Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gagalnya fungsi ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat dari kerusakan dan terjadi
penumpukan sisa metabolisme dalam darah (Muttaqin, 2011). GGK adalah suatu
penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti ginjal baik berupa dialisis
atau transplantasi ginjal (Anggeria, 2019). Menurut Tucker (1998) dalam Padila
(2018), penyakit GGK terjadi karena penurunan fungsi ginjal yang tidak dapat pulih
dan dapat menyebabkan kematian.

B. Etiologi
Menurut Ariani (2016), GGK disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu:
1. Gangguan ginjal pada penyakit diabetes: Glukosa tinggi dalam darah
menyebabkan ginjal tidak dapat menyaring kotoran dan dapat merusak
penyaringan dalam ginjal.
2. Gangguan ginjal pada penyakit hipertensi: Tekanan darah tinggi dapat merusak
organ tubuh. Hipertensi dapat merusak ginjal dengan menekan pembuluh darah
kecil sehingga dapat menghambat proses penyaringan dalam ginjal.
3. Gangguan ginjal polisistik: Organ ginjal membesar dari ukuran normal karena
adanya massa kista.
4. Lupus Eritematosus Sistemik: Menyerang sistem kekebalan tubuh dan menyerang
ginjal sebagai jaringan yang asing.
5. Radang ginjal: Batu ginjal dan gangguan prostat memicu gagal.
6. Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang memicu terjadinya
gagal ginjal.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala GGK menurut Robinson (2013) dalam Prabowo (2014) yaitu:
1. Kardiovaskuler: Hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremia pericarditis, efusi
perikardial, gagal jantung, edema periorbital dan perifer.
2. Sistem respiratori: Edema pulmonal, nyeri dan efusi pleura, sesak nafas.
3. Gastrointestinal: Terdapat inflamasi dan ulserasi mukosa gastrointestinal,
anoreksia, mual dan muntah, nafas bau amonia.
4. Integumen: Kondisi kulit pucat dan kering, kulit berwarna kuning, kecoklatan.
Terdapat timbunan urea di kulit, purpura, ekimosis, pteki.

1
5. Neurologis: Merasakan nyeri, gatal daerah kaki dan lengan, kram otot dan
kedutan, hasil EEG menunjukkan terdapat perubahan metabolik encephalopaty.
6. Endokrin: Terjadi amenorrhea, gangguan menstruasi, peningkatan sekresi
aldosteron, kerusakan metabolisme karbohidrat, impoten, infertilitas, dan
penurunan libido.
7. Hematopitiec: Penurunan umur sel darah merah, trombositopenia, kerusakan
platelet dan anemia. Masalah serius terjadi adanya pendarahan seperti: purpura,
ekimosis, dan pteki.
8. Muskuloskeletal: Nyeri sendi dan tulang, fraktur, demineralisasi tulang.

D. Klasifikasi
Menurut Clellan (2006) dalam Prabowo (2014), GGK dibagi dalam 5 stadium.
Stadium Deskripsi GFR (ml/menit/1.7m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal >90
2 Kerusakan ginjal dengan GFR turun ringan 60-89
3 GFR turun sedang 30-59
4 GFR turun berat 15-29
5 Gagal Ginjal <15 (atau dialisis)

E. Komplikasi
Menurut Ariani (2016) komplikasi GGK antara lain:
1. Hiperkalemia: Penurunan sekresi, asidosis metabolik, katabolisme dan diet yang
berlebihan.
2. Perikarditis: Efusi perikardial dan tamponade jantung karena uremia.
3. Hipertensi: Meningkatnya retensi cairan dan natrium, tidak berfungsinya ginjal
angiotensin dan aldosteron.
4. Anemia: Penurunan sel darah merah dan eritropoetin, pendarahan gastrointestinal
dan kehilangan darah selama hemodialisa.
5. Penyakit tulang: Retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, vitamin D yang
melebihi normal.

2
F. Patofisiologi
Pada saat terjadi gagal ginjal, sebagian nefron yang utuh menjadi hipertrofi
dan produksi filtrasi meningkat disertai reabsorbsi walaupun terjadi penurunan GFR.
Ginjal berfungsi sampai ¾ dari nefron yang rusak, bahan yang seharusnya dilarut
menjadi lebih besar dari yang direabsorbsi sehingga terjadi diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Jumlah nefron semakin banyak yang rusak, oliguri timbul dengan
retensi produk sisa. Timbulnya gejala khas gagal ginjal dan kehilangan fungsi ginjal
80-90%, nilai kreatinin clearance turun hingga 15 ml/mnt atau bisa lebih rendah dari
itu ( Barbara, 1996 dalam Haryono, 2013).
Penurunan fungsi ginjal, produk metabolisme protein yang seharusnya
dibuang melalui urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia. Jika penimbunan
produk sampah semakin banyak, maka dapat mempengaruhi sistem tubuh lainnya.
Sehingga perlu dilakukan dialisis untuk keadaan tubuh menjadi membaik. (Brunner &
Suddart, 2001 dalam Haryono, 2013).

3
G. Pathway

iskemia atau nefrotoksin

penurunan alliran kerusakan sel tubulus kerusakan


darah glumerulus

↑ pelepasan NaCL obstruksi tubulus kebocoran filtrasi ↓ultrafiltrasi


aliran darah↓ ke makula densa glumerulus

penurunan GFR

Gagal Ginjal Akut respon psikologis

penurunan produksi urine kecemasan pemenuhan informasi

metaboli pd ajringan ↑ metabolik pada


retansi cairan deurisis ginjal ekskresi kalium ↓
otot↑ gastrointestinal

edema paru DX: ketidak seimbangan keram otot↑


hipervolemia mual muntah
elektrolit

DX: risiko pola nafas kelemahan fisik respon intake nutrisi td


PH pd cairan
tdk efektif hiperkalemi nyeri kadekuat
serebro spinal

kerusakan hantaran perubahan kondisi nyeri gangguan


perfusi serebral impuls saraf ADL DX: pemenuhan
elektrikal jantung
nutrisi ↓

defisit neurologik
risiko tinggi jantung DX: resiko DX: risiko curah
DX: intoleransi aktifitas
aritmia jantung ↓

Arif Muttaqin, dkk. (2011).

4
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2013), pemeriksaan dapat dilakukan dengan:
1. Urin
Volume: kurang dari 400 ml per 24 jam bisa terjadi oliguri/anuria
Warna: urin berwarna keruh yang tidak normal terjadi karena pus, bakteri, lemak
dan fosfat, jika warna cokelat terdapat darah, Hb, mioglobulin, forfirin.
Berat jenis: kurang dari 1050, jika menetap di 1010 terdapat kerusakan ginjal
berat.
Osmolalitas: kerusakan nubular kurang dari 350 Mosm/kg
Clearance kreatinin menurun
Natrium: ginjal tidak dapat mereabsorbsi, natrium lebih dari 40
Protein: proteinuria (3-4+)
2. Darah
BUN: Urea yaitu metabolisme akhir, peningkatannya dapat dehidrasi gagal ginjal
Kreatinin: Nefron rusak dapat meningkatkan kadar kreatinin
Elektrolit: Natrium, kalium, kalsium, dan fosfat
Hematologi: Hb, Ht, trombosit, dan leukosit
3. Pielografi Intravena: Menunjukkan kelainan pelvis ginjal dan ureter
Pielografi retrograd: bila diperkirakan ada obstruksi reversibel
Arteriogram ginjal: Mengidentifikasi sirkulasi ginjal dan ekstravaskuler
4. Sistoretrogram berkemih: melihat ukuran kandung kemih, refleks ureter dan
retensi
5. USG ginjal: Melihat kandung kemih, massa, kista dan obstruksi saluran kemih
atas
6. Biopsi ginjal: Dilakukan endoskopi untuk menentukan sel jaringan
7. Endoskopi ginjal nefroskopi: Menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria,
dan mengangkat tumor
8. EKG: Tanda-tanda perikarditis, ketidakseimbangan elektrolit, aritmia dan
hipertofi ventrikel.

5
I. Penatalaksanaan
Menurut Robinson (2013), penatalaksanaan pada penderita GGK yaitu:
1. Perawatan kulit: Pakai sabun yang mengandung lemak dan lotion untuk
mengurangi rasa gatal, hindari memakai sabun yang mengandung gliserin karena
menyebabkan kulit kering.
2. Pantau adanya hiperkalemia: Pemantauan dilakukan dengan hasil EKG, dan dapat
diatasi dengan dialisis. Biasanya ditandai dengan kejang/kram lengan dan perut.
3. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia dengan pemberian antasida.
4. Kaji status hidrasi dengan hati-hati: Cairan yang dibolehkan 500-600 ml atau dari
luaran urin 24 jam.
5. Kontrol tekanan darah: Hipertensi dapat dicegah dengan obat anti hipertensi.
6. Observasi adanya tanda perdarahan dengan mengontrol kadar hemoglobin dan
hematokrit. Pada saat dialisis pemberian heparin disesuaikan.
7. Observasi adanya gejala neurologis seperti kedutan, sakit kepala, kesadaran
delirium, dan kejang.
8. Atasi komplikasi dari penyakit: Gagal jantung dan edema pulmonal diatasi dengan
pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik dan kondisi asidosis metabolik
dilakukan dengan pemberian natrium bikarbonat/dialisis.
9. Dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal untuk mengoptimalkan kerja ginjal.

a. Konsep Dasar Hemodialisis


1) Definisi
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut. Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan
dari darah melewati membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip
difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun
demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal
dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis
sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4
jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi

6
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis
kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia.
2) Tujuan Hemodialisis
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan
peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat
racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau
menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan
yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada
bentuk-bentuk dialysis yang lain.
3) Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan
memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan.
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.

b. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1) Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut
memiliki akses temporer seperti vascoth.
2) Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan
kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

7
3) Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan
pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang
konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi
tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut
yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4) Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
5) Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai
ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk
tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
6) Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan
dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan
resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip
“mendorong” cairan menyeberangi membrane.
7) Tekanan negative merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane oleh
pompa pada sisi dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan
keluar darah.
8) Tekanan osmotic merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan
dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain
dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable
terhadap air.

c. Perangkat Hemodialisa
1) Perangkat khusus
1. Mesin hemodialisa
2. Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan
sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya
terdapat 2 ruangan atau kompartemen : kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.

8
3. Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan
kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
 Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa
metablolisme.
 Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
2) Alat-alat kesehatan :
1. Tempat tidur fungsional
2. Timbangan BB
3. Pengukur TB
4. Stetoskop
5. Termometer
6. Peralatan EKG
7. Set O2 lengkap
8. Suction set
9. Meja tindakan.
3) Obat-obatan dan cairan :
1. Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
2. Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
3. Dialisat
4. Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
5. Obat-obatan emergency.

d. Pedoman pelaksanaan hemodialisa


1) Perawatan sebelum hemodialisa
 Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
 Kran air dibuka.
 Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar
atau saluran pembuangan.
 Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
 Hidupkan mesin.
 Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
 Matikan mesin hemodialisis.
 Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

9
 Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin
hemodialisis.
 Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
2) Menyiapkan sirkulasi darah.
 Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
 Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah)
diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
 Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
 Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
 Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
 Hubungkan set infuse ke slang arteri.
 Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
 Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
 Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
 Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
 Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian
naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
 Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
 Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara
dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan
tidak lebih dari 200 mmHg).
 Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc
yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
 Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
 Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
 Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20
menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
 Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan
‘outset’ dibawah.

10
 Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit
siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
3) Persiapan pasien.
 Menimbang BB
 Mengatur posisi pasien.
 Observasi KU
 Observasi TTV
 Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
a) Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
b) Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
c) Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

e. Komplikasi yang terjadi


1) Hipotensi
Penyebab : terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,
obat-obatan anti hipertensi.
2) Mual dan muntah
Penyebab : gangguan GI, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
3) Sakit kepala
Penyebab : tekanan darah tinggi, ketakutan.
4) Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi
darah.
5) Nyeri dada.
Penyebab : minum obat jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
6) Gatal-gatal
Penyebab : jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit
kering.
7) Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab : tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis
heparin berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.

11
8) Kram otot
Penyebab : penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu
cepat (UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi
tidur berubah terlalu cepat.

J. Anamnesa
1. Identitas pasien : terdiri dari nama (inisial),
1) Usia / tanggal lahir
2) Jenis kelamin
3) Alamat
4) Status pernikahan
5) Agama/keyakinan
6) Pekerjaan/sumber penghasilan
7) Diagnosa medik
8) No. Rm, tanggal masuk
ii. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien diantara keluhan yang dirasakan yang
didapatkan secara langsung dari pasien/ keluarga. yang dimana keluhan yang paling
dirasakan oleh klien itu sendiri adalah terjadi penurunan produksi miksi.
iii. Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama tidak bisa kencing, kencing sedikit, sering BAK pada malam
hari, kelemahan otot atau tanpa keluhan lainnya.

2) Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya penyakit infeksi, kronis atau penyakit predisposisi terjadinya GGA
serta kondisi pasca akut. Riwayat terpapar toksin, obat nefrotik dengan
pengunan berulang, riwayat tes diagnostik dengan kontras radiografik. Kondisi
yang terjadi bersamaan : tumor sal kemih; sepsis gram negatif, trauma/cidera,
perdarahan, DM, gagal jantung/hati.
iv. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter, batu urinarius atau
yang lainnya.

12
v. Pola kebutuhan
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise
Tanda : Kelemahan otot, kehilanggan tonus
2) Sirkulasi
Tanda : Hipotensi/hipertensi, disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi
orthostatik (hipovolemia), hipervolemia (nadi kuat), oedema jaringgan umum,
pucat, kecenderungan perdarahan
3) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola kemih : peningkatan frekuensi, poliuria (kegagalan dini)
atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, ragu-ragu berkemih,
dorongan kurang, kemih tidak lampias, retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi),
abdomen kembung, diare atau konstipasi, Riwayat Hipertropi prostat, batu/kalkuli
Tanda : Perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap, merah, coklat, berawan,
Oliguria (bisanya 12-21 hari); poliuria (2-6 l/hari)
4) Makanan/cairan
Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi),
mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, riwayat penggunaan diuretik
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema
5) Neurosensorik
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom ‘kaki gelisah”
Tanda : Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilanggan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbanggan elektrolit/asam/basa); kejang, aktivitas kejang
6) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah
7) Pernafasan
Gejala : Nafas pendek
Tanda : Tachipnea, dispnea, peninggkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
(kussmaul), nafas amonia, batuk produktif dengan sputum kental merah muda
(edema paru)
8) Keamanan
Gejala : ada reakti tranfusi

13
Tanda : Demam (sepsis, dehidrasi), ptechie, echimosis kulit, pruritus, kulit
kering.

K. Pengkajian Fisik
a. Umum: Status kesehatan secara umum
b. Tanda-tanda vital
c. Pemeriksaan fisik
Teknik pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang
menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan
turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan
penumpukan cairan.
b) Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
c) Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau
pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
d) Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai
sarung tangan untuk membuka meatus urinary.
Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai
sarung tangan.
2) Palpasi
a) Ginjal
b) Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi
ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila
ragu karena akan merusak jaringan.
c) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi
urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika
kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.

14
3) Perkusi
a) Ginjal
- Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
- Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral
(CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan.
- Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada
perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b) Kandung kemih
- Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat
diperkusi sampai setinggi umbilikus.
- Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.
4) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising)
pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran
darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).

L. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia b/d fase diurisis dari gagal ginjal akut
2. Defisit nutrisi b/d anoreksia, vomitus, nausea
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik, keletihan.
M. Rencana Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI
1 Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manajemen Hipervolemia
b/d fase Setelah dilakukan intervensi 1.1 Monitor status
diurisis dari selama 1x24 jam, keseimbangan hemodinamik
gagal ginjal cairan dapat ditingkatkan dengan 1.2 Monitor intake dan
akut kriteria: output cairan
Edema 1.3 Timbang berat badan

15
12345 setiap hari pada
Dehidrasi waktu yang sama
12345 1.4 Batasi asupan cairan
Keterangan: dan garam
1: Meningkat 1.5 Tinggikan kepala
2: Cukup meningkat tempat tidur 30-40°
3: Sedang 1.6 Ajarkan cara
4: Cukup menurun membatasi cairan
5: Menurun 1.7 Kolaborasi
pemberian diuretik
1.8 Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretik
2 Defisit nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
b/d anoreksia, Setelah dilakukan intervensi 2.1 Identifikasi status
vomitus, selama 1x24 jam, status nutrisi nutrisi
nausea dapat membaik dengan kriteria: 2.2 Identifikasi alergi dan
Berat badan intoleransi makanan
12345 2.3 Monitor BB
Indeks Massa Tubuh (IMT) 2.4 Monitor hasil
12345 pemeriksaan laboratorium
Keterangan: 2.5 Berikan makanan
1: Memburuk tinggi serat untuk
2: Cukup memburuk mencegah konstipasi
3: Sedang 2.6 Fasilitasi menentukan
4: Cukup membaik pedoman diet
5: Membaik 2.7 Ajarkan diet yang
diprogramkan
2.8 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang

16
dibutuhkan
3 Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
aktivitas b/d Setelah dilakukan intervensi 3.1 Monitor kelelahn fisik
kelemahan selama 1x24 jam, toleransi dan emosional
fisik, keletihan aktivitas dapat meningkat dengan 3.2 Monitor pola dan jam
kriteria: tidur
Keluhan lelah 3.3 Lakukan latihan
12345 rentang gerak pasif/ aktif
Dispnea setelah aktivitas 3.4 Anjurkan melakukan
12345 aktivitas secara bertahap
Keterangan: 3.5 Ajarkan strategi
1: Meningkat koping untuk mengurangi
2: Cukup meningkat kelelahan
3: Sedang 3.6 Kolaborasi dengan
4: Cukup menurun ahli gizi tentang cara
5: Menurun meningkatkan asupan
makanan

17
Daftar Pustaka

Anggeria, Elis. Resmita, Marsia. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga


dengan Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa
Rumah Sakit Royal Prima Medan. Jurnal Keperawatan Priority, Vol. 2, No. 1,
Januari 2019.

Ariani, Sofi. (2016). Stop Gagal Ginjal dan Gangguan Ginjal Lainnya.
Yogyakarta: Istana Media.

Barbara, CL. (1996). Perawatan Medikal Bedah Volume 2. Bandung: Yayasan


Ikatan Alumni.

Brunner and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 2
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Andi Offset.

Mc Clellan. (2006). Risk Factorfor Progressive Chronic Kidney Disease. J Ant


Soc Nephrol. 14: 65-70.

Muttaqin, Arif. Kurmala, Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. (2018). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Prabowo, Eko. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Robinson, Sitinjak. (2013). Konsep dan Tehnik Pelaksanaan Riset


Keperawatan. Medan: Bina Media Perintis.

Tim Pokja SDKI, SLKI, SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI

Tucker, Martin S. (1998). Standar Perawatan Pasien (terjemahan). Edisi 3.


Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai