Anda di halaman 1dari 19

METABOLISME

Oleh: Dr. Agr. Eko Setiawan, SP., M.Si.

Pengertian dari metabolisme adalah keseluruhan reaksi-reaksi kimia yg terjadi pada


sel-sel organisme hidup. Metabolisme merupakan ciri penting, maka jika metabolisme
berhenti berarti berakhirlah kehidupan itu. Metabolisme dibagi menjadi dua kategori yaitu
katabolisme dan anabolisme.

Katabolisme Anabolisme
Proses penguraian Proses penyusunan/sintesis
Berciri oksidasi Berciri reduksi
Menhasilkan energi Membutuhkan energi
Substrat bermacam-macam, produk Substrat khas, dan produk akhir bermacam-
akhir khas macam
Contoh proses respirasi, substrat Contoh peristiwa fotosintesis, substratnya
karbohidrat dan produknya berupa CO2 berupa CO2 dan H2O, produknya berupa
dan H2O glukosa; asam amino

Setiap proses merupakan reaksi kimia, dan reaksi kimia terlibat dalam reaksi
enzimatik yang melibatkan bermacam-macam enzim dan aktivitas. Enzim-enzim terdapat
pada sel-sel seperti pada mitokondria untuk proses respirasi, pada cloroplas untuk
fotosintesis.
Anabolisme akan menghasilkan energi yang banyak, dan hasilnya potensial
digunakan untuk energi bebas. Energi bebas dapat digunakan untuk berbagai aktivitas
diantaranya untuk a). aktivitas hidup (aktivitas sintesis), b). aktivitas fosforilasi (reaksi kimia
yang membentuk gugusan fosfat, karena glukosa fosfat lebih reaktif pada awal), c).
membentuk struktur RNA dan DNA, d). melakukan transfer aktif yaitu transfer yang
penggeraknya energi bebas pada respirasi.
Energi bebas yang digunakan metabolisme terdapat dalam ATP. ATP merupakan
senyawa nukleotida yang mempunyai P tinggi. Proses hidrolisis terjadi pembentukan energi,
maka ATP dikenal sebagai Bioenergi.
H2O
ATP ADP + Pi
Energitika adalah cabang ilmu Termodinamika yaitu ilmu yang memadukan energi dan
gerak. Dipelajari perubahan bentuk energi yang mengalami transformasi. Termodinamika
meliputi :
1. Energi internal / energi total (E)
2. Entalpi (H), berupa energi panas. Pada manusia digunakan untuk mempertahankan
panas tubuh supaya lebih tinggi dari lingkungan. Pada tumbuhan merupakan
kehilangan panas.
3. Entropi (S), tingkat ketidak teraturan dalam system.
4. Energi bebas (g), bagian dari energi internal yang berguna untuk hidup.
Terbentuknya energi panas dalam tumbuhan merupakan kerugian karena energi panas tidak
dapat dimanfaatkan. Proses menghasilkan ATP merupakan hasil bersih dari suatu reaksi
dalam tubuh (panas ditimbun dalam bentuk ATP). Masalahnya adalah pengukuran semua
bentuk energi (4) sulit ditentukan nilai mutlaknya berapa, yang dapat dihitung adalah nilai
perubahan energi (ΔE).
ΔE = Efinal - Einitial
Δg = gfinal - ginitial

Proses diatas dikenal sebagai perubahan status energi. Dalam reaksi kimia jumlah energi
tidak dihitung, tetapi yang dapat dihitung adalah perubahan energi. Sebagai contoh adalah
propanin dibawah ini :

CH3 - CH2 - CH3 + 5O2


gi

CH3-CH2-CH3 + 5O2 3CO2 + 4H2O + energi


gi gf

Perubahan yang ada adalah Δg = gfinal - ginitial


Jika oksidasi Δg bernilai negatif maka terjadi energi bebas, sedangkan Δg bernilai positif
berarti terjadi fotosintesis. Besarnya energi pada senyawa mengambarkan ketidakstabilan.
Semakin tinggi nilai semakin tidak stabil sehingga terjadi pelepasan energi. Sebagai contoh
air dari dataran tinggi mengalir ke dataran rendah sehingga melepaskan energi potensial.

FOTOSINTESIS

Fotosintesis merupakan proses yang dapat menggunakan matahari untuk proses


sintesis bahan organik dan sebagai penyedia energi metabolisme. Bahan bakar di bumi yang
berupa fosil adalah hasil fotosintesis dalam masa purba.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, sel mesofil berperan dalan fotosintesis karena
mengandung kloroplas. Energi matahari berperan dalam oksidasi air menjadi oksigen dan
hidrogen serta mereduksi CO2 menjadi senyawa organik.
Fotosintesis terdiri dari dua fase yaitu fase cahaya dimana proses ini memerlukan
energi matahari secara langsung, serta fase gelap yaitu proses yang tidak menggunakan
energi matahari secara langsung akan tetapi membutuhkan energi dari reaksi dalam fase
terang. Kedua rekasi tersebut berlangsung bersamaan. Produk ATP digunakan dalam reaksi
gelap. Merudksi NADPH + O2. NADPH dalam jumlah kecil maka harus segera digunakan,
CO2 difiksasi menjadi asam organik sebagai bentuk simpanan yang pada siang diuraikan
jadi organik menggunakan CO2.
Fase cahaya. Cahaya merupakan sumber energi. Cahaya sebenarnya adalah
kumpulan gelombang elektromagnetik, radiasi energi matahri yang tersusun beberapa
komponen dengan panjang gelombang yang tidak sama, merambat dengan kecepatan tinggi.
Kecepatan cahaya dirumuskan dalam c = λ..ν dimana c adalah kecepatan energi
(3x108 m/det), λ adalah panjang gelombang (nm, 1m = 10nm), dan ٧ adalah frekuensi (rho).
Panjang gelombang untuk spektrum yang dapat dilihat ± 300-700 (380-780), c = 1000 nm.
Foton adalah arus partikel-partikel kecil yang mengandung energi, 1 foton sama dengan 1
molekul.kandungan energi foton dapat diduga yaitu jika fotosintesis tinggi maka energi
foton juga tinggi, tetapi jika panjang gelombang tinggi maka energi foton rendah. Daerah
yang memiliki foton tinggi memiliki pengaruh besar terhadap benda yang dikenai.
Contohnya sinar radioaktif akan menimbulkan kerusakan; lampu ultraviolet merugikan
karena kandungan energinya rendah; dan panjang gelombang yang pendek mempunyai efek
panas. E = h x v, dimana h adalah konstanta Plank.
Foton yang tinggi mempunyai energi yang tinggi pula. Cahaya matahari adalah
gelombang yang tersusun oleh gelombang elektromagnetik, yang paling tinggi adalah
ultraviolet. Gelombang yang dapat diserap oleh klorofil adalah merah dan biru. Sebagian
energi yang diserap pada molekul tertentu menyebabkan molekul tersebut mengalami
eksitasi. Eksitasi adalah perubahan kandungan energi, adanya perubahan molekul
menyebabkan perubahan elektron. Eksitasi tidak berlangsung lama karena akan cenderung
ke garis edar yang semula. Molekul yang mengalami eksitasi akan lepas dari inti dan akan
terbentuk ion radikel. Contoh pada nuklir adalah radiasi oksidasi, sedangkan pada DNA
menyebabkan terjadinya mutasi DNA. Molekul-molekul jika radikal akan rusak.
Klorofil dalam pusat reaksi (kloroplas) dapat mengalami eksitasi. Terjadi karena
elektron pindah kemudian digantikan dengan energi baru dan energi lama tidak kembali.
Ada dua pusat reaksi yaitu yaitu fotosistem I dan fotosistem II. Pada fotosistem II, molekul
pindah ke fotosistem I. Pada fotosistem I terjadi eksitasi dan elektron diisi oleh elektron-
elektron lain. Konsekuensi transfer elektron adalah terjadinya penguraian molekul air (H2O)
menjadi energi, H+ dan O. Dilepaskannya energi yang berangsur-angsur akan membentuk
ATP dan NADPH. Energi yang diserap klorofil disalurkan untuk 3 hal, yaitu untuk
melepaskan energi radiasi dalam bentuk radiasi pada daun menyebabkan flourensensi;
sebagian dirubah menjadi panas, energi yang tidak berguna menyebabkan suhu meningkat;
dan yang terakhir untuk proses fotokimia dimana ADP ditambah P menjadi ATP.
Didukung oleh sistem transfer elektron dari membran dalam kloroplas. Klorofil
terikat pada membran kloroplas. Membagi energi menjadi dua yaitu fotosistem II pada
klorofil P700 yang menyerap cahaya 700 dan fotosistem I pada klorofil P670 yang
menyerap cahaya 670. kuantum adalah kandungan energi dalam bentuk foton dimana
jumlahnya tergantung pada panjang gelombang. Kandungan energi 1 foton = kuantum. Hasil
kuantum adalah batas energi dari hasil akhir yang berasal dari 1 foton.
hasil / produk FK
Hasil kuantum = φ foto kimia =
Σ kuantum yang diserap
Kuantum yang diserap merupakan total energi yang diterima sebagian pada produk akhir.
Nilai kuantum berkisar 0-1. Cahaya matahari yang intesitasnya rendah maka hasil kuantum
tinggi yang berati proses efisiensi.

Cahaya sumber energi dalam fotosistem merupakan sebuah gelombang


elektromagnetik yang mempunyai jumlah frekwensi serta panjang gelombang. Juga sebuah
berkas arus dari partikel yang berenergi foton.
Besarnya kuantum tergantung besarnya frekwensi, partikel cahaya menabrak garis
edar berpindah ke lokasi yang lebih jauh. Pusat reaksi adalah tempat dimana meninggalkan
eksitasi → transpor energi → antena → pusat reaksi → eksitasi
kalori.
→ transpor elektron
Pada fase cahaya, eksitasi diikuti oleh proses pembebasan / transpor elektron yang
membentuk energi bebas.
Kloroplas terdiri dari : membran luar dan membran dalam. Pada membran dalam
terdapat tumpukan membran tilakoid / tiranom yang dihubungkan satu dengan yang lain
oleh intergrana. Tilakoid tempat tertambatnya molekul pigmen, protein, integral.
Transfer elektron dibagi menjadi dua yaitu secara siklik dan non siklik. Pada
transfer non siklik akan menghasikan ATP dan NADPH (NADP tereduksi menjadi
NADPH).
FOTOSINTESIS : FAKTOR FISIOLOGI DAN EKOLOGI

Pengaruh lingkungan terhadap fotosintesis menjadi pusat perhatian ahli


fisiologi tanaman dan pertanian (agronomi). Dari segi fisiologi kita ingin mengetahui
bagaimana fotosintesis tanggap terhadap faktor lingkungan: cahaya, [CO2], dan
temperatur. Bagi agronomi, produktivitas tanaman (yield) tergantung pada laju
fotosintesis dalam lingkungan yang dinamis.
Berapa banyak faktor lingkungan yang membatasi fotosintesis pada satu
waktu? FF Blackman (1905) mempostulasikan bahwa pada satu kondisi laju
fotosintesis akan dibatasi oleh langkah yang paling lambat (faktor pembatas).
Implikasinya, bahwa fotosintesis dapat dibatasi oleh cahaya atau [CO2 ] tetapi tidak
oleh kedua faktor. Ini mempengaruhi pendekatan yang dilakukan oleh ahli fisiologi :
`varying one factor and keeping all other environmental conditions constant'. Tetapi
hipotesis ini mempunyai keterbatasan. Analogi mobil jika rusak dapat ditelusuri
mungkin satu faktor tidak berfungsi. Pada fihak lain mobil akan berjalan efisien jika
di-`tune up', beberapa komponennya disetel untuk kinerja yang optimal. Dalam
kondisi terakhir bukan hanya satu faktor yang krusial.
Di daun tiga langkah metabolik diidentifikasi penting untuk fotosintesis yang
optimal: aktivitas Rubisco dan Regenerasi Ru-1,5-BP (keduanya dalam kondisi
alami paling prevalen), dan metabolisme triosa fosfat.

I. Cahaya dan fotosintesis di daun

PAR : Photosynthetically active radiation, energi cahaya pada panjang


gelombang (λ) 400-700 nm, λ paling aktif dalam fotosintetis. Satuannya ialah Watt
m-2. PPFD : Photosynthetic photon flux density, jumlah photon per unit luas per unit
waktu. Biasanya dinyatakan dalam mol. Satu mol sama dengan 6.02 x 1023 quanta
= 1 Einstein. Karena Einstein bukan SI, maka yang harus digunakan dalam
penulisan adalah mol. Satuan PPFD adalah mol quanta m-2 s-' . Dari dua pengertian
di atas sering terjadi satuannya dianggap sama, misalnya Watt m-2 dan mol quanta
m-2s-1 dianggap sebagai satuan PAR.
Instrumen yang mengukur PPFD dalam mol adalah sensor quantum. PPFD
cahaya penuh pada λ 400-700 nm kira- kira 2000 µ mol m2 s-I . Hanya sekitar 5%
energi matahari yang sampai ke bumi dapat di konversi menjadi karbohidrat oleh
daun yang berfotosintesis. Ini karena λ yang terlalu pendek atau terlalu panjang
tidak diabsorpsi oleh pigmen fotosintesis. Yang diabsorpsi hilang sebagai panas,
untuk PCR, atau untuk metabolisme di daun. Secara keseluruhan 60 % cahaya
tidak diabsorpsi, 8 % direpleksi/ ditransmisikan, 8 % hilang sebagai panas, 19 %
untuk metabolisme, dan 5 % untuk karbohidrat.
Arsitektur dan komposisi daun memaksimumkan absorpsi cahaya
Khlorofil mengabsorpsi cahaya sangat kuat pada warna biru dan merah,
maka cahaya yang ditransmisi/refleksi lebih banyak pada warna hijau yang
menyebabkan warna vegetasi. Cahaya yang ditransmisikan sangat berguna bagi
daun yang ternaungi daun lainnya. Rambut pada daun, kelenjar garam, dan
bentukan epidermis lainnya dapat mempengaruhi refleksi cahaya oleh daun. Daun
yang berambut dapat mengabsorpsi cahaya 40% lebih rendah dibandingkan
dengan daun tanpa rambut.
Anatomi daun sangat terspesialisasi untuk mengabsorpsi cahaya. Lapisan
atas sel yang berfotosintesis di bawah epidermis disebut sel palisade dan
berbentuk seperti pilar yang berdiri paralel satu sampai tiga lapis. Dalam hal lebih
dari satu lapis, kita mungkin bertanya-tanya tentang efisiensi tanaman yang
menginvestasikan energi untuk perkembangan lebih dari satu lapisan sel jika
kandungan khlorofil pada lapisan pertama tampak mentransmisikan hanya sedikit
cahaya yang di terima (`incident light') pada interior daun. Pada kenyataannya,
tanaman memang efisien dengan mempunyai beberapa lapisan palisade itu.
Banyak cahaya lebih yang dapat lewat pada lapisan pertama karena `sieve effect'
dan `light guide effect' .
Efek penyaringan ('sieve effect') terjadi karena khlorofil tidak tersebar
merata dalam sel tetapi ada dalam kloroplas. Dengan demikian maka terjadi
penaungan antar molekul khlorofil sehingga total absorpsi cahaya pada khlorofil
dalam satu khloroplas kurang dibanding pada suatu larutan. Efek ini tersebar pada
λ biru dan merah.
'Light guide effect' menunjukan pada chanelling sebagian cahaya insiden
lewat ruang interseluler antara sel palisade dengan pola analog dengan transmisi
cahaya dengan fiber optik. Susunan sel palisade dalam kolom mendukung
transmisi seperti ini pada sebagian cahaya pada interior daun.
Di bawah lapisan palisade adalah mesofil bunga karang. Mesofil ini
bentuknya tidak teratur dan hal ini mengakibatkan adanya ruang udara . Arsitektur
seperti ini mengakibatkan banyak `interface' udara-air yang menyebabkan 'light
scattering', ini menyebabkan bagian bawah daun terlihat lebih terang
dibandingkan dengan bagian atas daun. Peran yang kontras antara sel palisade
dan sel bunga karang, yaitu sel palisade dapat menyebabkan cahaya lewat dan
sel bunga karang menangkap cahaya sebanyak mungkin, menyebabkan absorpsi
cahaya yang lebih seragam di dalam daun .
Rearrangement khloroplas dan pergerakan daun dapat berubah karena
jumlah cahaya yang diabsorp oleh daun
Disamping karena anatominya, daun juga memaksimumkan absorpsi
cahaya dengan mengubah `hubungan spatial' antara daun dengan cahaya yang
datang. Ini dilakukan dengan pergerakan khloroplas dalam sel mesofil dan
pergerakan lembaran daun terhadap arah datangnya cahaya.
Pergerakan khloroplas dapat mengubah banyaknya cahaya yang dapat
diabsorp oleh sel yang sedang berfotosintesis. Jika PPFD yang sampai ke daun di
bawah suatu nilai tertentu (titik jenuh cahaya), khloroplas akan berkumpul pada
permukaan daun paralel dengan `bidang datar daun' dan tegak lurus terhadap
cahaya insiden. Jika PPFD terlalu tinggi, khloroplas akan berpindah kepermukaan
sel yang paralel dengan cahaya insiden.
Absorpsi cahaya akan maksimal jika permukaan yang dihuni khloroplas
paralel dengan `bidang datar daun' dan minimal jika mereka paralel dengan
cahaya insiden. Dalam hal yang kemudian, kerusakan terhadap aparatus
fotosintesis karena radiasi dapat dicegah sampai pada taraf tertentu.
Khloroplas bergerak sepanjang `kabel' aktin mikro filamen dalam
sitoplasma. Cahaya yang men-`trigger' pergerakan itu di `perceived' dalam
sitoplasma dan bukan pada khloropil.
Bentuk arsitekhtur daun mendukung absorpsi cahaya yang paling efisien
jika permukaan daun tegak lurus cahaya insiden. Untuk daun yang diam
[stasioner], kondisi tegak lurus cahaya insiden itu hanya akan dialami sebentar
saja selama siang hari. Banyak tanaman dapat meningkatkan waktu yang
signifikan dimana lembaran daun tegak lurus dengan arah datangnya sinar
matahari. Cara ini disebut dengan 'solar tracking'. Daun yang mengikuti matahari
mempunyai lembaran yang hampir vertikal dan menghadap ke barat pada saat
matahari terbenam. Waktu malam, daun dalam posisi horizontal dan saat matahari
terbit menghadap ke timur. Selama siang hari, lembaran daun bergerak dengan
kecepatan yang sesuai dengan kecepatan matahari bergerak. Kapas, tanaman
legum (kedelai, buncis, alfalfa), dan beberapa spesies liar dari famili Malvaceae
mampu melakukan `solar tracking'. Dalam banyak hal, orientasi daun dikontrol oleh
organ yang disebut pulvinus yang ditemukan pada sambungan antara lamina dan
petiole. Pulvinus mempunyai sel motor yang mengubah potensial osmotik yang
menimbulkan gaya mekanik yang menyebabkan perubahan /pergerakan lamina.
Pada tanaman lain, orientasi daun dikontrol oleh perubahan mekanik sepanjang
petiole atau perubahan bagian muda batang. Fitokrom dan figmen yang sensitif
terhadap cahaya warna biru sudah diimplikasikan sebagai fotoreseptor dalam
`solar tracking'.
Pada beberapa spesies, khususnya tanaman gurun, daun justru menjauhi
matahari, sehingga meminimalkan kehilangan air dan absorpsi cahaya matahari
oleh daun. Hal yang demikian disebut paraheliotropisme. Daun yang
memaksimalkan intersepsi cahaya dengan solar tracking disebut `diaheliotropik'.
Pada beberapa spesies, tanaman dapat menunjukan pergerakan diaheliotropik jika
diberi air dan paraheliotropik jika mengalami stres air.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sering mencerminkan


kompetisi terhadap cahaya matahari
Sinar matahari merupakan sumberdaya dan biasanya tanaman
berkompetisi untuk memperoleh sinar matahari. Daun membentuk kanopi yang
mengabsorp cahaya dan mempengaruhi laju fotosintesis dan pertumbuhan di
bawahnya. Daun yang ternaungi oleh daun yang lain akan mempunyai laju
fotosintesis yang lebih rendah. Sejumlah tanaman mempunyai daun yang tebal
yang hanya sedikit sekali mentransmisi cahaya. Beberapa tanaman yang berpola
tumbuh roset dimana daun-daunnya tumbuh secara radial sangat rapat dengan
sesama daun dan batang tidak akan memungkinkan pertumbuhan daun di
bawahnya. Batang dan cabang membuat tanaman dapat menangkap cahaya di
atas tanah dan mengalahkan tanaman yang tidak berbatang. Pohon merupakan
adaptasi yang sangat baik untuk intersepsi cahaya. Percabangan yang ekstensif
pada pohon menyebabkan peningkatan intersepsi cahaya matahari. Sedikit sekali
PAR yang menembus hutan.
Daun yang tumbuh pada intensitas cahaya yang rendah biasanya rusak jika
di-expose pada PPFD yang tinggi. Peristiwa ini di sebut `photoinhibition' setiap
daun dapat mengalami photoinhibition jika diexpose ke PPFD sangat tinggi, tetapi
yang paling biasa photoinhibition terjadi pada tanaman yang ternaungi yang tiba-
tiba diexpose ke cahaya matahari. Photoinhibition ini merendahkan laju
fotosintesis dan membuat elektron transport dan fotofosforilasi kurang berfungsi.
Gambaran lain pada daun yang tumbuh di bawah naungan adalah `sunfleck'
, yaitu lintasan cahaya matahari penuh yang lewat pada kanopi yang berlubang
[diskontinue] dan berjalan sepanjang daun yang ternaungi waktu matahari
bergerak. Dalam hutan yang lebat sunfleck dapat mengubah PPFD yang diterima
daun pada dasar hutan sepuluh kali lipat dalam beberapa detik. Untuk sebagian
daun ini merupakan 50% total energi cahaya yang tersedia selama sehari, tetapi
energi yang kritis ini tersedia hanya beberapa menit pada dosis yang tinggi.
Sunfleck juga mempunyai peranan dalam metabolisme karbon pada daun bagian
bawah yang ternaungi oleh daun bagian atas.
Karena daun mengabsorp sedikit saja pada infra merah (λ>700 nm), habitat
di bawah kanopi menerima cahaya yang kaya infra merah dan ini mengubah
karakteristik fitokrom. Sebagai akibatnya tanaman menjadi tinggi dan spindly. Jika
pohon tinggi mati maka pembukaan terhadap cahaya diciptakan dan banyak PAR
yang mendukung pertumbuhan tanaman lain di bawah kanopi.

Respon fotosintesis pada daun mencerminkan sifat dasar aparatus


fotosintesis
Pengukuran fiksasi CO2 oleh daun intact pada PPFD yang semakin
membesar memungkinkan untuk membuat kurva dosis-respon. Pada kondisi gelap,
fiksasi CO2 negatif dan ada evolusi CO2 dari daun karena respirasi. Jika PPFD naik,
evolusi CO2 netto akan berkurang , sesudah sampai nol, tanaman akan berganti ke
fiksasi CO2 netto. PPFD pada saat CO2 exchange = nol, disebut titik kompensasi
cahaya. Pada saat ini CO2 yang dilepaskan oleh mitokondria = CO2 yang difiksasi
lewat fotosintesis. PPFD untuk daun saat mencapai titik kompensasi cahaya
tergantung spesies dan kondisi perkembangan tanaman. Perbedaan terjadi pada
tanaman yang biasa tumbuh pada cahaya matahari penuh dan pada naungan. Titik
kejenuhan cahaya pada `sun plant' 10 sampai 20 µmol m-2 s-1 dan `shade plant' 1-5
µmol m-2 s-1 . Nilai untuk shade plant lebih kecil karena laju respirasi pada shade
plant sangat rendah, maka sedikit saja fiksasi CO2 sudah cukup untuk membuat
evolusi CO2 sama dengan nol. Jadi laju respirasi rendah menunjukan adaptasi
dasar yang memungkinkan shade plant `survive' pada lingkungan dengan cahaya
terbatas.
Porsi linear dari kurva ini menunjukan bahwa fotosintesis dibatasi oleh
cahaya. Peningkatan cahaya akan diikuti oleh peningkatan fiksasi CO2. Garis linear
ini dapat digunakan untuk menghitung `quantum yield' proses fotosintesis pada
daun intact. Quantum yield untuk evolusi 02 pada khloroplas terisolasi sama dengan
0,1. Pada daun 7 intact quantum yield berkisar antara 0,04 sampai 0,1. Daun-daun
sehat dari banyak spesies C3 pada [02] rendah yang menunjukan fotorespirasi
biasanya menunjukan quantum yield 0,1. Pada udara normal, quantum yield
tanaman C3 lebih rendah 0,05. Quantum yield bervariasi karena temperatur dan
[CO2], karena efek-efek faktor ini terhadap rasio reaksi karboksilase dan
oksigenase dari Rubisco. Meskipun berbeda habitat, sun and shade plant
mempunyai quantum yield yang hampir sama.
Pada PPFD yang tinggi respon fotosintesis terhadap cahaya mulai level
mendatar, jadi telah mencapai kejenuhan. Jika kejenuhan sudah dicapai,
peningkatan PPFD tidak mempengaruhi laju fotosintesis menandakan aktivitas
enzim Rubisco dan metabolisme triosa phosphat menjadi terbatas. Titik kejenuhan
cahaya pada shade plant jauh kecil dibanding sun plant. Tingkat kejenuhan cahaya
akan menggambarkan PPFD maksimum yang dapat diterima daun di tempat
tumbuhnya.

Daun harus `dissipate'sejumlah besar panas


Absorpsi energi cahaya matahari oleh daun menyebabkan pemanasan.
Beban panas pada daun yang diekspose ke cahaya matahari penuh sangat tinggi.
Daun dengan ketebalan 300µm dapat mempunyai laju pemanasan sampai 100 °C /
menit jika energi matahari diabsorpsi dan tidak tidak ada kehilangan panas. Beban
panas ini didesiphate dengan emisi ke gelombang panjang, `sensible heat loss'
(SHL) dan `evaporative heat loss' (EHL). Sirkulasi udara sekitar daun juga
mengambil panas dari permukaan daun jika temperatur daun lebih besar dibanding
temperatur udara ('sensible heat loss'). Evavorative heat loss terjadi karena
evaporasi air itu memerlukan energi. Jadi waktu air berevaporasi dari daun akan
mengambil panas dari daun dan efeknya mendinginkan daun.
`Sensible heat loss' dan `evaporative heat loss' merupakan proses yang
paling penting dalam regulasi temperatur pada daun. Bowen Ratio = SHL/EHL.
Tanaman yang diairi tingkat evaporasinya akan tinggi, sehingga Bowen Rationya
(BR) akan rendah. Kehilangan air dapat dihitung dengan memperhitungkan jumlah
air, yang kalau terevaporasi, akan didesiphate ke net radiant energy yang diabsorp
oleh tanaman. Di lapangan pada siang hari yang tenang tidak ada SHL, suhu
udara = suhu daun, maka BR akan mendekati nol. Kehilangan air dapat ditentukan
terutama oleh input energi matahari. Lihat buku `kapas' siang hari pada tanaman
gurun, stomata tertutup sehingga tidak ada `evaporative cooling'. Kehilangan
panas akan berupa SHL, jadi BR menjadi tak terhingga. Tanaman dengan BR
tinggi ini akan mengkonservasi air, tetapi harus bisa bertahan pada suhu daun
yang sangat tinggi. Biasanya hal ini akan berkorelasi dengan pertumbuhan yang
lambat.

Tanaman, daun dan sel mengadaptasi pada lingkungan cahaya


Beberapa tanaman hanya menerima I% PAR yang tersedia. Daun yang
teradaptasi pada lingkungan `very sunny' atau 'very shade', tidak dapat survive
pada habitat yang lain. Karakteristik dari `shade leaf adalah total khlorofil per pusat
reaksi dan kandungan khlorofil b per khlorofil a lebih besar di banding `sun leaf,
daunnya lebih tipis dan protein terlarut lebih sedikit. Sun leaf mempunyai
konsentrasi protein terlarut dan rubisco yang lebih tinggi. Pada satu tanaman , daun
bagian atas mempunyai karakter seperti `sun leaf yaitu laju fotosintesis dan
respirasi yang tinggi, titik kejenuhan cahaya yang tinggi, PSII / PSI = 2:1 . Sedang
daun bagian bawah mampunyai karakter `shade leaf yaitu untuk meningkatkan
absorpsi cahaya, transfer energi pada ligkungan yang ternaungi. PSII / PSI sama
dengan 3:1.

II. CO2 dan fotosintesis dalam daun


[CO2] atmosfir 0.035 % atau 350 ppm, [02] 20 %, [N2] 79%. 1 bar = 0.1 MPa,
1MPa =10 bar. Tekanan partial CO2 pada permukaan laut 350 µbar pada
permukaan laut atau sekitar 3.5x 10-5 MPa.
Kandungan CO2 atmosfir telah menjadi topik yang hangat, `greenhouse effect'.
Kaca pada atap rumah kaca mentransmisikan cahaya putih yang diabsorp oleh
tanaman dan permukaan lain dalam rumah kaca. Sebagian cahaya di re- emisikan
dalam bentuk 2. panjang. Karena kaca sangat jelek dalam mentransmisikan radiasi
X panjang, radiasi ini tidak dapat meninggalkan rumah kaca melewati atap gelas
dan rumah kaca menjadi panas.
Gas tertentu dalam atmosfir (CO2 dan metan) berperan sebagai atap gelas
dalam rumah kaca . Jadi pemanasan iklim bumi karena menangkap radiasi panjang
disebut greenhouse effect. Karena CO2 menyumbang separuh dari efek rumah
kaca, ada kekhawatiran tentang peningkatan [CO2] di atmosfir. Pengukuran yang
dilakukan di Mannaloa Hawaii menunjukan bahwa [CO2]dari tahun 1958 s/d 1985
terjadi peningkatan 10 % atau penigkatan 1 ppm per tahun . Akibat dari
peningkatan ini adalah prediksi peningkatan temperatur udara yang akhirnya akan
mempengruhi iklim dunia.
Ahli fisiologi tertarik peningkatan pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan
tanaman dibatasi oleh [CO2] dan sebagian tanaman tumbuh dua kali lebih cepat
jika [CO2] dinaikkan dua kali dalam kondisi laboratorium. Kebanyakan tanaman
tumbuh 30-60 % lebih cepat pada atmosfir dengan [CO2] dua kali dari atmosfir yang
normal. Pengavaan CO2 (CO2 enrichment) digunakan untuk meningkatkan berbagai
tanaman seperti tomat. lettuce, timun, dan mawar.

Supply CO2 untuk fotosintesis tergantung difusi CO2 dari atmosfir ke


khloroplas
Agar fotosintesis terjadi, CO2 harus berdifusi dari atmosfir ke tempat
karboksilasi Rubisco. Karena laju difusi tergantung gradien konsentrasi, maka
gradien yang sesuai diperlukan agar difusi dari permukaan daun ke khloroplas
mencukupi. Kutikel impermeabel terhadap CO2. Pintu masuk utama CO2 adalah
stomata. Dari lubang ini, CO2 berdifusi ke rongga substomata (substomatal cavity)
dan ruang udara interseluler (intercelluler air space disingkat ias). Sampai tahap
ini difusi terjadi dalam fase gas. Jalan yang dilalui selanjutnya adalah fase cair
yang mulai dari dinding sel mesofil yang basah. membran sel, sitosol, dan
khloroplas. Masing-masing bagian dari jalan difusi ini memberikan semacam
tahanan atau resistensi terhadap difusi CO2, maka supply CO2 untuk fotosintesis
dapat digambarkan sebagai resistensi secara serf.

Difusi fase gas


Air ditranspirasikan oleh daun lewat dinding sel yang basah dalam ias dan
keluar lewat stomata. Jalur yang sama dilalui oleh CO2 pada arah yang
berlawanan. Penggunaan jalan bersama ini oleh CO2 dan air menyebabkan
tanaman mempunyai dilema fungsional. Pada udara dengan kelembaban relatif
(RH) tinggi gradien difusi yang menyebabkan kehilangan air 50 kali gradien yang
menyebabkan pengambilan CO2. Pada RH yang rendah, gradien ini akan lebih
besar lagi. Oleh karena itu, penurunan resistensi stomata akan memfasilitasi
peningkatan pengambilan CO2, tetapi dengan akibat kehilangan air yang signifikan.
Ahli fisiologi menggunakan pendekatan yang berbeda untuk memahami
bagaimana tanaman menghadapi dilema ini termasuk model matematika tentang
strategi optimal yang memaksimalkan pengambilan CO2 dan meminimalkan
kehilangan air. Pendekatan lain yang dilakukan adalah karakterisasi proses fisiologi
yang mengatur pengambilan CO2 dan kehilangan air pada daun. Difusi CO2 fase
gas ke dalam daun dibagi tiga komponen: lapis batas (boundary layer sering juga
disebut unstirred layer), stomata, dan ias. Masing-masing komponen akan
memberikan resistensi terhadap difusi CO2.
Lapis batas adalah lapisan udara yang relatif tidak terganggu pada
permukaan daun. Lapisan ini akan memberikan resistensi lapis batas (BL
resistance) yang cenderung mengecil dengan meningkatnya kecepatan angin dan
makin kecil ukuran daun. Resistensi lapis batas terhadap CO2 dan air secara fisik
berhubungan resistensi lapis batas terhadap sensible heat loss. Daun yang kecil
mempunyai resistensi lapis batas yang kecil terhadap difusi CO2 dan air dan juga
terhadap sensible heat loss. Daun tanaman gurun biasanya kecil yang
memfasilitasi sensible heat loss. Daun-daun berukuran besar yang umumnya
ditemukan di daerah tropika basah mempunyai resistensi lapis batas yang besar
tetapi daun-daun ini dapat membuang (dissipate) beban panas radiasi dengan
pendinginan karena evaporasi (evaporative cooling) karena tinginya laju transpirasi
yang dimungkinkan karena air yang berlimpah di daerah ini.
Sesudah berdifusi melewati lapis batas, CO2 memasuki daun lewat pori
stomata yang memberikan resistensi selanjutnya dalam lintasan difusi yaitu
resistensi stomata. Dalam kondisi alam, dimana udara di sekitar daun jarang sekali
diam, resistensi lapis batas jauh lebih kecil dibandingkan dengan resistensi
stomata. Pembatas utama difusi CO2 disebabkan oleh resistensi stomata.
Disamping kedua resistensi, juga ada resistensi ias yang memisahkan substomatal
cavity dengan dinding sel mesofil. Resistensi ias biasanya kecil, hanya penurunan
5 µbar (5 x 10-7 MPa) pada tekanan partial CO2 dibandingkan dengan 350 µbar di
luar daun.
Tanaman dapat mengatur besarnya resistensi stomata dengan mengubah
bukaan pori stomata. Karena stomata biasanya menyebabkan resistensi yang
paling besar terhadap difusi CO2 dan air pada lintasan difusi, regulasi ini
memberikan tanaman suatu cara yang efektif dalam mengontrol pertukaran gas
antara daun dan lingkungan.. Dalam percobaan pengukuran pertukaran udara (gas
exchange) dari daun, resistensi lapis batas dan resistensi ias biasanya diabaikan
dan resistensi stomata digunakan sebagai parameter yang menggambarkan
resistensi terhadap CO2 fase gas.
Untuk mengevaluasi efek perubahan resistensi supply CO2 terhadap
fotosintesis, menjadi hal yang sangat penting untuk mengukur laju fotosintesis
sebagai fungsi [CO2] dalam ias, yang dinotasikan C;. Secara teknis hal ini sulit
dilakukan secara langsung. Karena CO2 berdifusi secara langsung lewat jalan
yang sama dengan air. C, dapat dihitung dengan mengukur laju evaporasi dan
resistensi stomata.
Evaporasi dapat didefinisikan dengan menggunakan hukum Fick.

(e1 - ea )
E_ persamaan (1)
Pr
E = laju evaporasi,
e;, ea = tekanan partial air dalam daun dan udara atmosfir
P = tekanan atmosfir,
r = resistensi stomata
(ei - ea) adalah perbedaan uap air dalam dan luar daun P

Konsep resistensi terhadap difusi gas mempunyai kerugian bahwa evaporasi


berbanding terbalik dengan r. Tetapi, kita dapat mendefinisikan konduktansi uap air
(g) sebagai kebalikan dari r. Berbeda dengan r, g berhubungan langsung terhadap
E dan g merupakan parameter yang biasanya digunakan dalam analisis pertukaran
gas. Persamaan di atas dapat diganti dengan

(ei - ea) g
E = ....... ...................................................... Persamaan (2)
P
Persamaan (2) dapat digunakan untuk memecahkan g.
EP
g ....... .......................................................... Persamaan (3)
(ei - ea)

Laju evaporasi dari daun dapat ditentukan dengan alat yang mengukur
banyaknya air yang meninggalkan daun, dan tekanan uap air dalam udara atmosfir
dapat diukur. Udara dalam ias dalam daun diasumsikan mempunyai kelembaban
100 %, dan tekanan uap air pada 100 % RH adalah merupakan fungsi temperatur.
Oleh karena itu, ei ditentukan dengan mengukur temperatur daun.
Karena CO2 berdifusi sepanjang lintasan yang sama dengan air, kita dapat
menulis persamaan yang mendefinisikan assimilasi CO2 (A) berdasarkan
persamaan 2.

Molekul CO2 lebih besar dibandingkan H2O dan oleh karena itu mempunyai
koefisien difusi yang lebih kecil; perbedaan antara kedua koefisien difusi telah
ditentukan secara empirik 1.6. Penggunaan faktor koreksi memungkinkan kita
mengkonversi resistensi yang diukur terhadap uap air menjadi resistensi difusi CO2.
Perubahan fotosintesis sebagai fungsi konsentrasi CO2 ambien dan
interseluler pada tanaman C3 dan C4 dapat dilihat pada Gambar 4.10.10. Dengan
menyatakan laju fotosintesis sebagai fungsi dari C; , efek stomata terhadap laju ini
yang dimediasi oleh perubahan dalam konsentrasi CO2 di dalam daun tidak lagi
direfleksikan dalam respon tersebut, dan pembatas intrinsik yang disebabkan oleh
suplai CO2 dapat dievaluasi. Perbedaan utama antara respon fotosintetik tanaman
C3 dan C4 terhadap CO2 menjadi lebih jelas dalam analisis ini. Pada tanaman C4,
laju fotosintesis jenuh pada nilai C; sekitar 200x10-5 MPa (200 Oar), menunjukkan
mekanisme pengkonsentrasian CO2 yang efektif pada tanaman yang
mengoperasikan metabolisme C4. Pada tanaman C3, peningkatan level C; terus
menstimulasi fotosintesis pada kisaran yang lebih lebar. Juga yang jauh
membedakan tanaman C3 dan C4 adalah titik kompensasi CO2 yaitu [CO2] dimana
fiksasi CO2 oleh fotosintesis seimbang dengan kehilangan CO, lewat respirasi dan
pertukaran netto CO2 nol. Konsep ini analog dengan titik kompensasi cahaya yang
dibahas sebelumnya. Tanaman dengan metabolisme C4 mempunyai titik
kompensasi CO2 nol atau mendekati nol, menunjukkan rendahnya tingkat
fotorespirasi (Gambar 4). Perbedaan ini tidak terbukti / terlihat nyata lagi jika
ekperimen dilakukan pada konsentrasi oksigen yang rendah.
difusi fase cair
Resistensi difusi CO2 pads fase cair, disebut resistensi mesofil, meliputi
difusi dari intracelluler leaf spaces sampai ke tempat karboksilasi di dalam
khloroplas. Telah dihitung bahwa resistensi fase cair terhadap difusi CO2 kira-kira
1/10 dari jumlah resistensi lapis batas dan stomata ketika stomata terbuka penuh.
Resistensi yang rendah ini sebagian disebabkan karena besarnya area permukaan
sel-sel mesofil yang terexpose ke ias. Resistensi fase cair mungkin lebih besar
pada daun yang tebal atau daun-daun pada pepohonan.

Faktor stomata dan non-stomata dapat membatasi fotosintesis


Jika tanaman mengalami kondisi lingkungan yang jelek misalnya stress air,
stomata akan menutup dan C; akan berkurang. Turunnya C; menambah
keterbatasan CO2 untuk fotosintesis, sehingga fotosintesis menurun. Interaksi ini
menyebabkan dilema untuk analisis respon fotosintesis terhadap perubahan
lingkungan. Apakah pengurangan laju fotosintesis disebabkan hanya oleh
penutupan stomata dan C; atau apakah ada pengaruh langsung non-stomata pada
fotosintesis terhadap perubahan tersebut.
Satu pendekatan eksperimental terhadap masalah ini ialah menambah
ambien [CO2] ke tingkat yang diperlukan untuk peningkatan C; pada daun menjadi
3.5x10-' MPa atau 350 pbar. Karena pada level tersebut level C; = [CO2] ambien
yang normal, eksperimen merupakan simulasi kondisi pada saat resistensi stomata
= 0. Dengan cara ini perubahan laju fotosintesis dapat dipartisi / pisahkan ke dalam
komponen stomata dan non-stomata. Eksperimen tipe ini menunjukkan bahwa
pembatasan oleh stomata pada tanaman C3 berkisar antara 10 - 40 %.

Fiksasi karbon fotosintetik dalam sel penjaga dapat berfungsi sebagai sinyal
antara stomata dan mesofil
Karakterisasi pembatasan stomata dan non-stomata terhadap fotosintesis
pada kondisi lingkungan yang berbeda telah mendapat perhatian yang khusus.
Beberapa studi yang terakhir didisain untuk meneliti mekanisme yang mengatur
`coupling' pergerakan stomata dengan laju fotosintesis dalam mesofil sel.
Beberapa hipotesis klasik mengenai fungsi stomata termasuk peran
khloroplas sel penjaga pada pergerakan stomata. Pada satu percobaan awal
radioisotop, ahli fisiologi tanaman dari Kanada M Shaw dan GA Maclachlan tahun
14
1954 menunjukkan bahwa sel penjaga menginkorporasikan CO2 yang
diinterprestasikan sebagai ekspresi fiksasi karbon fotosintetik. Akan tetapi, bukti
adanya aktivitas fotosintetik dalam sel penjaga masih kontroversial karena
kesulitan metodologis, termasuk kontaminasi dari khloroplas sel mesofil dan
perlunya membedakan antara fiksasi CO2 oleh siklus PCR dan yang dikatalisis
oleh PEP karboksilase dalam sitosol.
Kemajuan akhir-akhir ini dalam protoplas sel penjaga telah memberikan
informasi yang baru terhadap pertanyaan penting tersebut. Protoplas seI penjaga
14
yang disinari dengan warna merah dan diexpose pada CO2 telah ditunjukkan
mempunyai asam 3-fosfo gliserat radioaktif dalam lima detik setelah inisiasi
percobaan. Dalam percobaan `time course', persentase radioaktivitas dalam asam
3-fosfo gliserat menurun dengan waktu. sementara gula monofostat meningkat.
Penemuan ini memenuhi kriteria yang digunakan dalam percobaan fotosintesis
pada mesofil untuk mengidentifikasi asam 3-fosfo gliserat sebagai produk
karboksilasi primer dari siklus PCR. Peneliti lain juga melaporkan bahwa aktivitas
Rubisco dan enzim-enzim siklus PCR lainnya meningkat jika khloroplas sel penjaga
disinari.
Peran fungsional siklus PCR dalam khloroplas sel penjaga masih sedang
dalam penelitian. Kompetisi terhadap supply energi antara fiksasi karbon
fotosintetik dalam khloroplas dan ATPase pemompa proton pada membran plasma
dapat berperan sebagai regulator dalam pergerakan stomata. Fiksasi karbon
fotosintetik dalam sel penjaga dapat juga berfungsi sebagai `coupling signal' antara
stomata dengan mesofil.

Mekanisme konsentrasi CO2 mempengaruhi laju fotosintesis daun intact


Pada tanaman yang mempunyai mekanisme pengkonsentrasian CO2, yaitu
C4 PCA dan CAM, konsentrasi CO2 pada tempat karboksilasi sering dalam
keadaan jenuh. `Feature' fisiologi ini mempunyai beberapa implikasi. Contohnya,
kita tidak mengharapkan tanaman C4 seperti jagung akan menaikkan laju
fotosintesis jika [CO2] di atmosfir bertambah.
Tanaman C4 memerlukan Rubisco yang lebih rendah untuk mencapai
kecepatan laju fotosintesis tertentu. Dengan demikian is hanya memerlukan
nitrogen yang lebih sedikit untuk tumbuh. Selain itu, mekanisme konsentrasi C4
memungkinkan daun untuk mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi pada C;
yang rendah, yang memerlukan konduktansi stomata yang lebih rendah untuk laju
fotosintesis tertentu.
Jade tanaman C4 dapat menggunakan air dan N yang lebih efisiensi
dibanding dengan tanaman C3. Sementara itu, energi tambahan yang diperlukan
untuk mengkonsentrasikan CO2 membuat tanaman C4 kurang efisien dalam
penggunaan cahaya. Ini mungkin salah satu alasan mengapa tanaman yang
beradaptasi terhadap naungan adalah tanaman C3.
Banyak Cactus dan tanaman sukulen lain dengan metabolisme CAM
membuka stomata waktu malam dan menutup stomata pada siang hari. CO2 yang
diambil waktu malam difiksasi dalam bentuk malat. Karena temperatur pada malam
lebih rendah dibanding siang hari, e; - ea lebih kecil, sehingga jumlah air yang
cukup signifikan dapat dihemat. Kendala utama pada metabolisme CAM adalah
kapasitas untuk menyimpan asam malat terbatas sehingga membatasi laju
maksimal pengambilan CO2. Tetapi banyak tanaman CAM dapat memfiksasi CO2
lewat C3 PCR pada sore hari waktu gradien temperatur kurang ekstrim.
Cladode (struktur menyerupai daun) pada Opuntia sp. dapat survive
sesudah terpisah dari tanaman selama beberapa hari tanpa air. Stomatanya
menutup sepanjang waktu dan CO2 yang dilepaskan difiksasi kembali ke malat.
Proses ini disebut 'CAM fidling ' memungkinkan tanaman dapat survive untuk
periode yang lama sementara kehilangan air sangat sedikit.

pengaruh temperatur terhadap fotosintesis


Tanaman dapat berfotosintesis pada habitat yang mempunyai rentang
temperatur yang lebar. Pada suhu rendah, tanaman yang tumbuh pada daerah
`alpine' mampu emfiksasi CO2 netto pada suhu 0 °C. Pada ekstrim yang lain,
tanaman hidup di Death alley, California mempunyai laju fotosintesis optimal dekat
50 °C.
Jika laju fotosintesis diplotkan sebagai fungsi temperatur, kurvanya akan
enyerupai bentuk bel. Bagian yang naik menggambarkan stimulasi fotosintesis yang
rgantung cahaya sampai suatu optimum. Pada bagian yang menurun diasosiasikan
ngan efek merusak, sebagian reversible sebagian tidak.
Temperatur mempengaruhi reaksi biokimia pada fotosintesis. Oleh sebab itu tidak
mengagetkan bila respon terhadap temperatur adalah kompleks. Kita dapat
memperoleh ight' pada mekanisme yang terjadi dengan membandingkan laju
fotosintesis di udara
[CO2] normal dan tinggi. Pada [CO2] tinggi, ada supply CO2 yang cukup pada pat
karboksilasi dan laju fotosintesis dibatasi terutama oleh reaksi biokimia yang kaitan
dengan transfer elektron. Pada keadaan ini, perubahan temperatur mempunyai k
yang besar pada laju fiksasi. Pada [CO2] ambien, fotosintesis dibatasi oleh aktivitas
bisco, dan responnya merefleksikan dua proses yang berlawanan : peningkatan laju
boksilasi dengan temperatur dan penurunan pada Rubisco untuk CO2 waktu peratur
naik. Efek yang berlawanan, `damp' respon fotosintesis terhadap perubahan peratur
pada suhu [CO2] ambien.
Laju respirasi meningkat sebagai fungsi temperatur dan interaksi fotorespirasi dan
sintesis menjadi kelihatan pada respon terhadap temperatur. Perubahan quantum
yield sebagai fungsi temperatur pada tanaman C3 dan [ada tanaman C4, quantum
yield tetap pada berbagai temperatur, menggambarkan respirasi yang rendah. Pada
tanaman C3, quantum yield turun tajam dengan peningkatan temperatur,
menggambarkan stimulasi fotorespirasi oleh peningkatan temperatur dan `ensuing'
permintaan energi yang tinggi terhadap setiap CO2 yang difiksasi.
Pada suhu rendah, fotosintesis sering dibatasi oleh fosfat pada khloroplas.
Ketika triosa fosfat diekspor dari khloroplas ke sitosol, jumlah Pi equimolar diambil
oleh translokator ke dalam membran khloroplas. Jika laju penggunaan triosa fosfat
dalam sitosol berkurang, uptake Pi ke dalam khloroplas dihambat dan fotosintesis
dibatasi oleh Pi. Sintesis starch dan sukrosa menurun cepat sekali dengan
temperatur, menurunkan permintaan triosa fosfat dan menyebabkan terbatasnya Pi
pada suhu rendah.
Laju fotosintesis yang tertinggi terjadi pada ten peratur yang optimal. Jika
temperatur ini dilewati maka laju fotosintesis akan menurun lagi. Temperatur
optimal merupakan titik dimana kapasitas berbagai step fotosintesis secara optimal
seimbang dengan beberapa step membatasi jika suhu naik atau turun. Temperatur
optimal mempunyai komponen fisiologi dan genetik yang kuat. Tanaman spesies
berbeda yang tumbuh pada habitat dengan temperatur yang berbeda mempunyai
temperatur optimal yang berbeda pula. Tanaman spesies yang sama yang tumbuh
pada temperatur yang berbeda kemudian dites terhadap respon fotosintesis,
menunjukkan temperatur optimum yang berkorelasi dengan temperatur dimana
tanaman tersebut ditumbuhkan. Tanaman yang tumbuh pada temperatur rendah
`maintain' laju fotosintesis yang tinggi pada suhu rendah dibandingkan dengan
tanaman yang tumbuh pada suhu yang tinggi. Perubahan `properties' fotosintesis
terhadap temperatur berperan penting pada adaptasi tanaman ke berbagai
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai