revisi 2017. Kurikulum 2013 terus diperbaiki sesuai dengan tuntutan kemajuan
IPTEK tetapi harus tetap mengakar pada budaya dan bangsa. Selain usaha dari
pemerintah, guru pun telah melakukan usaha dalam pelaksanaan proses pembelajaran
dikelas. Guru diharuskan mempunyai kreativitas dalam penggunaan pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum dan penggunaan media maupun bahan
ajar yang menarik yang membantu siswa dalam proses pembelajaran. Guru juga
dituntut mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri. Bahan ajar
tersebut dapat berupa handout, buku, modul, lks, brosur, leaflet, wallchart dan foto.
Guru dapat membuat salah satu dari bahan ajar tersebut sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik siswanya sehingga membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran dan kompetensi pun dapat tercapai. Dengan berbagai upaya tersebut,
diharapkan tujuan pendidikan nasional dapat terwujudkan secara optimal. Agar
tujuan pendidikan nasional tersebut dapat terwujudkan secara optimal maka harus
mengacu pada tuntukan pendidikan pada saat ini yaitu Kurikulum 2013 revisi 2017.
Pada Kurikulum 2013 revisi 2017 yang dikenal dengan pembelajaran abad 21 ini
memuat beberapa hal penting salah satu di antaranya adalah keterampilan belajar 4C
(communication, collaboration, critical thinking, creativity). Secara operasional, 4C
ini dijabarkan dalam empat kategori langkah, yakni: Pertama, cara berpikir termasuk
berkreasi, berinovasi, bersikap kritis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
belajar pro-aktif. Kedua, cara bekerja, termasuk berkomunikasi, berkolaborasi,
bekerja dalam tim. Ketiga, cara hidup sebagai warga global sekaligus local; dan
keempat, alat untuk mengembangkan ketrampilan abad 21, yakni teknologi informasi,
jaringan digital, dan literasi. Selain itu pembelajaran abad 21 ini menuntut mekanisme
pembelajaran harus terdapat interaksi multi-arah yang cukup dalam berbagai bentuk
komunikasi serta menggunakan berbagai sumber belajar yang kontekstual sesuai
dengan materi pembelajaran. Guru harus berusaha menciptakan pembelajaran melalui
berbagai pendekatan atau metode atau model pembelajaran. Kegiatan pembelajaran
yang dikembangkan harus dapat memfasilitasi peserta didik untuk dapat bekerjsama
antar sesamanya. Pembelajaran pada Kurikulum 2013 revisi 2017 ini mengutamakan
3
beberapa pertemuan saja guru menggunakan LKS tersebut, bisa juga dikatakan hanya
pada materi-materi tertentu saja atau LKS yang eksperimen saja. Untuk LKS non
eksperimen belum di gunakan oleh guru atau masih berpedoman pada yang dijual
oleh penerbit saja. LKS yang digunakan dari penertbit juga masih terdiri atas materi
dan soal tanpa ada sintak-sintak atau kegiatan lain yang bisa menambah wawasan
dan keterampilan peserta didik. Menurut guru LKS yang dibutuhkan oleh peserta
didik dalam proses belajar mengajar ialah LKS yang dapat meningkatkan
keterampilan abad 21 sesuai tuntutan kurikulum.
Sejauh ini guru sudah mengenal tuntutan keterampilan abad 21 tersebut. Hanya
saja untuk penerapannya, guru belum menerapkan secara maksimal baik dalam proses
pembelajaran maupun dalam LKS yang digunakan. Keterampilan abad 21 ini yaitu
Keterampilan 4C (communication, collaboration, critical thinking, creativity) hanya
beberapa yang sudah diterapkan pada pembelajaran. Menurut guru untuk
keterampilan critical thinking, creativity cukup sulit diterapkan. Hal ini dikarenakan
masih terpakunya siswa pada contoh-contoh soal yang diberikan guru. Apabila
diberikan soal yang berbeda dari contoh tersebut dan tingkat kesulitannya di naikkan
peserta didik tidak mampu lagi menyelesaikan suatu persoalan tersebut.
Hasil studi awal di atas menunjukkan adanya kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan kondisi di lapangan. Hal ini mengisyaratkan adanya permasalahan
dalam pembelajaran fisika di SMA Bukittinggi. Solusi untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan di lapangan adalah dengan membuat Lembar Kerja
Siswa (LKS). LKS yang dibuat adalah LKS yang berbasiskan model pembelajaran
problem solving. Dengan adanya LKS ini diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan 4C siswa dan pemecahan masalah secara runtut, sehingga kompetensi
pembelajaran fisika dapat tercapai. Selain itu juga dapat membantu siswa dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Pembuatan LKS Berbasis Problem Solving Pada Materi Suhu Kalor
dan Teori Kinetik Gas Untuk Meningkatkan Keterampilan 4C Kelas XI SMA/MA.
5
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan adalah
sebagai berikut :
1. LKS yang digunakan oleh pendidik masih bersifat umum
2. Keterampilan belajar 4C peserta didik kelas XI SMA di Bukittinggi masih rendah
3. Masih kurangnya peningkatan keterampilan belajar 4C dalam LKPD yang
digunakan
4. Kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal masih bergantung pada
contoh soal yang diberikan oleh guru
5. Metode pembelajaran yang digunakan didominasi dengan metode ceramah
sehingga kurangnya peran aktif siswa dalam belajar
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan ajar yang dibuat adalah Lembar Kerja Peserta Didik (LKS) berbasis
problem solving
2. Materi pada penelitian yang diujikan dari bahan ajar (LKS) ini adalah materi
SMA kelas XI KD 3.5 tentang pengaruh kalor dan perpindahan kalor dan KD 3.6
tentang teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang tertutup
3. Penilaian yang dilakukan adalah validitas dengan menggunakan instrumen uji
validitas oleh tenaga ahli dan praktikalitas dengan menggunakan instrumen uji
praktikalitas oleh guru fisika SMA di Bukittinggi
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana bentuk desain yang dibuat di dalam LKS berbasis problem solving ?
2. Bagaimana tingkat validitas dari desain Lembar Kerja Siswa berbasis problem
solving ?
6
mengajar. LKS juga dapat didefenisikan sebagai bahan ajar cetak berupa lembar-
lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas
yang harus dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang
di capai (Andi Prastowo, 2011: 204).
Pendapat ini sesuai dengan Depdiknas tahun 2008 dimana dinyatakan bahwa LKS
merupakan materi bahan ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga peserta
didik diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Lembar
Kerja Siswa (LKS) berasal dari terjemahan student work yang merupakan suatu
lembaran (bukan buku) yang berisi pedoman bagi peserta didik melakukan kegiatan
yang terprogram.
Dalam penggunaannya LKS dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu
eksperimen dan LKS non-eksperimen (Depdiknas, 2008). LKS eksperimen
digunakan untuk membimbing peserta didik dalam melakukan kegiatan praktikum
dan menemukan konsep dalam kerja ilmiah. Sedangkan LKS non-eksperimen biasa
digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi hambatan proses
pembelajaran, misalnya sekolah tidak memiliki peralatan praktikum yang memadai
untuk kegiatan laboratorium sehingga perlu adanya diskusi diantara peserta didik
untuk menemukan satu konsep yang disajikan dalam bentuk kegiatan kelas, dapat
dalam bentuk diskusi kelompok.
Menurut Depdiknas 2008 penggunaan LKS dalam pembelajaran memberikan
manfaat, antara lain :
a. Mengaktifkan peserta didik dalam belajar.
b. Membantu peserta didik dalam mengembangkan dan menemukan konsep
berdasarkan pendeskripsian hasil pengamatan dan data yang diperoleh dalam
kegiatan eksperimen.
c. Melatih peserta didik menemukan konsep melalui pendekatan keterampilan
proses.
d. Membantu peserta didik dalam memperoleh catatan materi pembelajaran yang
dipelajari melalui kegiatan yang dilakukan disekolah.
8
kemampuan mereka. Akan lebih baik jika peserta didik diberi waktu untuk
menjelaskan pemecahan soal mereka di depan kelas dan teman-teman lain dapat
menanyainya. Dengan melihat bagaimana cara peserta didik tersebut memecahkan
persoalan, dapat dengan mudah dilihat peserta didik mempunyai salah pengertian
dalam langkah yang sama. Bila salah pengertian telah diketahui, guru dapat
menanyakan kepada peserta didik mengapa mereka mempunyai pengertian atau
langkah seperti itu (Suparno, 2007: 98).
Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang
melatih siswa untuk terampil dalam menyelesaikan masalah. Belajar memecahkan
masalah (problem solving) merupakan tipe belajar yang paling kompleks menurut
Gagne, karena didalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan
aturan yang ada disertai proses analisis dan penyimpulan, dengan melatih siswa
memecahkan masalah maka kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat.
Dengan soal-soal atau masalah-masalah siswa berlatih menyortir informasi yang
penting untuk memecahkan masalah dan mengabaikan informasi yang tidak relevan,
mendapatkan pengalaman ntuk mengenali subtujuan, serta saat memecahkan
masalah-masalah secara berkelompok selama beberapa jam pelajaran, mereka berbagi
ide, mendapatkan umpan balik untuk mengasah pemikiran mereka dan menyajikan
solusi mereka di dalam kelas (Sulistyaningkarti, 2016 : 3).
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa problem solving merupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan
untuk mencari informasi, menganalisis situasi, dan mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif sehingga dapat mengambil suatu tindakan dalam
penyelesaian masalah.
Dalam problem solving, siswa membutuhkan kemampuan berpikir kritis dalam
menganalisis masalah, mensintesis dan menerapkan konsep yang dipelajari
sebelumnya. Selain itu pada fase pemecahan masalah menghendaki siswa untuk
menghasilkan dan melaksanakan rencana mereka untuk menemukan solusi dari
masalah. Siswa bertanggungjawab untuk mendesain pengalamannya sendiri. Mereka
10
𝑉2 = 𝑉1 (1 + 𝛾 × ∆𝑇)
γ = 3α, maka
Keterangan:
V1:luas bidang mula-mula (m3)
V2: luas bidang setelah dipanaskan (m3)
γ : koefisien muai ruang (/°C)
ΔT: selisih suhu (° C)
4) Kalor yang dilepaskan atau diserap dengan mengetahui massa zat dan
perubahan suhunya, menggunakan persamaan:
𝑄 = 𝑚 × 𝑐 × ∆𝑇
Keterangan :
Q : kalor yang diserap/dilepas benda (J)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg°C)
ΔT: perubahan suhu (° C)
5) Kapasitas kalor suatu zat dapat dirumuskan dengan :
𝑄 = 𝑐 × ∆𝑇
Keterangan:
Q: kalor yang diserap/dilepas (J)
C: kapasitas kalor benda (J/°C)
ΔT: perubahan suhu benda (° C)
Atau jika dibandingkan dengan kalor jenis maka :
𝐶 =𝑚×𝑐
Keterangan:
C : kapasitas kalor benda (J/°C)
m : massa benda (kg)
c : kalor jenis benda (J/kg °C)
6) Persamaan untuk menentukan kalor lebur :
22
𝑄
𝑄 = 𝑚 × 𝐾𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾𝐿 =
𝑚
Keterangan:
Q : kalor yang diperlukan (J)
m : massa zat (kg)
KL: kalor lebur zat (J/kg)
7) Persamaan untuk menentukan kalor uap suatu zat :
𝑄 = 𝑚 × 𝐾𝑈
Keterangan:
Q : kalor yang diperlukan (J)
m : massa zat (kg)
KU: kalor didih/uap zat (J/kg)
8) Bunyi azas Black : “ Pada pencampuran dua zat, banyaknya kalor
yang dilepas zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya
kalor yang diterima zat yang suhunya lebih rendah.”
9) Perumusan azas black :
𝑄𝐿𝑒𝑝𝑎𝑠 = 𝑄𝑇𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
Keterangan:
Qlepas : besar kalor yang diberikan (J)
Qterima: besar kalor yang diterima (J)
10) Besarnya kalor
∆𝑇
𝐻 =𝑘×𝐴×
𝑑
Keterangan:
Q : banyak kalor yang mengalir (J)
A : luas permukaan (m2)
T : perbedaan suhu dua permukaan (K)
d : tebal lapisan (m)
k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K)
23
b. KD 3.6 Menjelaskan teori kinetik gas dan karakteristik gas pada ruang
tertutup
a. Fakta
1) Siswa mengamati pemanasan air melalui ketel uap
2) Siswa memperhatikan balon yang meletus
3) Siswa mengamati balon udara
b. Konsep
1) Teori kinetik adalah teori yang menjelaskan perilaku sistem-sistem
fisis dengan menganggap bahwa sistem-sistem fisis tersebut terdiri
atas sejumlah besar molekul yang bergerak sangat cepat. Teori
kinetik gas adalah teori kinetik yang digunakan untuk menjelaskan
sifat-sifat atau kelakuan suatu gas. Teori kinetik gas tidak
mengutamakan kelakuan sebuah partikel, tetapi meninjau sifat zat
secara keseluruhan sebagai hasil rata-rata kelakuan partikel tersebut.
2) Gas ideal adalah gas yang dianggap ideal, memiliki sifat tertentu,
sehingga dapat diterapkan pada teori kinetik gas.
3) Gas ideal didefinisikan sebagai salah satu di mana semua tumbukan
antara atom atau molekul bersifat elastis sempurna dan di mana
tidak ada kekuatan menarik antarmolekul.
4) Gas Ideal adalah gas yang mematuhi persamaan gas umum dari pV
= nRT dan hukum gas lainnya di semua suhu dan tekanan
5) Kecepatan efektif gas ideal vrms (rms = root mean square)
didefinisikan sebagai akar dari rata-rata kuadrat kecepatan.
6) Teorema ekipartisi energi, yang menyatakan bahwa: “Jika pada
suatu sistem yang mengikuti Hukum Newton tentang gerak dan
mempunyai suhu mutlak T, maka setiap derajat kebebasan (f), suatu
partikel memberikan kontribusi 1/2 k.Tpada energi rata-rata
partikel,”
25
P1.V1 = P2.V2
Keterangan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)
3) Persamaan hukum Charles
𝑉
=𝐾
𝑇
𝑃∝𝑇
𝑃 𝑃 𝑃2
= konstan atau 𝑇1 =
𝑇 1 𝑇2
Keterangan:
P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)
T1 = volume gas pada keadaan 1 (K)
P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)
T2 = volume gas pada keadaan 2 (K)
5) Persamaan hukum Boyle – Gay Lussac
Hukum Boyle-Gay Lussac merupakan gabungan dari persamaan
diatas:
𝑃𝑉
konstan
𝑇
𝑃1 𝑉1 𝑃2 𝑉2
=
𝑇1 𝑇2
Persamaan Tekanan : P = Nmv2 / 3V sehingga didapay
hubungan antara tekanan dengan energi kinetik atom atau
partikel.
2 N 2 N
P . 1
2 mV 2 ras . Ek
3V 3V
3. Adli Dzil Ikhram ( 2017 ) dengan judul penelitian Pengaruh Model Search, Solve,
Create, And Share Menggunakan Pendekatan Problem Solving Terhadap Creative
Thinking Skill Peserta Didik Materi Kesetimbangan dan Elastisitas Kelas XI
SMAN 12 Padang. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat pengaruh berarti
terhadap Creative Thinking Skill Peserta Didik.
I. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan kedalam bentuk
paradigma penelitian. ( Sugiyono, 2017: 389).
Pada kurikulum yang digunakan saat ini yaitu kurikulum 2013 revisi 2017
memilik aspek penting yang harus di capai dalam kegiatan pembelajaran. Aspek
tersebut salah satunya ialah Keterampilan 4C (Communication, collaboration, critical
thinking, creativity).Untuk mendukung itu semua dapat terjadi dalam proses
pelaksanaan pembelajaran diperlukan bahan ajar yang berupa Lembar Kerja Peserta
Didik (LKS). LKS ini didalamnya mengandung unsur keterampilan 4C. Untuk
menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan dengan penggunaan LKS
ini guru harus mengetahui model apa yang cocok digunakan. Salah satu model yang
ingin peneliti gunakan dalam LKS ini yaitu problem solving. LKS berbasis problem
solving ini memenuhi sintak-sintak model pembelajaran problem solving. Semua
langkah-langkah tersebut diintegrasikan ke dalam sebuah LKS dengan harapan dapat
meningkatkan keterampilan 4C pada peserta didik. Berdasarkan uraian diatas, maka
peneliti berasumsi dengan membuat LKS yang baik akan menghasilkan LKS yang
mempunyai validitas, praktikalitas yang tinggi.
29
Pembelajaran Fisika
1. Communication
Model Pembelajaran Problem
2. Collaboration
Solving
3. critical thinking
1. Fokus Pada Masalah 4. creativity
2. Paparan Konsep Yang
Relevan
3. Rencana Penyelesaian
Masalah
4. Pelaksanaan
Penyelesaian Masalah
J. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan
pengembangan atau Research and Development (R&D). Sugiyono (2017:407)
menjelaskan bahwa “metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian
yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk
tersebut”. Produk yang dihasilkan dari suatu penelitian dan pengembangan harus diuji
terlebih dahulu terhadap kualitas produk. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini
adalah LKPD Berbasis Problem Solving Untuk Meningkatkan Keterampilan 4C Pada
Materi Suhu Kalor dan Teori Kinetik Gas Kelas XI SMA/MA.
30
K. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah LKPD berbasis problem solving pada KD 3.5
tentang pengaruh kalor dan perpindahan kalor dan KD 3.6 tentang teori kinetik gas
dan karakteristik gas pada ruang tertutup
L. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan tahapan yang akan digunakan, dalam penelitian ini
menggunakan langkah-langkah penelitian dan pengembangan dalam Sugiyono (2017:
298). Dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti membatasi prosedur pada
penelitian pengembangan LKS Berbasis Problem Solving menjadi enam tahapan.
Dimulai dari potensi dan masalah sampai uji coba produk.Prosedur penelitian dan
pengembangan Research and Development (R&D) adalah sebagai berikut :
Revisi Produk
Produksi
Masal
terjadi. Potensi dan masalah dapat diketahui melalui studi awal terhadap proses
pembelajaran, media pembelajaran dan kurikulum yang diterapkan. Dari studi awal
(observasi) ada beberapa potensi yang dimiliki di SMA kota Bukittinggi adalah
sekolah sudah menerapkan kurikulum 2013, sekolah sudah memfasilitasi bahan ajar
berupa buku paket pelajaran yang dipinjamkan dari sekolah dan LKS yang dibeli dari
luar. Selain itu, guru juga sudah pernah menerapkan model maupun pendekatan
dalam pembelajaran, tetapi penerapan tersebut belum maksimal diterapkan.
Disamping potensi yang dimiliki SMA di kota Bukittinggi, ada beberapa masalah
yang ditemukan dalam proses pembelajaran yaitu LKS yang digunakan guru masih
bersifat umum, pelaksanaan pembelajaran didominasi dengan metode ceramah
sehingga siswa kurang berperan aktif siswa dalam proses pembelajaran. Tuntutan
Kurikulum 2013 edisi revisi juga belum dilaksanakan dengan maksimal hal ini dapat
dilihat dari rendahnya keterampilan belajar 4C pada siswa. Hal ini disebabkan karena
kurangnya sumber belajar siswa salah satunya bahan ajar yang dapat membantu siswa
meningkatkan keaktifannya dalam menyelesaikan masalah pada proses pembelajaran.
2. Pengumpulan Data
Peneliti mengumpulkan berbagai informasi mengenai beberapa SMA di kota
Bukittinggi bahwa guru Fisika di SMA kecendrungan menggunakan LKS yang sudah
disiapkan oleh berbagai penerbit dalam bentuk LKS cetak, belum ada kreativitas atau
inovasi guru Fisika untuk mengolah materi ajar ke dalam LKS. Penggunaan LKS
dalam pembelajaran Fisika hanya sebagian kecil di kota Bukittinggi.
Berdasarkan observasi dengan tim pengajar Fisika beberapa SMA di kota
Bukittinggi diperoleh informasi mengenai bahan ajar yang berupa Lembar Kerja
Siswa (LKS) yang digunakan dalam pembelajaran kelas XI Semester I. Instrumen
yang digunakan berupa lembaran bentuk pertanyaan. Hasil yang didapatkan adalah
bahan ajar yang digunakan di SMA tersebut adalah buku cetak yang dipinjamkan dari
sekolah dan LKS cetak dari penerbit. LKS yang digunakan dalam menjawab soal
memakai LKS keluaran suatu penerbit. Penggunaan bahan ajar yang berupa LKS
masih belum optimal dan juga belum merujuk pada tuntutan K13 edisi revisi.
32
3. Desain Produk
Produk yang dihasilkan melalui penelitian R&D bermacam-macam. Dalam
penelitian ini desain produk yang akan dibuat berupa LKS berbasis Problem Solving
untuk meningkatkan keterampilan 4C pada materi suhu, kalor dan teori kinetik gas
kelas XI SMA/MA. LKS yang dibuat terdiri dari :
a. Cover, berisi tentang halaman depan dari LKS Fisika yang berjudul LKS Fisika
Berbasis Problem Solving
b. Pendahuluan, berisi tentang kata pengantar dan daftar isi dari LKS Fisika
berbasis problem solving
c. Bahan ajar terdiri dari :
1) Judul LKS.
2) Petunjuk belajar belajar, berisi panduan dalam mempelajari LKS.
3) Kompetensi, berisi tentang kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator
yang digunakan
4) Tujuan Pembelajaran, berisi tentang capaian kompetensi yang akan dicapai
dalam satu kompetensi dasar
5) Judul per-Pertemuan, berisi tentang judul sub-bab yang akan dicapai pada
satu kali pertemuan
6) Tujuan per-Pertemuan, berisi tentang tujuan sub-bab yang akan dicapai pada
satu kali pertemuan
7) Ringkasan Materi, berisi tentang ringkasan materi-materi pada sub-bab yang
akan dicapai pada satu kali pertemuan
8) Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Solving, berisi tentang suatu
permasalahan yang diselesaikan dengan langkah-langkah tersebut. Langkah-
langkah tersebut ialah : (1) Fokus Masalah; (2) Paparan Konsep Yang
Relevan; (3) Rencana Penyelesaian masalah; (4) Pelaksanaan Penyelesaian
Masalah; dan (5) Evaluasi.
9) Tugas Terstruktur, berisi soal pilihan esai yang memuat soal-soal tingkat
tinggi yang membuat siswa lebih tertarik dan termotivasi untuk
33
Judul
Cover
Materi Pokok
Kata Pengantar
Pendahuluan
Daftar Isi
Petunjuk Belajar
Tujuan
LKS Pembelajaran
per-Pertemuan
Ringkasan Materi
Langkah
Pembelajaran
Problem Solving
Tugas Terstruktur
4. Validasi Desain
Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan
produk valid atau tidak valid. Suatu produk yang dinyatakan valid berarti layak untuk
digunakan. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa
tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk yang baru dirancang.
Setiap tenaga ahli diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat
diketahui kelemahan dan kekuatannya.
Penilaian validitas dilakukan oleh tenaga ahli yaitu dosen Jurusan Fisika FMIPA
UNP sedangkan penilain praktisi dilakukan oleh guru Fisika SMA. Indikator yang
dinilai berupa kelayakan isi, penggunaan bahasa, penyajian, dan langkah-langkah
yang digunakan.
5. Perbaikan Desain
Setelah produk LKPD berbasis Problem Solving divalidasi melalui angket
validitas maka dapat diketahui kelemahan dari produk yang telah didesain.
Kelemahan tersebut akan diperbaiki melalui revisi desain sesuai dengan saran dan
tanggapan yang diberikan oleh validator. Tujuan dari revisi desain adalah untuk
menghasilkan produk yang sesuai dan layak digunakan dalam pembelajaran Fisika.
6. Uji Coba Produk
Uji coba produk bertujuan untuk mengetahui kepraktisan produk. Uji coba yang
dilakukan adalah uji coba terbatas. Pada uji coba produk LKS Fisika Berbasis
Problem Solving Untuk Meningkatkan Keterampilan 4C digunakan untuk mengetahui
praktikalitas produk yang dirancang. Uji coba produk dilakukan setelah produk yang
dibuat valid. Produk yang peneliti hasilkan diuji di SMAN 5 Bukittinggi. Uji coba
yang dilakukan adalah uji coba terbatas. Uji coba terbatas dilakukan pada salah satu
kelas XI di SMAN 5 Bukittinggi.
M. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari dua bagian
yaitu, lembaran penilaian validitas oleh tenaga ahli untuk uji validitas, lembar
penilaian kepraktisan LKS oleh guru fisika SMAN 5 Bukittinggi.
35
memotivasi siswa dalam menguasai dan memahami materi. Lembar uji praktikalitas
disusun sesuai dengan komponen dengan menjabarkan indikator berdasarkan
penggunaan bahan ajar Fisika. Hasil uji praktikalitas oleh siswa akan dianalisis untuk
mengetahui tingkat praktikalitas bahan ajar Fisika yang dibuat.
N. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data berkenaan dengan perhitungan untuk menjawab perumusan
masalah yang diajukan. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini, yaitu
analisis validasi, dan analisis kepraktisan.
1. Analisis Validasi
Produk yang dihasilkan dinilai berdasarkan angket yang telah diisi oleh validator
kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat validitas dari produk yang dihasilkan,
yaitu LKPD yang berbasis problem solving. Analisis validitas menggunakan skala
Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan,2009).
Analisis hasil uji validitas menggunakan skala Likert dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Memberikan skor untuk setiap item jawaban sebagai berikut :
5 : Sangat baik
4 : Baik
3 : Cukup
2 : Kurang
1 : Sangat kurang
b. Menghitung jumlah skor tiap validator untuk seluruh indikator
c. Memberikan nilai validitas dilakukan dengan menggunakan rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 100% (1)
Nilai yang diberikan oleh para ahli dikalkulasikan berdasarkan petunjuk tersebut
kemudian hasil akhirnya dicocokkan dengan tabel kriteria skala Likert. Adapaun
38
kriteria yang peneliti gunakan untuk menentukan validitas dari LKPD dapat dilihat
pada tabel.
Tabel 3. Kriteria Validitas Produk
No Persentase Kategori
1 0-20 Tidak Valid
2 21-40 Kurang Valid
3 41-60 Cukup Valid
4 61-80 Valid
5 81-100 Sangat Valid
(Sumber : Riduwan, 2009)
Berdasarkan Tabel 3 untuk kriteria validitas bahan ajar berupa LKS Fisika ini ada
lima kriteria. Penilaian validitas ditentukan berdasarkan kriteria dari skor yang
diperoleh. Klasifikasi nilai validitas yang digunakan pada penelitian ini terletak pada
rentang 61-100.
2. Analisis Praktikalitas
Analisis kepraktisan produk yang dibuat dilihat dari lembar uj praktikalitas yang
diisi oleh guru SMAN 5 Bukittinggi. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan
skala Likert mempunyai rincian skor seperti berikut :
5 : Sangat baik
4 : Baik
3 : Cukup
2 : Kurang
1 : Sangat kurang
Setelah diberikannya skor untuk seluruh indikator, maka skor tersebut dijumlah
kemudian baru diberikan nilai kepraktisan yang dilakukan dengan menggunakan
rumus :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 × 100% (2)
39
Nilai yang diberikan oleh pendidik dan siswa dikalkulasikan berdasarkan petunjuk
tersebut kemudian hasil akhirnya dicocokkan dengan tabel kriteria skala Likert.
Tabel 4. Kriteria Kepraktisan Produk
No Persentase Kategori
1 0-20 Tidak Praktis
2 21-40 Kurang Praktis
3 41-60 Cukup Praktis
4 61-80 Praktis
5 81-100 Sangat Praktis
(Sumber : Riduwan, 2009)
Berdasarkan Tabel 4 untuk kriteria kepraktisan penggunaan bahan ajar yang berupa LKS
ini ada lima kriteria. Penilaian praktikalitas ditentukan berdasarkan kriteria dari skor yang
diperoleh. Klasifikasi nilai praktikalitas yang digunakan dalam penelitian ini terletak pada
rentang 61-100.
40
DAFTAR PUSTAKA
McCormick, C., & Raines, J. 2015. "Engaging Students in Critical Thinking and
Problem Solving : A Brief Review of The Literature". Jurnal of Studies in
Education.
Sunardi, Retno.P, P., & B. Darmawan, A. 2017. Fisika Untuk Siswa SMA/MA Kelas
XI. Bandung: Yrama Widya.