Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang


terjadi bila oxygen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia
tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumtion (VO2). Sebagai respon
terhadap pasokan oksigen yang tidak cukup ini, metabolisme sel menjadi
anaerobik. Keadaan ini hanya dapat ditoleransi tubuh untuk waktu yang terbatas,
lebih lanjut penderita dapat meninggal. 1
Dengan kata lain terjadi ketidakcukupan aliran darah di seluruh tubuh
sehingga jaringan tubuh mengalami kerusakan akibat terlalu sedikitnya aliran,
terutama terlampau sedikitnya penyediaan oksigen dan zat makanan lainnya bagi
sel-sel jaringan. Bahkan sistem kardiovaskuler itu sendiri yaitu otot jantung,
dinding pembuluh darah, sistem vasomotor, dan bagian sirkulasi lainnya-mulai
rusak, sehingga syok secara progresif menjadi lebih buruk. Syok bukan
merupakan penyakit dan tidak selalu disertai kegagalan perfusi jaringan. 1,2
Syok sirkulasi disebabkan oleh curah jantung yang tidak mencukupi atau
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Ada dua macam
faktor yang memperberat penurunan curah jantung:
1. Kelainan jantung yang menurunkan kemampuan jantung untuk memompa
darah. Kelainan ini meliputi khususnya infark miokard, tetapi juga keadaan
toksik jantung, disfungsi katup jantung yang berat, aritmia jantung dan
keadaan lainnya.
2. Faktor-faktor yang menurunkan aliran balik vena. Penyebab paling sering
adalah penurunan volume darah, tetapi alir balik vena juga dapat berkurang
karena penurunan tonus vaskular, terutama penampung darah vena. Atau
obstruksi aliaran darah pada beberapa tempat di sirkulasi, terutama di lintasan
alir balik vena ke jantung. 1

1
Syok dapat terjadi dengan curah jantung yang normal bahkan lebih. Tetapi
metabolisme tubuh yang berlebihan, sehingga bahkan curah jantung yang normal
pun tidak mencukupi atau pola perfusi jaringan yang abnormal, sehingga sebagian
besar curah jantung mengalir melalui pembuluh darah di samping pembuluh darah
yang menyediakan nutrisi bagi jaringan lokal. 1
Banyak dokter yang berpendapat bahwa nilai tekanan darah merupakan
ukuran utama untuk fungsi sirkulasi yang adekuat. Akan tetapi tekanan arteri
seringkali dapat menyesatkan karena banyak kali seseorang dalam keadaan syok
berat namun tetap mempunyai tekanan hampir normal karena refleks saraf yang
sangat kuat mencegah turunnya tekanan. Pada keadaan lain, tekanan arteri dapat
menurun sampai separuh normal, namun orang tersebut masih mempunyai perfusi
jaringan yang normal. 1,2
Pada sebagian jenis syok, terutama yang disebabkan oleh kehilangan darah
yang banyak, tekanan arteri menurun pada saat bersamaan dengan penurunan
curah jantung, meskipun biasanya tidak sebanyak pada penurunan curah jantung. 2
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai
derajat keseriusan, syok dibagi dalam tiga tahap utama berikut:
1. Tahap non-progresif (tahap kompensasi),
Mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan menyebabkan
pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Hal ini kemungkinan besar
karena terjadi penurunan tekanan darah yang sedikit dengan pemulihan yang
cepat. Faktor-faktor yang menyebabkan penderita pulih kembali dari syok
tingkat sedang merupakan mekanisme umpan balik negatif dari sirkulasi yang
berusaha untuk mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri kembali ke
normal.

2. Tahap progresif,
Ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian. Dimana
sistem sirkulasi mulai rusak dan berbagai umpan balik positif timbul, yang
dapat menyebabkan suatu lingkaran setan dari penurunan progresif curah
jantung.

2
3. Tahap irreversible,
Ketika syok telah jauh berkembang sedemikian rupa sehingga semua
bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi menolong penderita, meskipun
pada saat itu orang tersebut masih hidup. Terjadi pada penderita yang sudah
melewati titik tertentu, dimana sudah begitu banyak terjadi kerusakan
jaringan, begitu banyak enzim destruktif yang telah dikeluarkan ke dalam
cairan tubuh, begitu hebat asidosis yang timbul dan begitu banyak faktor
destruktif lainnya yang kini berfungsi, sehingga bahkan curah jantung yang
normal pun tidak mampu mengatasi kerusakan. 1

Berdasarkan patofisiologinya, syok terdiri atas:


1. Syok hipovolemik
a. Kehilangan volume darah yang berlebihan (perdarahan), misalnya pada
perdarahan yang hebat.
b. Kehilangan cairan yang berasal dari plasma, misalnya diare, muntah –
muntah, DSS.
2. Syok kardiogenik
Kegagalan jantung memompa darah secara adekuat, misalnya MCI, gagal
jantung kongestif.
3. Syok vasogenik
a. Syok septik: perforasi usus, apendisitis pecah. Keadaan yang menyertai
suatu infeksi yang luas (infeksi oleh bakteri hematogen.
b Syok anafilaksis: karena alergi terhadap sesuatu seperti obat. Keadaan ini
terjadi setelah respon terhadap alergi yang luas, seperti dilepaskan
histamin dan prostaglandin sehingga vasodilatasi yang luas.
4. Syok neurogenik
a. Gangguan tonus vasokonstriktor.
b. Hilangnya tonus vaskuler secara mendadak di seluruh tubuh. 1,2

3
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi
Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam
jiwa yang diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan
COP dan tekanan arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya
suatu Reaksi Antigen-Antibodi yang timbul segera setelah suatu antigen yang
sensitif untuk seseorang telah masuk dalam sirkulasi. 1,3
Secara harafiah, anafilaktik berasal dari kata ana = balik; phylaxis =
perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi
(prophylaxis) justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada
melindungi (anti-phylaxis = anaphylaxis). Istilah ini pertama kali digunakan oleh
Richet dan Portier pada tahun 1902 untuk menerangkan terjadinya renjatan yang
disusul dengan kematian pada anjing yang disuntik bisa anemon laut. Pada
suntikan pertama tidak terjadi reaksi, tetapi pada suntikan berikutnya sesudah
beberapa hari terjadi reaksi sistemik yang berakhir dengan kematian. 1,2
Renjatan anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi anafilaktik
yang berat dengan tanda-tanda kolaps vaskular dengan atau tanpa penurunan
kesadaran. Reaksi ini terjadi akibat pengeluaran mediator mastosit jaringan atau
basofil darah perifer yang mengakibatkan vasodilatasi umum pembuluh darah
perifer dan peningkatan permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran cairan ke
jaringan sehingga volume darah efektif menurun, disamping hipoksemia dan
disfungsi ventrikel.
Reaksi anafilaktik terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama yang
dimediasi oleh IgE spesifik yang melekat pada dinding mastosit dan basofil.
Reaksi ini dapat diperberat dan diperpanjang oleh mediator sekunder yang
dikeluarkan oleh sel-sel radang yang tertarik ke lokasi reaksi. 2

4
Reaksi anafilaktik timbulnya tiba-tiba, tidak terduga dan potensial
mematikan, serta memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu
harus dimengerti dan selalu diwaspadai.
Dewasa ini, umumnya para sarjana di seluruh dunia lebih banyak
mempergunakan cara klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL, oleh
karena dirasakan lebih tepat. Mereka membagi reaksi alergi menjadi empat tipe,
yaitu:
a. Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
b. Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
c. Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik
d. Reaksi Tipe IV atau Reaksi Tipe Seluler
Tipe I hingga III, semuanya termasuk alergi atau hipersensitivitas tipe
cepat, sedangkan tipe IV termasuk tipe lambat.2
Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu:
1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah
terpapar dengan alergen
2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar
dengan alergen
3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi >24 jam setelah terpapar dengan
alergen.1

2.2 Etiologi
Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik,
ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah,
anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat
berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, terasiklin, streptomisin,
sulfonamid, dan lain-lain. Ekstrak alergen biasanya berupa rumput-rumputan atau
jamur, atau serum ATS, ADS dan anti bisa ular.

5
Gambar 1. Sengatan lebah merupakan penyebab anafilaktik

Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur diagnosis dan


dapat menimbulkan anafilaksis misalnya adalah zat radioopak, bromsulfalein,
benzilpenisiloil-polilisin. Demikian pula dengan anestetikum lokal seperti prokain
atau lidokain. Bisa yang dapat menimbulkan anafilasik misalnya bisa ular, semut,
dan sengatan lebah. Darah lengkap atau produk darah seperti gamaglobulin dan
kriopresipitat dapat pula menyebabkan anafilaksis. Makanan yang telah dikenal
sebagai penyebab anafilaksis seperti misalnya susu sapi, kerang, kacang-
kacangan, ikan, telur dan udang.
Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau
mencetuskan syok anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi
(obat-obatan) sebaiknya dilakukan ’skin test’ terlebih dahulu untuk mencegah
terjadinya syok anafilaksis tersebut. Teknik pelaksanaan skin test, antara lain:
a. Fiksasi daerah follar antebraki
b. Suntikkan 0,02 ml intrakutan, obat yang akan digunakan dalam pengobatan
nantinya
c. Lalu buat lingkaran dengan diameter ± 2 cm mengelilingi daerah suntikan
d. Tunggu ± 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi daerah
lingkaran yang dibuat (dianggap dapat mengakibatkan anafilaksis bila
lingkaran kemerahan akibat suntikan mencapai 1 inci = 2,54 cm). 1,2

6
2.3 Patogenesis
Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam
reaksi anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh
mastosit/basofil baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit)
maupun yang timbul belakangan (sesudah beberapa jam). 1

Fase Sensitisasi
Fase ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen
yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh
Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit
T, di mana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi
Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (IgE) spesifik untuk antigen tersebut. IgE ini
kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan
mediatornya, mekanismenya dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE
mediated anaphylaxis). Pada pajanan alergen, alergen ditangkap oleh APC
(Antigen Presenting Cell) seperti makrofag, sel dendritik, sel langerhans, atau
yang lain. Kemudian antigen tersebut dipersembahkan bersama beberapa sitokin
ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel T-Helper kemudian aktif dan
mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B melakukan memori, proliferasi dan
peralihan menjadi sel plasma yg kemudian menghasilkan antibodi termasuk IgE
lalu melekat pada permukaan basofil, mastosit dan sel B sendiri. 1,4

Fase Aktivasi
Fase ini adalah waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik
dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara

7
lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula
yang disebut dengan istilah Preformed mediators. Ikatan antigen-antibodi
merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan
Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah
degranulasi yang disebut Newly formed mediators. 1,4

Fase Efektor
Fase ini adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas
farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan
permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet
activating factor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan
bronkokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.4

2.4 Gambaran klinik


Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya
reaksi maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik
atau menit sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24
jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru
menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat terjadi segera
setelah terpapar dengan antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ
target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan
saaraf pusat dan sistem saluran kencing. Keluhan yang sering dijumpai pada fase
permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas
dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut. 4

8
Gejala yang timbul pada organ ialah:
a. Kardiovaskuler
Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat
dari pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah
rendah, vena perifer kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia,
penurunan volume efektif plasma, nadi cepat dan halus sampai tidak teraba, renjatan,
pingsan, pada EKG dapat ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik, irama nodal,
fibrilasi ventrikel sampai asistol.
b. Respirasi
Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk,
sesak, mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti
hidung, edema dan hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme,
hipersekresi mukus, wheezing dispnea, dan kegagalan pernafasan.
c. Gastrointestinal
Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit
perut, diare.
d. Kulit
Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.
e. Mata
Gatal, lakrimasi, merah, bengkak.
f. Susunan saraf pusat
Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.
g. Sistem saluran kencing
Produksi urin berkurang. 1,3,4

Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau


renjatan yang ireversibel. Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ,
Manifestasi klinik syok Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya,
yaitu sebagai berikut:
a. Ringan
1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.

9
2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata
berair.
3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. 1

b. Sedang
1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan
edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.
2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.
3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. 5

c. Berat/parah
1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat ke
arah bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.
2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.
3. Henti jantung dan koma jarang terjadi. 4

Gambar 2. Gambaran klinis anafilaktik

10
Tabel 1. Gajala & tanda syok anafilaktik
Tanda dan gejala Keterangan
Tekanan darah Turun sampai sangat turun
Tekanan nadi Turun sampai sangat turun
Denyut nadi Meningkat sampai sangat meningkat
Isi nadi Normal atau kecil
Vasokonstriksi perifer Meningkat
Suhu kulit Dingin
Warna Normal atau pucat
Tekanan vena sentral Normal atau rendah
Diuresis Tidak ada
EKG Normal
Foto paru Normal

2.5 Diagnosis Banding


Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti:
1. Urtikaria
Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari
(kurang dari 6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria
kronik, yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria
berulang biasanya tidak diketahui pencetusnya dan dapat berlangsung sampai
beberapa tahun.2
2. Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien
tampak pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi
anafilaktik, pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis.
Meskipun tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya
tidak terlalu rendah seperti anafilaktik. 1
3. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau
tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak
tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada
nyeri dada. 1
4. Reaksi hipoglikemik

11
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab
lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan
darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi
saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran
napas. 1
5. Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi,
atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara.
Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis. 1
6. Carsinoid syndrome
Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,
diare, serangan sesak napas seperti asma. 1
7. Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada
beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan
lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan
denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi
makanan tanpa MSG.
8. Asma bronkial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas
yang berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti
debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. 1
9. Rhinitis alergika
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal
hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor
pencetus, mis. debu, terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma
diawali dengan RA. 1

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab
penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik
tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat

12
darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu
dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh
menetap. 6
Pada komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia,
baik peroral maupun parenteral, maka tindakan awal yang dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 3
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan
leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu
dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka
mulut.3
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan
bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
krikotirotomi, atau trakeotomi. 6
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis,
atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. 3

Setelah dilakukan tindakan awal, dilanjutkan dengan penanganan untuk


syok anafilaktik, yaitu sebagai: 5
a. Oksigenasi
Prioritas pertama dalam pertolongan adalah pernafasan. Jalan nafas yang
etrbuka dan bebas harus dijamin, kalau perlu lakukan sesuai dengan ABC-nya
resusitasi. 3,5

13
Penderita harus mendapatkan oksigenasi yang adekuat. Bila ada tanda-
tanda pre syok/syok, tempatkan penderita pada posisi syok yaitu tidur terlentang
datar dengan kaki ditinggikan 30-45º agar darah lebih banyak mengalir ke organ-
organ vital. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen dengan masker. Apabila
terdapat obstruksi laring karena edema laring atau angioneurotik, segera lakukan
intubasi endotrakeal untuk fasilitas ventilasi. Ventilator mekanik diindikasikan
bila terdapat spasme bronkus, apneu atau henti jantung mendadak. 3

b. Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamine
dan mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin meningkatkan
siklik AMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya
degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin
mempunyai kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh
darah perifer dan otot polos bronkus. 1,3
Dosis yang dianjurkan adalah 0,25 mg sub kutan setiap 15 menit sesuai
berat gejalanya. Bila penderita mengalami presyok atau syok dapat diberikan
dengan dosis 0,01 mg/kgbb secara intra muskuler dan dapat diulang tiap 15 menit
sampi tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg. Cara lain adalah dengan
memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml garam fisiologis secara intravena,
dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan pemberiannya dengan
monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung, adrenalin dapat
diberikan dalam larutan 1:100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml adrenalin dalam 9,9 ml
NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara intravena pelan-pelan dalam 5-
10 menit. Adrenalin harus diberikan secara hati-hati pada penderita yang
mendapat anestesi volatil untuk menghindari terjadinya aritmia ventrikuler. 3,6,7

c. Pemberian cairan infus intravena


Pemberian cairan infus dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 50
mmHg. Karena cairan koloid dapat menyebabkan alergi, sebaiknya tidak
digunakan pada kasus syok anafilaktik. Hartmann solution atau salin 0,9% adalah

14
cairan yang tepat untuk resusitasi awal. Karena cukup banyak cairan yang
dibutuhkan, pemantauan CVP dan hematokrit secara serial sangat membantu. 3

d. Obat-obat vasopresor
Bila pemberian adrenalin dan cairan infus yang dirasakan cukup adekwat
tetapi tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi,
dapat diberikan vasopresor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis
awal 0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam
untuk mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat
diberikan untuk hipotensi yang tetap membandel. 1,7

e. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel prekursor IgE dan juga
menghambat pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat.
Kortikosteroid digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat
diatasi dengan adrenalin dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis.
Dosis yang dapat diberikan adalah 7-10 mg/kg i.v prednisolon dilanjutkan dengan
5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol dapat
diberikan secara i.v dengan dosis 100-200 mg dalam interval 24 jam dan
selanjutnya diturunkan secara bertahap. 3
Dosis hidrokortison diberikan sesuai dengan usia yaitu:
> 12 tahun dan dewasa : 200 mg IM atau IV perlahan
> 6 – 12 tahun : 100 mg IM atau IV perlahan
> 6 bulan – 6 tahun : 50 mg IM atau IV perlahan
< 6 bulan : 25 mg IM atau IV perlahan. 3

f. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel
target. Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila

15
terjadi edema angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan
dosis 1mg/kg tiap 4-6 jam.
Dosis klorpenamin tergantung dengan usia, yaitu:
> 12 tahun dan dewasa : 10 mg IM atau IV perlahan
> 6 – 12 tahun : 5 mg IM atau IV perlahan
> 6 bulan – 6 tahun : 2,5 mg IM atau IV perlahan
< 6 bulan : 250 µg/kgbb IM atau IV perlahan. 3

g. Resusitasi Jantung Paru


RJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan
pernafasan. Untuk itu tidakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya.
Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik
fasilitasnya, maka sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu.
Sangatlah tidak bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil
penderita akan dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal.
Saat evakuasi, sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang
menguasai penanganan kasus gawat darurat. 3
Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan
karena kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita
tetap dimonitor paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang
kektat dan kontinyu ini sebaiknya penderita dirawat di Unit Perawatan Intensif. 3

Mempertahankan Suhu Tubuh


Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita
untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali
memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

Pemberian Cairan
Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual,
muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.

16
Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan
yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak). Penderita hanya boleh
minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum
harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah. 3
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler. 3
Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang
sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar.
Kehilangan air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa
air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra
vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume
perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan
jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa
transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama
efektifnya dengan darah lengkap. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk
mencegah pemberian cairan yang berlebihan. 6
Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah
dan tindakan untuk menghilangkan nyeri. Pemberian cairan pada syok septik
harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat
gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan
alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan
analisa gas darah. 1

2.7 Pencegahan

17
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap
pemberian obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa
hal yang dapat kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai
riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap
kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita
tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan
mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1–
3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit
positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid
serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan. 6

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Syok atau renjatan merupakan suatu keadaan patofisiologik dinamik yang


terjadi bila oxygen delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia
tidak mampu memenuhi kebutuhan oxygen consumtion (VO2).
2. Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang mengancam jiwa
yang diperantarai oleh IgE (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP
dan tekanan arteri yang menurun hebat.
3. Penyebab anafilaksis sangat beragam, diantaranya adalah antibiotik, ekstrak
alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk darah, anestetikum
lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain.
4. Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam
reaksi anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh
mastosit/basofil baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit)
maupun yang timbul belakangan (sesudah beberapa jam).
5. Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi
maupun luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik
atau menit sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai
24 jam meskipun diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru
menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat.
6. Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah
sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat
serta dilakukan secepat mungkin.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Tanod, D.V., Anaphylactic Shock (Syok Anafilaktik pada Anak), available at:
http://darryltanod.blogspot.com/2009/02/anaphylactic_shock_syok_anafilaktik
.html, update at: February 22, 2009.
2. Falisa, S.L., Syok Anafilaktik, available at: http://sillyputifatisa.blog.
friendster.com/2008/03/syok-anafilaktik-been-there-done-that/, update at:
march 25, 2008.
3. Resuscitation Council (UK), Emergency Treatment of Anaphylactic
Reactions – Guideline for Healthcare Providers, Tavistock Square, London,
January 2008.
4. Anonymous, Syok Anafilaktik, available at: http://fkunair99.blog.friendster.
com/2008/11/syok-anafilaktik/, update at: November 08, 2008.
5. Anonymous, Penatalaksanaan Syok Anafilaktik, available at: http://nursing
begin.com/penatalaksanaan-syok-anafilaktik/, update at: April 10, 2010.
6. Anonymous, Penggunaan Adrenalin dalam Pengobatan Anafilaktik,
available at: http://yosefw.wordpress.com/2009/03/19/penggunaan-adrenalin-
dalam-pengobatan-anafilaksis/, update at: March 19, 2009.
7. Anonymous, Anaphylactic Shock in Children, available at:
http://www.kidsallergies.co.uk/AnaphylacticShock.html,

20

Anda mungkin juga menyukai