Anda di halaman 1dari 6

1.

Perekonomian Indonesia sebagai Ilmu yang berdiri sendiri

Jika memperhatikan arti penting nilai yang mendasarinya, perekonomian Indonesia


memiliki jangkauan yang lebih luas dari ilmu ekonomi neoklasik tradisional atau
bahkan ilmu ekonomi politik. Perekonomian Indonesia langsung berkaitan dengan
keseluruhan proses politik, sosial, budaya, dan ekonomi yang diperlukan untuk
memengaruhi transformasi struktural dan kelembagaan yang cepat dari seluruh
masyarakat untuk menghasilkan kemajuan ekonomi yang bermanfaat dan melalui
proses yang efisien bagi sebagian besar penduduk. Perekonomian Indonesia dan
ekonomi pembangunan pada umumnya menganggap penting mekanisme yang
membuat keluarga, daerah, dan seluruh bangsa terperangkap dalam kemiskinan, dan
juga strategi untuk dapat melepaskan diri dari perangkap tersebut. Perekonomian
Indonesia juga mengakui manfaat peranan pemerintah yang lebih besar dan berbagai
tingkatan perumusan atau perencanaan Keputusan ekonomi serta pelaksanaannya
secara terorganisir demi mengarah kepada transformasi ekonomi yang diinginkan
karena keberhasilan transformasi diakui sebagai elemen penting dalam keseluruhan
proses dan studi perekonomian Indonesia.

Bertolak dari proses pembangunan ekonomi yang demikian rumit, perekonomian


Indonesia harus selektif dengan mengombinasikan berbagai konsep dan teori yang
relevan dari analisis ilmu ekonomi tradisional dengan model-model baru dan
pendekatan yang multidisipliner dan tajam dari kajian terdahulu dan pengalaman
pembangunan kontemporer negara lain. Dewasa ini perekonomian Indonesia
merupakan disiplin ilmu yang terpisah yang penuh akan terobosan, penemuan data
dan teori yang baru yang kadang mendukung, tetapi kadang juga menentang cara
pandang tradisional mengenai dunia.

Perekonomian Indonesia adalah ekonomi pembangunan khusus untuk wilayah


Indonesia yang mempunyai cakupan lebih luas dari ilmu ekonomi tradisional dan
ekonomi politik.Disamping itu juga harus memperhatikan cakupan wilayah dan
cakupan waktu. Cakupan wilayah, perekonomian Indonesia membatasi diri pada
penerapan ekonomi pembangunan pada wilayah bekas jajahan belanda, wilayah
penerapannya mencakup dari Sabang sampai Merauke.

2. Periodisasi dalam Perekonomian Indonesia

Mengenai cakupan waktu, kita dibatasi waktu ketika Belanda masuk ke Indonesia,
yaitu 1602. Periodisasi dibagi menjadi empat periode, yakni:
1. Perekonomian Indonesia pada masa Penjajahan Belanda
Periode ini dimulai sejak VOC mulai masuk Indonesia sampai diproklamasikannya
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Perekonomian pada masa ini tidak banyak
berbeda dengan perekonomian zaman Kerajaan di Nusantara, juga tidak banyak
berbeda dengan perekonomian di Eropa Barat pada umumnya yang didominasi oleh
sektor pertanian. Kemudian pada akhir periode ini berkembanglah sistem-sistem
perkebunan, perbankan, industri dan sektor ekonomi lainnya. Sektor pertanian masih
sangat tradisional subsistem milik rakyat banyak. Orientasi perkebunan diperuntukan
dijual di pasar Eropa sebagai bahan mentah. Hasil kebun yang menonjol adalah karet,
kelapa, rempah-rempah dan sebagainya. Sektor industri sangat terbelakang, hanya ada
alat tenun bukan mesin. Uang yang ada hanya uang penjajahan Belanda dengan bank
sentralnya, de Javashe Bank. Pengaturan sistem keuangan, sistem devisanya
mengikuti sistem di Belanda. Sistem perbankannya lebih mengarah, yakni didirikan
bank umum khusus untuk perkebunan, perdanganan besar (bank perniagaan umum,
bank ekspor impor). Khusus rakyat kecil (bank rakyat), dan sebagainya, Sistem
ekonomi yang dianut yakni, sistem pasar dengan campur tangan pemerintah yang
sangat minimal.
2. Perekonomian Indonesia pada masa Orde Lama

a. Pemerintahan. Tahun-tahun pertama setelah proklamasi, keadaan ekonomi


Indonesia sangat buruk, mengalami stagflasi. Defisit saldo Neraca Pembayaran dan
deficit keuangan pemerintah sangat besar, kegiatan produksi sektor pertanian dan
industri manufaktur praktis terhenti, tingkat inflasi sangat tinggi mencapai lebih dari
500 persen setahun menjelang akhir Orde Lama yang disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah pendudukan Jepang, Perang Dunia II, Perang Revolusi, dan
manajemen makro yang kurang baik.
Dari tahun 1946 hingga 1956 pemerintah Indonesia menerapkan sistem politik
demokrasi liberal. Setelah itu mengalami transisi ke demokrasi terpimpin yang
berlangsung tahun 1957 hingga 1965 yang kekuasaan militer dan Presiden Soekarno
sangat besar. Sistem politik pada periode hingga 1956 yang terlalu banyak partai
politik menyebabkan kehancuran karena motif ingin berkuasa, sering terjadi konflik
antar partai. Kabinet pemerintah kurang solid dan umur kabinet juga tidak lama.
Selama periode 1950am struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan jaman
colonial. Sektor formal memiliki kontribusi lebih besar daripada sektor informal
terhadap output nasional atau Produk Domestik Bruto yang didominasi perusahaan
asing yang berorientasi ekspor. Kegiatan ekonomi pengusaha asing relatif padat
kapital dibanding pengusaha pribumi.
Struktur ekonomi yang demikian, oleh Boeke (1954) disebut dual society, adalah
karakteristik utama negara berkembang warisan kolonialisasi. Keadaan ekonomi
Indonesia, terutama setelah dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan asing
menjadi lebih buruk, ditambah lagi laju inflasi yang sangat tinggi pada dekade
1950an.
Selain kondisi politik dalam negeri yang tidak mendukung, buruknya perekonomian
Indonesia pada masa Orde Lama juga disebabkan oleh keterbatasan faktor produksi ,
yaitu orang-orang yang memiliki kompetensi dan kualitas diri yang tinggi untuk
merealisasikan rancangan yang disiapkan untuk stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi,
pembangunan industry, unifikasi, dan rekonstruksi.
Nasionalisasi perusahan-perusahaan Belanda pada 1957 dan 1958 adalah awal dari
periode ekonomi terpimpin. Sistem politik dan ekonomi semakin dekat dengan haluan
sosialis dan komunis. Keadaan ini membuat Indonesia menjadi makin sulit untuk
mendapat dana dari negara-negara Barat. Hingga akhir dekade 1950an, sumber utama
penanaman modal asing di Indonesia berasal dari Belanda yang sebagian besar
digunakan untuk ekspor hasil-hasil perkebunan dan pertambangan serta untuk
kegiatan ekonomi terkait.
Pada akhir September 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya
dengan terjadinya kudeta yang gagal. Sejak saat itu, terjadi perubahan politi yang
drastic, yakni dari pemikiran sosialis ke semi kapitalis.
b. Perekonomian. Perekonomian Indonesia pada waktu itu bisa dikatakan sebagai
ekonomi perang, masih terjadi perang antara kaum revolusioner Indonesia dengan
pemerintah Belanda pada waktu itu dibantu Inggris dan Australia.

Situasi politik dalam negeri tidak kondusif untuk kemajuan perekonomian. Terjadi
banyak pertentangan politik, banyak partai, pertentangan akan bentuk negara (negara
federasi dan negara agama). Negera Federasi dapat berkembang namun tidak lama,
dengan UUD 1950. Pada periode ini juga dilaksanakan Pemilu pertama, namun
berujung pada ketidakpuasan. Pada era ini juga timbul banyak gerakan perpecahan,
seperti DI-TII di beberapa daerah. Kabinet pemerintahan juga tidak bertahan lama,
akhirnya memunculkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945.

Dengan kembalinya ke UUD 1945, revolusi belum selesai. Papua Barat belum
kembali ke pangkuan Republik Indonesia, situasi ini memperburuk hubungan dengan
Belanda ditambah nasionalisasi perusahaan swasta Belanda. Pada waktu itu, pihak
swasta dalam negeri tidak mampu untuk mengambil alih perusahaan swasta milik
Belanda, nasionalisasi dilaksanakan oleh pemerintah, dan munculah banyak
perusahaan negara sebagai akibat nasionalisasi tersebut. Konflik Papua Barat akhirnya
dapat terselesaikan dengan kembalinya Papua Barat ke pangkuan Republik Indonesia.

Sementara keadaan politik yang diutarakan diatas, keadaan perekonomian pada saat
itu kurang mendapat cukup perhatian. Dimulai dengan situasi politik sekitar 1950,
keadaan keuangan Indonesia makin memburuk, inflasi sangat tinggi dan dilakukan
kebijakan sanering. Setelah dilakukan kebijakan sanering, keadaan belum membaik,
harga-harga terus mengalami kenaikan seirama dengan keadaan politik di dalam dan
luar negeri. Percaturan politik Luar Negeri telah menggiring NKRI mengalihkan
hubungan baiknya dengan negara-negara sosialis Eropa Timur, Rusia dan Tiongkok.
Sebagai imbalannya, Rumah Sakit Persahabatan dan Stadion Senayan merupakan
bantuan dari Rusia. Sekitar 1960, sistem perbankan di Indonesia mengikuti sistem
perbankan di Rusia. Keadaan harga-harga selalu mengalami kenaikan. Pada akhir
1965, dilakukan kebijakan moneter yang sangat drastis, yakni menukar uang lama
menjadi uang baru perbandingan Rp1000 uang lama diganti Rp1 uang baru. Tindakan
ini memicu tingkat inflasi hingga sebesar 650 persen. Pertumbuhan ekonomi tidak
lebih dari 2-3 persen.

Sehubungan dengan sistem perbankan disesuaikan dengan sistem perbankan di Rusia,


pemerintahan Soekarno telah menyusun Pembangunan Semesta Berencana Delapan
Tahun. Namun, rencana tersebut hanyalah bersifat daftar keinginan tanpa ada sumber
pembiyaan yang pasti sehingga tidak terlaksana. Dengan keadaan perekonomian yang
melibatkan pemerintah dan koperasi dalam perekonomian mencapai 90 persen, dan
orientasi pemerintah adalah ke blok sosialis, maka munculah istilah sistem
perekonomian sosialis ala Indonesia.

3. Perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru


4. Perekonomian Indonesia pada masa Setelah Orde Baru (Reformasi - Sekarang).

3. Perekonomian Indonesia pada masa Orde Baru

a). Pemerintahan. Tepatnya sejak bulan maret 1996 Indonesia memasuki


pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama dalam era orde
baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan kepada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan social. Pemerintah orde baru menjalin
kembali hubungan dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologis komunis.
Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan
lembaga lembaga dunia lainnya seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional
(IMF). Kebijaksanaan- kebijaksanaan ekonomi selama orde baru telah menghasilkan
suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju pertumbuhan yang tinggi,
tetapi dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh. Ini
ditandai dengan kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya
ketergantungan Indonesia terhadap modal asing, termasuk pinjaman, dan impor, yang
mengarah kepada krisis ekonomi yang sangat parahyang dimulai oleh naiknya nilai
tukar dolar AS.

b. Perekonomian. Periode ekonomi ini mulai ketika jatuhnya Orde Lama


(masa Pemerintahan Sukarno) pada tahun 1965/1966 sampai jatuhnya pemerintahan
Suharto pada tahun 1998. Dari uraian diatas jelas bahwa pemerintahan Presiden
Sukarno menomorsatukan politik disbandingkan ekonomi, dan oleh karenanya
perekonomian pada masa kepemimpinannya sangat tidak baik. Pemerintahan Presiden
Sukarno jatuh karena demonstasi rakyat (terutama mahasiswa).
Tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah Orde Baru adalah untuk
menstabilkan keadaan politik dan ekonomi. Stabilisasi ekonomi dilaksanakan dengan
kebijakan, antara lain, yaitu :
1. Untuk jangka pendek kebutuhan dalam negeri dipenuhi melalui impor
sedangkan untuk jangka panjang kebutuhan akan dipenuhi melalui
pembangunan yang direncanakan setiap 5 tahun,
2. Liberasasi perdagangan luar negeri dengan memperkenankan swasta untuk
turut aktif dalam perdagangan luar negeri dan liberalisasi sistem devisa.
Sistem devisa diubah dari sistem dimana devisa sepenuhnya dikuasai oleh
negara (pada akhir pemerintahan Sukarno), tidak ada mata uang asing di
masyarakat, devisa hasil ekspor dan dari sumber lain (pinjaman atau bantuan)
harus diserahkan kepada Negara dan devisa untuk keperluan impor harus
dibeli dari negara, menjadi sistem dimana kepemilikan devisa bebas oleh
masyarakat dan kurs mata uang asing ditentukan oleh permintaan dan
penawaran.

Guna mempersiapkan pembangunan ekonomi jangka panjang dan agar tidak


terulang pengalaman pada Pembangunan Semesta Berencana Delapan Tahun pada
akhir Orde Lama, Pemerintahan Orde Baru yakin bahwa kunci keberhasilan
pembangunan adalah tersedianya dana untuk membiayainya. Untuk hal tersebut
Pemerintah Orde Baru melaksanakan hal-hal berikut :
1. Di sektor keuangan Negara. Pembelanjaan APBN pada masa Orde Lama
selalu memakai sistem anggaran defisit. Ini berarti bahwa pengeluaran
negara selalu lebih besar dari penerimaannya, kekurangan mana biasanya
dibiayai melalui percetakan uang. Ini berarti tidak ada tabungan negara,
dan bahkan keuangan negara pada saat itu tidak mempunyai kemampuan
yang cukup untuk membayar gaji pegawainya. Dalam keadaan demikian
ini dan karena pemerintahan Orde Baru tidak menghendaki anggaran
belanja deficit maka dibentuklah apa yang dikenal dengan IGG (Inter
Governmental Group on Indonesia) – Organisasi Negara-negara maju yang
memberi bantuan kepada Indonesia
2. Tabungan Swasta Asing (sumber pembiayaan luar negeri). Pada umumnya
hal ini bisa dilihat dari beda antara ekspor dan impor dan sumber lain, atau
dengan dengan kata lain situasi neraca pembayaran. Warisan Orde Lama
dalam hal ini juga sangat tidak menjanjikan dan oleh karena itu untuk
memobilisasi dana dalam luar negeri diundangkan UU Penanaman Modal
Asing (UU PMA), yang pada waktu ini mengharuskan investor asing
mempunyai partner pengusaha dalam negeri, atau, bentuk usahanya adalah
Joint Venture (usaha patungan).
3. Tabungan domestik swasta. Tabungan ini berasal dari masyarakat umum
dan perusahaan, yang jumlahnya pada waktu itu diperkirakan hanya Rp 1
(satu rupiah) per orang per tahun, jumlah yang kecil sekali dan tidak cukup
untuk pembiayaan pembangunan. Untuk mengatasi hal ini diundangkanlah
UUPMDN (Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri)

Dengan persiapan-persiapan tersebut dan persiapan lainnya maka disusunlah


pembangunan ekonomi bertahap melalui Rencana Pembangunan Lima
Tahunan (Repelita), yang pelaksanaanya dimulai pada tahun 1969.

Pembangunan ekonomi pada masa orde baru ini memberikan peluang


yang sangat luas kepada sektor swasta, terutama swasta asing. Bidang-bidang
yang boleh dijamah oleh swasta asing diperbaharui tiap tahun, akhirnya pada
tahun 1971 timbul deminstrasi mahasiswa yang menentang dominasi
perusahaan asing yang dikenal dengan Malaria(Mala Petaka Januari).
Meskipun demikian dominasi swasta (domestic dan asing) terus berlanjut yang
diduga keras telah mengakibatkan makin melebarnya ketimpangan antara si
kaya dan si miskin. Keadaan demikian ini telah menimbulkan perdebatan yang
hangat mengeai sistem dan arah pembangunan agar supaya yang miskin juga
ikut menukmati hasil-hasil pembangunan. Akibat dari diskusi ini muncullah
kebijakan yang dikenal dengan delapan jalur pemerataan pada Pelita III.
Trilogi pembangunan diubah dari Stabilisasi-Pertumbuhan-Pemerataan
menjadi Pemerataan-Pertumbuhan-Stabilisasi. Perubahan trilogi pembangunan
ini lebih bersifat teoritis dan tidak tampak jelas dalam praktek. Buktinya
dominasi perusahaan besar terus berlanjut, kredit lebih banyak ditujukan
kepada perusahaan besar, perusahaan besar bebas meminjam uang di luar
negeri. Debt-service ratio sudah di luar kewajaran, bank-bank umum
berkembang pesat dan tidak sehat. Pada waktu itu muncul rumor bahwa
perekonomian Indonesia lebih liberal dari perekonomian Negara-negara
liberal (maju) dan timbul wacana mengenai sistem ekonomi yang berlaku.
Dari hal ini timbullah istilah Sistem Ekonomi Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai