Bagian Orde Lama Dan Orde Baru
Bagian Orde Lama Dan Orde Baru
Mengenai cakupan waktu, kita dibatasi waktu ketika Belanda masuk ke Indonesia,
yaitu 1602. Periodisasi dibagi menjadi empat periode, yakni:
1. Perekonomian Indonesia pada masa Penjajahan Belanda
Periode ini dimulai sejak VOC mulai masuk Indonesia sampai diproklamasikannya
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Perekonomian pada masa ini tidak banyak
berbeda dengan perekonomian zaman Kerajaan di Nusantara, juga tidak banyak
berbeda dengan perekonomian di Eropa Barat pada umumnya yang didominasi oleh
sektor pertanian. Kemudian pada akhir periode ini berkembanglah sistem-sistem
perkebunan, perbankan, industri dan sektor ekonomi lainnya. Sektor pertanian masih
sangat tradisional subsistem milik rakyat banyak. Orientasi perkebunan diperuntukan
dijual di pasar Eropa sebagai bahan mentah. Hasil kebun yang menonjol adalah karet,
kelapa, rempah-rempah dan sebagainya. Sektor industri sangat terbelakang, hanya ada
alat tenun bukan mesin. Uang yang ada hanya uang penjajahan Belanda dengan bank
sentralnya, de Javashe Bank. Pengaturan sistem keuangan, sistem devisanya
mengikuti sistem di Belanda. Sistem perbankannya lebih mengarah, yakni didirikan
bank umum khusus untuk perkebunan, perdanganan besar (bank perniagaan umum,
bank ekspor impor). Khusus rakyat kecil (bank rakyat), dan sebagainya, Sistem
ekonomi yang dianut yakni, sistem pasar dengan campur tangan pemerintah yang
sangat minimal.
2. Perekonomian Indonesia pada masa Orde Lama
Situasi politik dalam negeri tidak kondusif untuk kemajuan perekonomian. Terjadi
banyak pertentangan politik, banyak partai, pertentangan akan bentuk negara (negara
federasi dan negara agama). Negera Federasi dapat berkembang namun tidak lama,
dengan UUD 1950. Pada periode ini juga dilaksanakan Pemilu pertama, namun
berujung pada ketidakpuasan. Pada era ini juga timbul banyak gerakan perpecahan,
seperti DI-TII di beberapa daerah. Kabinet pemerintahan juga tidak bertahan lama,
akhirnya memunculkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945.
Dengan kembalinya ke UUD 1945, revolusi belum selesai. Papua Barat belum
kembali ke pangkuan Republik Indonesia, situasi ini memperburuk hubungan dengan
Belanda ditambah nasionalisasi perusahaan swasta Belanda. Pada waktu itu, pihak
swasta dalam negeri tidak mampu untuk mengambil alih perusahaan swasta milik
Belanda, nasionalisasi dilaksanakan oleh pemerintah, dan munculah banyak
perusahaan negara sebagai akibat nasionalisasi tersebut. Konflik Papua Barat akhirnya
dapat terselesaikan dengan kembalinya Papua Barat ke pangkuan Republik Indonesia.
Sementara keadaan politik yang diutarakan diatas, keadaan perekonomian pada saat
itu kurang mendapat cukup perhatian. Dimulai dengan situasi politik sekitar 1950,
keadaan keuangan Indonesia makin memburuk, inflasi sangat tinggi dan dilakukan
kebijakan sanering. Setelah dilakukan kebijakan sanering, keadaan belum membaik,
harga-harga terus mengalami kenaikan seirama dengan keadaan politik di dalam dan
luar negeri. Percaturan politik Luar Negeri telah menggiring NKRI mengalihkan
hubungan baiknya dengan negara-negara sosialis Eropa Timur, Rusia dan Tiongkok.
Sebagai imbalannya, Rumah Sakit Persahabatan dan Stadion Senayan merupakan
bantuan dari Rusia. Sekitar 1960, sistem perbankan di Indonesia mengikuti sistem
perbankan di Rusia. Keadaan harga-harga selalu mengalami kenaikan. Pada akhir
1965, dilakukan kebijakan moneter yang sangat drastis, yakni menukar uang lama
menjadi uang baru perbandingan Rp1000 uang lama diganti Rp1 uang baru. Tindakan
ini memicu tingkat inflasi hingga sebesar 650 persen. Pertumbuhan ekonomi tidak
lebih dari 2-3 persen.