Anda di halaman 1dari 17

METODOLOGI PENELITIAN BISNIS

“SKALA PENGUKURAN”
RPS 8

Dosen Pengampu
Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, S.E., M.Si.

Oleh:
Kelompok 6
I Gusti Agung Egitha Satria 1707521093 (17)
I Putu Bayu Adipranata 1707521105 (21)
I Gusti Bagus Hery Stiawan 1707521125 (23)
I Putu Pujanam Surya Buana 1707521141 (27)
I Gusti Ngurah Oka Pradana Yogaswara 1707521151 (28)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
PEMBAHASAN

1. Macam-macam Skala Pengukuran
Menurut Rahyuda (2004:54), dalam suatu pengukuran akan dibentuk suatu skala dan
kemudian ditransfer pengamatan terhadap ciri-ciri skala tersebut. Ada berbagai
kemungkinan skala, yaitu pilihan yang sesuai bergantung pada amatan mengenai aturan
pemetaan. Dasar paling umum yang digunakan untuk membuat skala mempunyai tiga ciri
berikut ini:
a. Bilangannya berurutan. Satu bilangan lebih besar daripada, lebih kecil daripada, atau
sama dengan bilangan yang lain.
b. Selisih antara bilangan-bilangan adalah berurutan selisih antara sepasang bilangan
adalah berurutan. Selisih antara sepasang bilangan adalah lebih besar daripada lebih
kecil daripada, atau sama dengan selisih antara bilangan yang lain.
c. Deret bilangan mempunyai asal mula yang unik yang ditandai dengan bilangan nol.

Kombinasi ciri-ciri urutan, jarak, dan asal mula menghasilkan pengelompokan skala ukuran
yang umum dipakai. Ada empat macam skala pengukuran yaitu:
1. Skala Nominal

Skala nominal merupakan skala yang paling lemah dibandingkan dengan skala lain.
Bilamana menggunakan skala nominal, akan dibuat partisi dalam suatu himpunan
dalam kelompok-kelompok yang harus mewakili kejadian yang berbeda dan dapat
menjelaskan semua kejadian dalam kelompok tersebut. Kegiatan mengkelompokkan
pegawai dalam suatu organisasi tertentu ke dalam suatu kelompok, misalnya, maka
seorang pegawai hanya bisa dimasukkan ke satu kelompok saja. Demikian juga bila
menggunakan bilangan-bilangan tersebut, hanya meruoakan label dan tidak
mempunyai nilai kuantitatif.
2. Skala Ordinal
Uma Sekaran and Roger Bougie, (2009:142) mengatakan bahwa Skala ordinal tidak
hanya mengkategorikan untuk menunjukan perbedaan antara berbagai kategori.
Preferensikan peringkat dan nomor 1, 2 dan seterusnya. Misalnya, responden
mungkin akan diminta untuk menunjukkan prefensi mereka dengan peringkat.
Contoh mengenai skala ordinal mencakup skala pendapatan dan skala preferensi,
skala untuk kelas ekonomi, yaitu kelas ekonomi atas, menengah, dan bawah. Teknik
perbandingan berpasangan yang dipakai secara luas memakai skala ordinal, karena
angka-angka dari skala ini hanya mempunyai pengertian secara urutan. Uji nyata
secara statistic untuk skala ordinal secara teknis dimasukkan kepada metode-metode
yang disebut dengan statistic nonparametric.
3. Skala Interval
Skala Interval memiliki ciri-ciri skala nominal dan ordinal. DIsamping itu juga ditambah
satu lagi, yaitu skala ini mencakup konsep kesamaan Interval. Misalnya, selisih antara
pukul 3 dan 6 pagi sama dengan selisih antara pukul 4 dan 7 pagi, tetapi tidak dapat

2
dikatakan bahwa pukul 6 pagi adalah dua kali lebih siang dibandingkan degnan pukul
3 pagi karena waktu nol meupakan asal mula yang ditetapkan secara sembarang.
Contoh lain yang merupakan skala Intervak adakah skala suhu Celcius dan Fahrenheit.
Keduanya mempunyai titik nol yang ditetapkan secara arbitrer. Prosedur-prosedur
statistic yang dapat diapakai adalah kolerasi produk momen, uji t, uji F, dan lain lain
uji parametric.
4. Skala Rasio

Skala Rasio mencakup semua keampuhan dari skala-skala lain sebelumnya ditambah
dengan adanya titik nol yang absolute. Skala rasio mencerminkan jumlah-jumlah yang
sebenarnya dari suatu variable. Contoh-contohnya adalah ukuran dimensi-dimensi
fisik, seperti berat, tinggi, jarak, dan luas. Misalnya, kalau balita A beratnya 3 kg dan
balita B beratnya 6 kg, peneliti dapat menyimpulkan bahwa balita B itu beratnya dua
kali lebih dari balita A. Dengan adanya nilai nol absolut ini, maka nilai pada skala
pengukur adalah jumlah senyatanya dari yang diukur. Oleh karena itu, semua operasi
matematika dapat diterapkan pada ukuran rasio ini.
Data yang diperoleh dengan menggunakan pengukuran skala seperti yang telah
disebutkan itu sesuai dengan namanya adalah data nominal, data ordinal, data
interval, dan data rasio. Dari keempat jenis skala tersebut skala/interval yang paling
banyak digunakan untuk meneliti fenomena atau gejala sosial. Para ahli sosial
membedakan dua tipe skala menurut fenomena sosial yang diukur, yaitu sebagai
berikut.
1. Skala pengukuran untuk mengukur perilaku sosial dan kepribadian
2. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek,budaya lain dan lingkungan
sosial.

Yang termasuk, tipe pertama adalah skala sikap, skala moral, tes karakter, dan skala
partisipasi sosial. Ada berbagai skala yang dapat digunakan untuk mengukur
gejala/fenomena sosial, yaitu:
1. Skala Likert
2. Skala Guttman
3. Semantic Deferensial
4. Sating Scale
5. Skala Thurstone

Skala digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau


sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pertama setiap butir yang menggunakan
skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negative,
misalnya dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju, dari selalu sampai dengan
tidak pernah. Misalnya 1 sangat setuju, 2 setuju, 3 ragu-ragu, 4 tidak setuju, 5 sangat
tidak setuju.
Untuk keperluan analisis kuantitatif jawaban yang telah masuk diberi skor, misalnya
(1) sangat setuju diberikan skor 5, (2) setuju diberikan skor 4, (3) ragu-ragu diberikan

3
skor 3, (4) tidak setuju diberikan skor 2, dan (5) sangat tidak setuju diberikan skor 1.
Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk
checklist maupun pilihan ganda.

1. Contoh bentuk checklist
Berikan jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda dengan cara
memberikan tanda (v) pada kolom yang telah tersedia.


Keterangan :
SS= sangat setuju
ST= setuju
RG = ragu-ragu
TS= tidak setuju
STS= sangat tidak setuju
Bila :
SS diberikan skor = 5
ST diberikan skor = 4
RG diberikan skor = 3
TS diberikan skor = 2
STS diberikan skor = 1
Dengan menggunakan teknik pengumpulan data angket, berdasarkan table diatas,
misalnya instrument diberikan kepada 120 orang karyawan yang diambil secara
random. Dari 120 orang karyawan setelah dilakukan perhitungan ternyata, 40 orang
menjawab SS, 50 orang menjawab ST 5, orang menjawab ragu-ragu, 15 orang
menjawab TS, dan 10 orang menjawab STS. Berdasarkan data tersebut dapat
dikatakan bahwa 90 orang atau 75% karyawan menjawab setuju dan sangat setuju.
Dapat disimpulkan bahwa mayoritas karyawan seuju dengan metode kerja baru. Data
tersebut dapat dianalisis bersadarkan scoring setiap jawaban responden. Berdasarkan
skor yang telah ditetapkan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut.
Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab SS= 40 x 5 = 200
Jumlah skor untuk 50 orang yang menjawab ST= 50 x 4 = 200
Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab RG = 5x3 =15
Jumlah skor untuk 15 orang yang menjawab TS = 15x2 = 30
Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STS = 10x1 = 10
Jumlah total 455

4
Jumlah skor ideal untuk seluruh item 5x120 = 600 (SS) yaitu skor tertinggi, sedangkan
julah skor terendah adalah 1x120 = 120 (STS). Berdasarkan data itu, maka tingkat
persetujuan terhadap metode kerja yang baru = 455/600 x 100% = 75.83%. Jadi dapat
dikatakan bahwa dari 120 responden maka data 455 terletak pada daerah setuju.

2. Skala Guttman
Moh. Nazir (1983: 299) menyatakan bahwa skala Guttman diberikan nama menurut
ahli yang mengembangkannya, yaitu Louis Guttman. Skala ini mempunyai beberapa
ciri penting, yaitu sebagai berikut :
1) Skala Guttman merupakan skala kumulatif. Jika seseorang mengiyakan
pertanyaan atau pertanyaan yang berbobot lebih berat, ia juga akan mengiyakan
pertanyaan atau pertanyaan yang kurang berbobot lainnya.
2) Skala Guttman ingin mengukur satu dimensi saja dari suatu variabel yang
multidimensi sehingga skala ini termasuk mempunyai sifat unidimensional.

Penggunaan skala Guttman, yang disebut juga metode scalogram atau analisis skala (scale
analys) sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau
sikap yang diteliti, yang sering disebut isi universal (universe of content) atau atribut
universal mempunyai dimensi satu jika atribut ini menghasilkan suatu skala kumulatif yang
perfek, yaitu semua respon diatur sebagai berikut.



Dalam pertanyaan yang banyak sekali jumlahnya, pola ini tidak akan dijumpai secara
utuh. Adanya beberapa kelainan dapat dianggap sebagai error yang akan diperhitungkan
dalam analisis nantinya. Cara membuat skala Guttman adalah sebagai berikut :
1. Susun sejumlah pertanyaan yang relevan dengan masalah yang ingin diselidiki
2. Lakukan penelitian permulaan terhadap sejumlah responden yang dapat mewakili
populasi yang akan diteliti. Sampel yang dipilih minimal besarnya 50.
3. Jawaban yang diperoleh kemudian dianalisis, dan jawaban yang ekstrem dibuang.
Jawaban yang ekstrem adalah jawaban yang disetujui atau tidak disetujui oleh lebih
dari 80% responden.
4. Susunlah jawaban pada suatu tabel Guttman
5. Hitunglah koefisien reproduksibilitas dan koefisien skalabilitas

Contohnya, ingin diketahui sikap penduduk Aceh terhadap bekas tapol yang telah
dibebaskan. Responden disuruh memilih pertanyaan mana yang disetujuinya dari lima
pertanyaan berikut.

5
1. Jika seorang bekas tapol diminta berbicara dalam rapat umum, apakah anda
memperbolehkannya?
2. Jika bekas tapol tinggal berdekatan dengan anda, apakah ia perlu dipindahkan?
3. Apakah bekas tapol yang ada di Aceh perlu dipindahkan ke luar Aceh?
4. Jika bekas tapol bekerja pada sebuah restoran, perlukah ia dipecat?
5. Apakah buku yang dikarang oleh bekas tapol perlu dibuang dari perpustakaan
sekolah?

Kita lihat bahwa derajat bobot pertanyaan yang disusun sifatnya acak, tidak secara ranking
untuk mencegah terjadinya bias. Jika seseorang mengecek pertanyaan nomor 1, ia akan
mengecek semua pertanyaan lainnya. Jika ia hanya mengecek pertanyaan nomor 4, ia juga
akan mengecek nomor 3. Jika seorang responden akan mengecek pertanyaan nomor 3, ia
tidak akan mengecek pertanyaan-pertanyaan lainnya karena bobot pertanyaan adalah 1,
5, 2, 4, 3.
Setelah jawaban untuk pertanyaan tersebut dikumpulkan, maka disusun dalam
sebuah tabel GUttman seperti pada tabel 14.4. Aturlah nomor pertanyaan, yaitu dijajar
menurut jawaban yang paling banyak “diiyakan” dan menurun sampai kepada yang
pengecekannya sedikit. Dalam tabel 9.3, tampak jumlah responden adalah 12 orang saja
sebagai contoh, pertanyaan nomor 5 paling banyak dicek, sedangkan pertanyaan nomor 1
paling sedikit dicek.
Total pilihan yang tersedia untuk responden adalah 5x12 = 60. Total jawaban yang
dicek, seperti terlihat pada tabel 9.3 adalah 54. Total error yang dapat terjadi, pada skala
total pilihan (n = 60) dikurangi dengan total jawaban (m = 47), yaitu 60 – 46 = 13. Error
yang diperbuat adalah 4 seperti terlihat pada tabel. Apakah kesalahan 4 buah dari 13
kemungkinan masih dianggap dapat diterima? Untuk menjawabnya perlu dicari koefisien
reproduksibilitas dan koefisien skalabilitas.
Koefisien reproduksibilitas, yang mengukur derajat ketepatan alat ukur dibuat (yaitu
daftar pertanyaan tadi) dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

𝑒
𝐾 = 1 −
𝑛
Keterangan :
n = total kemungkinan jawaban, yaitu jumlah pertanyaan x jumlah responden
e = jumlah error
Kr = koefisien reproduksibilitas

Tabel 9.3 Tabel Guttman untuk Mengukur Sikap Orang Aceh Terhadap Tapol

6


(
Pada contoh di atas, Kr = 1 - = 0,93. Karena Kr > 0,90 dianggap baik maka skala Guttman di
)*
atas dengan Kr = 0,93 dianggap baik untuk digunakan
Langkah selanjutnya adalah mencari koefisien skalabilitas. Koefisien ini dicari dengan rumus
di bawah ini.

𝑒
𝐾𝑠 = 1 −
𝑝
Keterangan :
e = jumlah error
p = jumlah kesalahan yang diharapkan
Ks = koefisien skalabilitas

Kemungkinan jumlah kesalahan yang diharapkan dicari demikian. Jika jawaban yang diberikan
adalah ya atau tidak, atau dicek dan tidak dicek, kemungkinan yang diharapkan adalah 0,5 x
m, yaitu kemungkinan memperoleh cek dikalikan dengan total kesalahan. Dengan demikian,
analisisnya seperti berikut.

P = 0,5 x m
Dan rumus di atas menjadi :
𝑒
𝐾𝑠 = 1 −
0,5 𝑚

Skala yang mempunyai Ks > 0,6 dianggap tidak baik untuk digunakan. Dalam menggunakan
skala Guttman, maka tiap pertanyaan diberikan nilai 1. Jika seorang responden mengecek
keenam [ertanyaan tersebut, skornya adalah 6. Responden yang menjawab dua pertanyaan
saja, maka skornya adalah 2. Ada dua kelemahan pokok dari skala Guttman, yaitu seperti
berikut.
1. Skala Guttman bisa tidak mungkin menjadi dasar yang efektif, baik untuk mengukur
sikap terhadap objek yang kompleks maupun untuk membuat prediksi rentang
perilaku objek tersebut

7
2. Satu skala bisa saja mempunyai dimensi tunggal untuk satu kelompok, tetapi ganda
untuk kelompok lain, maupun berdimensi satu untuk satu waktu dan mempunyai
dimensi ganda untuk waktu yang lain.

3. Semantik Diferensial
Menurut Sugiyono (1991:91), skala pengukuran yang berbentuk semantic diferensial
dikembangkan oleh Osgood. Skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, hanya
bentuknya bukan pilihan ganda ataupun checklist, melainkan dalam suatu garis kontinu.
Jawaban sangat positif terletak pada bagian kanan garis, sedangkan jawaban yang sangat
negative terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data
interval dan biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau karakteristik tertentu yang
dipunyai oleh seseorang. Responden dapat memberikan jawaban pada rentang jawaban
yang positif sampai dengan negatif. Hal ini bergantung pada persepsi responden kepada
yang dinilai. Responden yang memberikan penilaian dengan angka 5 berarti persepsi
responden terhadap apa yang ditanyakan positif, sedangkan bila memberikan jawaban
pada angka 3 artinya netral, dan bila memberikan jawaban pada angka 1 berarti sangat
negatif.

4. Rating Scale
Jogiyanto (2010:66) melihat skala rating (rating scale) digunakan untuk memberikan nilai
(rating) ke suatu variabel. Dari ketiga skala pengukuran yang telah dikemukakan, data yang
diperoleh adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan, tetapi dengan
menggunakan rating scale maka data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian
ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Responden menjawab senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah
atau tidak pernah, merupakan data kualitatif. Dalam skala ini, responden tidak akan
menjawab salah satu dari jawaban kualitatif. Skala ini lebih fleksibel karena tidak terbatas
untuk mengukur sikap saja, tetapi juga dapat mengukur persepsi responden terhadap
fenomena lainnya, seperti skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan,
pengetahuan, kemampuan, proses kegiatan, dan lain sebagainya.
Peneliti yang menyusun instrument dengan rating scale harus dapat mengartikan
setiap angka yang diberikan pada alternative jawaban pada setiap item instrument.
Seseorang yang memberikan jawaban angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tersebut belum
tnetu sama maknanya dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 3.

Contoh :
Seberapa baik tata ruang kerja yang ada di tempat saudara bekerja.
Berilah jawaban angka
4 bila tata ruang itu sangat baik
3 bila tata ruang itu cukup baik
2 bila tata ruang itu kurang baik
1 bila tata ruang itu sangat tidak baik

Jawablah dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya

Tabel 9.5 Instrumen dengan Rating Scale


Bila instrument tersebut digunakan sebagai angket dan dikriteriakan kepada 20
responden, sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan sebagai berikut. Jumlah skor
kriterium (bila setiap butir mendapatkan skor tertinggi) = 4x5x20 = 400, yaitu skor tertinggi
setiap butir = 4, jumlah butir = 5, dan jumlah responden = 20. Misalkan, setelah ke-20
responden menjawab semua item pertanyaan dan semua jawaban tersebut dijumlahkan,
jumlah skor hasil pengumpulan data adalah 320, maka kualitas tata ruang kerja menurut
20 responden itu adalah 320 / 400 x 100% = 75% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara
kontinu dapat dibuat kategori sebagai berikut.


Nilai 320 termasuk dalam kategori interval “cukup baik dan sangat baik”, tetapi lebih
mendekati cukup baik.

5. Skala Thurstone
Suatu skala bertujuan untuk mengurutkan responden berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Skala dengan metode ini disusun sedemikian rupa sehingga interval antar urutan
mendekati interval yang sama besarnya. Skala ini sering disebut dengan equal interval
scale (skala interval sama). Ukuran yang dihasilkan oleh skala ini hampir mendekati ukuran
interval sehingga dapat digunakan sebagai analisis statistik. Yang merupakan ciri metode
ini adalah penggunaan panel yang terdiri atas 50 – 100 ahli untuk menilai sejumlah
pernyataan untuk mengukur variabel tertentu. Jenjang skala kemudian ditentukan atas
dasar pendapat para ahli ini. Tahap-taha yang harus ditempuh untuk menyusun skala ini
adalah :
1) Peneliti mengumpulkan sejumlah pernyataan (40-50) yang relevan untuk variabel
yang akan diukur. Pernyataan dapat bersifat positif dan negatif. Misalnya, peneliti
akan mengukur sikap terhadap pemogokan. Pernyataan-pernyataan yang dapat

9
digunakan antara lain “pemogokan merugikan pertumbuhan ekonomi”, “pemogokan
menandakan adanya ketidakpuasan di kalangan buruh”, dan lain-lain.
2) Suatu panel ahli diminta untuk menilai relevansi pernyataan-pernyataan tersebut
terhadap variabel yang akan diukur dan memberikan skor 1 sampai 13. Skor 1 untuk
pernyataan yang paling tidak relevan dan skor 13 untuk yang paling relevan.
Pernyataan yang paling mendapatkan penilaian sangat berbeda dari panel
disingkirkan dan pernyataan – pernyataan yang mendapatkan penilaian hampir sama
diikutkan dalam skala. Untuk itu, biasanya dihitung median untuk tiap-tiap
pernyataan. Pernyataan yang mempunyai median rendah berarti mendapatkan
penilaian yang hampir sama dari para ahli.
3) Setelah nilai skala tiap pertanyaan ditentukan, dipilih sejumlah pernyataan (10-20)
yang mempunyai nilai yang merata untuk skala yang ditentukan. Pernyataan-
pernyataan yang mempunyai nilai sesuai dengan skor yang telah ditetapkan
dimasukkan dalam instrument yang disusun.
4) Untuk mencegah systematic bias pernyataan-pernyataan sebaiknya disusun secara
acak, tidak mengikuti urutan skala.
5) Skor responden pada skala ini adalah nilai rata-rata (mean atau median) dari nilai
pernyataan-pernyataan yang dipilihnya.

Penafsiran skor pada skala ini untuk responden yang mempunyai skala lebih tinggi, misalnya
pada skala sikap terhadap aksi pemogokan, berarti mempunyai sikap lebih positif terhadap
aksi tersebut.
Dalam praktik metode Thurstone ini sangat jarang digunakan karena prosedur
penyusunannya memakan waktu lama. Di samping itu, penilaian para ahli sangat bergantung
pada pengetahuan mereka terhadap konsep sikap yang akan diukur. Oleh karena itu, sikap
yang disusun oleh para ahli dapat berubah dan harus ditinjau kembali dari waktu ke waktu.


Sumber-sumber Perbedaan Pengukuran
Menurut Cooper & Emory (1996:158-159), suatu penelitian idel semestinya didesain dan
dikendalikan sedemikian rupa ingga pengukuran variabel-variabel yang digunakan adalah
tepat dan tidak meragukan. Oleh karena itu sasaran ideal ini ulit dicapai karena harus
diketahui sumber-sumber kesalahan potensial dan berusaha untuk menghilangkan,
menetralisasi tau mengendalikan dengan cara-cara lain. Ada empat kesalahan pokok yang
membuat hasil-hasilnya menyimpang. Adapun sumber-sumber kesalahan tersebut adalah
responden, situasi. pengukuran, dan alat pengukur.
1. Responden sebagai sumber kesalahan
Perbedaan-perbedaan dalam pendapatan akan muncul dari ciri-ciri responden yang
relatif stabil yang berpengaruh kepada skor. Responden mungkin enggan untuk
mengeluarkan perasaan-perasaanya yang sangat negatif atau mungkin tidak terlalu
mengetahui pertanyaan yang ditanyakan, tetapi tidak mau mengakui hal itu.
Responden mungkin juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sementara
seperi lelah, rasa bosan, khawatir, atau hal-hal yang lain yang mengalihkan
perhatiannya. Hal tersebut dapat membatasi perhatiannya merespons secara tapat
dan sepenuh hati.
2. Faktor-faktor situasi

10
Setiap kondisi yang memberikan beban kepada wawancara bisa memberikan dampak
serius terhadap respon antara pewawancara dan responden. Jika ada orang lain ikut
hadir, orang tersebut bisa mengganggu respons dengan ikut campur, mengalihkan
perhatian, atau sekadar hadir. Pewawancara dapat mengganggu respons dengan
mengulas atau mengubah urutan pertanyaan-pertanyaan. Perubahan dalam irama
suara dan tersenyum anggukan kepala, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar
maupun tidak sadar bisa merangsang respons tertentu bahkan kurang merangsang
respons. Dalam tahap analisis data, kesalahan-kesalahan lain mungkin dibuat dengan
pemberian kode yang tidak tepat, tabulasi yang tidak hati-hati, dan perhitungan
statistic yang salah.
3. Instrumen Penelitian
Suatu instrument yang tidak baik dapat mengganggu. Pertama, mungkin instrument
tersebut membingungkan dan tidak jelas. Pemakaian kata-kata yang rumit sehingga
tidak dapat dimengerti responden. Pertanyaan-pertanyaan yang terlalu menggiring ke
jawaban-jawaban tertentu, pengertian-pengertian yang meragukan, kekurangan-
kekurangan yang teknis (tidak cukup ruang yang tersedia untuk menulis jawaban,
pilihan jawaban yang tertinggal, dan hasil cetakan yang tidak baik) merupakan bagian
dari masalah-masalah ini.

2. Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional variabel adalah pengertian variabel (yang diungkap dalam definisi
konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata dalam lingkup obyek
penelitian/obyek yang diteliti. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
bebas dan variabel terikat.
a. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yang menyebabkan timbulnya
atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah locus of control dan kepribadian.
b. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel
bebas.Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja. Definisi
operasional variable penelitian merupakan penjelasan dari masing-masing variabel
yang digunakan dalam penelitian terhadap indikator-indikator yang membentuknya.


3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Validitas Instrumen
Menurut Mudrajad Kuncoro (2009:172), suatu skala pengukuran disebut valid bila
melalukan apa yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila
skala pengukuran tidak valid, tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur atau
melakukan apa yang seharusnya dilakukan.

11
Menurut Rahyuda (2004:65), suatu instrumen dikatakan emiliki validitas apabila instrumen
tersebut mampu menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur mengukur apa yang ingin
diukur. Jika seorang peneliti ingin mengukur tentang kemiskinan, peneliti harus menguji
validitas alat ukurnya apakah memang benar alat ukur yang digunakan mampu mengukur
kemiskinan. Validitas ada berbagai macam, yaitu seperti berikut:
1. Validitas Konstruk
Menurut Mudrajad Kuncoro (2009:174), validitas konstruk membuktikan seberapa
bagus hasil yang diperoleh dari penggunaan ukuran sesuai dengan teori di mana
pengujian dirancang. Hal ini dinilai dengan convergent validity dan
Criminant validity. Convergent validity terjadi ketika skor yang lasilkan oleh
dua buah instrumen yang mengukur konsep yang sama memiliki korelasi yang tinggi.
Discriminant validity terjadi ketika berdasarkan teori, dua buah variabel tidak korelasi
dan skor pengukuran yang dihasilkan juga menunjukkan tidak berkorelasi secara
empiris.
Menurut Rahyuda (2004:66) validitas konstruk (construct) adalah kerangka
dari suatu konsep. Misalnya seorang peneliti ingin mengukur konsep "religiusitas".
Pertama-tama yang harus dilakukan oleh peneliti ialah mencari apa saja yang
merupakan kerangka dari konsep tersebut. untuk mencari kerangka konsep tersebut
dapat ditempuh berbagai cara seperti berikut.
1) Mencari definisi-definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ada pada literatur.
Definisi suatu konsep biasanya berisi kerangka dari konsep tersebut. Terkadang pada
ahli tidak hanya memberikan definisi, tetapi juga memberikan kerangka konsep
tersebut secara jelas
2) Bila dalam literatur tidak diperoleh definisi konsep yang ingin diukur, peneliti harus
mendefinisikan sendiri konsep tersebut. Untuk membantu penyusunan definisi dan
mewujudkan definisi tersebut dalam bentuk yang operasional, peneliti disarankan
mendefinisikan konsep tersebut dengan ahli-ahli yang kompeten di bidang konsep
yang diukur.
3) Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-
orang yang memiliki karekteristik yang sama dengan responden. Misalnya, mengukur
konsep "religiusitas", peneliti langsung dapat menanyakan kepada beberapa calon
responden tentang ciri-ciri orang religius.
2. Validitas Isi
Mudrajad Kuncoro (2009:173) mengakui bahwa validitas isi memastikan
bahwa ukuran telah cukup memasukkan sejumlah item yang representatif dalam
menyusun sebuah konsep. Semakin besar skala item dalam mewakili semesta konsep
yang diukur, maka semakin besar validitas isi. Dengan kata lain, validitas isi adalah
sebuah fungsi menunjukkan seberapa baik dimensi dan elemen sebuah konsep

12
digambarkan. Face validity aipertimbangkan oleh ahli sebagai dasar dan indeks yang
sangat minimum bagi validitas isi. Face validity menunjukkan bahwa seolah-olah
sebuah item mengukur sebuah konsep. Sebagai peneliti tidak menganggap face
validity sebagai komponen validitas isi yang valid.
Jerry J. Weygant (2003:43) memahami bahwa validitas isi lidity) memastikan
bahwa pengukuran memasukkan Jan item yarig memadai dan mewakili yang
mengungkap konsep. Semakin item skala mencerminkan kawasan atau han konsep
yang diukur, semakin besar validitas isi. ari dapat menengaskan validias isi instrument.
Menurut Rahyuda (2004:67), validitas isi alat pengukur Witentukan oleh
sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai
aspek kerangka konsep. Misalnya, seorang peneliti ingin mengukur keikutsertaan ibu
rumah tangga dalam program kelurga berencana dengan menanyakan metode
kontrasepsi, maka kuesioner tersebut tidak memiliki validitas isi.
3. Validitas Eksternal
Dalam penelitian sosial sudah cukup banyak alat pengukur yang diciptakan
oleh para peneliti untuk mengukur gejala social, dan alat pengukur tesebut sudah
memiliki validitas. Misalnya, ada peneliti lain yang menciptakan alat pengukur baru
yang berbeda dengan alat pengukur sebelumnya, tetapi tujuannya sama. Alat
pengukur baru ini dicoba pada sekelompok responden yang juga diminta mengisi skala
pengukur sebelumnya yang sudah valid. Bila alat pengukur yang baru ini memberikan
hasil yang relatif sama dengan hasil pengukuran yang baru ini dapat dikatakan
memiliki validitas yang memadai.
validitas eksternal adalah validitas yang diperoleh dengan cara mengolerasikan
alat pengukur baru dengan tolok ukur eksternal (yang berupa alat ukur yang sudah
valid).
4. Validitas Prediktif
Validitas prediktif adalah kesahihan yang didasarkan pada hubungan yang
teratur anlara tingkah laku apa yang diramalkan oleh sebuah tes dan tingkah laku
sebenarnya yang ditampilkan oleh individu atau kelompok. Alat pengukur yang dibuat
oleh peneliti sering kali dimaksudkan untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada
masa yang akan datang. Contoh ujian seleksi penerimaan pegawai baru, antara lain
diberikan soal yang diteskan pada sejumlah calon, Calon yang dianggap pintar tersaing
lulus sudah ditentukan dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Ternyata setelah
masuk bekerja apa yang diharapkan oleh organisasi tidak tercapai maka instrumen
atau soal yang dulu diteskan kepada calon pegawai tersebut dapat dikatakan tidak
valid.
5. Validitas Budaya

13
Validitas ini penting bagi penelitian di negara yang suku bangsanya sangat
bervariasi. Suatu alat pengukur yang sudah valid untuk penelitian di suatu negara
belum tentu akan valid bila digunakan di negara lain yang budayanya berbeda.
Misalnya, kuesioner pengukur interaksi keluarga yang dikembangkan di negara Barat
tidak sesuai bila digunakan di Indonesia karena konsep Barat mengenai keluarga selalu
didasarkan pada nuclear family yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak di pihak lain di
Indonesia konsep keluarga biasanya didasarkan pada extended family, yang tidak
hanya terdiri dari bapak, ibu, dan anak, tetapi juga keluarga dekat lainnya.
6. Validitas Rupa
Validitas rupa adalah jenis validitas yang berbeda dengan validitas lainnya
seperti yang dikemukakan di atas. Validitas rupa tidak menunjukkan apakah alat
pengukur mengukur apa yang ingin diukur, tetapi hanya menunjukkan bahwa dari segi
"rupa" suatu alat ukur tampaknya mengukur apa yang ingin diukur.
Validitas rupa amat penting dalain pengukuran kemampuan individu seperti
pengertian kecerdasan, bakat, dan keterampilan disebabkan oleh dalam pengukuran
aspek kema arti itu faktor rupa alat ukur akan menentukan sejauh mana orang orang
di dalam menilai alat ukur.
7. Validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity)
Validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity) terpenuhi jika
pengukuran membedakan individu menurut suatu kriteria yang diharapkan prediksi.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan menghasilkan validitas konkuren (concurrent
validity) atau validitas prediktif (predictive validity), seperti dijelaskan di bawah.
Validitas konkuren dihasilkan jika skala membedakan individu yang diketahui berbeda
yaitu mereka harus menghasilkan skor yang berbeda pada instrumen.
Validitas bisa dihasilkan dengan berbagai cara. Ukuran yang dipublikasikan
untuk berbagai konsep biasanya melaporkan jenis validitas yang telah dihasilkan
untuk instrumen. Dengan demikian pengguna atau pembaca dapat menilai
"ketepatan" pengukuran.
Reliabilitas Instrumen
Menurut Rahyuda (2004:66). reliabilitas menunjukkan ejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain, reliabilitas
menunjukkan konsestensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala ama dalam.
Dengan pengukuran gejala sosial kesalahan pengukuran ini cukup besar. Untuk
mengetahui kesalahan yang sebenearnya, kesahalahan yang sebenarnya, kesalahan
pengukuran ini sangat diperhitungkan. Makin kecil kesalahan pengukuran maka alat
pengukuran reliabel. Sebaliknya, makin besar kesalahan den tidak reliabel alat
pengukuran tersebut. Besar ke pengukuran dapat diketahui, antara lain dari antara
hasil pengukuran pertama dan kedua.

14
Menurut Mudrajad Kuncoro (2009:175) menunjukkan konsistensi dan
stabilitas dari su pengukuran). Reliabilitas berbeda dengan validitas karena yang
pertama memusatkan perhatian pada masala sedangkan yang kedua lebih
memperhatikan masalah ket Dengan demikian, reliabilitas mencakup dua hal utama
yaitu:
1. stabilitas ukuran
2. konsistensi internal ukuran (Sekaran, 2000:20-7).
1. Stabilitas Ukuran
Stabilitas ukuran menunjukkan kemampuan sebuah ukuran untuk tetap stabil
atau tidak rentan terhadap perubahan situasi apa pun. Kestabilan ukuran dapat
inembuktikan kebaikan (goodness) sebuah ukuran dalam mengukur sebuah konsep.
Terdapat dua jenis uji stabilitas, yaitu:
1) test-retest reliability
Koefisien reliabilitas yang diperoleh dari pengulangan pengukuran
konsep yang sama dalam dua kali kesempatan, yaitu kuesioner yang berisi
item-item untuk mengukur konsep yang diberikan kepada responden pada
saat ini akan diberikan kembali pada responden yang sama dalam waktu yang
berbeda (misalnya dua minggu enam bulan). Kernudian korelasi antarskor
yang diperoleh dari responden yang sama dengan dua waktu berbeda inilah
yang disebut dengan koefisien test-retest. Semakin unggi koefisien, semakin
baik test-retest reliability seningya semakin stabil sebuah ukuran untuk waktu
yang berbeda.
2)Reliabilitas beniuk parallel (parallel-form reliability)
Unit stabilitas terjadi ketika respons dari dua pengukuran sebanding dalarn
menyusun konstruk yang sama memiliki korelasi yang tinggi. Kedua bentuk
pengukur memilki item yang na dan format respons yang sama dengan sedikit
perubahan dalam penyusunan kalimat dan urutan pertanyaan. Yang ingin diketahui
di sini adalah kesalahan validitas yang disesbabkan Ish adanya perbedaan dalam
menyusun kalimat dan urutan pertanyaan. Jika dua bentuk pengukuran yang
sebanding memiliki korelasi yang tinggi (katakanlah 0,8 atau lebih), dapat
dipastikan bahwa ukuran tersebut dapat dipercaya (reliable) dengan kesalahan
varian minimal karena faktor penyusunan kalimat dan urutan pertanyaan.
2. Konsistensi Internal Ukuran
Konsistensi internal ukuran merupakan indikasi homogenitas item-item yang
ada dalam ukuran yang menyusun konstruk. Dengan kata lain, item-item yang ada
harus "sama" dan harus mampu mengukur konsep yang sama secara independen,
sedemikian rupa sehingga responden seragam dalam mengartikan setiap item. Hal ini
dapat dilihat dengan mengamati apakah item dan subset item dalam instrumen

15
pengukuran memiliki korelasi yang tinggi. Konsistensi ukuran dapat diamati melalui
reliabilitas konsistensi antaritem (interitem consistency reliability, dan split-half
reliability.

16
DAFTAR PUSTAKA


Rahyuda, Ketut. 2017. Metode Penelitian Bisnis. Denpasar: Udayana University Press.

17

Anda mungkin juga menyukai