Anda di halaman 1dari 33

STATUS

KEDOKTERAN INDUSTRI

INSTALASI GIZI RS SITI KHODIJAH SEPANJANG

Disusun oleh:

Tiara Juli Audiawiyanti P. (201720401011142)

Tubagus Arif Hidayatullah (201720401011148)

Dessy Dwi Helmy S (201720401011160)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
STATUS KEDOKTERAN INDUSTRI

I. STATUS UMUM TEMPAT KERJA (FACTORY VISIT)

A. Identitas

1. Nama Perusahaan : Instalasi Gizi RS Siti Khodijah Sepanjang

2. Alamat : Jl. Pahlawan No. 260, Sepanjang, Sidoarjo

3. Jenis usaha : Gizi Rumah Sakit

4. Jumlah tenaga kerja : 16 orang

B. Analisis Komponen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Proses Industri/ Proses Kerja

Bahan
Unit Bahan Alat
No Cara Kerja Berbaha
Kerja Baku Kerja
ya
1. Logistik - - Kertas - Data diet dari EHOS yang telah diisi tiap -
(Pemesana - Bolpoin tiap unit dicetak lalu direkap dan ditulis
n bahan di papan rekapan permintaan diet.
makanan) - Penanggung jawab logistik mengajukan
surat pemesanan dan lembar permintaan
bahan makanan yang dibutuhkan dalam
satu hari untuk memenuhi kebutuhan
bahan makanan pasien, dalam bentuk
lembar perencanaan bahan makanan.
- Kepala Instalasi Gizi memeriksa dan
menandatanganinya Surat Pemesanan.
- Penanggung jawab logistik menyerahkan
lembar perencanaan bahan kering ke
bagian logistik rumah sakit dan bahan
basah kepada petugas belanja Aisyiyah
Sepanjang.
- Petugas logistik RS memeriksa
perencanaan bahan kering dan petugas
belanja Aisyiyah memeriksa perencanaan
basah serta membuat bon.
- Petugas logistik RS menyediakan bahan
kering, dan petugas belanja Aisyiyah
menyediakan bahan basah yang
dibutuhkan sesuai permintaan
penanggung jawab logistik.
2. Penerimaa - - Timban - Petugas logistik RS dan petugas belanja -
n bahan gan aisyiyah mengantar bahan makanan yang
makanan - Bolpoi dipesan dengan proses kualifikasi bahan
n makanan yang sudah ditetapkan dan
- Nota sudah diketahui bersama.
- Surat - Bahan makanan yang tidak sesuai dengan
pemesa standar kualifikasi dikembalikan ke
nan rekanan dan ditukar dengan bahan
- Bon makanan yang sesuai standar kualifikasi.
penga - Cara penerimaan bahan makanan yang
mbilan terdapat di RS Siti Khodijah Sepanjang
- Kartu yaitu secara konvensional yang
stok memperhitungkan baik kualitas maupun
kuantitas.
- Prosedur dalam penerimaan bahan
makanan kering meliputi :
1. Cek kesesuaian antara barang yang
dikeluarkan oleh petugas logistik dari
gudang dengan permintaan Instalasi
Gizi di buku anfra bahan makanan
kering.
2. Periksa apakah ada yang bocor/berbau/
kadaluarsa/tidak sesuai spesifikasi.
3. Jika sudah sesuai dalam jumlah dan
spesifikasinya, lakukan verifikasi
dengan cara meminta tanda tangan
petugas logistik umum.
- Prosedur dalam penerimaan bahan
makanan basah meliputi :
1. Hubungi petugas logistik umum saat
akan melakukan penerimaan bahan
makanan basah.
2. Periksa apakah barang yang datang
sesuai spesifikasi.
3. Cek kesesuaian antara barang yang
dibeli oleh petugas belanja dengan
permintaan Instalasi Gizi di form
belanja.
4. Jika sudah sesuai jumlah dan
spesifikasinya minta tanda tangan
petugas logistik sebagai verifikasi.
5. Penanggung jawab logistik gizi
mendistribusikan bahan makanan basah
ke bagian persiapan (bumbu, sayur,
lauk)
6. Bahan makanan yang tidak langsung
digunakan saat itu dilakukan
penyimpanan di ruang penyimpanan
bahan makanan basah (freezer/chiller).
- Penanggung jawab logisitik bertanggung
jawab terhadap keluar masuknya bahan
makanan (kartu stock).
3. Persiapan - Sayur - Wadah - Persiapan Sayur - Pisau
bahan & untuk 1.Sayuran umbi dikupas kulitnya, dicuci - Peeler
makanan buah memot bersih baru dipotong sesuai bentuk dan
- Dagin ong ukuran menu masakan.
g - Pisau/p 2.Sayuran daun dipotong pangkal
sapi, eeler batangnya, dipisahkan dari bagian yang
ayam berbah tidak dapat dimakan, dicuci bersih baru
dan an dipotong sesuai bentuk dan ukuran
ikan stainles menu masakan.
- Bumb s steel 3.Sayuran lain dipotong atau dikupas
u - Telena pada bagian yang tidak dapat dimakan,
n dicuci bersih lalu dipotong sesuai menu
berbah masakan.
an - Persiapan lauk hewani
plastic 1. Daging sapi diterima dalam ukuran
- Wadah besar dicuci, sebelum dipotong, jika
penyim ada lapisan lemak harus dilepaskan dari
panan bagian daging. Daging dipotong sesuai
dalam standar porsi yaitu 50 gram dengan
chiller pisau dan talenan dari bahan plastik
dari dan dipukul dengan alat pemukul
bahan daging. Jika daging perlu disimpan di
plastic freezer maka potongan daging disusun
berluba sedemian rupa sehingga memudahkan
ng penghitungan diletakkan dalam wadah
plastik yang bersih dan tidak berlubang
ditutup plastik.
2. Daging ayam diterima dalam bentuk
potongan sesuai standar porsi yang
sudah ditentukan yaitu 1 ekor menjadi
8 porsi. Daging ayam dibersihkan dari
bulu-bulu kecil yang mungkin masih
ada pada kulit daging ayam. Untuk
masakan diet khusus daging ayam
dikuliti. Kulit ayam dibuang. Jika
daging ayam disimpan dalam freezer
maka diletakkan dalam wadah plastik
bersih tidak berlubang ditutup plastik.
3. Ikan laut diterima dalam bentuk fillet
sesuai dengan standar porsi yang sudah
ditentukan, yaitu 1 porsi 75 gram untuk
bandeng, patin, dan dorang. Sedangkan
untuk fillet kakap dan bandeng tanpa
duri 1 porsi 50 gram. Daging ikan
dicuci sebelum dimasak, jika perlu
disimpan dalam freezer diletakkan
dalam wadah plastik bersih tanpa
lubang.
4. Udang dihilangkan kepala dan ekornya,
dibelah punggungnya dan dibersihkan
dari kotoran. Dicuci di air mengalir.
Jika perlu disimpan dalam freezer
diletakkan dalam wadah plastik tidak
berlubang ditutup plastik atau
diletakkan dalam plastik.
5. Hati sapi dan hati ayam dicuci bersih
kemudian dipotong. Untuk hati sapi
seberat 50 gram dan hati ayam 1
pasang seberat 50 gram.
- Persiapan Bumbu
Bumbu-bumbu dasar yang dipersiapkan
antara lain adalah bumbu merah dan
bumbu kuning. Dalam sekali pembuatan
3 resep sekaligus dengan asumsi 1 resep
untuk ± 60 porsi.
1. Bumbu merah 3 resep terdiri dari :
bawang merah 300 gram, bawang putih
300 gram, cabe merah 750 gram,
kemiri 150 gram. Semua bahan dikupas
dicuci bersih dan digiling pada mesin
penggiling bumbu sampai halus.
2. Bumbu kuning 3 resep terdiri dari :
bawang merah 300 gram, bawang putih
300 gram, kunyit 150 gram, jahe 150
gram, kemiri 150 gram. Semua bahan
dikupas, dicuci bersih dan digiling pada
mesin penggiling bumbu sampai halus.
3. Untuk bumbu pada masakan dengan
bumbu irisan langsung dipersiapkan
sebelum dimasak, bumbu yang
digunakan sesuai dengan standar resep
yang sudah ditentukan.
- Persiapan Buah
1.Buah yang disajikan tanpa kulit
dikupas kulitnya, dicuci bersih baru
dipotong sesuai bentuk dan ukuran per
porsi makanan.
2.Buah yang disajikan dengan kulit
(pisang jeruk, apel, dan pear)
dipisahkan dari bagian yang tidak
dapat dimakan, kemudian dibersihkan.
- Persiapan Lauk Nabati
 Tahu
1. Sebelum diolah lebih lanjut, tahu
yang baru datang ditiriskan terlebih
dahulu untuk mengurangi kadar
airnya.
2. Setelah kadar airnya berkurang,
sebelum dimasak, tahu dipotong
sesuai jenis potongan olahan
masakan baru kemudian diberi
perlakuan sesuai menu masakan
yang akan diolah.
 Tempe
Tempe dipotong-potong sesuai
menu masakan yang akan diolah.
4. Penyimpa Bahan - Lemari, Penyimpanan bahan makanan berdasarkan
nan Bahan makana Rak jenis dan sifat bahan makanan. Bahan
Makanan n yang - Freezer makanan kering diberlakukan dengan
telah /chiller sistem FIFO (First In First Out) dan pada
dikema bahan makanan kemasan dengan sistem
s FEFO (First Expired First Out).
- Suhu penyimpanan bahan mentah adalah
sebagai berikut :
Digunakan Untuk
Jenis Bahan
≤3 >1
Makanan 1 mgg
hari mgg
Daging, ikan,
udang dan -5˚C - - 10˚C -
- 10˚C
hasil 0˚C -5˚C
olahannya
Telur, susu
5˚C - -5˚C -
dan hasil - 5˚C
7˚C 0˚C
olahannya
Sayur dan
10˚C 10˚C 10˚C
buah
Tepung dan
25˚C 25˚C 25˚C
biji-bijian
- Prosedur:
1. Segera bawa ke ruang penyimpanan
begitu bahan makanan selesai di cek
dan telah memenuhi syarat
2. Pisahkan antara bahan makanan
kering yang berbau tajam dengan
bahan makanan kering yang mudah
menyerap bau.
3. Susun bahan makanan kering sesuai
dengan tanggal penerimaan (FIFO)
4. Beri tanggal penerimaan pada masing-
masing bahan makanan kering
5. Catat bahan makanan kering yang
dikeluarkan pada kartu stok
5. Pengolaha Bahan - Kompo Bahan makanan yang sudah dipersiapkan - Kompo
n bahan makana r diolah sesuai dengan menu. Untuk tiap r
makanan n yang - Alat- pengolahan bahan makanan waktu dan - Alat-
sudah alat teknik pengolahan bisa berbeda sesuai alat
dipersia dapur dengan menu masakan. masak
pkan - Tabung - Sayur : dimasukkan dalam kondisi air yang
untuk gas sudah mendidih, waktu pengolahan masih
diolah - Boiler berbeda sesuai dengan jenis sayur. panas
sesuai - Steame - Daging sapi, daging ayam : dimasukkan - Tabung
dengan r dalam air yang sudah diberi bumbu gas
menu dalam kondisi air mendidih untuk - Boiler
mendapatkan tekstur makanan yang - Steamer
empuk.
- Tahu, tempe : direndam dalam bumbu
dan digoreng, atau dimasukkan dalam air
yang sudah diberi bumbu sesuai dengan
jenis masakan yang diinginkan.
- Semua makanan yang sudah matang
diletakkan dalam wadah distribusi
dengan di wrapping sebelum diporsi,
untuk menghindari adanya kontaminasi.
6. Penyajian Makana - Wadah Penyajian makanan merupakan rangkaian -
makanan n yang makana akhir dari perjalanan makanan. Makanan
telah n yang yang disajikan adalah makanan yang siap
selesai memili dan layak santap. Yang perlu diperhatikan
dimasa ki tutup pada tahap penyajian makanan adalah jarak
k - Alat dan waktu tempuh dari dapur sampai ke
makan ruang perawatan karena mempengaruhi
(sendok kondisi penyajian dan keterlambatan
, garpu) penyajian.
Prinsip penyajian makanan :
a. Prinsip perwadahan
Setiap jenis makanan ditempatkan
ditempatkan dalam wadah yang terpisah
dan memiliki tutup untuk mencegah
kontaminasi silang.
b. Prinsip kadar air
Makanan yang mengandung kadar air
tinggi baru dicampur menjelang
penyajian untuk menghindari makanan
cepat basi.
c. Prinsip edible part
Setiap bahan yang disajikan merupakan
bahan yang dapat dimakan, hal ini
bertujuan untuk menghindari kecelakaan
salah makan.
d. Prinsip pemisah
Makanan yang disajikan harus dipisah
satu sama lain.
e. Prinsip panas
Penyajian makanan yang harus disajikan
dalam keadaan panas, hal ini bertujuan
untuk mencegah pertumbuhan bakteri
dan meningkatkan selera makan.
Makanan yang harus disajikan panas
diusahakan tetap dalam keadaan panas
dengan memperhatikan suhu makanan,
sebelum ditempatkan dalam alat saji
panas (food warmer/bean merry) yaitu
makanan harus pada suhu > 60ºC.
f. Prinsip bersih
Setiap peralatan makan/wadah yang
digunakan harus higienis, utuh, tidak
cacat atau rusak.
g. Prinsip handling
Setiap penanganan makanan tidak boleh
kontak langsung dengan anggota tubuh
yaitu dengan menggunakan irus atau
sendok makan untuk mencicipi makanan
dan penyajian.
h. Prinsip tepat penyaji
Tepat penyajian yaitu tepat menu, tepat
waktu, tepat tata hidang dan tepat
volume/sesuai jumlah.
7. Pengangk - - Trolley Makanan masak sangat disukai oleh -
utan bakteri karena cocok untuk berkembang
makanan biaknya bakteri. Oleh karena itu cara
penyimpanan dan pengangkutannya harus
memperhatikan wadah penyimpanan
makanan masak. Setiap makanan masak
memiliki wadah terpisah, pemisahan
didasarkan pada jenis makanan dan setiap
wadah harus memiliki tutup tetapi tetap
berventilasi serta alat pengangkutan yang
khusus.
a. Wadah penyajian makanan
- Piring : untuk pasien kelas 1 hingga
VVIP (Standar, superior, deluxe,
junior suite)
- Tepak makan : unutuk pasien kelas 2
hingga kelas 3
- Kotak makan kertas sekali pakai :
untuk pasien kamar bersalin & pasien
di IGD
b. Sebelum dimasukkan kedalam trolley
dilakukan pengecekan label nama
pasien, jenis diet pasien dan tanggal
expired sambil dimasukkan satu per satu
ke dalam trolley.
c. Pengangkutan makanan jadi/masakan/
siap santap.
- Tidak bercampur dengan bahan
berbahaya dan beracun.
- Menggunakan trolley khusus
pengangkut makanan jadi/masak dan
harus selalu higienis.
- Setiap jenis makanan jadi mempunyai
wadah masing-masing dan bertutup.
Hindari perlakuan makanan ditumpuk,
diduduki, diinjak dan dibanting.
- Wadah harus utuh, kuat, tidak karat
dan ukurannya memadai dengan
jumlah makanan yang ditempatkan.
- Isi tidak boleh penuh untuk
menghindari terjadi uap makanan yang
mencair (kondensasi).
- Perhatikan suhu dan diatur agar
makanan tetap panas pada suhu 60º C
atau tetap dingin pada suhu 40º C.
d. Distribusi makanan
- Makanan pagi dikirimkan ke pasien
pada pukul 06.00 – 07.00
- Makanan siang dikirimkan ke pasien
pada pukul 12.00 – 13.00
- Makanan sore dikirimkan ke pasien
pada pukul 17.00 – 18.00
- Makanan diambil kembali oleh
petugas selang 2 jam setelah distribusi
8. Pencucian - air - Sepatu Proses desinfeksi peralatan makanan -
alat makan panas boot dilakukan dengan mencuci pada air
- air - spons mengalir bersuhu 1000C-1600C, atau
dingin - Tapas direndam pada air panas 800C selama 2
- sabun - sabut menit. Prosedur pencucian alat makan
cuci stainles terdiri dari:
- - handsc 1. Pisahkan peralatan makan infeksius dan
larutan un karet non infeksius
germise - apron 2. Alat makan infeksius
f -  membersihkan peralatan makan dari
sisa makanan dan buang sisa
makanan ke tempat sampat
 Siram dengan air bersih mengalir
 Rendam dengan larutan germisef 150
ppm selama 10 menit
 Cuci peralatan makan dengan dengan
sabun cuci piring
 Bilas dengan air bersih mengalir
 Rendam dengan air panas sekitar 2
menit
 Keringkan dengan cara disusun pada
rak alat makan
3. Alat makanan non infeksius
 Sisa makanan dibuang ke tempat
sampah
 Siram dengan air mengalir
 Cuci dengan sabun cuci piring
 Bilas dengan air bersih mengalir
 Rendam dengan air panas 2 menit
 Keringkan dengan cara disusun pada
rak alat makan.
2. Lingkungan Kerja

No Unit Kerja Ling. Fisik Ling. Biologi Ling. Kimia Ling. Ling.
Sos-Bud Ergonomi
1 Logistik - - - - -
(pemesanan
bahan
makanan)
2 Penerimaan - Uk. ruang - Bahan - - Petugas
bahan ±1,5x3m, makanan sering
makanan cukup bersih, dipisah membung-
pencahayaan (kering & kuk
ruangan & basah)
ventilasi
kurang
- Timbangan
3 Persiapan - Uk. ruangan ± - Bahan - - Petugas
bahan 2x4m, cukup makanan melakukan
makanan bersih, dipisah pekerjaan
pencahayaan (kering & dengan
ruangan & basah) dan berdiri dan
ventilasi ditempatkan terkadang
cukup baik sesuai bungkuk,
- Meja untuk tempatnya tidak ada
persiapan dari kursi
beton yang
ditutup
keramik
- Pisau stainless
steel
- Tempat
sampah
4 Penyimpan - Uk. ruangan ± - Bebas - - Petugas
an bahan 2x4m, cukup serangga atau sering
makanan bersih, binatang bungkuk
pencahayaan lainnya dan jinjit
ruangan & - Suhu Freezer untuk
ventilasi ±-10ºC menata
cukup baik - Suhu Chiller bahan
- Freezer 2 unit ± -5 s/d 0ºC makanan
untuk
menyimpan
bahan
makanan
mentah
(daging, ikan,
unggas) dalam
waktu lama
- Chiller 1 unit
untuk
menyimpan
sayuran dan
bumbu
- Rak kabinet
untuk
menyimpan
bahan makan
kering seperti
tepung, susu
bubuk)
5 Pengolahan - Uk. ruangan ± - Air untuk - Petugas Petugas
bahan 4x6m, cukup memasak sering melakukan
makanan bersih, mengobr pekerjaan
pencahayaan ol saat dengan
ruangan cukup bekerja posisi
baik berdiri,
- Terdapat terkadang
Exhaust fan juga perlu
dan mengangkat
Ventilation fan panci dan
untuk diletakkan
membantu di lantai
sirkulasi dan atau meja
ventilasi dengan
ruangan posisi
- Kipas angin 1 bungkuk
unit
- Kompor 5 unit
- Steamer 1 unit
untuk
mengukus
makanan
- Boiler 1 unit
untuk
memasak
dalam cairan
banyak sampai
bahan
terendam
dengan suhu
100 ºC
- Tempat
sampah
6 Penyajian - Uk. ruangan ± - - - Petugas
makanan 3x4,5m, melakukan
bersih, pekerjaan
pencahayaan dengan
ruangan dan berdiri,
ventilasi baik terkadang
- Terdapat bungkuk
ventilation fan hingga
- Meja untuk jongkok
penyajian dari untuk
beton yang menata
ditutup makanan di
keramik trolley
- Plastic wrap
untuk menutup
makanan
7 Pengangkut - Tersedia - - - Petugas
an makanan trolley untuk melakukan
mengangkut pekerjaan
makanan dengan
- Tersedia baki berdiri,
dan peralatan terkadang
makan bungkuk
untuk
mengambil
makanan di
trolley
8 Tempat - Uk. ruang - Sisa makanan - Sabun cuci - Petugas
pencucian ±2x3m, cukup dibuang di piring untuk melakukan
bersih, tempat mencuci pekerjaan
pencahayaan sampah peralatan dengan
ruangan & - Air mengalir makan berdiri,
ventilasi baik untuk - Untuk alat terkadang
- Tempat menyiram dan makan sedikit
sampah membilas alat infeksius bungkuk
- Bak cuci dari makan direndam
beton. Bak - Air panas dengan
pencucian untuk larutan
bahan merendam germisep
makanan, alat alat makan 150ppm
masak, dan selama 10
alat makan menit
terpisah
3. Karyawan

Juml. Rata-rata Status


Resiko Penanganan
No Unit kerja Populasi Lama kerja/ Keseha
Kesehatan Risiko
L P hari tan
1. Instalasi - 16 - 7 jam Normal - Low Back - RS melakukan
Gizi - Ahli gizi Pain pelatihan K3 di
dibagi - CTS instalasi Gizi
menjadi 2 - DKI/DKA - Apabila petugas
shift (jam - Kecelakaan sakit, langsung
05.00-12.00 ; kerja berobat ke RS Siti
10.00-17.00) (teriris, Khodijah
- Tenaga masak terpotong, Sepanjang
dibagi tercepit) - RS mengcover
menjadi 3 suplai
shift, 5 orang perlengkapan P3K
mulai jam tiap bulan
05.00-12.00, 1
orang mulai
jam 10.00-
17.00, 3 orang
mulai jam
12.00-19.00

4. Sistem Manajemen

Kompo Problem K3 Kebijakan


No.
nen Internal Eksternal Manajemen
1 Proses Petugas menggunakan APD tapi  Resiko penyakit akibat Proses kerja sesuai
Industri tidak lengkap kerja dengan SOP RS
/Kerja  Resiko penyakit yang Siti Khodijah
berhubungan dengan Sepanjang
kerja
 Resiko kecelakaan
kerja
2 Lingku  Beberapa bagian kurang  Resiko penyakit akibat -
ngan ergonomis untuk tinggi badan kerja
Kerja karyawan, seperti meja tempat  Resiko penyakit yang
memotong bahan makanan berhubungan dengan
yang tidak sesuai tinggi badan kerja
dan tidak ada kursi sehingga  Resiko kecelakaan
pegawai harus membungkuk kerja
dalam bekerja
 Ruangan penerimaan bahan
makanan masih kurang
pencahayaan dan ventilasi
 Tidak ada tangga untuk
meletakkan bahan-bahan yang
letaknya tinggi sehingga
kadang harus berjinjit
3 Karyaw  Risiko terjadinya penyakit - Seluruh karyawan
an akibat kerja serta penyakit dipastikan
yang berhubungan dengan memiliki asuransi
pekerjaan ketenagakerjaan
 Ahli gizi hanya 4 orang, dan asuransi
sehingga kurang fokus dalam kesehatan
menjalankan pekerjaannya
karena merangkap selain
mengurus manajemen juga
membantu di pelayanan
(setiap shiftnya diperlukan 2-3
orang ahli gizi)
 Petugas masak semuanya
perempuan, walaupun untuk
jumlah sudah memenuhi
minimum pekerja, namun
dirasa membutuhkan petugas
laki-laki

5. Regulasi/ Undang-Undang

Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan

dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses

penyembuhan penyakit, sebaliknya juga proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh

terhadap keadaan gizi pasien (Kemenkes, 2013). Pelayanan gizi yang baik menjadi

salah satu penunjang rumah sakit dalam penilaian standar akreditasi untuk menjamin

keselamatan dari pasien yang mengacu pada The Joint Comission Internasional (JCI)

forHospital Accreditation. Semakin baik pelayanan gizi yang diberikan oleh sebuah

rumah sakit, maka semakin baik pula standar akreditasi rumah sakit tersebut (PMK,

2013).

a. Lokal atau Regional:

Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit-Kementerian Kesehatan RI 2013


b. Nasional:

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2013

tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, dengan Dasar Undang-Undang

yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5063);

3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);

5) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang

Rekam Medis.

6) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/III/2007 tentang

Standar Profesi Gizi.


7) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang

Registrasi Tenaga Kesehatan.

c. Internasional:

Pedoman pelayanan gizi rumah sakit ini merupakan penyempurnaan Pedoman

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) yang diterbitkan oleh Departemen

Kesehatan pada tahun 2006. Pedoman ini telah disesuaikan dengan

perkembangan peraturan perundang-undangan, Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, dan kesehatan, dan standar

akreditasi rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu

pada The Joint Comission Internasional (JCI) for Hospital Accreditation.

II. OCCUPATIONAL DIAGNOSIS (DIAGNOSIS KESEHATAN KERJA)

1. Penyakit Akibat Kerja

- Low Back Pain

- CTS

2. Penyakit yang Berhubungan Dengan Kerja

- Dermatitis kontak iritan/ Dermatitis kontak alergi

III. PEMBAHASAN

Di negara-negara maju, kesehatan dan keselamatan kerja selalu menjadi isu

penting yang dimasukkan ke dalam undang-undang ataupun aturan-aturan yang

mengikat. Pihak-pihak yang terlibat dalam lingkaran kerja pun secara konsisten

menjalankan aturan yang telah diterapkan dengan penuh kesadaran akan pentingnya

penerapan aturan tersebut. Sebaliknya, di negara-negara berkembang, isu kesehatan dan

keselamatan kerja nampaknya masih menjadi hal yang kurang diperhatikan. Salah

satunya adalah Indonesia, walaupun Indonesia telah memiliki undang-undang tentang


keselamatan kerja, namun pelaksanaan dan penerapannya belum menjadi prioritas serta

kadang-kadang diabaikan oleh pihak perusahaan maupun pihak pekerja.

Pentingnya penerapan undang-undang maupun peraturan keselamatan kerja

adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Dapur merupakan tempat yang

sangat rentan terhadap kecelakaan karena di dapur terdapat banyak peralatan dan

perlengkapan yang sangat membahayakan apabila pekerja tidak mengetahui bagaimana

cara menggunakan peralatan tersebut dengan benar dan aman misalnya pisau, gas, oven

dan sebagainya. Kecelakaan kerja di dapur dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan

yang tidak aman dan sehat, bencana, peralatan yang tidak memenuhi syarat, dan perilaku

yang tidak aman dari pekerja. Salah satu penyebab perilaku yang tidak aman ini adalah

kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam mewujudkan kesehatan dan keselamatan

kerja di dapur.

Pelaksanan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di rumah sakit memerlukan

perhatian, pembahasan, dan pengawasan dalam bidang pengembangan K3, pengontrolan

bahaya, pengontrolan penyakit infeksi, pengontrolan bahaya non infeksi, limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3) serta mengikuti panduan K3 di Rumah Sakit (Depkes,

2012). Upaya menciptakan sistem kerja K3 harus melibatkan unsur manajemen, seluruh

tenaga kerja Rumah Sakit, kondisi dan lingkungan kerja yang berintegrasi dalam rangka

mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja sehingga tercipta tempat kerja yang aman,

efisien, produktif, maka diadakan SMK3 di Rumah Sakit (Depkes, 2007).

Sejalan dengan pelayan medis yang dilakukan perlu juga peningkatan pelayanan

gizi yang memadai baik dari segi tenaga maupun sarana dan prasarana. Faktor K3 dan

pengelolaan makanan di ruangan dapur merupakan faktor terpenting yang perlu

mendapat perhatian. Penerapan K3 di Indonesia diatur oleh UndangUndang Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sedangkan K3 rumah sakit


(K3RS) diatur oleh KEPMENKES RI Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010. K3 pada

umumnya bertujuan melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja ataupun buruh

dalam mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Tujuan diterapkannya K3RS

adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan dalam

rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS (Hanifa, et al., 2017).

Pada instalasi gizi (dapur) Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang, setiap petugas

harus bekerja selama kurang lebih tujuh jam dimana hal ini akan menyebabkan faktor

resiko beberapa penyakit yang mungkin terjadi. Beberapa penyakit akibat kerja dan

terkait dengan pekerjaan yang terjadi pada karyawan instalasi gizi RS Siti Khodijah

Sepanjang adalah luka sayat (Vulnus Scissum), LBP, luka bakar, dermatitis kontak iritan,

Carpal Tunnel Syndrome.

1. Low back pain (LBP)

LBP adalah suatu periode nyeri di punggung bawah yang berlangsung lebih dari 24

jam, yang didahului dan diikuti oleh 1 bulan atau lebih tanpa nyeri punggung bawah.

Sumber lain menyebutkan LBP adalah nyeri dan ketidak nyamanan yang terlokalisasi di

bawah sudut iga terakhir (costal margin) dan diatas lipat bokong bawah dengan atau tanpa

nyeri pada daerah tungkai. LBP termasuk salah satu dari gangguan akibat dari mobilisasi

yang salah. Penyebab umum yang sering terjadi adalah regangan otot serta bertambahnya

usia yang menyebabkan intensitas berolahraga dan intensitas bergerak semakin berkurang

sehingga otot-otot pada punggung dan perut yang berfungsi mendukung tulang belakang

menjadi lemah Nyeri punggung bawah tersebut merupakan penyebab utama kecacatan

yang mempengaruhi pekerjaan dan kesejahteraan umum. Keluhan LBP dapat terjadi pada

setiap orang, baik jenis kelamin, usia, ras, status pendidikan dan profesi, serta tidak

terkecuali profesi di instalasi gizi.


Prevalensi nyeri musculoskeletal, termasuk LBP, dideskripsikan sebagai sebuah

epidemik. Sekitar 80 persen dari populasi pernah menderita nyeri punggung bawah paling

tidak sekali dalam hidupnya (Dellito, et al., 2012). Prevalensi penyakit musculoskeletal di

Indonesia berdasarkan pernah didiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan

berdasarkan diagnosis atau gejala yaitu 24,7 persen sedangkan di provinsi Lampung

angka prevalensi penyakit musculoskeletal berdasarkan diagnosis dan gejala yaitu 18,9

persen (RISKESDAS, 2013). Prevalensi penyakit musculoskeletal tertinggi berdasarkan

pekerjaan adalah pada petani, nelayan atau buruh yaitu 31,2 persen (RISKESDAS,

2013). Prevalensi meningkat terus menerus dan mencapai puncaknya antara usia 35

hingga 55 tahun. Semakin bertambahnya usia seseorang, risiko untuk menderita LBP

akan semakin meningkat karena terjadinya kelainan pada diskus intervertebralis pada usia

tua (WHO, 2013).

Low back pain dapat disebabkan oleh berbagai penyakit muskuloskeletal, gangguan

psikologis dan mobilisasi yang salah (WHO, 2013). Terdapat beberapa faktor risiko

penting yang terkait dengan kejadian LBP yaitu usia diatas 35 tahun, perokok, masa kerja

5-10 tahun, posisi kerja, kegemukan dan riwayat keluarga penderita musculoskeletal

disorder (Astuti, 2007). Faktor lain yang dapat mempengaruhi timbulnya gangguan LBP

meliputi karakteristik individu yaitu indeks massa tubuh (IMT), tinggi badan, kebiasaan

olah raga, masa kerja, posisi kerja dan berat beban kerja (Harrianto, 2007).

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang

belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong

tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain kelainan kongenital/kelainan

perkembangan terdiri dari spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida,

gangguan korda spinalis, trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau

traumatik yaitu jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik yaitu osteoporosis,


infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus intervertebral, degeneratif: kompleks

diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio

neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis

reumatoid), arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya

ankylosing spondilitis, sindrom reiter), neoplasma: metastasis, hematologic, tumor tulang

primer, infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus,

meningitis, arachnoiditis lumbalis, metabolik: osteoporosis, hiperparatiroid, imobilitas,

osteosklerosis (misalnya penyakit paget), vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi

arteri vertebral, dan lainnya seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh,

psikiatrik, purapura sakit serta sindrom nyeri kronik (Yuliana, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi low back pain berkaitan dengan pekerjaan adalah

lama/masa kerja, beban kerja, posisi kerja, repetisi, dan durasi. Masa kerja adalah faktor

yang berkaitan dengan lamanya seseorang bekerja di suatu tempat. Terkait dengan hal

tersebut, LBP merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama untuk

berkembang dan bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin lama

seseorang terpajan faktor risiko ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP

(Kantana, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Umami (2013) bahwa pekerja yang

paling banyak mengalami keluhan LBP adalah pekerja yang memiliki masa kerja >10

tahun dibandingkan dengan mereka dengan masa kerja < 5 tahun ataupun 5-10 tahun

(Umami , et al., 2013)

Beban kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial yang diterima oleh

seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, sesuai dengan kemampuan fisik,

maupun keterbatasan pekerja yang menerima beban tersebut. Beban kerja adalah

sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang,

selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Pekerjaan atau gerakan yang
menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik yang besar terhadap otot,

tendon, ligamen dan sendi. Beban yang berat akan menyebabkan iritasi, inflamasi,

kelelahan otot, kerusakan otot, tendon dan jaringan lainnya (Harrianto, 2007). Penelitian

Nurwahyuni melaporkan bahwa persentase tertinggi responden yang mengalami keluhan

LBP adalah pekerja dengan berat beban > 25 kg (Tarwaka, 2011).

Posisi janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan dari posisi

tubuh normal saat melakukan pekerjaan. Bekerja dengan posisi janggal dapat

meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan dalam bekerja. Posisi janggal dapat

menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien

sehingga mudah menimbulkan kelelahan. Termasuk ke dalam posisi janggal adalah

pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar, memiringkan badan,

berlutut, jongkok, memegang dalam posisi statis dan menjepit dengan tangan. Posisi ini

melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut karena daerah inilah

yang paling sering mengalami cedera (Staker, 2012). Posisi tubuh saat mengangkat

barang berat yang salah juga dapat menyebabkan LBP. Di RS Siti Khodijah ini dikatakan

bahwa para karyawan yang mengangkat panci besar berisi makanan yang berat sering

timbul keluhan berupa nyeri di bagian punggung bawah.

Repetisi adalah pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama. Frekuensi

gerakan yang terlampau sering akan mendorong fatigue dan ketegangan otot tendon.

Ketegangan otot tendon dapat dipulihkan apabila ada jeda waktu istirahat yang digunakan

untuk peregangan otot. Dampak gerakan berulang akan meningkat bila gerakan tersebut

dilakukan dengan postur janggal dengan beban yang berat dalam waktu yang lama.

Frekuensi terjadinya sikap tubuh terkait dengan berapa kali repetitive motion dalam

melakukan pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban

terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Tana, et al., 2011).
Durasi adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Durasi didefinisikan sebagai durasi

singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari dan durasi lama yaitu >

2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut

dipertahankan lebih dari 10 detik. Risiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan

yang sering dan berulang-ulang adalah kelelahan otot. Selama berkontraksi otot

memerlukan oksigen, jika gerakan berulang-ulang dari otot menjadi terlalu cepat

sehingga oksigen belum mencapai jaringan maka akan terjadi kelelahan otot

(Nurwahyuni, et al., 2012).

2. Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK)

DKAK adalah kondisi kelainan kulit akibat terpapar oleh bahan yang digunakan pada

saat bekerja. DKAK merupakan masalah besar kesehatan masyarakat karena penyakit ini

dianggap umum oleh penderitanya padahal DKAK menimbulkan dampak kesehatan kulit

yang memburuk jika tidak segera diobati (Lushniak, 2014).

Dermatitis kontak secara umum merupakan suatu keadaan inflamasi non-infeksi pada

kulit yang disebabkan oleh senyawa kontak dengan kulit tersebut. Terdapat dua jenis

dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak akibat iritan (DKI) yang merupakan respon non

imunologi dan dermatitis kontak alergi (DKA) yang disebabkan oleh mekanisme

imunologik spesifik (Djuanda, 2010).

Insiden penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%,

sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% karena penyakit kulit lainnya. Data

epidemiologi di Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis

kontak, dimana diantaranya 66,3% adalah DKI dan 33,7% adalah DKA (Nanto S. S.,

2015).

Sebagian besar kasus dermatitis kontak disebabkan dermatitis kontak iritan.

Dermatitis kontak ini merupakan salah satu penyebab kecacatan yang berarti di tempat
kerja (Fonacier, et al., 2015). Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah

tangga, pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. (Nofiyanti dkk, 2017).

Karyawan Instalasi Gizi di Rumah Sakit dapat terkena Dermatitis Kontak Akibat Kerja

terutama yang karyawan yang bertugas memasak makanan, dan mencuci piring.

3. Carpal Tunnel Syndrom (CTS)

CTS atau sindroma terowongan karpal adalah salah satu gangguan pada lengan tangan

karena terjadi penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada

terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga

terjadi penekanan terhadap nervus medianus di pergelangan tangan. CTS dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan

keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot. Kelainan ini

tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena

penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit lokal.

Tana et al menyimpulkan bahwa dapat jumlah tenaga kerja dengan CTS di beberapa

perusahaan garmen di Jakarta sebanyak 20,3% responden dengan besar

gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan pergelangan tangan

kanan 74,1%, dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja perempuan dengan CTS lebih

tinggi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tidak terdapat

perbedaan antara peningkatan umur, pendidikan, masa kerja, jam kerja serta

tekanan biomekanik berulang sesaat terhadap peningkatan terjadinya CTS.

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis dan

pemeriksaan baik fisik maupun penunjang. Pemeriksaan fisik yang patognomonis

yaitu Phalen test dan Tinnel test. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan yaitu dengan Pemeriksaan elektrodiagnostik, radiologi dan

laboratorium.
Penatalaksanaan CTS tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi

saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi,

atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus ringan bisa diobati

dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan

tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,

terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat

diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak

efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk

meringankan kompresi.

IV. INTERVENSI

LANGKAH 1: Proses Kerja

Berdasarkan hasil pengamatan pada proses kerja didapatkan beberapa masalah

yaitu pada masih belum memakai APD secara lengkap seperti pemakaian sarung tangan

dan sepatu boot, sehingga berdampak pada beberapa risiko yaitu seperti risiko luka iris

atau dermatitis kontak iritan/alergi. Pada Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit tahun

2013, menyebutkan bahwa penyehatan dan keselamatan kerja mempunyai kegiatan

yang sangat berkaitan erat dengan kejadian yang disebabkan kelalaian petugas dapat

pula mengakibatkan kontaminasi terhadap makanan pasien. Selain pemakaian APD,

pekerjaan yang terorganisir, dikerjakan sesuai dengan prosedur, tempat kerja yang

terjamin dan aman, istirahat yang cukup dapat mengurangi bahaya dan kecelakaan

dalam proses penyelenggaraan makanan banyak. Kecelakaan tidak terjadi dengan

sendirinya, tetapi dapat dicegah, terjadi dengan tiba-tiba dan tentunya tidak

direncanakan ataupun tidak diharapkan oleh karyawan, yang dapat menyebabkan

kerusakan pada alat-alat, makanan dan melukai karyawan.


LANGKAH 2: Lingkungan Kerja

Berdasarkan hasil pengamatan pada lingkungan kerja, beberapa hal sudah cukup

baik, tetapi pada beberapa bagian tingkat ergonomis masih kurang terhadap persiapan

bahan-bahan makanan seperti pada bagian memotong bahan makanan. Meja tempat

memotong bahan makanan tidak sesuai dengan tinggi badan karyawan dan juga tidak

adanya kursi sehingga membuat pekerja menjadi membungkuk untuk melakukan

pekerjaan dan mengalami keluhan nyeri punggung. Kemudian tidak adanya tangga

untuk meletakkan bahan-bahan yang letaknya tinggi sehingga kadang harus berjinjit.

Sehingga disarankan untuk mengadakan alat-alat yang dibutuhkan untuk memberikan

kemudahan karyawan dan meminimalisir resiko cidera pada karyawan saat bekerja.

Untuk ruangan penerimaan bahan makanan yang masih kurang pencahayaan,

dapat ditambah lampu di dalamnya agar menjadi lebih terang.

LANGKAH 3: Kondisi Karyawan

Diadakan pemeriksaan kesehatan kesehatan secara berkala minimal 1 tahun sekali

agar bisa mendeteksi lebih dini gangguan kesehatan pada karyawannya. Dapat juga

diberikan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.

Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah karyawan laki-laki dan ahli gizi agar

masing-masing individu dapat fokus mengerjakan tugasnya masing-masing sesuai

beban kerja.

Karyawan yang overweight terutama mereka yang merupakan ahli gizi perlu

diedukasi untuk menurunkan berat badannya, karena sejatinya ahli gizi adalah tombak

dari instalasi gizi tersebut dan menjadi panutan bagi anggotanya. Ahli gizi dipandang

sebagai orang nomor satu yang memahami tentang gizi itu sendiri, sehingga perlu

menampilkan image ahli gizi yang baik. Dapat diberikan reward bagi ahli gizi maupun

petugas yang dapat mengurangi massa tubuhnya agar tidak overweight. Penurunan berat
badan dapat dilakukan dengan cara olahraga bersama minimal 3x/seminggu, dilakukan

selama minimal 30 menit, dipantau oleh kepala bagian pelayanan medis.

LANGKAH 4: Kebijakan Manajemen

Manajemen menggunakan SOP yang ditetapkan oleh pihak Rumah Sakit Siti

Khodijah Sepanjang yaitu mengacu pada standart Pedoman Pelayanan Gizi Rumah

Sakit yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI 2013 yang juga tercantum pada

Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2013. Memberlakukan program reward dan

punishment kepada karyawan yaitu memberikan reward kepada karyawan seperti pada

program penurunan massa tubuh agar tidak overweight dan memberikan sanksi pada

karyawan yang melakukan pelanggaran contohnya bagi mereka yang tidak dapat

mengikuti SOP Instalasi gizi itu sendiri.

LANGKAH 5: Regulasi yang Berlaku

Regulasi yang dipakai spesifik tentang Instalasi Gizi disini adalah Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2013 tentang Pedoman

Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Dalam regulasi disini Instalasi Gizi RS Siti Khodijah

Sepanjang secara umum sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku seperti bangunan,

alur pelayanan, sarana dan prasarana. Namun masih terdapat beberapa hal yang belum

memenuhi regulasi tersebut seperti belum lengkapnya penggunaan APD saat bekerja,

posisi ergonomis saat bekerja, krang pencahayaan di salah satu ruang dan jumlah ahli

Gizi yang belum sesuai. Adapun strategi penatalaksaan dalam regulasi ini yaitu dengan

mengusulkan untuk ditinjau kembali kelengkapan dan penggunaan APD sebagaimana

mestinya, mengadakan alat-alat yang dibutuhkan untuk memberikan kemudahan

karyawan dan meminimalisir resiko cidera pada karyawan saat bekerja dan penambahan

jumlah ahli gizi dengan jobdesk yang terperinci sesuai pedoman yang telah ditetapkan
karena hal ini berpengaruh terhadap mutu pelayanan, kesehatan dan keselamatan kerja,

serta berpengaruh terhadap akreditasi Instalasi Gizi dan akreditasi Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti RD Analisa pengaruh aktivitas kerja dan beban angkat terhadap kelelahan

muskuloskeletal [Journal]. - [s.l.] : Gema Tehnik, 2007. - 28-9 : Vol. 2.

Dellito [et al.] Low Back Pain Clinical Practice Guidelines Linked to The International

Classification of Functiona=ing, Disability, and Health From The Orthopedic Section of

The American Physical Therapy Association [Journal]. - [s.l.] : J Orthop Sports Phys

Ther , 2012.

Dzulfikar. (2012). Penanganan Luka Bakar di Ruang Perawatan Intensif Anak. Majalah

Kedokteran Terapi Intensif.

Fonacier, L., Bernstein, D. I., Pacheco, K., Holness, D. L., Blessing-Moore, J., Khan, D., et

al. (2015). Contact Dermatitis: A Practice ParametereUpdate 2015. Allergy Clin

Immunol Pract.

Gyorgyi Szaboo Classification and Management of Wound, Principle of Wounf Healing,

Haemorrhage and Bleeding Control [Journal]. - Germany : [s.n.], 2016.

Hanifa Nida Dini, Titik Respati and Yuli Susanti Hubungan Pengetahuan dengan Upaya

Penerapan K3 pada Perawat [Journal]. - Bandung : Bandung Meeting on Global

Medicine & Health, 2017. - 1 : Vol. 1

Kantana T Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan low back pain pada kegiatan

mengemudi tim ekspedisi PT. Ensenval Putera Megatrading jakarta Tahun 2014

[Journal]. - Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014.

Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical

Publishing. 2007.
Nurwahyuni, Djajakusli R and Naiem F Faktor yang berhubungan dengan keluhan nyeri

punggung bawah pada pekerja bongkar muat barang pelabuhan nusantara kota Pare-

Pare Tahun 2012 [Journal]. - Makassar : Universitas Hassanudin , 2012.

RISKESDAS Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional [Journal]. -

Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , 2013.

Tana, Lusianawaty et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di

Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.

Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. Tunnel Syndromes: Peripheral

Nerve Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS.

2001

Viandika, R. (2015). Potency of Honey in Treatment of Burn Wounds.


LAMPIRAN

Ruang Instalasi Gizi Contoh list pemesanan bahan makanan

Ruang penerimaan bahan makanan Ruang penerimaan bahan makanan

Chiller untuk menyimpan sayur dan bumbu Penyimpanan bahan makanan kering
Freezer untuk menyimpan bahan makanan

dalam jangka waktu yang lama

Tempat persiapan bahan makanan Petugas sedang mempersiapkan bahan

makanan

Ruang pengolahan bahan makanan Ventilation fan di ruang pengolahan


Petugas sedang mengolah bahan makanan Petugas sedang menyiapkan makanan

Penyajian makanan disesuaikan dengan diet Petugas sedang membungkus makanan

pasien

Makanan selingan yang siap di distribusikan


Makanan yang sudah siap di distribusikan

untuk pasien
Petugas menyiapkan makanan yang sudah Tempat pencucian

siap kedalam trolley

Petugas sedang mencuci alat makan

Anda mungkin juga menyukai