Anda di halaman 1dari 49

BAB III

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SUBANG

NOMOR : 247/Pid.B/2018/PN.SNG

Putusan Pengadilan merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh pihak-

pihak yang berperkara untuk menyelesaikan perkaranya dengan sebaik-baiknya.

Putusan pengadilan tersebut mengakibatkan pihak-pihak yang berperkara

mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka

hadapi.

Pasal 1 angka 11 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyatakan :

“Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang


pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang”.

Oleh karena itu, untuk mempermudah penulis dalam menganalisa kasus,

maka penulis melakukan tinjauan terhadap Putusan Pengadilan dibawah ini.

A. Identitas Terdakwa

Nama : Asep Setiawan Alias Asep Baik Bin Andi Suhandi

(Alm)

Tempat Lahir : Subang

Umur : 36 Tahun/26 September 1982

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Blok/Kampung Cibogo Ciereng RT/RW : 05/06 Kel.

Dangdeur, Kec. Subang, Kab. Subang

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

B. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Surat tuntutan jaksa penuntut umum yang telah dibacakan di

persidangan, yang pada pokoknya memohon agar Majelis Hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Asep Setiawan Alias Asep Baik Bin Andi Suhandi

(Alm) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana turut serta melakukan penggelapan dalam jabatan secara berlanjut

sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 jo. Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana diuraikan

dalam Surat Dakwaan Kesatu Primair Penuntut Umum.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Asep Setiawan Alias Asep Baik

Bin Andi Suhandi (Alm) dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun

dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan sementara dengan

perintah terdakwa tetap ditahan.

3. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah).


C. Kasus Posisi

Sekitar bulan April 2015 terdakwa pernah diminta bantuan oleh saksi

Ari yang saat itu sedang berada di halaman parkir Kantor Pajak Pratama/BJB

Gang Panglejar Subang sedang bekerja sebagai juru parkir. Saksi Ari

menghampiri dan berkata : “Lur, bisa bantu untuk mempercepat proses

pembayaran ke Bank BJB/DPPKAD”, kemudian Terdakwa menjawab : “untuk

apa ?” Saksi Ari berkata lagi “untuk proyek Perumahan” dan selanjutnya

terdakwa belum memberi jawaban, dan secara kebetulan sebelumnya pernah

ngobrol-ngobrol dengan seseorang yang bernama Endang yang suka bayar

pajak ke BJB dan dari obrolan sebelumnya Endang pernah menawarkan

apabila ada yang mau proses bayar pajak dapat melaluinya.

Secara kebetulan Endang datang ke Kantor Pajak Pratama atau Bank

BJB Gang Panglejar Subang dan terdakwa menyampaikan tawaran kepada

Endang kemudian Endang menyanggupi dan ketika itu pun dijanjikan

persentase/upah dalam pengurusan tersebut, misalkan dari Rp. 5.000.000,-

mendapatkan Rp. 500.000,- saksi Ari Rp. 2.000.000,- dan Rp. 2.500.000,-

selanjutnya menyampaikan hal tersebut kepada saksi Ari, mengenai proses dan

persentase tersebut namun tidak diberitahukan bahwa proses tersebut kepada

Endang dan ketika saksi Ari menanyakan tidak diberitahu, namun kemudian

hal tersebut diberitahukan kepada saksi Kurnia. Bahwa yang akan diurus oleh

saksi Ari tersebut adalah pajak : BPHTB, PPH, PPN, PPH21 Validasi Pajak

BPHTB untuk perumahan dari PT. Rahenda Makmur Putra, saksi Ari

mengetahui hal tersebut karena sempat membaca formulir pembayaran pajak


yang dilakukan secara bertahap yang tertera atas nama wajib pajak PT tersebut.

Terdakwa telah menerima uang penyetoran pajak untuk BPHTB, PPH, PPN,

PPH21 Validasi Pajak BPHTB dan berikut dengan berkasnya dari saksi ari

dengan total kurang lebih sebesar Rp. 566.787.400,- (lima ratus enam puluh

enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah). namun

untuk penerimaannya secara bertahap dan tidak sekaligus. Perbuatan terdakwa

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 Jo. Pasal 55 ayat (1)

ke-1 KUHP Jo. Psal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

D. Keterangan Saksi

1. Saksi Mintaria

Saksi bekerja di PT. Rahendra Makmur Putra dari sejak tahun 2009

s.d sekarang tahun 2015, dan jabatan saksi sebagai General Manager.

Saksi dalam persidangan menjelaskan bahwa pada hari selasa tanggal 15

September 2015, sekira jam 14.00 Wib, di kantor PT.Rahendra Makmur

Putra Jl. Pasar Inpres No.07 Rt.34/09 Desa Sukamulya Kecamatan

Pagaden Kabupaten Subang dan yang melakukan perbuatan penggelapan

pajak diketahui diduga adalah Sdr. Kurnia Irawan karyawan dari PT.

Rahendra Makmur Putra.

Barang yang digelapkan tersebut berupa uang tunai sebesar sebesar

Rp. 556.997.400,- serta bukti setoran pajak yang diduga dipalsukan yang

berupa setoran pajak untuk PPH Final sebesar Rp.141.177.500,-, BPHTB


sebesar Rp. 76.037.500,-, PPN sebesar Rp.339.782.400,-, bukti surat

BPHTB sebanyak 35 lembar bukti setoran PPH sejumlah 37 lembar bukti

setoran PPN sebanyak 13 lembar dan bukti setoran Bank Jabar sebanyak

37 Lembar dan bukti setoran tersebut adalah diduga palsu.

Saksi Kurnia Irawan ketika melakukan penggelapan uang tersebut

dengan cara uang setoran tersebut tidak disetorkan kepada bagian pajak

malah diberikan melalui orang lain kemudian bukti setoran tersebut diduga

dipalsukan.

Hasil audit yang dilaksanakan pada tanggal 20 s/d 23 Oktober 2015

PT. Rahendra Makmur Putra Ds. Sukamulya Pagaden Subang oleh Sdr.

Tavip Ansori terhadap pembayaran pajak yang tidak disetorkan oleh Sdr.

Kurnia Irawan ke Bank Jabar dengan hasil sebagai berikut :

a. Proyek de Panji Cluster

Pajak BPHTB sebesar Rp. 2.327.500,- (dua juta tiga ratus dua

puluh tujuh ribu lima ratus rupiah). Pajak PPH Final sebesar

Rp.8.327.500,- (delapan juta tiga ratus dua puluh tujuh lima ratus

rupiah). Pajak PPN sebesar Rp. 122.110.000,- (seratus juta dua puluh

dua juta seratus sepuluh ribu rupiah). Jumlah keseluruhan sebesar Rp.

132.765.000,- (seratus tiga puluh dua juta tujuh ratus enam puluh lima

ribu rupiah).

b. Proyek Bumi Pagaden Permai 2

Pajak BPHTB sebesar Rp. 72.560.500,- (tujuh puluh dua juta

lima ratus enam puluh ribu lima ratus rupiah). Pajak PPH Final sebesar
Rp. 128.700.000,- (seratus dua puluh delapan juta tujuh ratus ribu

rupiah). Pajak PPN sebesar Rp. 146.652.400,- (seratus empat puluh

enam juta enam ratus lima puluh dua ribu rupiah). Jumlah keseluruhan

sebesar Rp. 347.912.400,- (tiga ratus empat puluh tujuh juta sembilan

ratus dua belas ribu empat ratus rupiah).

c. Proyek Harva Residence

Pajak BPHTB sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima

puluh ribu rupiah). pajak PPH Final sebesar Rp. 4.150.000,- (empat

juta seratus lima puluh ribu rupiah). Pajak PPN sebesar Rp.

71.020.000,- (tujuh puluh satu juta dua puluh ribu rupiah). Jumlah

keseluruhan sebesar Rp. 76.320.000,- (tujuh puluh enam juta tiga ratus

dua puluh ribu rupiah).

Jadi jumlah kerugian yang dialami oleh perusahaan dengan adanya

kejadian tersebut adalah sebesar Rp. 556.997.400,-

Pertama kali saksi mengetahui bahwa Pajak PPH dan Pajak

BPHTB ternyata belum dibayarkan oleh staf legal PT. Rahendra Makmur

Putra yakni Kurnia dari laporan atau pemberitahuan pihak DPPKAD

Kabupaten Subang yang dari hasil audit BPK terdapat kekurangan atau

belum bayar pajak dari PT. Rahendra Makmur Putra yang menjadi temuan

dalam audit tersebut.

Setelah mengetahui hal tersebut, saksi mengklarifikasi kepada

Kurnia Irawan, dimana saat itu kemudian saksi mengumpulkan pihak yang

terkait dengan hal tersebut yakni Kurnia, Ari dan Terdakwa mengakui
bahwa telah melakukan penggelapan pajak atau tidak menyetorkan

pembayaran pajak tersebut secara bekerja sama, dimana uang pembayaran

pajak PT. Rahendra Makmur Putra dibagi diantara mereka bertiga dengan

memalsukan bukti penyetoran pajaknya.

Terdapat Surat Pernyataan diantara Kurnia, Ari dan terdakwa yang

difasilitasi seseorang atas nama bunda Nova untuk bertanggungjawab akan

perbuatan mereka tersebut dan berjanji akan menganti uang pembayara

pajak tersebut, namun kemudian janji tersebut tidak ditepati, yang

kemudian saksi melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib.

2. Saksi H. Ahmad Rivai

Saksi bekerja di PT. Rahendra Makmur Putra dari sejak tahun 2009

s.d sekarang tahun 2015, dan jabatan saksi sebagai General Manager. Pada

hari selasa tanggal 15 September 2015, sekira jam 14.00 Wib, di kantor

PT. Rahendra Makmur Putra Jl. Pasar Inpres No.07 Rt.34/09 Ds.

Sukamulya Kec. Pagaden Kab. Subang dan yang melakukan perbuatan

tersebut diketahui diduga adalah Sdr. Kurnia Irawan karyawan dari PT.

Rahendra Makmur Putra.

Barang yang digelapkan tersebut berupa uang tunai sebesar sebesar

Rp. 556.997.400,- serta bukti setoran pajak yang diduga dipalsukan yang

berupa setoran pajak untuk PPH Final sebesar Rp.141.177.500,-, BPHTB

sebesar Rp. 76.037.500,-, PPN sebesar Rp.339.782.400,-, bukti surat

BPHTB sebanyak 35 lembar bukti setoran PPH sejumlah 37 lembar bukti


setoran PPN sebanyak 13 lembar dan bukti setoran Bank Jabar sebanyak

37 Lembar dan bukti setoran tersebut adalah diduga palsu.

Saksi Kurnia Irawan bekerja di PT. Rahendra Makmur Putra dari

sejak tanggal 14 Nopember 2014 dan jabatanya adalah sebagai Legal dan

untuk gajinya dalam setiap bulannya sebesar Rp.1.800.000,- (satu juta

delapan ratus ribu rupiah).

Saksi Kurnia Irawan ketika melakukan penggelapan dan

melakukan penggelapan uang tersebut dengan cara uang setoran tersebut

tidak disetorkan kepada bagian pajak malah diberikan melalui orang lain

kemudian bukti setoran tersebut diduga dipalsukan.

Hasil audit yang dilaksanakan pada tanggal 20 s/d 23 Oktober 2015

PT. Rahendra Makmur Putra Ds. Sukamulya Pagaden Subang oleh Sdr.

Tavip Ansori terhadap pembayaran pajak yang tidak disetorkan oleh saksi

Kurnia ke Bank Jabar dengan hasil sebagai berikut:

a. Proyek de Panji Cluster

Pajak BPHTB sebesar Rp. 2.327.500,- (dua juta tiga ratus dua

puluh tujuh ribu lima ratus rupiah). Pajak PPH Final sebesar

Rp.8.327.500,- (delapan juta tiga ratus dua puluh tujuh lima ratus

rupiah). Pajak PPN sebesar Rp. 122.110.000,- (seratus juta dua puluh

dua juta seratus sepuluh ribu rupiah). Jumlah keseluruhan sebesar Rp.

132.765.000,- (seratus tiga puluh dua juta tujuh ratus enam puluh

lima ribu rupiah).


b. Proyek Bumi Pagaden Permai 2

Pajak BPHTB sebesar Rp. 72.560.500,- (tujuh puluh dua juta

lima ratus enam puluh ribu lima ratus rupiah). Pajak PPH Final sebesar

Rp. 128.700.000,- (seratus dua puluh delapan juta tujuh ratus ribu

rupiah). Pajak PPN sebesar Rp. 146.652.400,- (seratus empat puluh

enam juta enam ratus lima puluh dua ribu rupiah). Jumlah

keseluruhan sebesar Rp. 347.912.400,- (tiga ratus empat puluh tujuh

juta sembilan ratus dua belas ribu empat ratus rupiah).

c. Proyek Harva Residence

Pajak BPHTB sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima

puluh ribu rupiah). Pajak PPH Final sebesar Rp. 4.150.000,- (empat

juta seratus lima puluh ribu rupiah). Pajak PPN sebesar Rp.

71.020.000,- (tujuh puluh satu juta dua puluh ribu rupiah). Jumlah

keseluruhan sebesar Rp. 76.320.000,- (tujuh puluh enam juta tiga

ratus dua puluh ribu rupiah).

Jadi jumlah kerugian yang dialami oleh perusahaan dengan adanya

kejadian tersebut adalah sebesar Rp. 556.997.400,-

Pertama kali saksi mengetahui bahwa Pajak PPH dan Pajak

BPHTB ternyata belum dibayarkan oleh staf legal PT. Rahendra Makmur

Putra yakni Kurnia dari laporan atau pemberitahuan pihak DPPKAD

Kabupaten Subang yang dari hasil audit BPK terdapat kekurangan atau

belum bayar pajak dari PT. Rahendra Makmur Putra yang menjadi temuan

dalam audit tersebut.


Setelah mengetahui hal tersebut saksi mengklarifikasi kepada

Kurnia Irawan, dimana saat itu kemudian saksi mengumpulkan pihak yang

terkait dengan hal tersebut yakni Kurnia, Ari dan Terdakwa mengakui

bahwa telah melakukan penggelapan pajak atau tidak menyetorkan

pembayaran pajak tersebut secara bekerja sama, dimana uang pembayaran

pajak PT. Rahendra Makmur Putra dibagi diantara mereka bertiga dengan

memalsukan bukti penyetoran pajaknya.

Terdapat Surat Pernyataan diantara Kurnia, Ari dan terdakwa yang

difasilitasi seseorang atas nama bunda Nova untuk bertanggungjawab akan

perbuatan mereka tersebut dan berjanji akan menganti uang pembayara

pajak tersebut, namun kemudian janji tersebut tidak ditepati, yang

kemudian saksi melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib.

3. Saksi Yuyum Nurliah

Saksi bekerja di PT. Rahendra Makmur Putra dari sejak tanggal 21

Januari 2014 s/d sekarang dan jabatan saksi adalah sebagai Staf keuangan

di PT. Rahendra Makmur Putra.

Saksi telah melakukan Audit Internal bersama-sama dengan Tavip

dan Ela masih sama-sama karyawan PT. Rahendra Makmur Putra. Saksi

ketika melakukan Audit Internal tersebut pada tanggal 20-23 Oktober 2015

di Kantor Pt. Rahendra Makmur Putra Jl. Pasar Inpres Rt. 34/09 Ds.

Sukamulya Kec. Pagaden Kab. Subang dan yang saksi Audit adalah

Setoran Pajak : PPH (Pajak Penghasilan Pinal), BPHTB (Biaya Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan) dan PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Metode audit yang saksi lakukan yaitu dengan cara mengaudit

terhadap pengeluaran kas yang diterima oleh saksi Kurnia dari PT.

Rahendra Makmur Putra untuk kebutuhan pembayaran terhadap pajak

BPHTB, PPH dan PPN peruntukan Perumahan Bumi Pagaden Permai 2,

Perumahan De Panji Cluster dan Perumahan Harva Residence berikut

dengan bukti pembayaran dari Bank Jabar yang dinyatakan oleh pihak

Bank Jabar bukti setoran tersebut tidak benar.

Hasil audit yang dilaksanakan pada tanggal 20 s.d 23 Oktober 2015

PT. Rahendra Makmur Putra Ds. Sukamulya Pagaden Subang oleh Sdr.

Tavip Ansori terhadap pembayaran pajak yang tidak disetorkan oleh saksi

Kurnia ke Bank Jabar dengan hasil sebagai berikut:

a. Proyek De Panji Cluster

Pajak BPHTB sebesar Rp. 2.327.500,- (dua juta tiga ratus dua

puluh tujuh ribu lima ratus rupiah). Pajak PPH Final sebesar

Rp.8.327.500,- (delapan juta tiga ratus dua puluh tujuh lima ratus

rupiah). Pajak PPN sebesar Rp. 122.110.000,- (seratus juta dua puluh

dua juta seratus sepuluh ribu rupiah). Jumlah keseluruhan sebesar Rp.

132.765.000,- (seratus tiga puluh dua juta tujuh ratus enam puluh

lima ribu rupiah).

b. Proyek Bumi Pagaden Permai 2

Pajak BPHTB sebesar Rp. 72.560.500,- (tujuh puluh dua juta

lima ratus jenam puluh ribu lima ratus rupiah). Pajak PPH Final

sebesar Rp. 128.700.000,- (seratus dua puluh delapan juta tujuh ratus
ribu rupiah). Pajak PPN sebesar Rp. 146.652.400,- (seratus empat

puluh enam juta enam ratus lima puluh dua ribu rupiah). Jumlah

keseluruhan sebesar Rp. 347.912.400,- (Tiga ratus empat puluh tujuh

juta sembilan ratus dua belas ribu empat ratus rupiah).

c. Proyek Harva Residence

Pajak BPHTB sebesar Rp. 1.150.000,- (satu juta seratus lima

puluh ribu rupiah). Pajak PPH Final sebesar Rp. 4.150.000,- (empat

juta seratus lima puluh ribu rupiah). Pajak PPN sebesar Rp.

71.020.000,- (tujuh puluh satu juta dua puluh ribu rupiah). Jumlah

keseluruhan sebesar Rp. 76.320.000,- (tujuh puluh enam juta tiga

ratus dua puluh ribu rupiah).

Jadi jumlah kerugian yang dialami oleh perusahaan dengan adanya

kejadian tersebut adalah sebesar Rp. 556.997.400,-

4. Saksi Angga Nugraha

Saksi membenarkan bahwa saksi mulai bekerja di PT. Rahendra

Makmur Putra sejak bulan Agustus 2014 s.d bulan Maret 2015 dan jabatan

saksi sebagai Staf Legal. Saksi membenarkan bahwa tugas dan tanggung

jawab Legal adalah Pengurusan Sartifikat, Pengecekan, Ploting, Balik

Nama, Pengikatan Hak (SHM), Pembuatan AJB di Notaris, Pembayaran

Pajak: BPHTB, PPH, PPN, PPH 21, Validasi Pajak BPHTB, Akad Kredit

di Bank maupun di kantor pemasaran.

Saksi kenal dengan saksi Kurnia ketika bekerja di PT. Rahendra

Makmur Putra sejak tahun 2014 dan kepada saksi Ari kenal dari sejak
bulan April 2015, dan pernah bertemu di kantor BPN Subang dalam hal

untuk membantu pembayaran pajak.

Sepengetahuan saksi bahwa Sdr. Ari bekerja sebagai freelan,

sehingga saksi percaya kepada Sdr. Ari untuk mengurus pembayaran pajak

tersebut karena saksi pernah mengurus pembayaran pajak melalui Sdr. Ari

dalam waktu satu hari kelar. Maksud dan tujuan saksi membayar pajak

melalui Sdr. Ari tersebut bisa membantu pelayanan dengan cepat dalam

satu hari kelar.

5. Saksi Rini Novianthi, S.Sos., M.M

Saksi bekerja selaku PNS di DPPKAD adalah sejak dari tahun

2003 dan jabatan saksi saat ini selaku pengelolaan data dan Informasi.

Tugas dan tanggungjawab saksi selaku Kasi Pengelolaan Data dan

Informasi di DPPKAD adalah bertanggungjawab terhadap pelayanan

wajib pajak dan dalam pelaksanaan sehari-hari saksi bertanggung jawab

kepada Kepala Bidang Pendapatan II.

Saksi mengetahui satu berkas setoran pajak Daerah Bea perolehan

Hak atas tanah dan Bangunan (SSPD-BPHTB) yaitu pada saat Sdr.

Mintaria selaku Karyawan Pt.Rahendra Makmur Putra datang kekantor

DPPKAD untuk Klarifikasi tentang setoran pajak (SSPD-BPHTB) yang

diperlihatkan kepada saksi satu berkas dengan berbagai nama Wajib Pajak.

Mekanisme mengenai dari proses setoran pajak (SSPD-BPHTB)

yang ada di DPPKAD untuk wajib pajak yaitu bisa mendapatkan Formulir

setoran pajak (SSPD-BPHTB) bisa didapatkan di PPAT/Notaris/Kantor


Lelang Negara selanjutnya membayar atas pajak tersebut ke Bank Jabar

masing-masing Daerah selanjutnya di Verifikasi di DPPKAD dengan

membawa bukti pembayaran/ penyetoran dari Bank BJB setempat dan

selanjutnya setelah melalui proses tersebut formulir (SSPD-BPHTB)

tersebut diregister dan ditandatangani berikut di Cap stempel oleh Kasi

Pengelolaan data dan Informasi di DPPKAD (Dinas Pendapatan

Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kab. Subang).

6. Saksi Rahmat Hidayat Nuraidin

Saksi bekerja di kantor Bank Jabar Cabang Subang yang Beralamat

di Jl. A. Yani No.02 Kel. Karanganyar Kec/Kab. Subang dari sejak bulan

September 2014 s/d sekarang dan jabatan Saksi di Bank jabar adalah

selaku Administrasi dan Dana jasa.

Tugas dan tanggungjawab saksi selaku Admin dan Dana Jasa yaitu

Menginput Transaksi pajak SSP dan BPHTB, Melaporkan Transaksi

BPHTB ke bagian BPHTB (DPPKAD), bertanggung jawab dari Proses

pengimputan sampai dengan pelaporan kepada Manager Oprasional.

Transaksi Pajak SSP adalah bukti transaksi penerimaan segala

penerimaan Negara dan laporan Rekap transaksi, lalu dilaporkan/dikirim

ke KPPN Purwakarta, sedangkan Transaksi BPHTB laporan Rekap

transaksi, lalu dilaporkan ke DPPKAD.

Penerimaan keuangan pajak adalah bagian teler dan untuk BHTB

yang marafnya adalah bagian teler langsung namun untuk bukti setorannya

yang memarap dan yang cap adalah saksi sendiri.


Penyetoran Pajak SSP-BPHTB dan PBB dilakukan di Bank Jabar.

Bukti setoran sebanyak 38 (tiga puluh delapan) lembar tersebut tidak benar

dan tidak sesuai dengan bukti yang sebenarnya bahkan tandatangan dan

Cap Bank Jabar tidak seperti bukti penyetoran tersebut.

Perbedaan antara bukti setoran sebenarnya adalah kalau untuk Cap

asli Bank Jabar adalah tidak ada nama kantor dalam capnya, dan

tandatangan dalam bukti setoran tersebut tidak sama dengan tandatangan

saksi sebagai penerima setoran pajak.

7. Saksi Kurnia Irawan

Saksi bekerja di PT. Rahendra Makmur Putra dari sejak bulan

Nopember 2015 sebagai Staf Legal dari PT. Rahendra Makmur Putra,

dimana tugas dan tanggungjawab saksi sebagai Legal tersebut adalah

Pengurusan Sartifikat : Pengecekan, Ploting, Balik nama, Pengikatan

(SHM), Pembuatan AJB di Notaris, Pembayaran Pajak : BPHTB, PPH,

PPN, PPH 21, Validasi pajak BPHTB, dan Akad Kredit di Bank maupun

di kantor pemasaran.

Saksi bekerja di PT. Rahenda Makmur Putra dari sejak bulan

Desember 2014 s.d tahun 2015 dan dalam setiap pelaporan pekerjaan saksi

bertanggungjawab kepada General Manager.

Saksi telah menerima Uang penyetoran pajak untuk pajak BPHTB,

PPH, PPN, PPH21, Validasi pajak BPHTB dari PT. Rahendra Makmur

Putra dengan sejumlah Rp. 566.787.400,- (lima ratus enam puluh enam

juta tujuh ratus delapan puluh tuh ribu empat ratus rupiah).
Setoran pajak tersebut sudah saksi setorkan ketika pada awal bulan

April 2015 dengan secara bertahap namun saksi lupa lagi tanggal bulannya

dan kalau untuk bukti-bukti setoran sudah diserahkan kepada PT.

Rahendra Makmur Putra, namun saksi melakukan penyetoran

pembayaran.

Pembayaran pajak tersebut tidak langsung saksi yang bayarkan

namun saksi minta bantuan kepada saksi Ari yang beralamat Kp/Kel.

Dangdeur Kec/Kab. Subang.

Saksi sebelumnya tidak kenal dengan saksi Ari namun Terdakwa

dikenalkan oleh Angga yang beralamat Kp/Ds. Pamanukan Subang ketika

pada bulan Maret 2015 di kantor BPN Subang dan setahu saksi bahwa Sdr.

Ari bekerja di Notaris.

Saksi dalam membayar pajak melalui orang lain, sehubungan saksi

banyak kesibukan dan saksi bekerja hanya berdua dengan Angga, dimana

pada saat itu Angga sedang sakit dan merekomendasikan kepada Ari untuk

membantu pembayaran pajak sekaligus Validasi di DPPKAD, dimana

pembayaran pajak melalui terdakwa pihak PT. Rahendra Makmur Putra

tidak tahu sama sekali.

Saksi pernah menerima uang dari Sdr. Ari pada sekitar bulan April

sampai dengan bulan Agustus 2015, yang jumlahnya sebesar Rp.

26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah) dan pada waktu penerimaan

uang tersebut di halaman kantor BPN Subang.


Bukti setoran pajak tersebut yang diterima dari Ari menurut saksi

benar bukan palsu namun ketika saksi dipertemukan oleh perusahaan

dengan Ari, dan pada tanggal 17 September 2015 ada konfirmasi kalau PT.

Rahendra Makmur Putra belum membayar pajak, setelah dikonfirmasi dan

diperlihatkan bukti setoran pajak ternyata bukti setoran pajak tersebut

adalah palsu dan terdakwa sendiri yang mengakuinya bahwa yang

membuat bukti setoran pajak tersebut adalah terdakwa sendiri.

Saksi menyadari jika uang pembayaran pajak harus dibayarkan

sebesar jumlah uang yang tertera dalam formulir atau BPHTB atau kop

surat formulir Surat Setoran Pajak dan jumlah uang yang diserahkan untuk

pembayaran tersebut harus diberikan seluruhnya, dan apabila saksi

mendapatkan keuntungan dari pembayaran pajak tersebut dapat saksi

sadari bahwa tidak dilakukannya pembayaran pajak tersebut secara benar

dan penyerahan pembayaran pajak kepada Ari Firmansyah yang saksi

lakukan adalah tidak sesuai prosedur atau tidak melalui jalur yang resmi

atau loket pembayaran pajak yang seharusnya atau menyimpang.

Saksi menyadari dan mengakui sebenarnya uang yang diberikan

kepada saksi oleh saksi Ari sebagai jatah dari terdakwa adalah uang yang

seharusnya disetorkan kepada kantor pajak Pratama Subang atau melalui

bank Jabar atau DPPKAD Kabupaten Subang, termasuk uang yang di

peroleh oleh saksi Ari dan uang yang dipergunakan oleh terdakwa tersebut

juga, sebagai uang yang diperuntukan sebagai pembayaran pajak PPH,

BPHTB dan PPN21 dari PT. Rahendara Makmur Putra.


8. Saksi Ari Firmansyah

Saksi telah menerima uang penyetoran pajak untuk pajak BPHTB,

PPH, PPN, PPH21 Validasi pajak BPHTB dari saksi Kurnia karyawan PT.

Rahendra Makmur Putra dengan perhitungan sebesar Rp.566.787.400,-

(lima ratus enam puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu

empat ratus rupiah) namun dalam penerimaanya secara bertahap.

Uang setoran pajak tersebut saksi kasihkan lagi kepada terdakwa

yang beralamat Kp. Dangdeur Kel. Dangdeur Kec/Kab. Subang ketika

pada awal bulan April 2015 dan untuk bukti-bukti setoran tersebut sudah

saksi berikan kepada saksi Kurnia.

Pekerjaan saksi yang sebenarnya adalah Swasta dan saksi

menerima setoran pajak tersebut awalnya saksi kenal dengan saksi Angga

mantan karyawan PT. Rahendra Makmur Putra sering minta bantuan

kepada saksi dan saksi. Kurnia dikenalkan kepada saksi oleh saksi Angga

dalam hal untuk pengurusan pajak.

Saksi pernah menerima uang dari terdakwa dengan sejumlah Rp.

113.000.000,- ketika pada bulan Agustus 2015, yang di terima sewaktu

berada di kantor BPN Subang kadang dipinggir jalan.

Bukti setoran pajak diterima dari terdakwa menurutnya benar dan

tidak palsu namun ketika diberi tahu oleh salah satu karyawan PT.

Rahendra Makmur Putra yaitu saksi Kurnia bahwa bukti tersebut diduga

palsu dan bahkan pada waktu dipertemukan pada tanggal 17 September

2015, terdakwa mengakui sendiri bahwa bukti setoran pajak tersebut tidak
disetorkan dan bukti setoran tersebut dibuat terdakwa sendiri, dan uang

sejumlah Rp. 113.000.000,- tersebut telah dipergunakan untuk

kepentingan pribadinya yang diantaranya membayar utang setoran,

setoran ke Bank dan untuk uang tersebut telah habis.

Saksi menyadari jika uang pembayaran pajak harus dibayarkan

sebesar jumlah uang yang tertera dalam formulir atau BPHTB atau kop

surat formulir Surat Setoran Pajak dan jumlah uang yang diserahkan untuk

pembayaran tersebut harus diberikan seluruhnya, dan apabila saksi

mendapatkan keuntungan dari pembayaran pajak tersebut dapat saksi

sadari bahwa dengan hal tersebut kenyataannya tidak dilakukannya

pembayaran pajak tersebut sesuai ketentuan yang berlaku dan penyerahan

pembayaran pajak dari Kurnia kepada saksi adalah tidak sesuai prosedur

atau tidak melalui jalur yang resmi atau loket pembayaran pajak yang

seharusnya atau menyimpang dari seharusnya.

Saksi mengakui sebenarnya uang yang diberikan kepada saksi oleh

terdakwa adalah uang yang seharusnya disetorkan kepada kantor pajak

pratama subang atau melalui bank jabar atau DPPKAD kabupaten subang,

termasuk uang yang saksi berikan kepada Kurnia Irawan dan uang yang

dipergunakan oleh terdakwa tersebut, sebagai uang yang diperuntukan

sebagai pembayaran pajak PPH, BPHTB dan PPN21 dari PT. Rahendara

Makmur Putra.
E. Keterangan Terdakwa

Terdakwa bekerja sebagai tukang parkir di kantor Pajak Pratama/BJB,

dan sekitar bulan April 2015 pernah diminta bantuan oleh saksi Ari yang mana

ketika itu di halaman parkir Kantor Pajak Pratama/BJB Gg. Panglejar Subang

ketika itu sedang kerja sebagai juru parkir, saksi Ari menghampiri dan berkata

“Lur, bisa bantu untuk mempercepat proses pembayaran ke bank

BJB/DPPKAD”, kemudian di tanya “untuk apa ?” Ari menjawab “untuk

proyek Perumahan” dan selanjutnya terdakwa belum bisa memberi jawaban,

dan secara kebetulan sebelumnya pernah ngobrol–ngobrol dengan yang

bernama Endang yang suka bayar pajak ke BJB dan dari obrolan sebelumnya

Endang pernah menawarkan apabila ada yang mau proses bayar pajak bisa

melaluinya dan selanjutnya secara kebetulan ada datang ke Kantor pajak

Pratama atau Bank BJB Gg. Panglejar Subang dan selanjutnya menyampaikan

yang sebelumnya saksi Ari kepadanya dan Endang menyanggupi dan ketika itu

pun dijanjikan persentase/upah dalam pengurusan tersebut misalkan dari Rp.

5.000.000,- mendapatkan Rp. 500.000,- saksi Ari Rp. 2.000.000,- dan

Rp.2.500.000,- selanjutnya menyampaikan hal tersebut kepada saksi Ari,

mengenai proses dan persentase tersebut namun tidak diberitahukan bahwa

proses tersebut kepada Endang dan ketika saksi Ari menanyakan tidak

diberitahu, namun kemudian hal tersebut diberitahukan kepada saksi Kurnia.

Terdakwa telah menerima uang penyetoran pajak untuk BPHTB, PPH,

PPN, PPH21 Validasi Pajak BPHTB dan berikut dengan berkasnya dari saksi

ari dengan total kurang lebih sebesar Rp. 566.787.400,- (lima ratus enam puluh
enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah). namun

untuk penerimaannya secara bertahap dan tidak sekaligus.

Setoran pajak tersebut dikasihkan lagi kepada Endang secara bertahap

namun lupa lagi tanggal bulannya dan kalau untuk bukti-bukti setoran pajak

tersebut semuanya sudah diberikan kepada saksi Ari yang kemudia diserahkan

kepada saksi Kurnia Irawan, yang didapat dari Endang.

Pekerjaan terdakwa yang sebenarnya sebagai juru parkir di Bank BJB

cabang yang berkantor di Gg. Panglejar Subang dan menerima setoran pajak

tersebut berawal kenal dengan Endang yang suka membayar pajak ke BJB yang

sehingga berani untuk menerima bantuan dari saksi Ari tersebut.

Terdakwa menerima uang tersebut kemudia menyerahkan lagi kepada

Endang, dikarenakan Endang sering membayar pajak ke Bank BJB dan Endang

pernah menawarkan kepadanya yang sehingga mau menerima pengurusan dari

saksi Ari yang diberikan oleh saksi Kurnia sebelumnya kepada Endang tersebut

dan Endang bukan bekerja di Perpajakan atau Bank BJB dan melaui dia

dikarenakan sering dan kemungkinan banyak kenalan di kantor pajak dan Bank

BJB.

Pada tahun 2015 saksi Ari pernah menyerahkan berkas yang

diantaranya BPHTB, PPH, PPN dan uangnya diantaranya sebesar

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) di Rumah makan padang samping

yomart Dolog Subang dan uang tersebut sebesar Rp. 14.000.000,- (empat belas

juta rupiah) di serahkan kepada Endang untuk bayar pajak dan sisanya sebesar

Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) diambil oleh saksi Ari dan Terdakwa Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) terima dari Endang sebesar Rp. 5.000.000,- (lima

juta rupiah) masih dirumah makan padang yang diserahkan kepada Endang

adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan sisanya Rp. 2.000.000,-

(dua juta rupia) oleh saksi Ari dan Terdakwa mendapatkan Rp. 500.000,- (lima

ratus ribu rupiah) dari Endang, dan untuk yang lainnya terdakwa sudah lupa.

Setiap penyerahan berkas yaitu berupa BPHTB, PPH, dan PPN dari

saksi Ari kepada Terdakwa juga berikut dengan uangnya sebagaimana yang

dijelaskan diatas, selanjutnya diserahkan kepada Endang dan setelah

diserahkan kemudian menyerahkan kembali berkas BPHTB, PPH, dan PPN

berikut dengan tanda bayar dari BJB selanjutnya di serahkan kembali kepada

saksi Ari untuk diserahkan kepada saksi Kurnia.

Berkas yang diterima dari saksi Ari selanjutnya diserahkan kepada

Endang dan dikembalikan kembali oleh Endang dengan ditambah bukti setoran

bank BJB dikira itu adalah asli dikarenakan sebelumnya sudah percaya kepada

Endang, namun berkas tersebut ternyata palsu yang terdakwa ketahui setelah

ditelepon oleh saksi Ari disuruh merapat ke kantor samping Kantor BPN dan

disana bertemu dengan saksi Ari dan dari pihak perusahan yaitu Coco,

menanyakan bahwa berkas tersebut dan uang pembayaran pajak di cek ke Bank

ternyata tidak masuk dan dari sana selanjutnya menghubungi Endang dan

ketika itu menjawab akan di cek dan selanjutnya Endang susah dihubungi

sampai dengan sekarang ini.

Keuntungan dalam perantara proses pembayaran pajak yang berawal

dari saksi Ari dan yang diberikan sebelumnya oleh saksi Kurnia selanjutnya
melalui Endang tersebut adalah kurang lebih sebesar Rp.50.000.000,- (Lima

puluh juta rupiah).

F. Pertimbangan Hukum

Terdakwa bekerja sebagai tukang parkir di Kantor KPP Pajak Pratama

Subang dengan bekerja sama dengan saksi Ari, sedangkan saksi Kurnia bekerja

di PT. Rahendra Makmur Putra (bergerak di bidang Depelover/ Pengembang/

Property) dimana saksi Kurniawan sebagai staf legal yang mempunyai tugas

pokok dan fungsi diantaranya adalah melakukan pembayaran pajak : BPHTB,

PPH, PPN, PPH 21, Validasi, Pajak BPHTB, telah mengajukan permohonan

pembayaran BPHTB, PPH, PPN kepada bagian keuangan yang selanjutnya

setelah disetujui oleh pihak Manajemen, kemudian uang untuk pembayaran di

cairkan ke kasir atau bagian keuangan yang selanjutnya saksi Kurnia

mengambil uang kebagian kasir atau keuangan yang kemudian bertugas

membayarkan pembayaran sesuai dengan pengajuan, untuk BPHTB ke Bank

BJB Subang, untuk Pajak PPH ke kantor Pajak Pratama Subang melalui Bank

BJB Subang dan untuk Pajak PPN ke Bank BJB Subang.

Pembayaran pajak tersebut meliputi proyek perumahan yang

diantaranya sebagai berikut :

1. Proyek de Panji Cluster :

a. Pajak BPHTB sebesar Rp. 2.327.500,- (dua juta tiga ratus dua puluh

tujuh ribu lima ratus rupiah).


b. Pajak PPH Final sebesar Rp. 8.327.500,- (delapan juta tiga ratus dua

puluh tujuh lima ratus rupiah).

c. Pajak PPN sebesar Rp. 122.110.000,- (seratus juta dua puluh dua juta

seratus sepuluh ribu rupiah).

Jumlah keseluruhan sebesar Rp. 132.765.000,- (seratus tiga puluh

dua juta tujuh ratus enam puluh lima ribu rupiah).

2. Proyek Bumi Pagaden Permai 2 :

a. Pajak BPHTB sebesar Rp. 72.560.500,- (tujuh puluh dua juta lima

ratus jenam puluh ribu lima ratus rupiah).

b. Pajak PPH Final sebesar Rp. 128.700.000,- (seratus dua puluh

delapan juta tujuh ratus ribu rupiah).

c. Pajak PPN sebesar Rp. 146.652.400,- (seratus empat puluh enam juta

enam ratus lima puluh dua ribu rupiah).

Jumlah keseluruhan sebesar Rp. 347.912.400,- (tiga ratus empat puluh

tujuh juta sembilan ratus dua belas ribu empat ratus rupiah).

3. Proyek Harva Residence :

a. Pajak BPHTB sebesar Rp. 1.150.000,- (Satu juta seratus lima puluh

ribu rupiah).

b. Pajak PPH Final sebesar Rp. 4.150.000,- (empat juta seratus lima

puluh ribu rupiah).

c. Pajak PPN sebesar Rp. 71.020.000,- (tujuh puluh satu juta dua puluh

ribu rupiah).
Jumlah keseluruhan sebesar Rp. 76.320.000,- (tujuh puluh enam juta

tiga ratus dua puluh ribu rupiah). Keseluruhan uang setoran pajak PPH Final,

BPHTB dan PPN dari PT. Rahendra Makmur Putra dengan jumlah total

sebesar Rp.556.997.400.- (lima ratus lima puluh enam juta sembilan ratus

sembilan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah), dimana penerimaan uang

tersebut tidak sekaligus, melainkan bertahap, dan kemudian saksi Kurnia tidak

menyetorkan uang tersebut sesuai prosedur ke Kantor Pajak Pratama Subang

atau Bank BJB Subang, tetapi secara bertahap memberikan uang tersebut

kepada saksi Ari yang kemudian menyerahkan kembali uang tersebut kepada

terdakwa, yang kemudian membuat bukti setoran palsu dari PT. Rahendra

Makmur Putra ke Perpajakan/Kantor Pajak Pratama Subang ataupun Bank BJB

Subang untuk pembayaran pajak PPH Final, BPHTB dan PPN tersebut dan

melaporkan hal tersebut kepada PT.Rahendra Makmur Putra seolah-olah

pembayaran pajak tersebut telah disetorkan.

Uang setoran pajak dari PT. Rahendra Makmur Putra tersebut dibagi

diantara mereka, dimana saksi Kurnia telah menerima kurang lebih Rp.

26.000.000.- (dua puluh enam juta rupiah) dari saksi Ari, sementara saksi Ari

telah menerima kurang lebih Rp. 113.000.000.- (seratus tiga belas juta rupiah)

dari terdakwa, dimana sisanya dipergunakan oleh terdakwa bersama-sama

dengan seseorang bernama Endang (DPO/Daftar Pencarian Orang).

Awal mula pembayaran Pajak tersebut ketahuan oleh PT. Rahendra

Makmur Putra mendapat konfirmasi dari kekantor DPPKAD untuk Klarifikasi

tentang setoran pajak (SSPD-BPHTB), kemudian dari pihak PT. Rahendra


Makmur Putra melakukan konfirmasi, dan setelah diklarifikasi ternyata

pembayaran bukti surat pembayaran pajak tersebut ternyata nomornya tidak

terdaftar di buku register kantor DPPKAD, dan bukti pembayaran di Bank BJB

ternyata juga palsu.

Akibat perbuatan terdakwa PT. Rahendra Makmur Putra mengalami

kerugian sebesar Rp. 556.997.400.- (lima ratus lima puluh enam juta sembilan

ratus sembilan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah).

Terdakwa turut serta melakukan penggelapan dilakukan oleh orang

yang menguasai barang itu karena mendapat upah uang yang dilakukan terus

menerus sebagai perbuatan berlanjut. Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut

majelis hakim akan mempertimbangkan apakah perbuatan yang dilakukan oleh

terdakwa tersebut terbukti atau tidak, dan apakah perbuatannya tersebut dapat

dipidana atau tidak. Untuk dapat tidaknya seseorang dinyatakan terbukti

bersalah dan dapat dipidana menurut ketentuan hukum pidana, maka

keseluruhan unsur-unsur dari pada pasal yang didakwakan kepada terdakwa

haruslah dinyatakan terbukti dan terpenuhi unsur-unsur dari dakwaan Jaksa

Penuntut Umum.

Terdakwa telah mencocoki Pasal 374 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Jo. Psal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Majelis Hakim berpendapat akan memperhatikan hal-hal yang

memberatkan dan yang meringankan bagi terdakwa. Dalam persidangan tidak

ditemukan alasan pembenar maupun alasan pemaaf terhadap perbuatan pidana


yang telah dilakukan oleh terdakwa, akan tetapi Majelis Hakim tetap akan

menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan terdakwa.

Sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan, Majelis patut

mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan

bagi terdakwa sebagai berikut

1. Hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa adalah :

a. Perbuatan terdakwa merugikan PT. Rahendra Makmur Putra sebesar

Rp. 556.997.400,- (lima ratus lima puluh enam juta sembilan ratus

sembilan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah).

b. Terdakwa sempat melarikan diri.

2. Hal-hal yang meringankan bagi terdakwa adalah :

a. Terdakwa bersikap sopan didalam persidangan.

b. Terdakwa menyesali perbuatannya.

Setelah memperhatikan pembelaan dari terdakwa serta memperhatikan

hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa, maka

Majelis Hakim berpendapat bahwa pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa

tersebut telah tepat dan setimpal dengan perbuatannya serta memenuhi rasa

keadilan.

G. Putusan Hakim

Majelis Hakim dalam mengadili, memeriksa serta memutuskan perkara

berdasarkan kepada aspek legal justice, social justice, dan moral justice, oleh

karena terdakwa selama dalam proses perkara telah ditahan, maka lamanya
terdakwa ditahan dikurangi seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan,

karena terdakwa dinyatakan bersalah maka terdakwa dihukum pula

untukmembayar biaya perkara.

Ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan dengan perkara tersebut khususnya ketentuan Pasal 374 Jo. Pasal

55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

1. Menyatakan bahwa terdakwa Asep Setiawan Alias Asep Baik Bin Andi

Suhandi (Alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana turut serta melakukan penggelapan dilakukan

oleh orang yang menguasai barang itu karena mendapat upah uang yang

dilakukan terus menerus sebagai perbuatan berlanjut.

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 3 (tiga) tahun.

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh

tedakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

5. Membebankan kepada terdakwa biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua

ribu rupiah).
BAB IV

ANALISIS TERHADAP TINDAK PIDANA TURUT SERTA

MELAKUKAN PENGGELAPAN DALAM JABATAN SECARA

BERLANJUT DIHUBUNGKAN DENGAN PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI SUBANG NOMOR : 247/Pid.B/2018/PN.SNG

A. Modus Operandi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Turut Serta

Melakukan Penggelapan Pajak.

Kejahatan yang terjadi menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian

yang bersifat ekonomis materil maupun immateri yang menyangkut rasa aman

dan ketenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Secara tegas dapat dikatakan

bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang anti sosial (a-sosial). Berbagai

upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan namun kejahatan

tersebut tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat cara

hidup manusia maupun teknologi semakin canggih pula ragam dan pola

kejahatan yang muncul. Kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu

bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk

masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. 1 Perilaku

menyimpang merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap

norma-norma sosial yang mendasari kehidupan keteraturan sosial dapat

1
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan
Pidana Penjara, Alumni, Semarang, 1996, hlm. 11.
menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial

dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban

sosial. Dengan demikian kejahatan disamping merupakan masalah

kemanusiaan juga merupakan masalah sosial.2

Setiap masyarakat yang telah maju dan masyarakat pada masa modern

ini berkepentingan untuk mengendalikan kejahatan dan mengurangi serendah

mungkin angka kejahatan melalui berbagai alternatif penegakan hukum.

Keadaan ini mendorong diusahakannya berbagai alternatif untuk mengatasi

kejahatan-kejahatan tersebut, baik oleh para penegak hukum maupun oleh para

ahli-ahli hukum dan kriminologi. Berbagai Elemen yang ada hubungannya

dengan suatu kejahatan dikaji dan dibahas secara intensif seperti : para pelaku

(daders), para korban, pembuat undang-undang, penegak hukum, dan lain-lain.

Dengan kata lain semua fenomena baik maupun buruk yang dapat

menimbulkan kriminilitas (faktor kriminogen) diperhatikan dalam meninjau

dan menganalisa terjadinya suatu kejahatan.

Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi

mungkin tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Masalah tindak pidana ini

nampaknya akan terus berkembang dan tidak akan pernah surut baik dilihat

dari segi kualitas maupun kuantitasnya, perkembangan ini menimbulkan

keresahan bagi masyarakat dan pemerintah.3 Tindak pidana merupakan suatu

2
Ibid., hlm. 14.
3
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1983, hlm. 3.
bentuk perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada setiap bentuk

masyarakat, dalam arti bahwa tindak pidana akan selalu ada seperti penyakit

dan kematian yang selalu berulang seperti halnya dengan musim yang selalu

berganti dari tahun ke tahun.4

Kejahatan yang sekarang marak terjadi di masyarakat sekarang adalah

penggelapan. Seperti kasus penggelapan pajak PT. Rahendra Makmur Putra

yang digelapkan pembayaran pajaknya dalam proyek de panji cluster, proyek

bumi pagaden permai 2 dan proyek harva residence, dimana terdakwa bekerja

sama dengan beberapa orang yang bekerja di PT. Rahendra Makmur Putra

untuk menggelapkan pembayaran pajak tersebut.

Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam Buku Kedua yaitu kejahatan

Bab XXIV Pasal 372, 373, 374, 375, 376, dan 377 KUHP. 5 Dimana yang

termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain

sebagian atau seluruhnya, dimana penguasaan atas barang itu sudah ada pada

pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu

barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau

penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya

petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang

atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/uang tersebut pada

dasarnya adalah milik orang lain.

4
Susilo, Kriminologi (Pengetahuan Tentang Sebab-Sebab Kejahatan), Politeia Bogor,
hlm. 5.
5
Andi Hamzah, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hlm. 144-145.
Secara umum, unsur-unsur tindak pidana terhadap harta kekayaan ini

adalah mencakup unsur obyektif dan unsur subyektif. Adapun unsur obyektif

yang dimaksud adalah berupa hal-hal sebagai berikut :

1. Unsur perbuatan materiel, seperti perbuatan mengambil (dalam kasus

pencurian), memaksa (dalam kasus pemerasan), memiliki/mengklaim

(dalam kasus penggelapan, menggerakkan hati/pikiran orang lain (dalam

kasus penipuan) dan sebagainya;

2. Unsur benda/barang;

3. Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda yakni harus

merupakan milik orang lain;

4. Unsur upaya-upaya tertentu yang digunakan dalam melakukan perbuatan

yang dilarang;

5. Unsur akibat konstitutif yang timbul setelah dilakukannya perbuatan yang

dilarang.6

Sedangkan unsur subyektifnya adalah terdiri atas :

1. Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti “dengan

maksud”, “dengan sengaja”, “yang diketahuinya/patut diduga olehnya”

dan sebagainya; dan

2. Unsur melawan hukum baik yang ditegaskan eksplisit/tertulis dalam

perumusan pasal maupun tidak.7

6
Adami Chazawi, Hukum Pidana I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 77.
7
Sudarto, Hukum Pidana 1 A – 1 B, Alumni, Bandung hlm. 45.
Modus operandi adalah cara operasi orang perorang atau kelompok

penjahat dalam menjalankan rencana kejahatannya. Kata tersebut sering

digunakan di koran-koran atau televisi jika ada berita kejahatan dan kata

tersebut sering disingkat menjadi M.O.8

Berbagai bentuk dan modus operandi penggelapan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang sudah barang tentu akan sangat merugikan

orang lain, demikian pula dengan penggelapan yang dilakukan oleh seorang

atau sekelompok pelaku penggelapan terhadap pembayaran pajak dengan

berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin

tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan penggelapan yang semakin

kompleks, seperti pada kasus penggelapan pembayaran pajak PT. Makmur

Rahendra Putra. Terdakwa yang kenal dengan saksi Ari dan saksi Kurnia,

dimana saksi hanya sebatas kenal dan tidak memiliki hubungan keluarga

dengannya, dimana saksi kenal dengan mereka berdia sejak tahun 2014, yang

terdakwa sering melihat mereka berdua di di Kantor Pajak Pratama/BJB yang

berlokasi di Gg. Panglejar Subang. Terdakwa sendiri bekerja sebagai tukang

parkir di kantor Pajak Pratama/BJB.

Sekitar bulan April 2015 pernah diminta bantuan oleh saksi Ari yang

mana ketika itu di halaman parkir Kantor Pajak Pratama/BJB Gg. Panglejar

Subang ketika itu sedang kerja sebagai juru parkir, saksi Ari menghampiri dan

berkata “Lur, bisa bantu untuk mempercepat proses pembayaran ke bank

8
https://id.wikipedia.org/wiki/Modus_operandi, di akses tanngal18 Juni 2019, jam 12.50
Wib.
BJB/DPPKAD”, kemudian di tanya “untuk apa ?” Ari menjawab “untuk

proyek Perumahan” dan selanjutnya terdakwa belum bisa memberi jawaban,

dan secara kebetulan sebelumnya pernah ngobrol–ngobrol dengan yang

bernama Endang yang suka bayar pajak ke BJB dan dari obrolan sebelumnya

Endang pernah menawarkan apabila ada yang mau proses bayar pajak bisa

melaluinya dan selanjutnya secara kebetulan ada datang ke Kantor Pajak

Pratama atau Bank BJB Gg. Panglejar Subang dan selanjutnya menyampaikan

yang sebelumnya saksi Ari kepadanya dan Endang menyanggupi dan ketika itu

pun dijanjikan persentase/upah dalam pengurusan tersebut misalkan dari

Rp.5.000.000,- mendapatkan Rp. 500.000,- saksi Ari Rp. 2.000.000,- dan

Rp.2.500.000,- selanjutnya menyampaikan hal tersebut kepada saksi Ari,

mengenai proses dan persentase tersebut namun tidak di beritahukan bahwa

proses tersebut kepada Endang dan ketika saksi Ari menanyakan tidak di

beritahu, namun kemudian hal tersebut diberitahukan kepada saksi Kurnia.

Bahwa yang akan diurus oleh saksi Ari tersebut adalah pajak : BPHTB,

PPH, PPN, PPH21 Validasi Pajak BPHTB untuk perumahan dari PT. Rahendra

Makmur Putra, saksi mengetahui hal tersebut karena sempat membaca formulir

pembayaran pajak yang dilakukan secara bertahap yang tertera atas nama wajib

pajak PT tersebut.

Terdakwa telah menerima uang penyetoran pajak untuk BPHTB, PPH,

PPN, PPH21 Validasi Pajak BPHTB dan berikut dengan berkasnya dari saksi

Ari dengan total kurang lebih sebesar Rp. 566.787.400,- (lima ratus enam puluh
enam juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu empat ratus rupiah). namun

untuk penerimaannya secara bertahap dan tidak sekaligus.

Kemudian setoran pajak tersebut dikasihkan lagi kepada Endang secara

bertahap namun lupa lagi tanggal bulannya dan kalau untuk bukti-bukti setoran

pajak tersebut semuanya sudah di berikan kepada saksi Ari yang kemudia

diserahkan kepada saksi Kurnia Irawan, yang di dapat dari Endang.

Pekerjaannya terdakwa yang sebenarnya sebagai Juru parkir di Bank

BJB cabang yang berkantor di Gg. Panglejar Subang dan menerima setoran

pajak tersebut berawal kenal dengan Endang yang suka membayar pajak ke

BJB yang sehingga berani untuk menerima bantuan dari saksi Ari tersebut.

Terdakwa menerima uang tersebut kemudian menyerahkan lagi kepada

Endang, dikarenakan Endang sering membayar pajak ke Bank BJB dan dia

pernah menawarkan kepadanya yang sehingga mau menerima pengurusan dari

saksi Ari yang diberikan oleh saksi Kurnia sebelumnya kepada Endang tersebut

dan Endang bukan bekerja di Perpajakan atau Bank BJB dan melaui dia

dikarenakan sering dan kemungkinan banyak kenalan di kantor pajak dan Bank

BJB.

Pada saat menerima berkas berupa BPHTB, PPH, dan PPN yang ketika

itu secara bertahap dan selanjutnya selain berkas juga berikut dengan uang

untuk pembayaran pajaknya dengan beberapa kali namun tepatnya lupa lagi.

Pada tahun 2015 saksi Ari pernah menyerahkan berkas yang

diantaranya BPHTB, PPH, PPN dan uangnya diantaranya sebesar

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) di Rumah makan padang samping


yomart Dolog Subang dan uang tersebut sebesar Rp. 14.000.000,- (empat belas

juta rupiah) di serahkan kepada Endang untuk bayar pajak dan sisanya sebesar

Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah) diambil oleh saksi Ari dan Terdakwa

Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) terima dari Endang sebesar Rp. 5.000.000,-

(lima juta rupiah) masih dirumah makan padang yang diserahkan kepada

Endang adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) dan sisanya

Rp.2.000.000,- (dua juta rupia) oleh saksi Ari dan Terdakwa mendapatkan

Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dari Endang, dan untuk yang lainnya

terdakwa sudah lupa. Dalam setiap penyerahan berkas yaitu berupa BPHTB,

PPH, dan PPN dari saksi Ari kepada Terdakwa juga berikut dengan uangnya

sebagaimana yang dijelaskan diatas selanjutnya diserahkan kepada Endang dan

setelah diserahkan kemudian menyerahkan kembali berkas BPHTB, PPH, dan

PPN berikut dengan tanda bayar dari BJB selanjutnya di serahkan kembali

kepada saksi Ari untuk diserahkan kepada saksi Kurnia.

Berkas yang di terima dari saksi Ari selanjutnya di serahkan kepada

Endang dan dikembalikan kembali oleh Endang dengan ditambah bukti setoran

bank BJB ketika itu adalah asli dikarenakan sebelumnya sudah percaya kepada

Endang, untuk berkas tersebut ternyata palsu yang terdakwa ketahui setelah

ditelepon oleh saksi Ari disuruh merapat ke kantor samping Kantor BPN dan

disana bertemu dengan saksi Ari dan dari pihak perusahan yaitu Coco,

menanyakan bahwa berkas tersebut dan uang pembayaran pajak di cek ke Bank

ternyata tidak masuk dan dari sana selanjutnya menghubungi Endang dan
ketika itu menjawab akan di cek dan selanjutnya Endang susah dihubungi

sampai dengan sekarang ini.

Keuntungan dalam perantara proses pembayaran pajak yang berawal

dari saksi Ari dan yang diberikan sebelumnya oleh saksi Kurnia selanjutnya

melalui Endang tersebut adalah kurang lebih sebesar Rp. 50.000.000,- (lima

puluh juta rupiah).

Menurut penulis atas perbuatan tindakan pidana penggelapan pajak

dalam jabatan secara berlanjut tersebut sudah memenuhi semua unsur yang

terdapat didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 374

KUHP tentang Penggelapan dengan Pemberatan. Pelaku dalam melakukan

kejahatan memiliki penguasaan terhadap barang disebabkan karena ada

hubungan kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu,

dengan kata lain pelaku telah memenuhi unsur yang terdapat didalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, disamping itu pelaku melakukan kejahatan

dalam kondisi sehat serta secara sadar telah melakukan apa yang seharusnya

tidak boleh dilakukan dan perbuatannya dapat dikatakan melawan hukum, ini

pun sudah termasuk dari unsur yang diterangkan didalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana. Selanjutnya pelaku melakukan tindak pidana tersebut

dengan sengaja artinya apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya

atau dengan kata lain bahwa sengaja sebagai tujuan hasil perbuatan sesuai

dengan maksud orangnya, dan itu pun telah memenuhi unsur dari kata sengaja

sebagai maksud.
Seseorang yang dikatakan melakukan suatu tindak pidana apabila telah

memenuhi lima unsur yaitu :

1. Adanya perbuatan.

2. Perbuatan tersebut sesuai dengan apa yang telah tertuang didalam undang-

undang.

3. Perbuatannya dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

4. Perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan didepan hukum oleh pelaku

kejahatan.

5. Perbuatannya dapat dipidana.

Secara keseluruhan pelaku telah mencocoki dari kesemua unsur

tersebut diatas, maka konsekuensinya adalah pelaku dapat dipidana sesuai

dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia, khususnya Pasal 374 Jo.

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

B. Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Turut Serta

Melakukan Penggelapan Pajak .

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini,

kehidupan di masyarakat semakin kompleks dan beragam. Jumlah penduduk

pun kian hari kian meningkat, sedangkan lahan yang tersedia untuk tempat

tinggal semakin menyempit. Selain itu dengan bertambahnya jumlah penduduk

yang semakin banyak, tingkat persaingan dimasyarakat untuk mendapatkan

pekerjaan semakin tinggi dan sulit yang berimbas pada buruknya keuangan
yang bisa mendorong tindakan kriminalitas di masyarakat. Manusia memang

pada dasarnya adalah makhluk yang bebas yang memiliki kebebasan dalam

melakukan segala suatu hal, namun tidak semua perbuatan yang dilakukan oleh

manusia adalah benar serta tidak semua perbuatan dan perilaku manusia yang

mereka anggap baik untuk dirinya juga baik dan dianggap benar oleh orang

lain, segala sesuatunya harus memperhatikan dan mempertimbangkan

kebaikan manusia lain dan lingkungan sekitarnya. Pada kenyataannya banyak

yang tidak mampu mengontrol dirinya sendiri dalam melakukan suatu

perbuatan, sehingga perbuatan tersebut terkadang merugikan dirinya sendiri,

dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya maka diperlukan

sebuah hukum yaitu aturan-aturan yang mengatur tingkah laku manusia dengan

manusia lain, lingkungan, badan hukum, hingga dengan negara.

Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Penggelapan

dengan pemberatan sebagai suatu esensi nyata dalam mengimplementasi

penindakan penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya

terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena

pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu. Maka dibutuhkan

implementasi hukum yang benar-benar digunakan dalam mengatasi kasus yang

berkembang di tengah masyarakat, seperti kasus penggelapan yang akhir-akhir

ini sering terjadi oleh berbagai pihak. Fungsi Pasal 374 Kitab Undang-undang

Hukum Pidana dalam penegakan hukum mengenai penggelapan salah satunya

adalah untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan penggelapan.

Oleh karena itu, hal ini menjadi perhatian bersama agar upaya penindakan
menurut Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Penggelapan

dengan pemberatan bisa di implementasikan dengan tepat dan cermat. Dengan

ini segala upaya yang dilakukan para pelaku penggealapan bisa teratasi dan

ditegakan secara tegas. Sehingga fungsi dari penegakan hukum benar-benar

terealisasi.

Berkaitan dengan konteks hukum pidana, “ultimum remedium”

merupakan asas hukum yang menempatkan hukum pidana sebagai alat terakhir

dalam penegakan hukum, sedangkan “premium remedium” merupakan teori

huku pidana modern yang menyatakan bahwa hukum pidana sebagai alat

utama dalam penegakan hukum. Namun, dalam perkembangannya penerapan

dari “ultimum remedium” sulit diterapkan karena masih banyak mengalami

kendala-kendala, dan faktor-faktor lain. Hukum pidana memiliki Undang-

undang (peraturan) yang mengatur setiap tindak kejahatan dan pelanggaran

yang tentunya didalam penerapan sanksi pidana tidak mengenal kompromi

ataupun kata damai.

Efektifnya sanksi yang dijatuhi yang dijatuhi tergantung pada

karakteristik dan kepribadian orang-orang yang terkena sanksi pidana. Ha ini

antara lain adalah menyangkut jumlah orang yang terkena dan sejauh mana

sanksi pidana. Hal ini antara lain adalah menyangkut jumlah orang yang

terkena dan sejauh mana sanksi tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku

orang-orang yang terkena sanksi. Di samping itu, faktor keinginan masyarakat

juga perlu untuk diperhitungkan, artinya sampai sejauh manakah masyarakat

menginginkan bahwa perilaku tertentu dilarang atau dikendalikan secara ketat.


Menurut Lawrebce Friedman hal ini sesuai dengan konsep bekerjanya hukum.

Khususnya tentang komponen kultural yang mencakup keseluruhan faktor

yang menentukan bagaimana sistem hukum termasuk sanksi hukum sebagai

bagian dari komponen substansi hukum yang memperoleh tempat yang logis

dalam kerangka budaya masyarakat umum.9

H.L. Packer sebagaimana dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi Arief

dalam bukunya “The Limits of Criminal Sanction” yakni :

1. Sanksi pidana sangatlah diperlukan, karena manusia tidak dapat hidup

sekarang maupun yang akan datang tanpa adanya pidana.

2. Sanksi pidana adalah alat atau sarana terbaik yang tersedia, yang dimiliki

untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau budaya besar serta untuk

menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya.

3. Sanksi pidana merupakan “penjamin yang utama atau yang terbaik” dan

merupakan “pengancam yang utama” dari kebebasan manusia. Ini

merupakan penjamin apabila digunakan secara hemat, cermat dan secara

manusiawi, sanksi pidana merupakan pengancam apabila digunakan serta

sembarangan dan dilakukan secara paksa.10

Lebih lanjut Sahetapy mengemukakan mengenai pemidanaan, yaitu :

“Pemidanaan sebaiknya bertujuan pembebasan. Pembebasan disini


bukan dalam pengertian fisik, sebab fisik yang bersangkutan tiak sama
sekali mengalami. Terkecuali geraknya yang dibatasi karena seseorang
berada dalam lembaga pemasyarakatan, namun dalam keterbatasan
ruang geraknya, orang tersebut dibebaskan secara mental dan spiritual.

9
Hambali Tholib, Sanksi Pemidanaan Dalam Konflik Pertahanan Kebijakan Alternatif
Penyelesaian Konflik Pertahanan Diluar Kodifikasi Hukum Pidana, Rencana Prenada Media Grup,
Jakarta 2009, hlm. 110.
10
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,
2005, hlm. 155-156.
Dengan demikian orang tersebut seolah-olah mengalami suatu
kelahiran kembali secara mental dan spiritual. Ini berarti, orang tersebut
bukan melepaskan cara-cara dan gaya hidupnya yang lama, melainkan
melepaskan cara berfikir dan kebiasaan yang lama”.11

Selanjutnya pidana yang dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana

penggelapan yaitu berdasarkan Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana tentang Penggelapan yang menyatakan bahwa :

“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang


sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekuasannya bukan karena kejahatan, diancam
karena penggelapan”.12

Selanjutnya sanksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku tindak

pidana penggelapan dengan pemberatan tercantum didalam Pasal 374 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap


barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharian
atau karena mendapatkan upah untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun”.13

Pengenaan pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dengan

pemberatan dilihat dari unsur kesalahan berdasarkan kesengajaan dan melawan

hukum. Dalam Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang

Penggelapan dengan pemberatan, unsur kesalahan berdasarkan kesengajaan

dan melawan hukum juga sudah terpenuhi, maka dapatlah dipidana pelaku

kejahatan penggelapan dengan pemberatan sesuai dengan Pasal yang telah

tercantum didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tersebut.

11
Ibid., hlm. 401.
12
Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 144.
13
Ibid., hlm. 145.
Aan Seidman, Robert B. Seidman dan Nalin Abeyesekere mengatakan

bahwa dalam proses pembangunan, undang-undang merupakan alat utama

pemerintah dalam melakukan perbuahan pada lembaga-lembaga. Hal tersebut

untuk memperjelas tugas pembuat undang-undang, yaitu membuat undang-

undang menjadi efektif dan mampu membawa perubahan. Suatu undang-

undang yang efektif pada keadaan khusus disuatu negara harus mampu

mendorong suatu erilaku yang dituju atau diaturnya.14

Berbicara masalah efektifitas hukum dalam penerapan sanksi pidana

kepada pelaku tindak pidana penggelapan dengan pemberatan secara umum

dirasakan masih kurang. Jika berbicara masalah efektifitas berarti

membicarakan daya kerja hukum itu sendiri, karena ada dasarnya

diciptakannya undang-undang untuk memecahkan masalah didalam kehidupan

masyarakat sekaligus untuk meminimalisir tindak kejahatan agar tidak terulang

kembali. Berkaitan dengan hal ini Barda Nawawi Arief mengumpulkan

beberapa macam pendapat yang dikemukakan oleh Rubin, Schultz, Johanes

Andenaes, Wolf Minddendrif, Donal R Taft dan Ralf W england sebagai

berikut :

1. Rubin menyatakan bahwa pemidanaan (apapun hakikatnya, apakah

dimaksudkan untuk menghukum atau untuk memperbaiki) sedikitnya atau

tidak mempunyai pengaruh terhadap masalah kejahatan.

14
Andrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Penebar Swadaya Grup, Jakarta,
2014, hlm. 115.
2. Schultz menyatakan bahwa naik turunnya kejahatan disuatu negara

tidaklah berhubungan dengan perubahan-perubahan didalam hukumnya

atau kecenderungan-kecenderungan dalam putusan-putusan pengadilan,

akan tetapi berhubungan dengan bekerjanya atau berfungsinya perubahan-

perubahan kultural yang besar dalam kehidupan masyarakat.

3. Johanes Andanaes meyatakan bahwa bekerjanya hukum pidana selamanya

harus dilihat dari keseluruhan konteks kulturalnya. Ada saling pengaruh

antara hukum dengan faktor-faktor lain yang membentuk sikap dan

tindakan seseorang.

4. Wolf Minddendrof menegaskan bahwa sangatlah sulit untuk melakukan

evaluasi terhadap efektitifitas General deterence karena mekanisme

pencegahan (deterence) itu tidaklah diketahui hubungan yang

sesungguhnya antara sebab dan akibat. Orang mungkin melakukan

kejahatan atau mungkin mengulanginya lagi tanpa hubungan dengan ada

tidaknya undang-undang atau pidana yang dijatuhkan. Sarana kontrol

lainnya seperti kekuasaan orang tua, kebiasaan, atau agama mungkin dapat

mencegah perbuatan yang sama kuatnya dengan ketakutan orang pada

pidana.

5. Donal R Taft dan Ralf W england menegaskan bahwa efektifitas hukum

pidana tidak dapat secara akurat. Hukum hanya merupakan salah satu

sarana kontrol sosial, kebiasaan, keyakinan agama, dukungan dan

pencelaan kelompok, penekanan dari kelompok-kelompok interes dan


pengaruh dari pendapat umum merupakan sarana yang lebih efisien dalam

mengatur tingkah laku manusia dari pada snaksi hukum itu sendiri.15

Penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain

sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada

pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.16 Efektititas hukum tidak lepas

dari penegakan hukum yang merupakan suatu proses yang melibatkan banyak

hal. Oleh karena itu, keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh

hal-hal tersebut. Secara umum dikemukakan oleh Soerjono Soekanto mengenai

faktor dalam penegakan hukum, dikenal ada 5 (lima) faktor yang harus

diperhatikan yaitu : faktor hukum itu sendiri, faktor penegakan hukum, yaitu

pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum. Faktor sarana

atau fasilitas yang mendukung dalam penegakan hukum. Selanjutnya faktor

masyarakat yaitu lingkingan dimana hukum tersebut berlaku ataupun

diterapkan dan faktor yang terakhir adalah faktor kebudayaan, yaitu sebagai

hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam

pergaulan hidup.17

15
Yesmin Anwar dan Adang, Pembaharuan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana,
Grasindo, Jakarta, 2008, hlm. 139-140.
16
Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 144.
17
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 8.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain

sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada

pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.

Turut serta yaitu turut atau berpastisipasi dalam melakukan tindak

pidana yang dilakukan oleh beberapa orang atau lebih dari seorang peserta

dalam melaksanakan tindak pidana.

Unsur yang terdapat dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 377 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana tentang Penggelapan adalah unsur dengan

sengaja. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengartikan bahwa

sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang

dilarang atau diperintah oleh Undang-undang.

Tindak pidana penggelapan dalam KUHP diatur pada Buku II tentang

Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, yaitu berupa penyerangan terhadap

kepentingan hukum orang atas harta benda yang dimilikinya. Secara umum,

unsur-unsur tindak pidana terhadap harta kekayaan ini adalah mencakup unsur

obyektif dan unsur subyektif. Adapun unsur obyektif yang dimaksud adalah

berupa hal-hal sebagai berikut :

1. Unsur perbuatan materiel, seperti perbuatan mengambil (dalam kasus

pencurian), memaksa (dalam kasus pemerasan), memiliki/mengklaim


(dalam kasus penggelapan, menggerakkan hati/pikiran orang lain (dalam

kasus penipuan) dan sebagainya;

2. Unsur benda/barang;

3. Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda yakni harus

merupakan milik orang lain;

4. Unsur upaya-upaya tertentu yang digunakan dalam melakukan perbuatan

yang dilarang;

5. Unsur akibat konstitutif yang timbul setelah dilakukannya perbuatan yang

dilarang.

Sedangkan unsur subyektifnya adalah terdiri atas :

1. Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti “dengan

maksud”, “dengan sengaja”, “yang diketahuinya/patut diduga olehnya”

dan sebagainya; dan

2. Unsur melawan hukum baik yang ditegaskan eksplisit/tertulis dalam

perumusan pasal maupun tidak.

Tindak pidana penggelapan ada beberapa jenis berdasarkan Bab XXIV

Pasal 372 sampai dengan 377 KUHP, antara lain sebagai berikut :

1. Penggelapan biasa

Penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal

372 KUHP, dimana barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah

kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena

kejahatan.
2. Penggelapan ringan

Penggelapan ringan adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal

373 KUHP, dimana barang yang digelapkan bukan hewan dan harganya

tidak lebih dari Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah).

3. Penggelapan dengan pemberatan

Penggelapan dengan pemberatan adalah penggelapan yang diatur

dalam Pasal 374 KUHP, yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya

terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena

pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu.

4. Penggelapan dalam kalangan keluarga

Penggelapan dalam lingkungan keluarga adalah penggelapan yang

diatur dalam Pasal 375 KUHP, yang dilakukan oleh orang yang karena

terpaksa diberi barang untuk disimpah, atau yang dilakukan oleh wali

pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial

atau yayasan, terhadap barang yang dikuasainya selaku demikian.

B. Saran

Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Penggelapan

dengan pemberatan sebagai suatu esensi nyata dalam mengimplementasi

penindakan penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya

terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena

pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu. Maka dibutuhkan

implementasi hukum yang benar-benar digunakan dalam mengatasi kasus yang


berkembang di tengah masyarakat, seperti kasus penggelapan yang akhir-akhir

ini sering terjadi oleh berbagai pihak. Fungsi Pasal 374 Kitab Undang-undang

Hukum Pidana dalam penegakan hukum mengenai penggelapan salah satunya

adalah untuk memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan penggelapan.

Oleh karena itu, hal ini menjadi perhatian bersama agar upaya penindakan

menurut Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Penggelapan

dengan pemberatan bisa di implementasikan dengan tepat dan cermat. Dengan

ini segala upaya yang dilakukan para pelaku penggealapan bisa teratasi dan

ditegakan secara tegas. Sehingga fungsi dari penegakan hukum benar-benar

terealisasi.

Anda mungkin juga menyukai