terakhir adalah lapisan bawah, yaitu anggota masyarakat yang


berprofesi sebagai buruh tani. Para buruh tani tidak memiliki pengaruh yang nyata
dalam hal pengambilan keputusan suatu masalah. Mereka juga tidak memiliki
sumberdaya yang cukup, baik itu sumberdaya manusia atau yang berhubungan dengan
material. Sebagian besar buruh tani hanya menuruti dan melaksanakan apa yang
menjadi keputusan. Hanya sebagian kecil yang berani untuk mengutarakan ide kepada
lapisan yang lebih atas.

Dahulu stratifikasi di Desa Tambran tergolong dalam sistem stratifikasi


tertutup. Hal ini dikarenakan jarang dijumpai pergerakan yang terjadi di masyarakat.
Para petani cenderung untuk bertahan dengan kondisi yang ada dengan sikap nrimo ing
pandum. Akan tetapi, sekarang kondisinya sudah berbeda. Sistem stratifikasi yang ada
7

mulai menuju ke sistem stratifikasi terbuka. Dimana seseorang aktif untuk melalukan
pergerakan dengan tujuan berpindah dari lapisan bawah ke lapisan yang lebih atas.
Banyak para pemuda yang ingin masuk dalam golongan lapisan atas, sehingga mereka
berusaha untuk mendapatkan pekerjaan atau penghasilan yang lebih tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa adanya stratifikasi sosial


tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dikatakan oleh Susanti
et al (2018), bahwa stratifikasi selalu melekat dalam kehidupan bermasyarakat yang
ditandai adanya pembagian dan perbedaan kedudukan. Perbedaan kedudukan tersebut
dapat dilihat dari berbagai faktor ataupun sudut pandang. Dalam ilmu sosiologi
menurut Abdulsyani (2012), pengertian dari stratifikasi sosial adalah pembagian
masyarakat atau penduduk berdasarkan tingkat kelas-kelas tertentu.

Stratifikasi sosial akan muncul karena berbagai proses yang terjadi di


masyarakat. faktor faktor yang mendorong adanya stratifikasi sosial adanya perbedaan
kemampuan, kepemilikan harta benda, umur, fisik, dan jenis kelamin. Menurut Huky
(1982), terdapat beberapa kondisi yang turut serta mendorong terjadinya stratifiksi
sosial. Kondisi-kondisi tersebut diantaranya adanya perbedaan ras dan budaya, adanya
pembagain tugas yang terspesialisasi, dan adanya kelangkaan.

Sesuai dengan contoh studi kasus di atas, bahwa di Desa Tambran juga
dijumpai stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial tersebut bisa dilihat berdasarkan
kekayaan, kekuasaan atau wewenang, status atau kedudukan, dan pengetahuan atau
pendidikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Maryati dan
Suryawati (2006), bahwa terdapat 4 hal dasar yang digunakan untuk mengelompokkan
masyarakat berdasarkan tingkatannya yaitu kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan
pendidikan. Keempat hal itu akan saling berhubungan satu sama lain.

Secara garis besar bentuk stratifikasi sosial sendiri dibedakan menjadi 2 yaitu
stratifikasi yang bersifat terbuka dan tertutup. Dalam contoh studi kasus diatas Desa
Tambran termasuk dalam stratifikasi terbuka, dimana adanya kemungkinan suatu kelas
atau tingkatan akan berubah ke tingkatan atau kelas lainnya. Menurut Murdiyatmoko
8

(2006), kelebihan dari stratifikasi sosial terbuka adalah setiap individu akan terangsang
untuk mengejar sesuatu tingkatan yang lebih baik.

Berdasarkan pembagian tingkatan stratifikasi sosial diatas terdapat kesamaan


dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Alfian (2016), yaitu terdapat tiga tingkatan
stratifikasi sosial yaitu tingkat kelas atas, menengah dan bawah. Menurut penelitiannya
seseorang dengan penghasilan lebih dari enam juta rupiah tergolong kelas atas.
Sedangkan yang berpenghasilan antara tiga juta rupiah sampai dengan enam juta rupiah
dapat digolongkan kelas menengah. Dan yang terakhir adalah kelas bawah adalah
seseorang yang berpenghasilan antara satu juta rupiah sampai dengan tiga juta rupiah.
Dalam kenyataannya kelas atas biasanya beranggotakan kelompok kaum elite, kelas
menengah terdiri dari kelompok fungsional dan kelompok profesional, sedangkan
kelas bawah terdiri dari pekerja kasar.
9

MATERI 2. Kelompok dan Organisasi Sosial (1)

Manusia yang hakikatnya diciptakan sebagai makhluk sosial tidak akan bisa hidup
tanpa bantuan orang lain. Untuk itu, mereka saling bekerja sama satu sama lain untuk
membentuk suatu kelompok sosial. Dengan adanya kelompok sosial dapat membantu
kita untuk mempermudah suatu urusan. Keberadaan kelompok sosial muncul
dikarenakan adanya tujuan yang ingin dicapai bersama-sama.

Untuk meningkatkan rasa solidaritas antar warga di Desa Tambran, maka para
warga sepakat untuk membentuk kelompok arisan. Kelompok arisan di Desa Tambran
dibagi menjadi 2, yaitu kelompok arisan ibu-ibu dan kelompok arisan bapak-bapak.
Biasanya arisan dilakukan setiap awal bulan pada tanggal 8. Untuk kelompok ibu-ibu
pada sore hari, sedangkan kelompok bapak-bapak pada malam hari. Kegiatan arisan ini
bukan hanya sekedar berkumpul untuk kegiatan ekonomi saja, melainkan arisan dapat
dijadikan sebagai wadah pemersatu kebersamaan antar warga. Kegiatan ini juga
menjadi sarana bagi anggota untuk berinteraksi satu sama lain.

Kegiatan arisan ini memiliki norma-norma yang bersifat informal atau tidak
tertulis. Misalnya, kegiatan arisan dilaksanakan sebulan sekali, peraturan setoran uang
arisan sebesar Rp.20.000,00 ditambah membayar kas Rp.5.000,00. Kegiatan ini
dibentuk atas dasar pentingnya untuk bergaul dengan sesama dan untuk mewadahi
kepentingan atau urusan ibu-ibu rumah tangga. Kegiatan arisan ini juga menunjang
kegiatan kemasyarakatan yang lain seperti menjenguk tetangga yang sedang sakit,
membantu tetangga yang sedang mengadakan syukuran yang biasa disebut rewang,
dan kegiatan gotong royong yang lain.

Selain kelompok arisan, kelompok sosial lain yang ada di Desa Tambran adalah
remaja masjid. Remaja masjid beranggotakan remaja yang berusia antara 12 sampai
dengan 20 tahun. Ide berdirinya remaja masjid adalah adanya harapan dari sejumlah
orang di sekitar masjid agar ada generasi muda yang islami dan berdedikasi penuh
untuk masjid. Dalam remaja masjid ini kita bisa mengembangkan bakat dan minat di
bidang keagamaan. Kegiatan rutin yang dilakukan adalah saat peringatan hari besar
10

islam seperti bulan puasa, idhul fitri, dan idhul adha. Dengan adanya kelompok sosial
seperti remaja masjid sangat membantu. Hal ini dikarenakan peran remaja saat ini
sangat dibutuhkan dalam mengembangkan suatu kreativitas.

Selain kelompok sosial, di Desa Tambran juga terdapat organisasi sosial.


Perbedaan mendasar antara organisasi sosial dan kelompok sosial yaitu, dalam
organisasi sosial terdapat susunan struktur organisasi yang jelas. Selain itu organisasi
sosial juga memiliki badan hukum. Sedangkan kelompok sosial tidak memiliki susunan
struktur organisasi yang jelas dan tidak berbadan hukum. Salah satu contoh organisasi
sosial di Desa Tambran adalah Kelompok Tani. Secara umum, kelompok tani dapat
digolongkan dalam kelompok sosial atau organisasi sosial tergantung dari kelompok
tani itu sendiri. Jika kelompok tani tersebut sudah berbadan hukum dapat dikategorikan
sebagai organisasi sosial. Sedangkan jika kelompok tani belum memiliki badan hukum,
kelompok tani tersebut masuk ke dalam kelompok sosial. Kelompok tani di Desa
Tambran sudah berbadan hukum, sehingga dapat dikategorikan sebagai organisasi
sosial. Akan tetapi keberadaan kelompok tani dirasa kurang berjalan dengan baik. Hal
ini disebabkan kurangnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah atau
dinas terkait. Kabarnya tenaga penyuluh pertanian di Kabupaten Magetan masih
kurang, sehingga kegiatan penyuluhan kurang intensif.

Organisasi sosial yang lain adalah karang taruna. Karang taruna merupakan
organisasi sosial sebagai wadah generasi para pemuda yang memiliki kesadaran dan
tanggung jawab sosial. Keberadaan karang taruna di Desa Tambran kurang begitu
berjalan karena kurangnya sumber daya manusia berupa pemuda. Kondisi ini
dikarenakan para pemuda banyak yang masih bersekolah. Mereka pulang dari sekolah
ketika hari sudah sore. Sehingga dirasa sudah tidak ada waktu lagi bagi para pemuda
untuk mengikuti organisasi karang taruna. Di Desa Tambran, anggota organisasi
karang taruna didominasi pemuda yang berumur 20 tahun keatas. Sedangkan pemuda
yang berumur belasan tahun masih sangat jarang. Kegiatan karang taruna ini diantarnya
mengadakan lomba peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dan beberapa anggota
juga menjadi panita pelaksanaan pemilu beberapa waktu yang lalu.
11

Jika karang taruna beranggotakan para pemuda desa, lain halnya dengan
organisasi sosial PKK. PKK adalah kepanjangan dari Pemberdayaan Kesejahteraan
Keluarga adalah salah satu organisasi sosial yang beranggotakan ibu-ibu. Organisasi
sosial ini memiliki berbagai macam kegiatan seperti arisan, kegiatan penyuluhan atau
sekedar sharing, pengajian, atau bahkan masak-masak bersama. Organisasi ini
termasuk organisasi terbuka, karena anggotanya bermacam-macam, mulai dari
golongan atas sampai golongan bawah saling membaur tanpa melihat perbedaan yang
ada. Berbagai kegiatan tersebut dilakukan tidak lain dengan tujuan mempererat tali
silaturahmi dan menjaga rasa solidaritas antar ibu-ibu di Desa Tambran.

Pada umumnya terdapat dua tipe kelompok sosial naluri di Desa Tambran.
Kelompok sosial tersebut dapat berbentu paguyuban (Gemeinschaft) dan patembayan
(Gesellschaft). Contoh nyata adanya paguyuban adalah pembentukan RT (Rukun
Tetangga) dan RW (Rukun Warga). Adanya RT dan RW dapat disebut sebagai
paguyuban karena adanya keterikatan masyarakat karena adanya kesamaan daerah
tempat tinggal. Sehingga RT dan RW disebut sebuah paguyuban karena tempat.
Keluarga juga dapat disebut sebagai paguyuban. Dalam keluarga pasti ada hubungan
atau ikatan darah dan memiliki kesamaan leluhur atau nenek moyang. Sehingga
keluarga juga disebut paguyuban karena ikatan darah. Sedangkan contoh dari
patembayan (Gesellschaft) adalah hubungan antara kelompok usaha tani satu dengan
yang lainnya dalam satu desa. Dalam patembayan hubungan atau interaksi terjadi
secara sekunder karena antar anggotanya tidak ada suatu ikatan batin.

Seperti itulah kira-kira gambaran kelompok dan organisasi sosial yang ada di
Desa Tambran. Setiap warga paling tidak bergabung di salah satu kelompok sosial atau
organisasi sosial. Karena apabila seseorang tidak mau hidup berkelompok, ia akan
kesusahan dalam menyelesaikan berbagai masalah. Kembali lagi bahwa kodrat
manusia sebagai makhluk sosial, sehingga kita membutuhkan bantuan orang lain dalam
menyelesaikan suatu permasalahan.

Menurut Soerjono Soekanto dalam Lukmana dan Wiratsasongko (2017),


definisi dari kelompok sosial adalah kesatuan manusia yang hidup bersama-sama dan
12

saling berhubungan karena memiliki hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.
Dari uraian diatas kelompok arisan dan remaja masjid tergolong kelompok sosial
dikarenakan mereka memiliki suatu tujuan yang sama. Terdapat dua faktor utama yang
mendorong terbentuknya kelompok sosial menurut Azri (2017), yaitu adanya suatu
kedekatan dan kesamaan. Kedekatan yang dimaksud disini adalah kedekatan geografis
atau tempat tinggal. Pada kelompok sosial arisan mereka memiliki kedekatan geografis
karena mereka satu Rukun Tetangga. Kemudian faktor yang kedua adalah kesamaan.
Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan kepentingan dan kesamaan keturunan.
Pada kelompok sosial remaja masjid mereka memiliki kesamaan kepentingan atau
tujuan yaitu sama-sama ingin memakmurkan masjid.

Selain kelompok sosial juga terdapat organisasi sosial di dalam suatu desa.
Pengertian organisasi sosial menurut Hanifah dan Umayah (2011), adalah
perkumpulan yang dibentuk oleh masyarakat yang memiliki badan hukum yang jelas
sebagai wadah masyarakat dalam melaksanakan usaha kesejahteraan sosial. Dari
contoh kedua organisasi sosial diatas yaitu karang taruna dan PKK, semuanya sangat
berperan dalam usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Terdapat pembeda antara
organisasi sosial dan kelompok sosial seperti yang disampaikan Utomo (1986), bahwa
terdapat ciri-ciri untuk menentukan suatu kelompok sosial merupakan organisasi sosial
yaitu suatu organisasi sosial bersifat formal, mempunyai susunan yang hierarki, dan
durasi lamanya suatu kepengurusan.

Secara hukum adat pengertian paguyuban menurut Rimawati (2013), bahwa


paguyuban adalah suatu hubungan yang terjadi antar masyarakat yang bukan
didasarkan motif ekonomi. Secara garis besar paguyuban dibagi menjadi 3 yaitu
paguyuban of blood misalnya ikatan kekerabatan dalam keluarga, paguyuban of place
misalnya pembentukan Rukun Tetangga, dan paguyuban of mind yang terbentuk
karena kesamaan pikiran.

Selain paguyuban ada juga patembayan yang memiliki definisi menurut Susanti
dan Sismudjito (2015), adalah bentuk hubungan untuk jangka waktu yang pendek dan
13

bersifat mekanis. Contoh dari hubungan patembayan adalah hubungan perjanjian yang
dilakukan oleh pedagang dan pembeli.
14

MATERI 3. Kelompok dan Organisasi Sosial (2)

Di daerah saya, yaitu Magetan Jawa Timur dikenal sebagai penghasil jeruk Pamelo.
Karena termasuk daerah yang menghasilkan banyak jeruk pamelo, maka harus
dilakukan upaya upaya sebagai bentuk pengorganisasian produksi pertanian. Usaha
yang dilakukan untuk mengorganisasikan produk tersebut diantaranya dengan adanya
usaha tani. Kebanyakan usaha tani jeruk pamelo ini berada di desa Tamanan
Kecamatan Sukomoro. Keberadaan usaha tani ini didominasi oleh para pria daripada
wanita. Petani pria di daerah ini rata-rata berusia 40 tahun keatas. Jarang para pemuda
yang mau menggeluti usaha tani ini. Akan tetapi, walaupun telah berusia tua, para
petani tersebut fisiknya masih cukup kuat. Tingkat usia yang relatif tua ini akan
mempengaruhi petani dalam menyerap berbagai informasi dan inovasi yang
berkembang saat ini. Padahal berbagai informasi tadi dapat mempengaruhi petani
dalam proses pengelolaan lahan. Latar belakang pendidikan yang dimiliki sebagian
besar petani masih rendah. Hal ini dikarenakan, mereka kurang memperhatikan arti
penting dari pendidikan.

Berdasarkan bentuknya, rata-rata usaha tani di desa Tamanan termasuk ke


dalam usaha tani yang penguasaan unsur produksi dan pengelolannya dilakukan secara
perseorangan. Di Desa Tamanan, hampir setiap warga desa mempunyai lahan jeruk
pamelo. Baik terletak di sawah, pekarangan ataupun tegalan. Setiap sore, setiap rumah
pasti ada salah satu anggota keluarga yang pergi ke sawah atau tegalan. Mereka pergi
ke tegalan atau sawah untuk melihat kondisi tanaman jeruk pamelo. Mereka rajin untuk
menyiangi gulma dan melakukan pengendalian hama dengan cara disemprot.

Berdasarkan contohnya, usaha tani di Desa Tamanan itu dapat digolongkan ke


dalam usaha tani pencukup kebutuhan keluarga. Itu artinya sistem usaha tani di desa
ini termasuk kategori tinggi atau modern. Setelah memasuki masa panen, para petani
akan menjual hasil jeruknya. Kemudian hasil penjualan jeruk dijadikan penghasilan
utama para para petani di Desa Tamanan. Jadi hanya sebagian kecil jeruk pamelo yang
15

akan dikonsumsi sendiri. Bagi warga di desa ini, usaha tani jeruk pamelo adalah sumber
pendapatan utama yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup.

Dengan adanya usahatani jeruk pamelo, mendorong terbentuknya kelompok


tani di Desa Tamanan. Jumlah kelompok tani di desa ini cukup banyak, mengingat
banyaknya warga yang sangat bergantung terhadap hasil produksi jeruk pamelo.
Adanya kelompok dan organisasi sosial berupa kelompok tani tersebut sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan usahatani jeruk pamelo. Kelompok tani
memiliki peran yang sangat besar dalam hal mengembangkan usahatani jeruk pamelo.

Kondisi kelompok tani di desa Tamanan sendiri terjalin dengan sangat baik.
Hal tersebut tercipta karena adanya komunikasi yang baik dan keterbukaan antara
anggota dengan pengurus. Dengan kondisi ini, mendorong anggota untuk aktif dan
menimbulkan perasaan kekeluargaan antar petani. Setiap anggota memiliki hak yang
sama. Mereka bebas mengajukan pendapat saat diadakan pertemuan rutin. Tidak ada
perbedaan antara anggota satu dengan anggota yang lain

Kelompok tani di desa Tamanan juga mengadakan kegiatan simpan pinjam.


Dengan adanya kegiatan itu, partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani
meningkat signifikan. Kegiatan semacam itu sangat membantu petani yang memiliki
kondisi ekonomi kurang. Mereka dapat meminjam uang, yang digunakan untuk
membeli bibit jeruk pamelo, membeli pupuk, dan kegiatan pengelolaan lahan lainnya.
Selain itu, kelompok tani juga menyediakan peminjaman alat pertanian seperti hand
tractor. Petani yang ingin menggunakan alat-alat mekanisasi pertanian akan tetapi
tidak mempunyai, bisa meminjam melalui pengurus kelompok tani dengan
persayaratan yang telah disepakati oleh semua anggota.

Keberadaan kelompok tani di Desa Tamanan memang dirasakan sangat


membantu petani dalam menjalankan kegiatan usahatani jeruk pamelo. Kegiatan yang
dianggap sangat berperan meningkatkan pengetahuan petani jeruk pamelo diantaranya
adanya penyuluhan. Kegiatan penyuluhan dilakukan setiap 35 hari sekali dengan cara
mengundang petugas penyuluh pertanian atau penyuluh lapang untuk memberikan
16

berbagai materi seperti pengelolaan lahan yang baik, pengendalian hama terpadu,
penanganan panen dan pascapanen serta mengelola usahatani.

Menurut Manyamsari dan Mujiburrahmad (2014), pengertian dari usaha tani


adalah suatu pengelolaan satuan organisasi saat kegiatan produksi lapangan di bidang
pertanian. Unsur-unsur dari usaha tani diantaranya adalah lahan, tenaga kerja, modal,
dan manajemen pengelolaan. Keempat hal tersebut saling berhubungan satu sama lain
dan tidak dapat dipisahkan.

Berdasarkan studi kasus diatas usaha tani yang dilakukan adalah perseorangan.
Dimana jika usaha tani tersebut unsur-unsur produksinya ditentukan oleh diri sendiri.
Misalnya tanah yang digunakan dapat tanah milik sendiri atau menyewa dari orang
lain. selain itu kita dapat menentukan sendiri mau mengolah lahan itu sendiri atau
menggunakan jasa buruh tani. Menurut Nadir dan Mutmainnah (2018), biasanya usaha
tani perseorangan lahannya tidak terlalu luas sehingga biasanya petani melakukan
pengelolaan lahan secara mandiri. Hal ini sesuai dengan ilustrasi petani jeruk pamelo
yang ada di Magetan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan bahwa adanya kelompok tani


memegang peranan yang cukup besar terhadap keberhasilan usaha tani. Adanya
kelompok tani bisa berperan membantu memasarkan berbagai komoditas pertanian.
Menurut Deptan (2013), kelompok tani memiliki peranan misalnya sebagai wadah atau
wahana belajar berorganisasi bagi para petani, sebagai wahana kerjasama, serta
berperan sebagai unit produksi, pengolahan maupun pemasaran. Jika suatu kelompok
tani berhasil melakukan perannya dengan baik hal ini dapat mengembangkan usaha
taninya lebih baik lagi.

Menurut Setiadin (2005), untuk meningkatkan usaha tani, setiap orang harus
pandai untuk berorganisasi. Salah satu wahana belajar berorganisasi adalah adanya
kelompok tani. Dengan mengikuti berbagai kegiatan dalam kelompok tani kita dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baik untuk memulai usaha
tani.
17

Kelompok tani berperan penting dalam hal unit yang menyediakan berbagai
sarana dan prasarana dari mulai produksi, pengolahan, dan pemasaran. Hal ini sesuai
dengan uraian diatas dimana keberadaan kelompok tani ini sangat membantu dalam hal
kegiatan usaha tani. Menurut Relamareta (2011), peranan kelompok tani terhadap unit
usaha tani dibagi menjadi 3 yaitu kategori tinggi, sedang, dan rendah. Menurut
Fahmi dan Balkis (2017), penilaian peranan usaha tani dapat dilihat dari beberapa
faktor seperti proses perencanaan, kerjasama dalam melaksanakan kegiatan atau
perencanaan, adanya kegiatan belajar mengajar antar petani dan penyuluh pertanian,
pengembangan dan pemanfaatan milik kelompok, dan yang terakhir inisiatif dan
kesepakatan kelompok.
18

MATERI 4. Lembaga atau Pranata Sosial

Salah satu lembaga sosial yang bergerak di bidang pertanian di desa adalah Koperasi
Unit Desa atau yang biasa disebut KUD. Diharapkan dengan adanya Koperasi Unit
Desa dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap kesejahteraan para petani.
Dengan adanya Koperasi Unit Desa, maka sebagian besar pengelolaan dan
pemberdayaan segala potensi yang ada di desa dilaksanakan oleh Koperasi Unit Desa.

Sama halnya yang terjadi di daerah saya yaitu Kabupaten Magetan. Karena di
desa saya tidak ada Koperasi Unit Desa, maka saya mengambil contoh studi kasus
Koperasi Unit Desa yang berada di daerah Panekan yang masih termasuk Kabupaten
Magetan. Koperasi Unit Desa yang dimiliki Panekan bernama KUD Sumber Rejeki.
Lembaga sosial ini termasuk formal karena sudah berbadan hukum. Kegiatan yang
dikelola Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki diantaranya adalah usaha simpan pinjam,
pendistribusian bibit, menghimpun hasil panen, dan pembayaran rekening listrik dan
air.

Saat ini kegiatan pembayaran rekening listrik dan air telah mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya kios-kios pembayaran rekening
yang bertebaran di desa-desa. Para warga lebih memilih untuk membayar di kios
tersebut karena tidak perlu menunggu tanggal untuk membayar.

Sawah yang digunakan petani di daerah Panekan ternyata bukan semuanya


milik pribadi. Kebanyakan sawah adalah tanah milik desa atau di daerah kami biasa
disebut bengkok. Karena bukan sawah pribadi melainkan sawah milik desa. Maka
biasanya petani akan menyerahkan atau menyetorkan hasil panennya kepada Koperasi
Unit Desa Sumber Rejeki. Setelah hasil panen terkumpul, maka pihak Koperasi Unit
Desa Sumber Rejeki akan menyalurkannya ke masyarakat luas untuk diperjual belikan.
Kegiatan pendistribusian hasil pertanian seperti ini akan memberikan pengaruh positif
dalam pendapatan desa.

Adanya Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki ini juga membantu masyarakat
untuk mendapatkan pinjaman modal yang digunakan untuk mengembangkan suatu
19

bidang usaha. Para anggota dapat melakukan simpan pinjam di Koperasi Unit Desa
Sumber Rejeki ini. Hal ini sangat membantu, terutama bagi petani golongan menengah
kebawah. Berkat kegiatan ini juga banyak pemuda desa yang sekarang tetap
melanjutkan sekolah.

Peran Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki selanjutnya adalah pendistribusian


bibit atau benih. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak ditemui berbagai hal yang
dirasa tidak adil. Misalnya ada kelompok tani yang membutuhkan bibit jagung. Mereka
akan membeli bibit jagung dari Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki. Setelah
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, ternyata kualitas dan hasil panen menjadi jelek.
Padahal seharusnya biji atau benih yang dibeli di Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki
adalah biji atau benih yang berkualitas tinggi karena didapat dari pemerintah.

Kasus lain yang pernah ada adalah penyaluran obat untuk pembasmi hama yang
tidak tepat sasaran. Pada dasarnya penyaluran pembasmi hama, pupuk, benih dan
semacamnya melalui mekanisme Koperasi Unit Desa. Tetapi ditemui bahwa terjadi
jual beli obat pembasmi hama antara salah satu oknum dan petani. Hal ini sangat
menyalahi aturan, karena tujuan dibentuknya Koperasi Unit Desa adalah untuk
memonopoli kegiatan yang berhubungan dengan agrokompleks di desa tersebut. Lebih
lanjut lagi, warga mempunyai alasan tersendiri untuk membeli obat pembasmi hama
kepada suatu oknum. Hal ini dikarenakan harga yang jauh lebih murah daripada harga
yang ditetapkan oleh Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki.

Dari berbagai uraian diatas dapat dilihat bahwa lembaga sosial seperti Koperasi
Unit Desa dapat memberikan dampak postif ataupun dampak negatif. Akan tetapi,
hadirnya Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki sangat berperan penting bagi masyarakat,
hal ini ditandai dari semakin banyaknya anggota dari tahun ke tahun. Kedudukan
koperasi dinilai sangat penting untuk menumbuh kembangkan kehidupan ekonomi
rakyat secara demokratis.

Selain berperan sebagai lembaga sosial, Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki
juga dapat digolongkan ke dalam kelembagaan sosial. Karena dalam sebuah koperasi
20

dapat melalukan berbagai kegiatan misalnya penyediaan benih, penyediaan modal, dan
pemasaran. Yang tidak bisa dilakukan oleh Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki adalah
penyediaan air irigasi dan lahan pertanian. Akan tetapi, karena kemampuannya
melakukan berbagai hal tadi, maka Koperasi Unit Desa Sumber Rejeki selain berperan
sebagai lembaga sosial juga dapat berperan sebagai kelembagaan sosial.

Salah satu lembaga sosial yang bergerak di bidang ekonomi pedesaan adalah
Koperasi Unit Desa atau yang biasa disebut dengan KUD. Definisi pranata atau
lembaga sosial menurut Horton and Hunt (1987), adalah kumpulan sistem norma yang
digunakan untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang dijadikan oleh masyarakat
sebagai tempat untuk berinteraksi. KUD sebagai salah satu lembaga sosial yang telah
berkembang selama beberapa dekade untuk pembangunan pertanian di Indonesia.
Berkembangnya KUD diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi di daerah pedesaan.

Pembangunan pertanian di Indonesia saat ini masih tergolong lemah. Hal ini
disebabkan KUD yang ada belum dapat berperan secara maksimal. Menurut Winarno
(2008) kegagalan pembangunan pertanian di Indonesia karena lemahnya kelembagaan
petani. Untuk itu, dengan menguatnya kelembagaan petani akan meningkatkan
kesejahteraan petani dan masyarakat di pedesaan.

Untuk itu, Indonesis saat ini perlu melakukan revitalisasi KUD. Menurut
Masyhuri (2010), untuk melakukan revitalisasi KUD dapat dilakukan berbagai
kegiatan misalnya adanya kebijakan pembangunan masyarakat yang pro KUD, adanya
reformasi organisasi dan usaha KUD, diadakannya penguatan mental dan sumber daya
manusia, melakukan pengembangan kerjasama antar KUD, dan meningkatkan citra
KUD.

Indonesia perlu membuat lembaga-lembaga sosial di bidang pertanian yang


lain. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Indonesia. Semakin
banyak relasi yang beragam antar lembaga sosial semakin baik pola proses
kelembagaan di Indonesia. Adanya Koperasi Unit Desa termasuk ke dalam lembaga
21

atau pranata ekonomi. Menurut Gillin dan Gillin (1954), KUD sebagai pranata
ekonomi di desa memiliki fungsi seperti mengatur produksi barang dan jasa, mengatur
distribusi barang dan jasa, serta mengatur konsumsi barang dan jasa.

Secara umum, fungsi dari lembaga atau pranata sosial ada 8 golongan yaitu
sebagai berikut

1. Sebagai kinship atau domestic institutions yaitu memenuhi kehidupan


kekerabatan
2. Sebagai economic institutions yaitu memenuhi kebutuhan manusia untuk mata
pencaharian hidup
3. Sebagai educational institutions yaitu memenuhi keperluan penerangan
pendidikan manusia
4. Sebagai scientific institutions yaitu memenuhi keperluan manusia
5. Sebagai recreational institutions yaitu memenuhi kebutuhan manusia untuk
menghayatkan rasa keindahan
6. Sebagai religious institutions yaitu memenuhi keperluan manusia yang
berhubungan dengan berbakti kepada Tuhan
7. Sebagai political institutions yaitu sebagai pengatur dan pengelola
keimbanagan kekuasaan dalam kehidupan masyarakat
8. Sebagai somatic institutions yaitu memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan
hidup manusia
22

MATERI 5. Perubahan Sosial Pertanian

Secara geografis, Kabupaten Magetan termasuk dalam wilayah dengan lahan


pertanian yang cukup luas. Karena luasnya lahan pertanian yang tersedia, maka banyak
penduduk yang menggantungkan hidupnya pada alam misalnya saja kegiatan bertani.
Melalui kegiatan pertanian masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kondisi tanah pertanian yang subur dan masih terjaga juga mampu meningkatkan taraf
hidup masyarakat sekitar.

Kebiasaan gotong royong adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan warga


seperti kerja bakti membersihkan saluran irigasi, gotong royong membersihkan
lingkungan sekitar, dan juga gotong-royong apabila ada warga yang memiliki hajat.
Budaya gotong royong sudah sangat melekat di dalam di warga utamanya yang
berprofesi sebagai petani. Dengan terjaganya berbaagai kegiatan sosial semacam itu,
menandakan bahwa masyarakat sangat menjaga nilai-nilai toleransi antar warga

Akan tetapi karena adanya perubahan nilai-nilai sosial yang terjadi di


masyarakat sehingga menimbulkan perubahan sosial yang sangat berarti. Saat ini,
sebagian besar penduduk tidak berprofesi sebagai petani lagi. Mereka mulai mencari
sumber penghasilan lain yang dinilai lebih menjanjikan. Adanya pergeseran mata
pencaharian ini disebabkan adanya penyempitan lahan pertanian yang ada di Magetan.
Lahan pertanian yang ada, banyak yang dijadikan pemukiman baru. Selain itu,
kesuburan lahan pertanian juga menurun akibat penggunaan bahan-bahan kimia yang
berlebihan.

Adanya perubahan sosial tampak semakin jelas, hal ini dapat ditandai dari
mulai adanya keragaman mata pencaharian penduduk. Dahulu sebagian besar
penduduk berprofesi sebagai petani, akan tetapi sekarang banyak yang sudah beralih
dikarenakan warga menganggap sektor pertanian kurang menjanjikan. Keberagaman
mata pencaharian tersebut juga mendorong mundurnya kegiatan sosial para warga.
Dahulu jika mereka membantu suatu warga, mereka dengan ikhlas akan membantu
23

warga tersebut entah warga itu kaya ataupun miskin. Akan tetapi, sekarang banyak para
warga yang membantu karena berorientasi pada materi.

Perubahan mata pencaharian yang terjadi juga menyebabkan adanya perbedaan


tingkat pendapatan yang menyebabkan semakin beragamnya struktur masyarakat jika
dilihat dari mata pencahariannya. Keberagaman struktur masyarakat ini menimbulkan
pandangan bahwa kehidupan para petani semakin hari semakin terpinggirkan karena
hasil pertanian yang mereka dapat kurang memberikan kesejahteraan. Adanya
pergeseran mata pencaharian menyebabkan semakin beragamnya status sosial pada
masyarakat. Perkembangan gaya hidup dan pola perilaku dapat dilihat dari kondisi
tempat tinggal.

Keberadaan tempat tinggal menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan


masyarakat. Dahulu, saat sebagian masyarakat masih berprofesi sebagai petani, bentuk
rumahnya masih tradisional yang dilengkapi kandang dengan halaman yang luas.
Namun saat ini, karena beragamnya mata pencaharian penduduk, keberadaan rumah-
rumah dapat menunjukkan struktur kelas sosial yang beragam. Selain itu gaya
berpakaian orang-orang, lambat laun juga meninggalkan gaya yang mencerminkan
masyarakat desa. Adanya pergeseran segi kehidupan di desa-desa ditandai dengan
semakin menipisnya nilai-nilai gotong royong antar sesama. Pergeseran mata
pencaharian dari yang dulunya di bidang pertanian menjadi berbagai sektor akan
memunculkan jiwa-jiwa masyarakat perkotaan.

Selain perubahan sosial yang menimbulkan dampak negatif, terdapat juga


perubahan sosial yang menimbulkan dampak positif. Misalnya saja, dahulu banyak
masyarakat yang kurang mengerti akan hukum. Sehingga sudah banyak kasus kriminal
yang terjadi karena ketidaktahuan warga akan hukum. Kondisi semacam ini terjadi
karena dahulu, tingkat pendidikan masyarakat masih sangat rendah. Setelah waktu
berjalan, tingkat pendidikan masyarakat pun juga mengalami perkembangan.
Perkembangan tentang sistem norma sosial dan hukum sedikit demi sedikit sudah
dipahami oleh warga. Hal ini dibuktikan dengan berkurangnya tindakan kriminal yang
24

melibatkan anggota masyarakat. Hal ini juga didukung oleh kemajuan pola pikir dari
warga dan semakin meningkatnya tingkat pendidikan para warga.

Semakin maju dan berkembangnya pola pikir warga juga membawa dampak
semakin banyaknya keberadaan lembaga-lembaga masyarakat di suatu desa. Para
warga diberikan wadah-wadah untuk menampung berbagai aspirasi atau ide yang
mereka punya. Banyak berdiri berbagai lembaga-lembaga masyarakat seperti Badan
Permusyawaratan Desa, Karangtaruna dan Forum Kemitraan Polisi dengan
Masyarakat. Lembaga-lembaga semacam ini dapat dijadikan tempat pelatihan
berorganisasi di lapisan masyarakat. Semakin meningkat dan optimalnya lembaga-
lembaga masyarakat tersebut mengindikasikan bahwa semakin baiknya kualitas
sumber daya manusia yang ada.

Menurut Setiawati dan Sanjoyo (2012), definisi dari perubahan sosial adalah
adanya perubahan struktur sosial dalam suatu masyarakat. Fenomena seperti ini terjadi
sepanjang masa dalam kehidupan masyarakat. Perasaan bosan diduga menjadi
penyebab adanya perubahan sosial. Menurut O’Neil (2006), terdapat 3 faktor utama
yang menjadi penyebab adanya perubahan sosial yaitu perubahan lingkungan alam
sekitar, keefektifan komunikasi, dan adanya tekanan kerja dalam masyarakat.

Dari contoh studi kasus diatas perubahan sosial bisa diawali oleh faktor
perubahan lingkungan alam sekitar yaitu semakin menyempitnya lahan pertanian. Hal
ini menyebabkan sektor pertanian tidak lagi menjanjikan kemapanan status sosial.
Menurut Nasikun (1986), tipologi masyarakat desa berdasarkan kegiatan pokok yang
ditekuni penduduknya guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, diantaranya desa
pertanian dimana semua anggota masyarakatnya terlibat dibidang pertanian

Peristiwa perubahan sosial biasanya diawali dengan peristiwa mobilitas sosial


atau gerak sosial. Mobilitas sosial adalah proses perpindahan individu atau objek sosial
dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan yang lain. Menurut Soekanto (1990),
terdapat dua jenis mobilitas sosial yaitu sosial climbing dan social sinking. Social
25

climbing dapat diartikan sebagai gerak sosial vertikal naik dan social sinking dapat
diartikan sebagai gerak sosial vertikal turun.

Menurut Narwoko (2007), terdapat tiga jenis dimensi dalam perubahan sosial.
Ketiga dimensi tersebut adalah dimensi struktural, dimensi kultural dan dimensi
interaksional. Dimensi struktural adalah perubahan yang terjadi dalam status dan peran
seseorang. Status atau kedudukan adalah lapisan berdasarkan derajat kehormatan
masyarakat. Sedangkan peran adalah pelaksanaan dari hak dan kewajiban kita.
Misalnya seorang petani memiliki dua kedudukan yaitu sebagai kepala keluarga dan
satu lagi sebagai ketua kelompok tani. Kedudukan ini akan mempengaruhi peran
seseorang, ketika menjadi kepala keluarga seorang bapak harus bertanggung jawab
mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan sebagai ketua kelompok tani harus mampu
mengatur para anggotanya. Dimensi yang kedua adalah dimensi kultural. Dalam
dimensi ini terjadi perubahan nilai-nilai sosial dan budaya. Menurut Setiadi dan Usman
(2013), nilai adalah sekumpulan konsep yang dianggap baik, sedangkan norma sosial
adalah penjabaran lebih luas dan lebih terperinci dari nilai yang diwujudkan dalam
bentuk tata tingkah laku, kesopanan dan kesusilaan. Dimensi yang terakhir adalah
dimensi interaksional. Dimensi interaksional terjadi karena adanya perubahan dari
kedua dimensi lainnya yaitu struktural dan kultural. Menurut Soekanto (1983), contoh
dari perubahan interaksional adalah ketika seseorang memberikan aksi dan pihak yang
lain juga akan memberikan reaksi.

Menurut Djazifah (2012), perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan


sehari-hari dapat dikelompokkan ke dalam berbagai bentuk. Yang pertama yaitu
perubahan sosial yang terjadi secara lambat atau sering disebut evolusi. Perubahan ini
terjadi dengan sendirinya tanpa suatu rencana. Kemudian perubahan yang terjadi secara
cepat atau sering disebut revolusi, perubahan ini biasanya menyangkut hal-hal penting
dalam segi kehidupan. Perubahan sosial selanjutnya adalah perubahan sosial kecil,
yang tidak membawa pengaruh langsung bagi masyarakat. Lalu ada perubahan sosial
besar yaitu perubahan yang membawa pengaruh besar terhadap aspek kehidupan.
26

Selanjutnya ada perubahan sosial yang dikendaki dan perubahan sosial yang tidak
dikendaki.
27

MATERI 6. Modernisasi Pertanian

Saat ini gejala modernisasi sudah memasuki berbagai sektor kehidupan salah
satunya bidang pertanian. Adanya modernisasi ini tidak lepas dari penggunaan
teknologi. Dengan adanya teknologi dapat mengubah hubungan dan pola interaksi
antar manusia. Modernisasi di bidang pertanian ditandai dengan adanya penggunaan
berbagai alat mekanisasi pertanian. Arus modernisasi pertanian juga dirasakan
dampaknya di daerah saya yaitu Magetan lebih tepatnya di Desa Tambran.

Desa Tambran termasuk salah satu desa yang masih memiliki lahan sawah di
Kecamatan Magetan. Di desa ini sudah dapat dilihat adanya gejala modernisasi
pertanian. Adanya penggunaaan teknologi pertanian di Desa Tambran sudah termasuk
modern. Para petani banyak yang sudah menerapkan teknologi canggih untuk
mengolah sawah mereka. Dari mulai proses pengolahan lahan sampai proses
pemanenan sudah mulai menggunakan alat-alat mekanisasi pertanian.

Dahulu, untuk mengolah sebidang sawah dibutuhkan banyak tenaga manusia.


Tidak hanya itu, tenanga hewan pun dahulu juga dapat dimanfaatkan untuk mengolah
tanah. Untuk mengolah sebidang lahan dahulu dibutuhkan waktu hingga berhari-hari.
Kemudian untuk proses penanaman juga dulu menggunakan tenaga manusia biasanya
berupa ibu-ibu. Mereka menanam dengan cara berjalan mundur atau orang sini biasa
menyebutnya dengan tandur “ditanem karo mundhur”.

Akan tetapi, saat ini para petani disini sudah menggunakan teknologi seperti
peralatan mekanisasi pertanian untuk menggantikan peralatan tradisional seperti
cangkul dan sabit. Jika dahulu kegiatan membajak sawah dilakukan oleh hewan berupa
kerbau sekarang para petani sudah mulai mengenal dan belajar menggunakan traktor
untuk membajak sawah. Lalu untuk kegiatan memotong padi dan merontokkan padi
yang dahulu masih menggunakan sabit dan alat perontok manual, sekarang para petani
sudah mulai menggunakan alat pemotong sekaligus perontok otomatis atau yang biasa
disebut dengan combine harvester. Akan tetapi alat ini belum dimiliki petani secara
perseorangan karena harganya yang mahal. Untuk menggunakan alat ini para petani
28

biasanya meminjam di sekretariat kelompok tani. Penggunaan teknologi semacam ini


akan meningkatkan pendapatan petani ketika musim panen.

Masuknya era modernisasi pertanian juga berdampak terhadap proses


pembibitan padi. Jika dahulu banyak warga yang masih menjaga kearifan lokal dalam
pemulian bibit padi dengan menggunakan bibit lokal. Akan tetapi, sekarang petani
jarang yang menggunakan bibit lokal dengan alasan membutuhkan waktu yang lama
untuk proses pemanenan. Saat ini petani sering membeli bibit padi di koperasi atau
biasanya mereka mendapat bantuan dari pemerintah yang disalurkan melalui badan
penyuluh pertanian yang ada di Kecamatan Magetan.

Modernisasi pertanian juga memberikan perubahan terhadap pola penanaman


padi. Menanam padi adalah suatu pekerjaan yang berat. Oleh karena itu, dahulu untuk
menanam padi seorang pemilik lahan biasanya melakukannya dengan tolong menolong
atau gotong royong. Mereka tolong menolong secara bergiliran sampai semua sawah
di desa sudah ditanami padi. Kemudian dari sistem tolong menolong tadi berubah
menjadi sistem upah. Dimana para pemilik lahan memberi upah kepada orang yang
telah membantunya dalam proses menanam padi. Biaya yang dikeluarkan untuk upah
tersebut juga tidak kecil. Saat ini dengan hadirnya modernisasi pertanian, proses
kegiatan menanam padi tidak perlu membutuhkan banyak orang. Dengan
menggunakan mesin transplanter kegiatan menanam padi cukup dilakukan satu sampai
dua orang saja dan waktu yang dibutuhkan juga relatif singkat.

Cara memelihara padi juga mendapat pengaruh dari adanya modernisasi


pertanian. Dahulu petani hanya mengandalkan pupuk kandang yang diperoleh dari
kotoran sapi atau pupuk kompos dari daun daunan hijau. Dengan adanya modernisasi
pertanian, keberadaan pupuk tersebut digantikan oleh berbagai pupuk kimia. Selain itu,
dalam hal membasmi hama juga terpenharuh adanya modernisasi pertanian. Dahulu
masyarakat di Desa Tambran sering menggunkan daun serai yang diolah kemudian
disemprotkan ke tanaman untuk membasmi hama berupa ulat dan wereng. Akan tetapi,
cara seperti itu saat ini sudah jarang ditemui. Para petani lebih memilih menggunakan
insektisida untuk mengendalikan hama.
29

Adanya modernisasi pertanian ini selain memberikan banyak manfaat berupa


kemudahan dalam bertani, juga memberikan dampak yang sedikit kurang baik bagi
masyarakat di Desa Tambran. Dengan adanya modernisasi ini, terjadi perubahan
interaksi sosial antar masyarakat. Modernisasi pertanian di Desa Tambran telah
merubah interaksi sosial dalam masyarakat utamanya para petani. Hal ini terlihat jelas
dari hubungan saling tolong menolong dalam mengerjakan sawah yang kian lama kian
terkikis. Para petani lebih memilih untuk bekerja sendiri dengan menggunakan alat-
alat mekanisasi pertanian untuk mengolah sawah mereka.

Secara umum, modernisasi dapat diartikan sebagi perubahan atau transformasi.


Menurut Pranadji (2000), Modernisasi pertanian adalah suatu perubahan pengelolaan
usaha tani dari tradisional ke pertanian yang lebih maju dengan penggunaan teknologi-
teknologi baru. Teknologi –teknologi yang digunakan bermacam-macam seperti alat-
alat mekanisasi pertanian. Adanya modernisasi pertanian telah membawa perubahan-
perubahan yang berarti. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi pertanian.

Modernisasi di bidang pertanian karena ada faktor-faktor yang memicu.


Menurut Togatorop (2017), bahwa terdapat faktor-faktor yang mendorong terjadinya
modernisasi. Faktor yang pertama adalah adanya kontak dengan kebudayaan lain
sehingga menyebabkan interaksi antar individu, faktor selanjutnya adalah adanya
sistem pendidikan formal yang sudah maju bila dibandingkan dengan dahulu. Terakhir
adalah adanya faktor sistem stratifikasi yang terbuka di masyarakat. Sistem yang
terbuka seperti ini akan akan memudahkan masyarakat menerima arus modernisasi.

Adanya modernisasi ini membawa dampak postif ataupun negatif. Menurut


Marhaeni (2007), dampak negatif dari modernisasi pertanian adalah penggunaan pupuk
kimia yang sangat berlebihan. Penggunaan pupuk kimiawi secara terus-menerus
menjadikan menguatnya resistensi hama akan suatu pestisida pertanian. Penggunaan
pupuk kimiawi juga mengurangi dan menekan populasi mikroorganisme tanah yang
bermanfaat bagi tanah dan sangat bermanfaat bagi tanaman. Ketahanan tanah atau daya
dukung tanah dalam memproduksi menjadi kurang hingga nantinya tanah akan jadi
30

tandus . Tanah semakin miskin unsur hara baik makro maupun mikro . Penggunaan
pupuk kimia seperti urea biasanya sangat boros.

Selain dampak negatif, arus modernisasi juga membawa dampak positif


terhadap bidang pertanian. Beberapa dampak positif dari adanya modernisasi pertanian
seperti yang telah diungkapkan oleh Marhaeni (2007), yaitu hasil pertanian akan
meningkat secara berkala sehingga secara langsung juga dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat Selain itu, dengan menggunakan pupuk kimiawi masyarakat tidak
harus memelihara hewan ternak untuk mendapatkan kotoran hewan untuk di jadikan
pupuk. Masyarakat petani tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan
pupuk yang cocok bagi tanaman karena masyarakat bisa langsung membeli pupuk
tanpa harus mengolahnya terlebih dahulu. Peningkatan produktivitas tanaman yang
cukup tinggi

Selain manfaat yang telah disebutkan diatas, Menurut Sugihen (2006), dalam
modernisasi pertanian juga diperkenalkan cara pertanian yang sudah memanfaatkan
berbagai ilmu pengetahuan. Seperti adanya sistem pemuliaan tanaman, bioteknologi
serta pengendalian gulma yang efektif dan efisien. Secara umum modernisasi
pertanian telah mengubah kesejahteraan para petani ke yang lebih baik. Akan tetapi,
modernisasi pertanian tidak seluruhnya menguntungkan. Ada sebagian kelompok
buruh tani yang terancam dengan hadirnya modernisasi pertanian. Dikarenakan
hadirnya modernisasi pertanian para buruh tani terancam kehilangan pekerjaan.
31

MATERI 7. Globalisasi Pertanian

Pada era globalisasi ini terdapat banyak sekali perubahan yang terjadi dalam
berbagai bidang di dunia. Perkembangan globalisasi saat ini juga menyebabkan
perubahan yang besar dalam sektor pertanian. Sektor pertanian mendapatkan pengaruh
yang besar dari adanya globalisasi. Hal ini karena globalisasi dianggap suatu perubahan
yang sudah modern. Sedangkan banyak orang menganggap bahwa pertanian adalah hal
yang tradisional.

Dampak adanya globalisasi pertanian ini juga dapat dirasakan di daerah saya
yaitu Magetan tepatya di Desa Tambran. Arus globalisasi yang semakin kencang
seakan membuat keberadaan para petani di desa hilang begitu saja. Adanya konsentrasi
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata menyebabkan banyak terjadi arus urbanisasi.
Bagi generasi muda di Indonesia pekerjaan sebagai petani sudah dianggap sebagai
pekerjaan pilihan terakhir. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota, akan tetapi pemuda
di Desa Tambran sudah merasakannya. Globalisasi secara tidak langsung telah
menjauhkan kita dari dunia pertanian.

Di Desa Tambran masih terdapat banyak lahan sawah garapan. Akan tetapi
adanya globalisasi ini menimbulkan masalah tersendiri yaitu menurunnya kemauan
para pemuda untuk terjun bekerja di sektor pertanian. Sejak beberapa tahun terakhir
jumlah pekerjaan di sektor pertanian mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi
dibarengi dengan menurunnya jumlah pemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap
atau pengangguran. Dari kasus ini terlihat bahwa terjadi pergeseran dalam minat
pekerjaan dari pertanian ke non-pertanian.

Saat ini banyak pemuda yang menganggap bahwa menjadi seorang petani akan
hidup dengan kelam. Banyak masalah yang harus dihadapi seperti mahalnya harga
bibit, kelangkaan pupuk, dan sikap pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat kecil
seperti petani. Mereka berpikir bahwa sektor pertanian tidak bisa meningkatkan
kualitas hidup mereka bila dibandingkan dengan sektor industri atau jasa yang lebih
menguntungkan dan lebih bergengsi. Sehingga banyak pemuda desa yang memilih
32

untuk merantau ke kota daripada harus bertahan di desa dengan menggarap lahan
sawah. Saat ini yang ditemui kebanyakan pemuda yang bergelut di dunia pertanian
hanyalah mereka yang lulusan SMP. Mereka tetap bertahan di posisi ini karena tidak
memiliki bekal akademik yang cukup untuk bekerja di sektor formal. Dari uraian ini
dapat dicermati bahwa dengan adanya globalisasi, sektor pertanian akan semakin
tersisih dan ditinggalkan oleh para pemuda.

Dampak lain dari adanya globalisasi pertanian adalah adanya sistem


perekonomian kapitalisme yang sangat merugikan petani kecil. Banyak contoh yang
ditemukan di Desa Tambran. Misalnya saja sekarang sangat marak adanya sistem sewa
tanah. Karena pada era globalisasi ini lahan sawah yang tersedia sudah semakin sedikit
terutama di Pulau Jawa. Adanya keterbatasan lahan ini mendorong adanya sistem sewa
tanah sebagai alternatif menyediakan lahan pertanian.

Sistem sewa tanah ini biasanya dilakukan antara penduduk desa asli dengan
para pemilik modal besar dari luar desa. Perjanjian sewa tanah ini berbeda antara satu
orang dengan orang yang lain. Ada yang didasarkan lamanya musim tanam atau ada
juga yang tahunan. Para pemilik modal besar biasanya menanami sawah dengan
komoditas non-padi, hal ini karena padi dianggap kurang menguntungkan.

Perjanjian sewa tanah ini dilakukan tanpa adanya lembaga formal yang
menaungi. Padahal perjanjian semacam ini perlu dihadirkan semacam saksi untuk
kepentingan yang lebih lanjut. Ironisnya praktek sewa tanah ini belum banyak
diketahui oleh pemerintah. Tidak adanya peraturan yang mengatur dengan jelas,
menyebabkan para pemilik modal bertindak sewenang-wenang terhadap pemilik lahan.
Padahal apabila sistem sewa tanah ini ada prosedur yang jelas, ini sangat potensial
untuk dijadikan sumber pendapatan untuk desa guna meningkatkan kesejahteraan
warga.

Menurut saya sistem sewa lahan ini juga terindikasi adanya sistem monopoli
pengetahuan, teknologi dan pasar. Kebanyakan pemilik modal hanya menyewa tanah
saja tanpa melibatkan penduduk setempat untuk teknis pengolahan lahan. Para pemilik
33

modal malah mendatangkan tenaga kerja dari luar desa untuk menggarap lahan yang
telah disewa. Para penduduk lokal tidak diperbolehkan untuk ikut campur dalam
kegiatan pengelolan lahan yang sudah menerapkan teknologi pertanian. Sehingga tidak
ada kesempatan bagi para pemilik lahan dan penduduk lokal untuk belajar bertani
dengan menerapkan teknologi pertanian. Sebenarnya mereka juga ingin belajar tentang
hal itu untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kegiatan semacam ini akan berpotensi
menimbulkan labour dispossesion karena semakin sempitnya lapangan pekerjaan bagi
petani lokal.

Derasnya arus globalisasi yang terjadi di Indonesia tidak dapat dihindari.


Globalisasi sudah merambah ke berbagai bidang termasuk pertanian. Menurut
Soetrisno (2002), globalisasi pertanian merupakan sebuah proses terintegrasinya para
petani ke dalam suatu perdagangan atau perekonomian tingkat internasional. Adanya
globalisasi ditandai dengan adanya perluasan pemasaran barang, ataupun jasa antar
negara-negara di dunia.

Proses globalisasi ini juga menuntut suatu negara untuk meningkatkan kualitas
hasil pertaniannya. Hal ini dikarenakan produk pertanian tersebut akan bersaing dengan
produk pertanian dari berbagai wilayah. Sehingga produk yang memiliki kualitas baik
akan diungguulkan, sedangkan produk yang kurang baik akan tersisihkan. Menurut
Sjamsir (2017), dalam menghadapi globalisasi pertanian, suatu negara dituntut untuk
mengurangi biaya masuk, mengurangi subsidi, menghilangkan regulasi atau peraturan
eksport dan import serta melakukan privatisasi perusahaan milik negara.

Globalisasi di bidang pertanian memberikan berbagai dampak yang harus


dihadapi oleh semua orang. Menurut Sasongko (2006), globalisasi pertanian
memberikan dampak terhadap 4 aspek yaitu aspek produksi, aspek distribusi, aspek
konsumsi. Pada aspek produksi memberikan dampak bahwa petani kehilangan
kebebaasannya. Adanya globalisasi, petani dituntut untuk melayani kebutuhan pihak
luar dibandingkan keinginannya sendiri. Petani akan kehilangan kebebasan karena
tidak bisa menentukan sendiri jenis komoditas apa yang akan mereka tanam.
34

Aspek distribusi yang terjadi dalam era globalisasi adalah perdagangan yang
berorientasi pasar. Hal ini sangat merugikan petani sebagai produsen. Dalam proses
distribusi pihak yang paling banyak mendapatkan keuntungan adalah pihak agen atau
penyalur. Mekanisme harga pasar sangat tidak memihak pada petani, hal ini disebabkan
petani hanya memiliki sedikit akses dalam hal jual-beli di pasar.

Pada aspek konsumsi, karena petani tidak menanam apa yang menjadi
kebutuhannya sendiri karena banyak diintervensi pasar. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya petani terpaksa bergantung terhadap produk luar atau pabrik yang
diperoleh dari pasar. Dengan adanya globalisasi, banyak masyarakat pedesaan yang
sudah terpengaruh adanya makanan pabrik yang mulai marak masuk ke desa.

Dampak globalisasi pertanian di pedesaan adalah adanya kapitalisasi yang


dilakukan oleh pemodal besar. Menurut Jati (2014), penggunaan sistem kapital global
semacam ini akan menyebabkan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin akan
semakin miskin. Sehingga terjadi ketidakseimbangan sosial yang terjadi di desa.
Sistem kapital ini sangat menyengsarakan para petani lokal.

Globalisasi semakin lama akan semakin menambah jumlah pengangguran di


sektor pertanian. Menurut Sutawi (2002), dengan adanya perdagangan bebas, maka
pertanian tradisional akan mengalami kehancuran dan pasaran untuk petani akan
hancur. Jika pemerintah membebaskan impor produk pertanian, para petani di
Indonesia akan kalah bersaing dengan produk pertanian impor yang lebih murah dan
kualitasnya unggul. Hal ini akan menyebabkan petani tidak mau lagi mengembangkan
usaha taninya.

Kita harus memulai mengembangkan indutrialisasi pertanian. Menurut Sutawi


(2002), terdapat tiga tahap untuk mengembangkan industrialisasi pertanian. Pertama
dengan melakukan pemasaran sarana produksi pertanian ke berbagai negara. Kedua
adalah hasil pertanian harus memiliki jaminan keamanan dan kualitas pangan. Dan
yang terakhir adalah berani untuk memasuki perdagangan bebas dunia guna
mempromosikan produk pertanian. Kunci utama dalam menghadapi era globalisasi
35

negara agraris adalah dengan penguasaan teknologi pertanian oleh para petani. Apabila
petani sudah menguasai teknologi, akan dihasilkan produk pertanian yang unggul
sehingga siap bersaing di pasar internasional.
36

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2012. Sosiologi Skematika Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara

Alfian, Yudi. 2016. Stratifikasi Sosial di Kelurahan Sekip Kecamatan Limapuluh Kota
Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa FISIP. 2(2):1-14

Azri, Mytania. 2017. Latar Belakang Pembentukan Kelompok Sosial Mahasiswa


Pendatang. Jurnal Online Mahasiswa FISIP. 4(2): 1-15

Djazifah, Nur. 2012. Modul Pembelajaran Sosiologi Proses Perubahan Sosial di


Masyarakat. Yogyakarta: LPPM UNY.

Fahmi, Fahrizal dan Balkis, Siti. 2017. Peranan Kelompok Tani dalam Penerapan Sapta
Usahatani Padi Sawah di Desa Bunga Jadi Kecamatan Muara Kaman Kabupaten
Kutai Kertanegara. Jurnal Agrifor. 16(2):171-182

Gillin dan Gillin. 1954. Cultural Sociology A revision of An Introduction to Sociology.


New York :The Mac Millan Company.

Hanifah, Abu dan Umayah, Nunung. 2011. Kontribusi Organisasi Sosial dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial. 6(1): 85-100

Horton, Paul B dan Hunt, Chester L. 1999. Sosiologi Edisi Keenam Jilid I. Jakarta:
Erlangga

Huky, Wila.1982. Pengantar Sosiologi. Surabaya : Usaha Nasional

Jati, Wasisto. 2014. Globalisasi dan Kemiskinan Desa Analisis Struktur Ekonomi
Politik Pedesaan. Jurnal Penelitian Politik. 11(2):17-26

Lukmana, Belva dan Wiratsasongko, Bambang. 2017. Hubungan Antara Dukungan


Kelompok Sosial dengan Perilaku Pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2015. Jurnal Sosiologi Delima. 32(1):1-8
37

Manyamsari, Ira dan Mujiburrahmad. 2014. Karakteristik Petani dan Hubungannya


dengan Kompetensi Petani Lahan Sempit. Jurnal Agrisep. 15(2):58-74

Marhaeni, Munthe. 2007. Modernisasi dan Perubahan Sosial Masyarakat dalam


Pembangunan Pertanian. Jurnal Harmoni Sosial. 2(1):1-7

Maryati, Kun dan Suryawati, Juju. 2006. Sosiologi. Jakarta : Esis

Masyhuri. 2010. Revitalisasi KUD Untuk Penguatan Lembaga Sosial Ekonomi di


Pedesaan. Jurnal Agribisnis Lahan Kering. 19(2):119-126

Murdiyatmoko, Janu. 2006. Sosiologi Memahami dan Mengkaji Masyarakat. Jakarta :


Grafindo Media Pratama

Nadir dan Mutmainnah. 2018. Analisis Usahatani Perikanan Nelayan Patorani.


Makassar : Inti Mediatama

Narwoko, J. 2007. Sosiologi Teks Pengantar & Terapan. Jakarta: Kencana Prenada
Media.

Nasikun, J. 1986. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Andi Offset

Pranadji, T. 2000. Desentralisasi dan Pemberdayaan Sosio Budaya Setempat untuk


Pencepatan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Bandung : Yayasan Obor

Relamareta, N. 2011. Hubungan Antara Peran Kelembagaan Kelompok Tani dengan


Pengembangan Usahatani Anggota. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rimawati. 2013. Perwujudan Paguyuban Masyarakat dan Nilai Kebersamaan dalam


Pengelolaan Desa Wisata Sambi di Sleman. Mimbar Hukum. 27(1):29-42

Sasongko, Tri. 2006. Jeratan Pangan Global. Jurnal Analisis Sosial. 11(1):57-81

Setiadi, dan Kolip, Usman. 2013. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Prenadamedia

Setiadin, H. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anggota Kelompok Tani dalam


Berusahatani. Tesis. Bogor:Institut Pertanian Bogor.
38

Setiawati, Debi., Sanjoyo, Yudo. 2012. Perubahan Sosial Budaya Desa Purwodadi
Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan Tahun 1990-2010. Jurnal Agastya.
2(1):66-84

Sjamsir, Zulkifli. 2017. Pembangunan Pertanian dalam Pusaran Kearifan Lokal.


Makassar : Sah Media

Soekanto, Soerjono. 1983. Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia
Indonesia

Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Utara : PT. Raja
Grafindo Persada.

Soetrisno, Loekman. 2002. Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. Yogyakarta :


Kanisius

Sugihen, Bahrein. 2006. Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar. Banda Aceh: Beuna
Citra.

Susanti, Desna., Rahmawati, Nanik., Elsera, Marisa. 2018. Stratifikasi Sosial di Desa
Kelong Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan. Skripsi. Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Riau

Susanti, Henny dan Sismudjito. 2015. Fungsi Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo
dalam Membangun Hubungan Sosial dengan Masyarakat Sekitar. Perspektif
Sosiologi. 3(1):75-89

Sutawi. 2002. Pertanian Menghadapi Perekonomian Global. Jurnal Ilmiah Bestari.


34(15):84-92

Togatorop, Anita. 2017. Modernisasi PertanianTerhadap Pemakaian Pupuk dalam


Meningkatkan Taraf Hidup Petani di Desa Sirisirisi Kecamatan Doloksanggul
Sumatera Utara. Jurnal Online Mahasiswa FISIP. 4(2):1-15

Utomo, S. 1986. Ilmu Sosial Dasar. Bogor : Universitas Pakuan


39

Winarno, Budi. 2008. Gagalnya Organisasi Desa dalam Pembangunan di Indonesia.


Yogyakarta : Tiara Wacana.

Anda mungkin juga menyukai