Anda di halaman 1dari 41

1

Judul : Pembuatan LKS Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan


Keterampilan 4C Pada Materi Suhu Kalor dan Teori Kinetik Gas
Kelas XI SMA/MA

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan sebagai salah satu aspek dalam meningkatkan sumber daya manusia
terus diperbaiki dan direnovasi dari segala aspek. Setiap tempat yang memiliki
sejumlah populasi manusia pasti membutuhkan pendidikan. Perkembangan zaman
sekarang ini, menuntut peningkatan kualitas individu. Sehingga dimana pun dia
berada dapat digunakan (siap pakai) setiap saat. Dalam Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemapuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Serta tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut secara optimal,
dibutuhkan adanya usaha-usaha yang dilakukan pemerintah. Berbagai usaha yang
telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diantaranya
adalah pemenuhan sarana prasarana yang dibutuhkan di sekolah, pengadaan program
sertifikasi guru, pengadaan penataran-penataran guru dan perbaikan kurikulum.
Perbaikan kurikulum terlihat dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang direvisi menjadi Kurikulum 2013 dan saat ini sudah menjadi Kurikulum 2013
2

revisi 2017. Kurikulum 2013 terus diperbaiki sesuai dengan tuntutan kemajuan
IPTEK tetapi harus tetap mengakar pada budaya dan bangsa. Selain usaha dari
pemerintah, guru pun telah melakukan usaha dalam pelaksanaan proses pembelajaran
dikelas. Guru diharuskan mempunyai kreativitas dalam penggunaan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan penggunaan media maupun bahan
ajar yang menarik yang membantu siswa dalam proses pembelajaran. Guru juga
dituntut mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Bahan ajar
tersebut dapat berupa handout, buku, modul, lks, brosur, leaflet, wallchart dan foto.
Guru dapat membuat salah satu dari bahan ajar tersebut sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik siswanya sehingga membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran dan kompetensi pun dapat tercapai. Dengan berbagai upaya tersebut,
diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat terwujudkan secara optimal. Agar
tujuan pendidikan nasional tersebut dapat terwujudkan secara optimal maka harus
mengacu pada tuntukan pendidikan pada saat ini yaitu Kurikulum 2013 revisi 2017.
Pada Kurikulum 2013 revisi 2017 yang dikenal dengan pembelajaran abad 21 ini
memuat beberapa hal penting salah satu di antaranya adalah keterampilan belajar 4C
(communication, collaboration, critical thinking, creativity). Secara operasional, 4C
ini dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara berpikir termasuk
berkreasi, berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
belajar pro-aktif. Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi,
bekerja dalam tim. Ketiga, cara hidup sebagai warga global sekaligus local; dan
keempat, alat untuk mengembangkan ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi,
jaringan digital, dan literasi. Selain itu pembelajaran abad 21 ini menuntut mekanisme
pembelajaran harus terdapat interaksi multi-arah yang cukup dalam berbagai bentuk
komunikasi serta menggunakan berbagai sumber belajar yang kontekstual sesuai
dengan materi pembelajaran. Guru harus berusaha menciptakan pembelajaran melalui
berbagai pendekatan atau metode atau model pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
yang dikembangkan harus dapat memfasilitasi peserta didik untuk dapat bekerjsama
antar sesamanya. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 revisi 2017 ini mengutamakan
3

“skills” atau keterampilan. Keterampilan ini menggunakan prinsip bahwa


pembelajaran harus menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa, siswa harus
dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain (teman), dapat
berkomunikasi dengan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, kritis dan kreatif
dalam menyelesaikan permasalahan, metode pembelajaran yang dikembangkan
memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata. Keterampilan tersebut dapat
dikembangkan melalui pembelajaran yang berpotensi penyelesaian masalah. Dengan
adanya permasalahan (problem) yang diberikan akan mengajak siswa lebih aktif
dalam pembelajaran, memahami isi pembelajaran, menantang kemampuan berfikir
peserta didik untuk mengatasi masalah yang dihadapi, menemukan solusi (solving)
yang tepat atas permasalahan tersebut secara kritis dan kreatif, sehingga siswa
mampu menghadapi tantangan abad 21 sesuai dengan kurikulum 2013 revisi 2017.
Namun kenyataan yang ditemukan dilapangan belum sesuai dengan kondisi ideal
yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi pendahuluan yang telah
dilaksanakan di beberapa SMA di Bukittinggi. Dari hasil studi pendahuluan tersebut
diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pembelajaran fisika di beberapa SMA
Bukittinggi belum menerapkan model pembelajaran problem solving, yang digunakan
oleh guru dari beberapa sekolah tersebut dominan kepada pembelajaran yang
didominasi ceramah. Menurut guru mereka merasa lebih nyaman dengan metode
ceramah dan beranggapan bahwa kemampuan peserta didik masih minim untuk
menerapkan model-model pembelajaran yang dianjurkan kurikulum saat ini.
Sehingga guru kesulitan dalam menerapkan pembelajaran yang dituntut kurikulum
saat ini dan siswa masih terpaku dengan pembelajaran yang berpusat pada guru.
Sehingga tuntutan kurikulum mengenai keterampilan abad 21 sulit untuk
ditingkatkan.
Untuk penggunaan bahan ajar, guru di beberapa SMA Bukittinggi menggunakan
buku paket yang dipinjamkan dari sekolah, handout, power point, dan LKS.
Penggunaan LKS oleh guru jika hendak mengadakan praktikum saja, sedangkan
untuk soal-soal masih menggunakan LKS yang dijual oleh penerbit. Sehingga hanya
4

beberapa pertemuan saja guru menggunakan LKS tersebut, bisa juga dikatakan hanya
pada materi-materi tertentu saja atau LKS yang eksperimen saja. Untuk LKS non
eksperimen belum di gunakan oleh guru atau masih berpedoman pada yang dijual
oleh penerbit saja. LKS yang digunakan dari penertbit juga masih terdiri atas materi
dan soal tanpa ada sintak-sintak atau kegiatan lain yang bisa menambah wawasan
dan keterampilan peserta didik. Menurut guru LKS yang dibutuhkan oleh peserta
didik dalam proses belajar mengajar ialah LKS yang dapat meningkatkan
keterampilan abad 21 sesuai tuntutan kurikulum.
Sejauh ini guru sudah mengenal tuntutan keterampilan abad 21 tersebut. Hanya
saja untuk penerapannya, guru belum menerapkan secara maksimal baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam LKS yang digunakan. Keterampilan abad 21 ini yaitu
Keterampilan 4C (communication, collaboration, critical thinking, creativity) hanya
beberapa yang sudah diterapkan pada pembelajaran. Menurut guru untuk
keterampilan critical thinking, creativity cukup sulit diterapkan. Hal ini dikarenakan
masih terpakunya siswa pada contoh-contoh soal yang diberikan guru. Apabila
diberikan soal yang berbeda dari contoh tersebut dan tingkat kesulitannya di naikkan
peserta didik tidak mampu lagi menyelesaikan suatu persoalan tersebut.
Hasil studi awal di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan kondisi di lapangan. Hal ini mengisyaratkan adanya permasalahan
dalam pembelajaran fisika di SMA Bukittinggi. Solusi untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan di lapangan adalah dengan membuat Lembar Kerja
Siswa (LKS). LKS yang dibuat adalah LKS yang berbasiskan model pembelajaran
problem solving. Dengan adanya LKS ini diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan 4C siswa dan pemecahan masalah secara runtut, sehingga kompetensi
pembelajaran fisika dapat tercapai. Selain itu juga dapat membantu siswa dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Pembuatan LKS Berbasis Problem Solving Pada Materi Suhu Kalor
dan Teori Kinetik Gas Untuk Meningkatkan Keterampilan 4C Kelas XI SMA/MA.
5

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan adalah
sebagai berikut :
1. LKS yang digunakan oleh pendidik masih bersifat umum
2. Keterampilan belajar 4C peserta didik kelas XI SMA di Bukittinggi masih rendah
3. Masih kurangnya peningkatan keterampilan belajar 4C dalam LKPD yang
digunakan
4. Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal masih bergantung pada
contoh soal yang diberikan oleh guru
5. Metode pembelajaran yang digunakan didominasi dengan metode ceramah
sehingga kurangnya peran aktif siswa dalam belajar
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan ajar yang dibuat adalah Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) berbasis
problem solving
2. Materi pada penelitian yang diujikan dari bahan ajar (LKS) ini adalah materi
SMA kelas XI KD 3.5 tentang pengaruh kalor dan perpindahan kalor dan KD 3.6
tentang teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang tertutup
3. Penilaian yang dilakukan adalah validitas dengan menggunakan instrumen uji
validitas oleh tenaga ahli dan praktikalitas dengan menggunakan instrumen uji
praktikalitas oleh guru fisika SMA di Bukittinggi
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk desain yang dibuat di dalam LKS berbasis problem solving ?
2. Bagaimana tingkat validitas dari desain Lembar Kerja Siswa berbasis problem
solving ?
6

3. Bagaimana kepraktisan penggunaan Lembar Kerja Siswa berbasis problem


solving untuk pembelajaran menurut Kurikulum 2013 pada siswa kelas XI SMA
di Bukittinggi ?
E. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan Lembar Kerja Siswa
(LKS) berbasis problem solving yang baik, valid dalam desain, praktis dan efektif
digunakan dalam pembelajaran. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mendesaian LKS berbasis problem solving sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik siswa
2. Menentukan validitas desain produk LKS berbasis problem solving
3. Menentukan kepraktisan penerapan LKS berbasis problem solving menurut
kurikulum 2013 di Kelas XI SMA di Bukittinggi
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, sebagai modal dasar dalam menambah pengetahuan dan
pengalaman sebagai guru dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan S1 di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang.
2. Bagi guru, sebagai masukan dalam memilih variasi Lembar Kerja Peserta Didik
guna meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta didik.
3. Bagi siswa, sebagai sumber belajar yang dapat melatih keterampilan siswa dalam
pembelajaran.
4. Bagi peneliti lain, sebagai sumber ide dan refernsi untuk melanjutkan dan
mengembangkan penelitian ini dimasa yang akan datang.
G. Kajian Teori
1. Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS merupakan kumpulan dari lembaran yang berisikan kegiatan peserta didik
yang memungkinkan peserta didik melakukan aktivitas nyata dengan objek dan
persoalan yang dipelajari. LKS berfungsi sebagai panduan belajar peserta didik dan
juga untuk memudahkan peserta didik dan guru melakukan kegiatan belajar
7

mengajar. LKS juga dapat didefenisikan sebagai bahan ajar cetak berupa lembar-
lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang
di capai (Andi Prastowo, 2011: 204).
Pendapat ini sesuai dengan Depdiknas tahun 2008 dimana dinyatakan bahwa LKS
merupakan materi bahan ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga peserta
didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Lembar
Kerja Siswa (LKS) berasal dari terjemahan student work yang merupakan suatu
lembaran (bukan buku) yang berisi pedoman bagi peserta didik melakukan kegiatan
yang terprogram.
Dalam penggunaannya LKS dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
eksperimen dan LKS non-eksperimen (Depdiknas, 2008). LKS eksperimen
digunakan untuk membimbing peserta didik dalam melakukan kegiatan praktikum
dan menemukan konsep dalam kerja ilmiah. Sedangkan LKS non-eksperimen biasa
digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi hambatan proses
pembelajaran, misalnya sekolah tidak memiliki peralatan praktikum yang memadai
untuk kegiatan laboratorium sehingga perlu adanya diskusi diantara peserta didik
untuk menemukan satu konsep yang disajikan dalam bentuk kegiatan kelas, dapat
dalam bentuk diskusi kelompok.
Menurut Depdiknas 2008 penggunaan LKS dalam pembelajaran memberikan
manfaat, antara lain :
a. Mengaktifkan peserta didik dalam belajar.
b. Membantu peserta didik dalam mengembangkan dan menemukan konsep
berdasarkan pendeskripsian hasil pengamatan dan data yang diperoleh dalam
kegiatan eksperimen.
c. Melatih peserta didik menemukan konsep melalui pendekatan keterampilan
proses.
d. Membantu peserta didik dalam memperoleh catatan materi pembelajaran yang
dipelajari melalui kegiatan yang dilakukan disekolah.
8

e. Membantu pendidik menyusun atau merencanakan kegiatan pembelajaran


yang meliputi pemilihan pendekatan dan metode motivasi belajar, pemilihan
media dan evaluasi belajar.
f. Membantu guru menyiapkan secara tepat kegiatan pembelajaran, karena LKS
yang telah dibuat dapat digunakan kembali pada tahun ajaran berikutnya.
Penjelasan ini menggambarkan bahwa salah satu manfaat penggunaan LKS adalah
untuk mengaktifkan peserta didik dalam belajar, sehingga akan membantu peserta
didik menemukan langkah-langkah dalam penyelesaian masalah secara runtun. Salah
satu LKS yang dapat mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran ialah
LKS berbasis Problem Solving.
Dalam membuat LKS harus disesuaikan dengan langkah-langkah pembuatan LKS
dan struktur yang terdapat pada LKS menurut Depdiknas tahun 2008. Langkah-
langkah tersebut adalah merumuskan KD dari standar isim menentukan bentuk
penilaian dan penyusunan belajar. Sedangkan Struktur LKS memuat beberapa hal,
yaitu: judul/identitas, petunjuk belajar, SK/KD, materi pembelajaran, informasi
pendukung, paparan isi materi, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja, dan penilaian.
2. Model Pembelajaran Problem Solving
Problem solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan
pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan
penguatan keterampilan (Shoimin, 2014: 135). Problem solving adalah model
pembelajaran dengan pemecahan persoalan. Biasanya guru memberikan persoalan
yang sesuai dengan topik yang hendak diajarkan dan peserta didik diminta untuk
memecahkan persoalan itu. Hal ini dapat dilakukan baik dalam kelompok ataupun
pribadi. Guru sebaiknya meminta peserta didik mengungkapkan bagaimana cara
mereka memecahkan persoalan tersebut dan bukan hanya melihat hasil akhirnya.
Model problem solving dapat juga membantu mengatasi salah pengertian. Peserta
didik mengerjakan beberapa soal yang telah disiapkan guru. Dari pekerjaan itu, dapat
dilihat apakah gagasan peserta didik benar atau tidak. Dengan memecahkan
persoalan, peserta didik dilatih untuk mengorganisasikan pengertian mereka dan
9

kemampuan mereka. Akan lebih baik jika peserta didik diberi waktu untuk
menjelaskan pemecahan soal mereka di depan kelas dan teman-teman lain dapat
menanyainya. Dengan melihat bagaimana cara peserta didik tersebut memecahkan
persoalan, dapat dengan mudah dilihat peserta didik mempunyai salah pengertian
dalam langkah yang sama. Bila salah pengertian telah diketahui, guru dapat
menanyakan kepada peserta didik mengapa mereka mempunyai pengertian atau
langkah seperti itu (Suparno, 2007: 98).
Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang
melatih siswa untuk terampil dalam menyelesaikan masalah. Belajar memecahkan
masalah (problem solving) merupakan tipe belajar yang paling kompleks menurut
Gagne, karena didalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan
aturan yang ada disertai proses analisis dan penyimpulan, dengan melatih siswa
memecahkan masalah maka kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat.
Dengan soal-soal atau masalah-masalah siswa berlatih menyortir informasi yang
penting untuk memecahkan masalah dan mengabaikan informasi yang tidak relevan,
mendapatkan pengalaman ntuk mengenali subtujuan, serta saat memecahkan
masalah-masalah secara berkelompok selama beberapa jam pelajaran, mereka berbagi
ide, mendapatkan umpan balik untuk mengasah pemikiran mereka dan menyajikan
solusi mereka di dalam kelas (Sulistyaningkarti, 2016 : 3).
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa problem solving merupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan
untuk mencari informasi, menganalisis situasi, dan mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan dalam
penyelesaian masalah.
Dalam problem solving, siswa membutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam
menganalisis masalah, mensintesis dan menerapkan konsep yang dipelajari
sebelumnya. Selain itu pada fase pemecahan masalah menghendaki siswa untuk
menghasilkan dan melaksanakan rencana mereka untuk menemukan solusi dari
masalah. Siswa bertanggungjawab untuk mendesain pengalamannya sendiri. Mereka
10

mengembangkan kemampuan berpikir kritis seperti kemampuan memutuskan apa


yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dengan baik, mana data yang
penting, seberapa akurat pengukuran, dan mengapa setiap tahap dalam proses itu
penting. Mereka menyusun hipotesis, memilih metode untuk memecahkan masalah,
memprediksi hasil, mengumpulkan data dan menganalisis hasilnya (McCormick dan
Raines, 2015).
a. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Problem Solving
Penyelesaian masalah (problem solving) dapat dilakukan melalui lima tahap
yaitu :
Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Solving
Tahapan Pembelajaran Uraian
Fokus pada masalah Buat gambar / sketsa,tentukan pertanyaan

Apa yang terjadi ? Pilih pendekatakan kualitatif

Paparkan konsep yang relevan Identifikasi semua variabel, buatlah


diagram hubunga antarvariabel, tentukan
sasaran/permasalahan, nyatakan hubungan
kuantitaif antarvariabel

Susunlah rencana penyelesaian Pilih hubungan yang terkait dengan


masalah sasaran, cek hubungan antarvariabel yang
belum diidentifikasi.

Pelaksanaan penyelesaian Lakukan perhitungan ( jika ada ) terkait


masalah dengan upaya mencari sasaran
menggunakan hubungan antar variabel
yang ada.
11

Evaluasi Jawaban Cek jawaban/ sasaran yang diperoleh (


kesesuaian dan kelengkapan )

(Sumber : Sani, Ridwan A. 2013)


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tahapan dalam pembelajaran problem
solving sangat terstruktur dan dapat menjadi langkah – langkah dalam
pelaksanaannya didalam pembelajaran (Sani,Ridwan A .2013 :243- 244).
Menurut Kenneth dan Patricia Heller didalam bukunya Cooperative Problem
Solving in Physics A User’s Manual, Langkah – langkah Problem Solving versi
Algebra adalah :
1) Fokus Pada Masalah dengan memusatkan gambaran permasalahan,
2) Gambarkan gejala – gejala fisika yang terdapat pada masalah
3) Rencanakan solusi dari masalah
4) Memproses masalah sesuai dengan langkah yang ada
5) Mengevaluasi hasil dan solusi yang didapat dari masalah yang ada
Jadi, dari beberapa langkah-langkah model pembelejaran problem solving
diatas dapat disimpulkan bahwa inti utama dari langkah-langkah model
pembelajaran problem solving ialah Fokusnya peserta didik pada masalah yang
disajikan oleh guru lalu guru memberikan konsep barulah peserta didik
merencanakan, melaksanakan penyelesaian masalah sampai pada evaluasi hasil
dari peserta didik.
b. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Solving
Beberapa kelebihan dari model pembelajaran problem solving ini diantaranya
sebagai berikut :
1) Dapat membuat peserta didik lebih menghayati kehidupan sehari-hari
2) Dapat melatih dan membiasakan peserta didik untuk menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil
3) Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif
4) Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya
12

5) Melatih peserta didik untuk mendesain suatu penemuan


6) Berpikir dan bertindak kreatif
7) Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
8) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan
9) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan (Shoimin, 2014: 137)
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran problem
solving atau pembelajaran berbasis penyelesaian masalah ini dapat membantu
peserta didik dalam memahami pembelajaran fisika serta dapat melatih siswa
menyusun dan menemukan langkah-langkah dalam penyelesaian masalah, tidak
lagi bergantung pada contoh soal yang diberikan oleh guru.
3. Keterampilan Belajar 4C
Manusia berada pada era global yang terus berkembang dan tentunya ini juga
merupakan sebuah tantangan bagi manusia zaman ini. Perkembangan global ini
menjadikan manusia tidak pernah merasa puas terhadap segala sesuatunya terutama
perkembangan dalam bidang teknolgi. Perkembangan tersebut tidak lepas dari dunia
pendidikan dan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu peserta didik
mempersiapkan diri menjadi manusia yang kritis, aktif, kreatif dan inovatif, sehingga
manusia dapat terus bertahan di era globalisasi dan perkembangan teknologi yang
pesat. Salah satu implementasi yang dapat digunakan adalah perkembangan kegiatan
pembelajaran yang merujuk pada 4 karakter ajar abad 21 atau biasa yang disimbolkan
atau disebut dengan keterampilan 4C, yaitu creative thinking, critical thinking,
communication, dan collaboration.
a. Kemampuan Berkomunikasi (Communication)
Communication artinya, pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan
peserta didik harus terjadi komunikasi multi arah (Zulhilyah, 2013). Di mana
terjadi komunikasi timbal balik antara guru dengan peserta didik, peserta didik
dengan guru, maupun antar sesama peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dalam proses
13

pembelajaran, sehingga peserta didik dapat mengkonstruk pengetahuannya


sendiri melalui komunikasi dan pengalaman yang dia alami sendiri.
Selain itu, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan
menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan,
tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan menggunakan
kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu pada saat berdiskusi
dengan teman-temannya maupun ketika menyelesaikan masalah dari gurunya
(Hosnan, 2014: 87). Dalam peraturan Kemendikbud tahun 2017 terdapat
kecakapan komunikasi dalam proses pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1) Memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam
berbagao bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.
2) Menggunakan kemampuan untuk mengutarakan ide-ide, baik itu pada saat
berdiskusi di dalam maupun di luar kelas, maupun tertuang dalam tulisan.
3) Menggunakan kemampuan bahasa lisan yang sesuai konten dan konteks
pembicaraan dengan lawan bicara atau yan diajak berkomunikasi.
4) Dalam abad 21 komunikasi tidak terbatas hanya pada satu bahasa, tetapi
kemungkinan multi-bahasa.
5) Selain itu dalam komunikasi lisan diperlukan juga sikap untuk dapat
mendengarkan, menghargai pendapat orang lain, selain pengetahuan terkait
konten dan konteks pembicaraan.
b. Kemampuan Berkolaborasi (Collaboration)
Kolaborasi dalam proses pembelajaran merupakan suatu bentuk kerjasama
dengan satu sama lain saling membantu dan melengkapu untuk melakukan tugas-
tugas tertentu agar diperoleh suatu tujuan yang telah ditentukan. Kecakapan
terkait dengan kolaborasi antara lain sebagai berikut :
1) Memiliki kemampuan dalam kerjasama kelompok
2) Beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggung jawab, bekerja secara
produktif dengan yang lain.
14

3) Mampu berkompromi dengan anggota yang lain dalam kelompok demi


tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. (Kemendikbud, 2017: 8).
Pada proses pembelajaran guru hendaknya menciptakan situasi dimana peserta
didik dapat belajar bersama-sama atau berkelompok (team work). Sehingga akan
tercipta suasana demokratis dimana peserta didik dapat belajar menghargai
perbedaan pendapat, menyadari kesalahan yang ia buat, serta dapat memupuk rasa
tanggung jawab dalam mengerjakan tanggung jawab yang diberikan. Selain itu,
dalam situasi ini peserta didik akan belajar tentang kerjasama antar tim,
kepemimpinan, ketaatan pada otoritas, dan fleksibelitas dalam lingkungan kerja.
Hal ini akan mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi dunia kerja dimasa
yang akan datang (Zulhilyah,2013).
c. Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Berpikir kritis didefenisikan sebagai berpikir untuk menyelidiki secara
sistematis proses berpikir itu sendiri. Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan
sengaja, tetapi juga meneliti bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti
dan logika. Untuk melatih berpikir kritis siswa harus didorong untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut : (1)
Menentukan konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu kejadian; (2)
Mengidentifikasi asumsi yang digunakan dalam suatu pernyataan; (3)
Merumuskan pokok-pokok permasalahan; (4) Menemukan adanya bias
berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda; (5) Mengungkapkan penyebab
dari suatu kejadian; (6) Memilih faktor-faktor yang mendukung terhadap suatu
keputusan. Oleh karena itu, indikator kemampuan berfikir kritis dapat diturunkan
dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut : (1) Mampu merumuskan pokok-pokok
permasalahan; (2) Mampu mengungkapkan fakta yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatu masalah; (3) Mampu memiih argumen logis, relevan dan
akurat; (4) Mampu mendeteksi bias berdasarkan sudut pandang yang berbeda; (5)
Mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu
keputusan (Arifin, 2017: 96).
15

Proses pembelajaran hendaknya membuat peserta didik dapat berpikir kritis


dengan menghubungkan pembelajaran dengan masalah-masalah kontekstual yang
ada dalam kehidupan sehari-hari. Kedekatan dengan situasi yang real yang
dialami oleh peserta didik ini akan membuat peserta didik menyadari pentingnya
pembelajaran tersebut sehingga peserta didik akan menggunakan kemampuan
yang diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
dihadapinya.
d. Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat atau menciptakan hal-hal baru
atau kombinasi baru berdasarkan data, informasi, dan unsur-unsur yang ada.
Memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan menghasilkan karya cipta yang
diperoleh melalui pengetahuan atau pengalaman hidup serta mampu memunculkan
ide-ide kreatif yang inovatif (Mohamad&Hamzah, 2012: 13).
Ciri-ciri kemampuan kreativitas dapat dilihat dari keterampilan berfikir lancar,
keterampilan berfikir luwes, keterampilan berfikir orisinil, dan keterampilan
menilai. Kunci dari kemampuan kreativitas ini berasal dari keterampilan berfikir
lancar dan keterampilan berfikir luwes sehingga kreativitas dapat dicirikan sebagai
berikut : (1) memiliki banyak gagasan dalam menyelesaikan suatu masalah atau
jawaban suatu pertanyaan yang bervariasi; (2) dapat melihat masalah dari sudut
pandang yang berbeda; (3) menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda
(Munandar, 2014). Selain itu, dalam peraturan Kemendikbud tahun 2017
menyatakan bahwa kecakapan dari kreatifitas yang dapat dikembangkan dalam
pembelajaran antara lain sebagai berikut :
1) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru secara lisan atau tulisan.
2) Bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda
3) Mampu mengemukakan ide-ide kreatif secara konseptual dan praktikal
16

4) Menggunakan konsep-konsep atau pengetahuannta dalam situasi baru dan


berbeda, baik dalam mata pelajaran terkait, antar mata pelajaran, maupun
dalam kontekstual
5) Mempu beradaptasi dalam situasi baru dan memberikan kontribusi positif
terhadap lingkungan
6) Menggunakan kegagalan sebagai wahana pembelajaran
7) Memiliki kemampuan dalam menciptakan kebaharuan berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki.
4. LKS Berbasis Problem Solving
Lembar Kerja Siswa merupakan salah satu perangkat yang penting untuk
mendukung pencapaian kompetensi peserta didik. Lembar Kerja Siswa dapat
membantu pendidik dalam menyajikan pembelajaran. Lembar Kerja Siswa
merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik.
Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kerja harus jelas KD yang akan dicapai
(Depdiknas, 2008: 13). Jadi, LKS merupakan alat yang mempermudah pendidik
dalam menyampaikan pembelajaran, dan mempermudah peserta didik dalam
menerima pembelajaran. Oleh karena itu, kemampuan pendidik dalam
mengembangkan LKS sangat diperlukan agar menghasilkan LKS yang menarik serta
dapat meningkatkan keterampilan abad 21 yang dituntut kurikulum saat ini.
LKS yang dibuat berbasis model problem solving yang didalamnya memuat
langkah-langkah pembelajaran problem solving serta mengintegrasikan keterampilan
4C, seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. Perbedaan LKPD Yang Dikembangkan dengan LKPD yang di Sekolah
LKS Yang Ada di LKS Yang
No Aspek Pembeda
Sekolah Dikembangkan
1 Topik LKS Langkah-Langkah model LKS berbasis model
pembelajaran belum pembelejaran Problem
diterapkan Solving
17

2 Pemenuhan Materi untuk aktivitas Tergambar pada LKS


pembelajaran siswa sudah ada, seperti materi dan soal-
berorientasi pada kegiatan percobaan soal(LKS non
aktivitas siswa sederhana, namun hanya eksperimen) yang
beberapa pertemuan didalamnya setiap
saja. Hanya untuk langkah Problem
kegiatan eksperimen saja Solving dapat
meningkatkan
Keterampilan 4C
3 Pembelajaran Belum tergambar, Pembelajaran
Berorientasi pada karena guru masih dipusatkan kepada
kegiatan siswa menggunakan LKS yang siswa pada proses
bersifat eksperimen pembelajaran, siswa
menemukan
penyelesaian
permasalahan.

5. Materi KD 3.4 dan KD 3.5


Materi fisika yang dikembangkan peneliti dalam LKS adalah materi pada KD 3.5
Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor yang meliputi karakteristik
termal suatu bahan, kapasitas, dan konduktivitas kalor pada kehidupan sehari-hari dan
materi pada KD 3.6 Menjelaskan teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang
tertutup yang diajarkan pada kelas XI semester 1.
a. KD 3.5 Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan kalor yang
meliputi karakteristik termal suatu bahan, kapasitas, dan konduktivitas
kalor pada kehidupan sehari-hari
a. Fakta
1) Di siang hari siswa merasakan udara panas dan pada malam hari
18

udara terasa dingin.


2) Siswa mengamati segelas air es yang ada di meja akan terasa dingin
dan nasi yang berada dalam penghangat nasi terasa panas.
3) Di dalam ruangan UKS (Unit Kesehatan Siswa) terdapat termometer
yang digunakan untuk mengukur suhu pasien yang demam.
4) Sendok yang digunakan untuk menyeduh kopi panas, akan terasa
hangat.
5) Nasi yang dingin dapat dihangatkan dengan penghangat nasi, dimana
nasi butuh kalor untuk menaikkan suhunya.
6) Siswa memperhatikan pada saat es mencair, perubahan yang terjadi
adalah zat padat menjadi cair.
7) Siswa memperhatikan saat sepotong sendok makan yang dibakar
pada api lilin, lama kelamaan tangan akan merasakan hangat dan
akhirnya panas.
b. Konsep
1) Suhu adalah keadaan derajat panas atau dingin yang dialami suatu
benda.
2) Alat yang dapat mengukur suhu disebut termometer.
3) Pemuaian merupakan gerakan atom penyusun benda karena
mengalami pemanasan.
4) Setiap zat padat mempunyai besaran yang disebut koefisien muai
panjang. Koefisien muai panjang suatu zat adalah angka yang
menunjukkan pertambahan panjang zat apabila suhunya dinaikkan 1°
C.
5) Zat padat yang mempunyai tiga dimensi (panjang, lebar, dan tinggi),
seperti bola dan balok, jika dipanaskan akan mengalami muai
volume, yakni bertambahnya panjang, lebar, dan tinggi zat padat
tersebut.
19

6) Kalor adalah perpindahan energi kinetik dari satu benda yang


bersuhu lebih tinggi ke benda yang bersuhu lebih rendah.
7) Secara alami kalor berpindah dari benda yang bersuhu tinggi kebenda
bersuhu rendah,sehingga terjadi percampuran suhu dari kedua benda
itu.
8) Kalorimeter terdiri atas :
— Sebuah bejana kecil terbuat dari logam tipis yang digosok
mengkilat. Bejana inilah yang dinamakan kalorimeternya.
— Sebuah bejana yang agak besar, untuk memasukkan
kalorimeternya.
— Diantara kedua bejana itu dipasang isolator yang berfungsi
untuk mengurangi kehilangan kalor karena dihantarkan atau
dipancarkan sekitarnya.
— Penutup dari isolator panas yang telah dilengkapi dengan
termometer dan pengaduk.
9) Kalor jenis benda (zat) menunjukkan banyaknya kalor yang
diperlukan oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhunya sebesar satu
satuan suhu (° C).
10) Kalor yang dibutuhkan 1 panci air agar suhunya naik 1° C disebut
kapasitas kalor.
11) Kalor yang diserap benda digunakan untuk dua kemungkinan, yaitu
untuk menaikkan suhu atau untuk mengubah wujud benda.
12) Kalor lebur merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk
melebur.
13) Kalor didih merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk
mendidih/ menjadi uap.
14) Joseph Black merumuskan perpindahan kalor antara dua benda akan
membentuk suhu termal, dimana kalor yang dilepaskan akan sama
20

dengan kalor yang diserap.


15) Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan
perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi.
16) Konveksi adalah proses perpindahan kalor dengan disertainya
perpindahan partikel. Konveksi ini terjadi umumnya pada zat fluida
(zat yang mengalir) seperti air dan udara.
17) Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium)
disebut radiasi.
c. Prinsip
1) Persamaan pada pemuaian panjang :
𝑙2 = 𝑙1 (1 + 𝛼 × ∆𝑇)
Keterangan:
l1 : panjang batang mula-mula (m)
l2 : panjang batang setelah dipanaskan (m)
l : selisih panjang batang = l1 – l2
α : koefisien muai panjang (l°C)
T1: suhu batang mula-mula (° C)
T2: suhu batang setelah dipanaskan (° C)
ΔT: selisih suhu (° C) = T2 – T1
2) Persamaan pada pemuaian luas :
𝐴2 = 𝐴1 (1 + 𝛽 × ∆𝑇)
β = 2α
Keterangan:
A1 :luas bidang mula-mula (m2)
A2 : luas bidang setelah dipanaskan (m2)
β : koefisien muai luas (/°C)
ΔT: selisih suhu (° C)
3) Persamaan pada pemuaian volume :
21

𝑉2 = 𝑉1 (1 + 𝛾 × ∆𝑇)
γ = 3α, maka
Keterangan:
V1:luas bidang mula-mula (m3)
V2: luas bidang setelah dipanaskan (m3)
γ : koefisien muai ruang (/°C)
ΔT: selisih suhu (° C)
4) Kalor yang dilepaskan atau diserap dengan mengetahui massa zat dan
perubahan suhunya, menggunakan persamaan:
𝑄 = 𝑚 × 𝑐 × ∆𝑇
Keterangan :
Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg°C)
ΔT: perubahan suhu (° C)
5) Kapasitas kalor suatu zat dapat dirumuskan dengan :
𝑄 = 𝑐 × ∆𝑇
Keterangan:
Q: kalor yang diserap/dilepas (J)
C: kapasitas kalor benda (J/°C)
ΔT: perubahan suhu benda (° C)
Atau jika dibandingkan dengan kalor jenis maka :
𝐶 =𝑚×𝑐
Keterangan:
C : kapasitas kalor benda (J/°C)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg °C)
6) Persamaan untuk menentukan kalor lebur :
22

𝑄
𝑄 = 𝑚 × 𝐾𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾𝐿 =
𝑚
Keterangan:
Q : kalor yang diperlukan (J)
m : massa zat (kg)
KL: kalor lebur zat (J/kg)
7) Persamaan untuk menentukan kalor uap suatu zat :
𝑄 = 𝑚 × 𝐾𝑈
Keterangan:
Q : kalor yang diperlukan (J)
m : massa zat (kg)
KU: kalor didih/uap zat (J/kg)
8) Bunyi azas Black : “ Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor
yang dilepas zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya
kalor yang diterima zat yang suhunya lebih rendah.”
9) Perumusan azas black :
𝑄𝐿𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑇𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Keterangan:
Qlepas : besar kalor yang diberikan (J)
Qterima: besar kalor yang diterima (J)
10) Besarnya kalor
∆𝑇
𝐻 =𝑘×𝐴×
𝑑
Keterangan:
Q : banyak kalor yang mengalir (J)
A : luas permukaan (m2)
T : perbedaan suhu dua permukaan (K)
d : tebal lapisan (m)
k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K)
23

t : lamanya kalor mengalir (s)


H : kelajuan hantaran kalor (J/s)
11) Perumusan perpindahan kalor secara konveksi adalah :
𝐻 = ℎ × 𝐴 × ∆𝑇 4
Keterangan
H : laju perpindahan kalor (W)
A : luas permukaan benda (m² )
ΔT: t2 – t1= perbedaan suhu (K atau ° C)
h : koefisien konveksi (Wm-2K-4 atau Wm-2(°C)4)
12) Besar laju radiasi dirumuskan :
𝐻 = 𝐴𝑒𝜎𝑇 4
Keterangan:
H : laju radiasi (W)
A : luas penampang benda (m2)
T : suhu mutlak (K)
e : emisitas bahan
σ : tetapan Stefan-Boltzmann (5,6705119 × 10-8 W/mK4)
d. Prosedur
1) Panaskan air diatas degan pembakar spirtus sampai suhunya
mencapai 30o C, 40o C da 50 oC, Catat waktuya.
2) Ulangi langkah 1 dan 2, untuk air dengan volume 100 ml, 150ml .
Masukkan hasilnya kedalam tabel 1.
3) Isilah gelas kimia dengan air sebanyak 100 ml, kemudian letakkan
gelas kimia diatas kaki tiga
4) Panaskan air selama beberapa menit catat kenaikan suhu air dengan
thermometer
5) Catat kenaikan suhu pada tabel
6) Ganti air dengan minyak goreng sebanyak 100 ml, ulangi langkah 2
24

b. KD 3.6 Menjelaskan teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang
tertutup
a. Fakta
1) Siswa mengamati pemanasan air melalui ketel uap
2) Siswa memperhatikan balon yang meletus
3) Siswa mengamati balon udara
b. Konsep
1) Teori kinetik adalah teori yang menjelaskan perilaku sistem-sistem
fisis dengan menganggap bahwa sistem-sistem fisis tersebut terdiri
atas sejumlah besar molekul yang bergerak sangat cepat. Teori
kinetik gas adalah teori kinetik yang digunakan untuk menjelaskan
sifat-sifat atau kelakuan suatu gas. Teori kinetik gas tidak
mengutamakan kelakuan sebuah partikel, tetapi meninjau sifat zat
secara keseluruhan sebagai hasil rata-rata kelakuan partikel tersebut.
2) Gas ideal adalah gas yang dianggap ideal, memiliki sifat tertentu,
sehingga dapat diterapkan pada teori kinetik gas.
3) Gas ideal didefinisikan sebagai salah satu di mana semua tumbukan
antara atom atau molekul bersifat elastis sempurna dan di mana
tidak ada kekuatan menarik antarmolekul.
4) Gas Ideal adalah gas yang mematuhi persamaan gas umum dari pV
= nRT dan hukum gas lainnya di semua suhu dan tekanan
5) Kecepatan efektif gas ideal vrms (rms = root mean square)
didefinisikan sebagai akar dari rata-rata kuadrat kecepatan.
6) Teorema ekipartisi energi, yang menyatakan bahwa: “Jika pada
suatu sistem yang mengikuti Hukum Newton tentang gerak dan
mempunyai suhu mutlak T, maka setiap derajat kebebasan (f), suatu
partikel memberikan kontribusi 1/2 k.Tpada energi rata-rata
partikel,”
25

7) Derajat kebebasan adalah kuantitas yang menentukan energi


mekanik suatu molekul.
8) Energi dalam adalah jumlah energi kinetik translasi, energi kinetik
rotasi, dan energi getaran molekul.
c. Prinsip
1) Persamaan keadaan gas ideal
𝑝𝑉
= 𝑛𝑅
𝑇
atau
pV = nRT
Keterangan:
n = jumlah mol gas,
R = tetapan umum gas = 8,31 × 103 J/kmolK (SI) = 8,31
J/molK,
p = tekanan (N/m2),
V = volume (m3), dan
T = temperatur (K).
2) Persamaan hukum Boyle
1
𝑃 ∝ 𝑉, untuk P.V = konstan atau

P1.V1 = P2.V2
Keterangan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)
3) Persamaan hukum Charles
𝑉
=𝐾
𝑇

4) Persamaan hukum Gay Lussac


26

𝑃∝𝑇
𝑃 𝑃 𝑃2
= konstan atau 𝑇1 =
𝑇 1 𝑇2

Keterangan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
T1 = volume gas pada keadaan 1 (K)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
T2 = volume gas pada keadaan 2 (K)
5) Persamaan hukum Boyle – Gay Lussac
Hukum Boyle-Gay Lussac merupakan gabungan dari persamaan
diatas:
𝑃𝑉
konstan
𝑇
𝑃1 𝑉1 𝑃2 𝑉2
=
𝑇1 𝑇2
Persamaan Tekanan : P = Nmv2 / 3V sehingga didapay
hubungan antara tekanan dengan energi kinetik atom atau
partikel.

2 N 2 N
P . 1
2 mV 2 ras  . Ek
3V 3V

6) Hubungan antara suhu dengan energy kinetic.


3
Ek  k.T
2
7) Setiap molekul dengan f sebagai derajat kebebasan akan memiliki
energi rata-rata
EK = f( ½ kT)
Keterangan :
EK = Energi Kinetik ( J )
k = Konstanta Boltzmann (k = 1,38 x 10-23 J/K)
27

T = Suhu atau temperatur mutlak molekul gas ideal (K)


f =derajat kebebasan
d. Prosedur
1) Siswa mempelajari kembali apa itu teori kinetic gas
2) Siswa memperhatikan keadaan sekitar yang terdapat peristiwa
kinetic gas
3) Siswa mengaitkan fenomena alam dengan materi teori kinetic gas
yang telah dipelajari
4) Siswa mendiskusikan secara berkelompok prinsip-prinsip pada
teori kinetic gas yang terdapat pada fenomena alam
5) Siswa membuat laporan tentang diskusinya
6) Siswa mempresentasikan laporan hasil pemikirannya

H. Penelitian Yang Relevan


1. Melia Aula Adami (2018) dengan judul penelitian Desain Bahan Ajar Berorientasi
Pemecahan Masalah Untuk Mencapai Higher Order Thinking Skill ( HOTS )
Peserta Didik Pada Materi Gerak Melingkar dan gaya Pada benda di kelas X
SMA/MA. Hasil penelitian menyatakan bahwa bahan ajar memiliki nilai rata –
rata validitas 85 % dengan kriteria valid, nilai rata – rata kelayakan komponen
bahan ajar 81,85 %, aspek keterlaksanaan strategi pemecahan masalah 81,38 %.
Dengan hasil akhir validitas bahan ajar 82,74 % dengan kriteria sangat valid. Nilai
rata - rata praktikalitas dari guru 88,61 % dan dari peserta didik dengan persentase
nilai rata – rata 87,24 %.
2. Nurhayati Fitri (2017) dengan judul penelitian Pengaruh LKPD Fisika Berorientasi
Strategi Pemecahan Masalah Terhadap Pencapaian Kompetensi Peserta Didik
Kelas X SMA 1 Lubuk Alung. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat
pengaruh berarti terhadap kompetensi belajar fisika peserta didik pada ketiga
kompetensi ( sikap, pengetahuan, dan keterampilan ) pada taraf nyata 0,05.
28

3. Adli Dzil Ikhram ( 2017 ) dengan judul penelitian Pengaruh Model Search, Solve,
Create, And Share Menggunakan Pendekatan Problem Solving Terhadap Creative
Thinking Skill Peserta Didik Materi Kesetimbangan dan Elastisitas Kelas XI
SMAN 12 Padang. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh berarti
terhadap Creative Thinking Skill Peserta Didik.
I. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan kedalam bentuk
paradigma penelitian. ( Sugiyono, 2017: 389).
Pada kurikulum yang digunakan saat ini yaitu kurikulum 2013 revisi 2017
memilik aspek penting yang harus di capai dalam kegiatan pembelajaran. Aspek
tersebut salah satunya ialah Keterampilan 4C (Communication, collaboration, critical
thinking, creativity).Untuk mendukung itu semua dapat terjadi dalam proses
pelaksanaan pembelajaran diperlukan bahan ajar yang berupa Lembar Kerja Peserta
Didik (LKS). LKS ini didalamnya mengandung unsur keterampilan 4C. Untuk
menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan dengan penggunaan LKS
ini guru harus mengetahui model apa yang cocok digunakan. Salah satu model yang
ingin peneliti gunakan dalam LKS ini yaitu problem solving. LKS berbasis problem
solving ini memenuhi sintak-sintak model pembelajaran problem solving. Semua
langkah-langkah tersebut diintegrasikan ke dalam sebuah LKS dengan harapan dapat
meningkatkan keterampilan 4C pada peserta didik. Berdasarkan uraian diatas, maka
peneliti berasumsi dengan membuat LKS yang baik akan menghasilkan LKS yang
mempunyai validitas, praktikalitas yang tinggi.
29

Kurikulum 2013 Revisi 2017

Pembelajaran Fisika

Bahan Ajar berupa LKS Keterampilan Abad 21

1. Communication
Model Pembelajaran Problem
2. Collaboration
Solving
3. critical thinking
1. Fokus Pada Masalah 4. creativity
2. Paparan Konsep Yang
Relevan
3. Rencana Penyelesaian
Masalah
4. Pelaksanaan
Penyelesaian Masalah

LKS Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan


Keterampilan 4C
Gambar 1. Kerangka Berfikir

J. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan
pengembangan atau Research and Development (R&D). Sugiyono (2017:407)
menjelaskan bahwa “metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian
yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk
tersebut”. Produk yang dihasilkan dari suatu penelitian dan pengembangan harus diuji
terlebih dahulu terhadap kualitas produk. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini
adalah LKPD Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan Keterampilan 4C Pada
Materi Suhu Kalor dan Teori Kinetik Gas Kelas XI SMA/MA.
30

K. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah LKPD berbasis problem solving pada KD 3.5
tentang pengaruh kalor dan perpindahan kalor dan KD 3.6 tentang teori kinetik gas
dan karakteristik gas pada ruang tertutup
L. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan tahapan yang akan digunakan, dalam penelitian ini
menggunakan langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam Sugiyono (2017:
298). Dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti membatasi prosedur pada
penelitian pengembangan LKS Berbasis Problem Solving menjadi enam tahapan.
Dimulai dari potensi dan masalah sampai uji coba produk.Prosedur penelitian dan
pengembangan Research and Development (R&D) adalah sebagai berikut :

Potensi dan Pengumpulan Desain Validasi


Masalah Data Produk Desain

Uji Coba Revisi Produk Uji Coba Revisi


Pemakaian Produk Desain

Revisi Produk
Produksi
Masal

Gambar 2. Langkah-Langkah Penelitian

1. Potensi dan Masalah


Penelitian dimulai dari adanya potensi atau masalah yang ada di lapangan. Potensi
adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah,
sedangkan masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan dengan yang
31

terjadi. Potensi dan masalah dapat diketahui melalui studi awal terhadap proses
pembelajaran, media pembelajaran dan kurikulum yang diterapkan. Dari studi awal
(observasi) ada beberapa potensi yang dimiliki di SMA kota Bukittinggi adalah
sekolah sudah menerapkan kurikulum 2013, sekolah sudah memfasilitasi bahan ajar
berupa buku paket pelajaran yang dipinjamkan dari sekolah dan LKS yang dibeli dari
luar. Selain itu, guru juga sudah pernah menerapkan model maupun pendekatan
dalam pembelajaran, tetapi penerapan tersebut belum maksimal diterapkan.
Disamping potensi yang dimiliki SMA di kota Bukittinggi, ada beberapa masalah
yang ditemukan dalam proses pembelajaran yaitu LKS yang digunakan guru masih
bersifat umum, pelaksanaan pembelajaran didominasi dengan metode ceramah
sehingga siswa kurang berperan aktif siswa dalam proses pembelajaran. Tuntutan
Kurikulum 2013 edisi revisi juga belum dilaksanakan dengan maksimal hal ini dapat
dilihat dari rendahnya keterampilan belajar 4C pada siswa. Hal ini disebabkan karena
kurangnya sumber belajar siswa salah satunya bahan ajar yang dapat membantu siswa
meningkatkan keaktifannya dalam menyelesaikan masalah pada proses pembelajaran.
2. Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan berbagai informasi mengenai beberapa SMA di kota
Bukittinggi bahwa guru Fisika di SMA kecendrungan menggunakan LKS yang sudah
disiapkan oleh berbagai penerbit dalam bentuk LKS cetak, belum ada kreativitas atau
inovasi guru Fisika untuk mengolah materi ajar ke dalam LKS. Penggunaan LKS
dalam pembelajaran Fisika hanya sebagian kecil di kota Bukittinggi.
Berdasarkan observasi dengan tim pengajar Fisika beberapa SMA di kota
Bukittinggi diperoleh informasi mengenai bahan ajar yang berupa Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang digunakan dalam pembelajaran kelas XI Semester I. Instrumen
yang digunakan berupa lembaran bentuk pertanyaan. Hasil yang didapatkan adalah
bahan ajar yang digunakan di SMA tersebut adalah buku cetak yang dipinjamkan dari
sekolah dan LKS cetak dari penerbit. LKS yang digunakan dalam menjawab soal
memakai LKS keluaran suatu penerbit. Penggunaan bahan ajar yang berupa LKS
masih belum optimal dan juga belum merujuk pada tuntutan K13 edisi revisi.
32

3. Desain Produk
Produk yang dihasilkan melalui penelitian R&D bermacam-macam. Dalam
penelitian ini desain produk yang akan dibuat berupa LKS berbasis Problem Solving
untuk meningkatkan keterampilan 4C pada materi suhu, kalor dan teori kinetik gas
kelas XI SMA/MA. LKS yang dibuat terdiri dari :
a. Cover, berisi tentang halaman depan dari LKS Fisika yang berjudul LKS Fisika
Berbasis Problem Solving
b. Pendahuluan, berisi tentang kata pengantar dan daftar isi dari LKS Fisika
berbasis problem solving
c. Bahan ajar terdiri dari :
1) Judul LKS.
2) Petunjuk belajar belajar, berisi panduan dalam mempelajari LKS.
3) Kompetensi, berisi tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator
yang digunakan
4) Tujuan Pembelajaran, berisi tentang capaian kompetensi yang akan dicapai
dalam satu kompetensi dasar
5) Judul per-Pertemuan, berisi tentang judul sub-bab yang akan dicapai pada
satu kali pertemuan
6) Tujuan per-Pertemuan, berisi tentang tujuan sub-bab yang akan dicapai pada
satu kali pertemuan
7) Ringkasan Materi, berisi tentang ringkasan materi-materi pada sub-bab yang
akan dicapai pada satu kali pertemuan
8) Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Solving, berisi tentang suatu
permasalahan yang diselesaikan dengan langkah-langkah tersebut. Langkah-
langkah tersebut ialah : (1) Fokus Masalah; (2) Paparan Konsep Yang
Relevan; (3) Rencana Penyelesaian masalah; (4) Pelaksanaan Penyelesaian
Masalah; dan (5) Evaluasi.
9) Tugas Terstruktur, berisi soal pilihan esai yang memuat soal-soal tingkat
tinggi yang membuat siswa lebih tertarik dan termotivasi untuk
33

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan Keterampilan 4C


siswa.
Pada langkah-langkah pembelajaran telah memuat langkah-langkah pembelajarn
problem solving dengan mengintegrasikan keterampilan 4C pada setiap langkah-
langkah tersebut. Produk yang dihasilkan harus memiliki validitas dan praktikalitas
yang tinggi, agar tujuan pendidikan nasional dapat terwujud dengan maksimal.

Judul
Cover
Materi Pokok

Kata Pengantar
Pendahuluan
Daftar Isi

Petunjuk Belajar

LKS Berbasis Problem


Solving Untuk Kompetensi
Meningkatkan
Keterampilan 4C Tujuan
Pembelajaran
Judul per-
Pertemuan

Tujuan
LKS Pembelajaran
per-Pertemuan

Ringkasan Materi

Langkah
Pembelajaran
Problem Solving

Tugas Terstruktur

Gambar 3. Kerangka Desain LKS


34

4. Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan
produk valid atau tidak valid. Suatu produk yang dinyatakan valid berarti layak untuk
digunakan. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa
tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk yang baru dirancang.
Setiap tenaga ahli diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat
diketahui kelemahan dan kekuatannya.
Penilaian validitas dilakukan oleh tenaga ahli yaitu dosen Jurusan Fisika FMIPA
UNP sedangkan penilain praktisi dilakukan oleh guru Fisika SMA. Indikator yang
dinilai berupa kelayakan isi, penggunaan bahasa, penyajian, dan langkah-langkah
yang digunakan.
5. Perbaikan Desain
Setelah produk LKPD berbasis Problem Solving divalidasi melalui angket
validitas maka dapat diketahui kelemahan dari produk yang telah didesain.
Kelemahan tersebut akan diperbaiki melalui revisi desain sesuai dengan saran dan
tanggapan yang diberikan oleh validator. Tujuan dari revisi desain adalah untuk
menghasilkan produk yang sesuai dan layak digunakan dalam pembelajaran Fisika.
6. Uji Coba Produk
Uji coba produk bertujuan untuk mengetahui kepraktisan produk. Uji coba yang
dilakukan adalah uji coba terbatas. Pada uji coba produk LKS Fisika Berbasis
Problem Solving Untuk Meningkatkan Keterampilan 4C digunakan untuk mengetahui
praktikalitas produk yang dirancang. Uji coba produk dilakukan setelah produk yang
dibuat valid. Produk yang peneliti hasilkan diuji di SMAN 5 Bukittinggi. Uji coba
yang dilakukan adalah uji coba terbatas. Uji coba terbatas dilakukan pada salah satu
kelas XI di SMAN 5 Bukittinggi.
M. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari dua bagian
yaitu, lembaran penilaian validitas oleh tenaga ahli untuk uji validitas, lembar
penilaian kepraktisan LKS oleh guru fisika SMAN 5 Bukittinggi.
35

1. Instrumen Uji Validitas


Instrumen uji validitas yang berupa angket digunakan untuk menguji validitas
LKPD berbasis problem solving yang dikembangkan. Tenaga ahli yang melakukan
validasi terdiri dari 3 orang dosen fisika FMIPA Universitas Negeri Padang. Dosen
sebagai validator akan memberikan penilaian terhadap LKPD yang peneliti buat.
Untuk dapat dikatakan instrumen penelitian yang baik, sebaiknya memenuhi
beberapa kriteria validitas dibawah ini :
Tabel 3. Komponen Validitas
No. Komponen Cakupan
1. Kelayakan Isi 1) Kesesuaian dengan SK, KD
2) Kesesuaian dengan perkembangan
anak
3) Kesesuaian dengan kebutuhan bahan
ajar
4) Kebenaran substansi materi
pembelajaran
5) Manfaat untuk penambahan wawasan
6) Kesesuaian dengan nilai moral, dan
nilai-nilai sosial
2. Kebahasaan 1) Keterbacaan
2) Kejelasan Informasi
3) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa
Indonesia yang baik dan benar
4) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan
efisien (jelas dan singkat)
3. Penyajian 1) Kejelasan tujuan (indikator) yang
ingin dicapai
2) Urutan sajian
3) Pemberian motivasi, daya tarik
4) Interaksi (pemberian stimulus dan
respon)
5) Kelengkapan informasi
4. Kegrafikan 1) Penggunaan font; jenis dan ukuran
2) Lay out atau tata letak
36

3) Ilustrasi, gambar foto


4) Desain tampilan
(Depdiknas, 2008:26)
2. Instrumen Uji Praktikalitas
Instrumen uji praktikalitas digunakan untuk mengumpulkan data uji praktikalitas
proses pembelajaran dengan menggunakan LKS yang berbasis problem solving. Data
untuk instrumen uji praktikalitas dilihat dari lembar hasil tanggapan guru fisika di
SMAN 5 Bukittinggi. Sebagai praktisi, guru diminta untuk memberi penilaian
mengenai isi, sajian, manfaat bagi guru dan peluang implementasi LKS.
Tabel 4. Komponen Praktikalitas Menurut Ahli
Para Ahli Komponen Praktikalitas

Sukardi 1) Memudahkan guru menggunakan produk


2) Kemenarikan produk
3) Digunakan sewaktu-waktu secara mudah
KBBI 1) Mudah digunakan
2) Senang Digunakan
3) Efisiensi (tenaga, biaya, dan waktu
Zainal Arifin 1) Mudah digunakan oleh guru atau orang lain
2) Produk jelas
3) Waktu yang disediakan untuk memperlancar evaluasi
Van den Akker 1) Pengguna (atau pakar-pakar lainnya)
mempertimbangkan dapat/mudah digunakan.
2) Disukai dalam kondisi normal.

Berdasarkan dari tabel 4 dapat disimpulkan bahwa komponen untuk menguji


kepraktisan produk yaitu terdiri dari kemudahan penggunaan, daya tarik, dan
efisiensi. Masing-masing komponen tersebut dijabarkan menjadi beberapa indikator
untuk memudahkan dalam menganalisis kelebihan dan kekurangan LKS yang telah
dibuat. Hasil dari tanggapan guru tersebut dianalisis untuk mengetahui tingkat
kepraktisan LKS yang dibuat.
Instrumen uji praktikalitas dari siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan
siswa.Komponen dalam instrumen yang digunakan sama dengan guru meliputi
kemudahan penggunaan, kemenarikan, dan efisiensi bahan ajar Fisika untuk
37

memotivasi siswa dalam menguasai dan memahami materi. Lembar uji praktikalitas
disusun sesuai dengan komponen dengan menjabarkan indikator berdasarkan
penggunaan bahan ajar Fisika. Hasil uji praktikalitas oleh siswa akan dianalisis untuk
mengetahui tingkat praktikalitas bahan ajar Fisika yang dibuat.
N. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data berkenaan dengan perhitungan untuk menjawab perumusan
masalah yang diajukan. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
analisis validasi, dan analisis kepraktisan.
1. Analisis Validasi
Produk yang dihasilkan dinilai berdasarkan angket yang telah diisi oleh validator
kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat validitas dari produk yang dihasilkan,
yaitu LKPD yang berbasis problem solving. Analisis validitas menggunakan skala
Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan,2009).
Analisis hasil uji validitas menggunakan skala Likert dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban sebagai berikut :
5 : Sangat baik
4 : Baik
3 : Cukup
2 : Kurang
1 : Sangat kurang
b. Menghitung jumlah skor tiap validator untuk seluruh indikator
c. Memberikan nilai validitas dilakukan dengan menggunakan rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 100% (1)

Nilai yang diberikan oleh para ahli dikalkulasikan berdasarkan petunjuk tersebut
kemudian hasil akhirnya dicocokkan dengan tabel kriteria skala Likert. Adapaun
38

kriteria yang peneliti gunakan untuk menentukan validitas dari LKPD dapat dilihat
pada tabel.
Tabel 3. Kriteria Validitas Produk
No Persentase Kategori
1 0-20 Tidak Valid
2 21-40 Kurang Valid
3 41-60 Cukup Valid
4 61-80 Valid
5 81-100 Sangat Valid
(Sumber : Riduwan, 2009)

Berdasarkan Tabel 3 untuk kriteria validitas bahan ajar berupa LKS Fisika ini ada
lima kriteria. Penilaian validitas ditentukan berdasarkan kriteria dari skor yang
diperoleh. Klasifikasi nilai validitas yang digunakan pada penelitian ini terletak pada
rentang 61-100.
2. Analisis Praktikalitas
Analisis kepraktisan produk yang dibuat dilihat dari lembar uj praktikalitas yang
diisi oleh guru SMAN 5 Bukittinggi. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan
skala Likert mempunyai rincian skor seperti berikut :
5 : Sangat baik
4 : Baik
3 : Cukup
2 : Kurang
1 : Sangat kurang
Setelah diberikannya skor untuk seluruh indikator, maka skor tersebut dijumlah
kemudian baru diberikan nilai kepraktisan yang dilakukan dengan menggunakan
rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 100% (2)
39

Nilai yang diberikan oleh pendidik dan siswa dikalkulasikan berdasarkan petunjuk
tersebut kemudian hasil akhirnya dicocokkan dengan tabel kriteria skala Likert.
Tabel 4. Kriteria Kepraktisan Produk
No Persentase Kategori
1 0-20 Tidak Praktis
2 21-40 Kurang Praktis
3 41-60 Cukup Praktis
4 61-80 Praktis
5 81-100 Sangat Praktis
(Sumber : Riduwan, 2009)

Berdasarkan Tabel 4 untuk kriteria kepraktisan penggunaan bahan ajar yang berupa LKS
ini ada lima kriteria. Penilaian praktikalitas ditentukan berdasarkan kriteria dari skor yang
diperoleh. Klasifikasi nilai praktikalitas yang digunakan dalam penelitian ini terletak pada
rentang 61-100.
40

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah S, Ridwan. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Arifin, Z. 2017. "Mengembangkan Instrumen Pengukur Critical Thinking Skills


Siswa Pada Pembelajaran Abad 21". The Original Research of Mathematics,
1, 92-100.

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat Jendral


Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad


21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Kemendikbud. 2014. Lampiran Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 tentang


Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kemendikbud. 2017. Panduan Implementasi Keterampilan Abad 21 Kurikulum 2013


di SMA. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Kenneth, & Heller, P. 2010. Cooperative Problem Solving in Physics A User's


Manual. U.S: University of Minnesota.

McCormick, C., & Raines, J. 2015. "Engaging Students in Critical Thinking and
Problem Solving : A Brief Review of The Literature". Jurnal of Studies in
Education.

Mohamad, N. &. 2012. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta : Bumi


Aksara.

Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif : Menciptakan


Metode Pembelajaran Yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Diva
Press.

Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti


Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.


Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
41

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.


Yogyakarta: AR-RUZZ Media.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sukardi. 2012. Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya). Jakarta: Bumi


Aksara.

Sulistyaningkarti, L. 2016. "Penggunaan Model Pembelajaran Problem Solving


Dilengkapi LKS Untuk Meningkatkan Kemampuan Bepikir Kritis dan
Prestasi Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
Kelas XI SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar". Jurnal Pendidikan Kimia
(JPK), 5(2), 3.

Sunardi, Retno.P, P., & B. Darmawan, A. 2017. Fisika Untuk Siswa SMA/MA Kelas
XI. Bandung: Yrama Widya.

Suparno, P. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik &


Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Zainal, A. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Rosda.

Zulhilyah. 2013. Pengaruh Metode Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap


Keterampilan Berfikir Kreatif dan Komunikasi Dalam Pembelajaran IPS.
Universitas Pendidikan Indonesia, 2.

Anda mungkin juga menyukai