Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah hadis.
Dan tak lupa sholawat serta salam tetap tecurah kepada Nabi besar Muhammad
SAW yang telah menuntun kita dari jalan yang gelap gulita menuju jalan yang
terang dengan membawa agama yang sempurna addinul islam.

Makalah yang kami susun ini menjelaskankan tentang Wadi’ah serta hadis
yang menjelaskannya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan pengajar


yaitu Bapak M. Ircham, LC., M.Pd.I. yang dengan kesabaran dan kelebihannya
telah mengajar kami serta teman – teman yang telah membantu kami.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
memberikan wawasan yang luas bagi pembaca.

Terima kasih.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................3
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
A. Pengertian Wadi’ah................................................................................................4
B. Landasan Hukum Wadia’ah......................................................................................5
1. Hadist.................................................................................................................5
2. Al-Qur’an...........................................................................................................7
C. Hukum menerima Titipan Barang.............................................................................8
D. Rukun Wadi’ah.......................................................................................................8
E. Jenis-Jenis Wadiah.................................................................................................9
BAB III............................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................11

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan
kaedah-kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik
dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar makhluk). Setiap orang
mesti membutuhkan berinterakasi dengan lainnya untuk saling menutupi
kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.

Wadi’ah merupakan simpnan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain
yang bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadi’ah adalah akad
penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang kepada pihak yang
menerima titipan, dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima
titipan wajib menyerahkan kembali titipan tersebut dan yang dititipi menjadi
penjamin pengembalian barang titipan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Wadi’ah ?
2. Landasan hukum Wadi’ah ?
3. Apa hukum-hukum menerima titipan barang ?
4. Apa saja Rukun Wadiah dan Syarat-syaratnya ?
5. Apa saja jenis-jenis Wadi’ah ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Wadi’ah.
2. Mengetahui landasan hukum Wadi’ah.
3. Mengetahui hukum penerima titipan barang.
4. Mengetahui Rukun dan syarat-syarat Wadi’ah.
5. Mengetahui jenis-jenis Wadi’ah.

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Wadi’ah

Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni atau simpanan dari


satu pihak ke pihak lain.1 Atau dapat diartikan sebagai petaruh, ialah
menitipkan suatu barang kepada orang lain agar dia dapat memelihara dan
menjaganya sebagaimana semestinya.2 Dalam arti lain Wadi’ah adalah
perjanjian penitipan antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan
yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.3
Menerima titipan pada dasarnya adalah yadul amanah (tangan
amanah), jika hilang atau rusak maka penerima titipan tidak wajib
menggantinya, kecuali jika akibat kelalaiannya. Aka tetapi dalam aktivitas
modern, tidak mungkin akan mengidelkan aset tersebut, tetapi
mempergunakannya dalam aktivitas perekonomian tertentu. Karenanya ia
harus meminta izin dari pemilik barang yang dititipkan untuk kemudian
mempergunakannya dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan
aset dalam keadaan utuh. Dengan demikian, yang terjadi bukan yadul
amanah, tetapi yad al-dhamanah (tangan penanggung) yang harus
bertanggung jawab atas segala kerusakan dan kehilangan. 4
Apabila seseorang yang menyimpan barang sudah begitu lama
sehingga ia tidak tahu lagi dimana atau siapa pemiliknya dan dia sudah
pula berusaha mencari dengan secukupknya, namum tidak juga didapatnya
keterangan yang jelas, maka barang itu boleh dipergunakan untuk
kepentingan umat islam dengan mendahulukan yang lebih penting dari
yang penting.5
Konsep yadul amanah dalam perbankan, nasabah menitip barang
atau uang pada bank dan pihak bank mengenakan biaya penitipan, dalam
yadul amanah bank tidak boleh menggunakannya. Adapun konsep yad al-
dhamanah, nasabah menitipkan dana pada bank sedangkan bank
memanfaatkan dana tersebut dengan bagi hasil, sehingga bank dapat bonus
atau insentif.6

1 Diana, Ilfi Nur. Hadis-hadis ekonomi. UIN-MALANG PRESS. 2008. Hal.146


2 Rasjid, Sulaiman. FIQH ISLAM. Sinar Baru Algensindo. 2016. Hal.330
3 Hosen, Nadratuzzaman dan Hasan Ali. Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah. 2007.
Hal.98
4 Diana, Ilfi Nur. Hadis-hadis ekonomi. UIN-MALANG PRESS. 2008. Hal.146
5 Rasjid, Sulaiman. FIQH ISLAM. Sinar Baru Algensindo. 2016. Hal.331
6 Diana, Ilfi Nur. Hadis-hadis ekonomi. UIN-MALANG PRESS. 2008. Hal.146

4
B. Landasan Hukum Wadia’ah

1. Hadist
‫أأدد الأماَنأةأ إإألىَ أمنن انئتأأمنأ أ‬
‫ك أولأ تأخخنن أمنن أخاَنأ أ‬
‫ك‬
“Serahkanlah amanah orang yang mempercayai engkau, dan jangan
kamu mengkhianati orang yang mengkhianati engkau.” (Hadits Riwayat
Abu Daud, at-Tirmizi dan al-Hakim).

Berdasarkan hadits tersebut, jelas terlihat bahwa perjanjian


penitipan barang itu dibolehkan, dengan kata lain bahwa hukumnya adalah
jaiz atau boleh. Sedangkan yang diwajibkan dalam akad ini adalah
mengembalikan harta titipan tersebut kepada pemiliknya ketika ia telah
memintanya kembali.

Wadi’ah merupakan amanah bagi orang yang menerima titipan,


sehingga ia harus mengembalikannya pada waktu pemilik harta meminta
kembali harta yang dititipkannya. Sebagaimana kita sebagai seorang
muslim dipertanggung jawabkan untuk menunaikan amanah-amanah
kepada orang yang berhak.

‫ع أغنيإرانلخمأغدل أ‬
(َ‫ضأماَنن )رواه البيهقىَ والدارقطنى‬ ‫س أعألىَ انلخمنستأنوأد إ‬
‫لأني أ‬
“Orang yang dititipi barang, apabila tidak melakukan pengkhianatan
tidak dikenakan ganti rugi.” (Hadits Riwayat al-Baihaqi dan ad-
Daruquthni).

Penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau


uang titipan, sehingga ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang
terjadi pada barang titipan tersebut selama bukan akibat dari kelalaian atau
kecerobohannya yang bersangkutan dalam pemeliharaan barang titipan itu.

(َ‫عألىَ خمنؤتأإمنن )رواه البيهقى‬ ‫لأ أ‬


‫ضأماَأن أ‬
“Tidak ada kewajiban menjamin untuk orang yang diberi amanat.”
(Hadits Riwayat al-Baihaqi).7

7 Mardani. Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah. Rajawali Pers. 2011. h.195.

5
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa apabila dalam akad al-
wadi’ah disyaratkan bahwa orang yang dititipi dikenai ganti rugi atas
kerusakan barang selama dalam titipan, sekalipun kerusakan barang itu
bukan atas kesengajaan atau kelalaiannya, maka akadnya batal atau tidak
sah.

‫أعلأىَ انليأإدأماَ أخأذ ن‬


( ‫ إلالنساَئ زاد أبو داود والترمذى‬,‫ أحتتىَ تخأؤدديأخه ) رواه الخمسة‬,‫ت‬
“Wajib atas tangan yang mengambil bertanggung jawab terhadap barang
yang diambilnya, sehingga dia mengemblikannya kepada pemiliknya.”
(H.R. Ahmad, Abu Daud, At-Turmudzy, dan Ibnu Majah).

Hadits di atas menyatakan bahwa kita diwajibkan mengembalikan


apa yang kita ambil dari orang lain, baik berupa barang titipan, pinjaman
ataupun barang sewaan. Dan si penerima amanah (barang titipn, sewaan,
ataupun pinjaman), wajib menjaga barang tersebut selama dalam
penguasaanya.8

‫أمنن أأنوأدأع أوإدنيأعةة فألأ أ‬


(َ‫ضأماَأن أعلأنيإه )رواه الدارقطنى‬
“Siapa saja yang dititipi, ia tidak berkewajiban menjamin.” (Hadits
Riwayat ad-Daruquthni).

Sama seperti hadit-hadits sebelumnya, hadits ini menjelaskan


bahwa orang yang menerima titipan tidak berkewajiban menjamin, kecuali
bila ia tidak melakukan kerja (kewajiban) dengan sebagaimana mestinya.
Dengan demikian, pihak yang dititipi haruslah menjaga amanat dengan
baik dan tidak boleh menuntut upah (jasa) dari pihak pemilik barang.

8 http://ambilkanbulan.blogspot.com/2015/11/hadits-hadits-al-wadiah.html

6
(‫ أويأتتبإخع انلبأيدخع أمنن أباَأعهخ )رواه احمد وابوداود والنساَع‬.‫ق بإإه‬
‫ فأهخأو اأأح ق‬.‫أمنن أوأجأد أعنيأن أماَ لإإه‬
“Barang siapa mendapati sosok harta benda pada orang lain, maka dia
lebih berhak terhadapnya. Dan orang yang telah membeli barang itu
hendaknya mengambil uang yang telah dia bayarkan dari orang yang
menjualnya kepadanya.” (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i).

Mengenai pencampuran barang titipan dengan barang yang lain,


jika orang yang dititipi meninggal dunia dan dia tidak menjelaskan titipan
yang ada padanya, maka apabila titipan itu diketahui dan masih ada, maka ia
dikembalikan kepada pemiliknya, karena itu adalah sosok dari hartanya.

2. Al-Qur’an
ِ‫ضاَ فأنليخأؤدد التإذي‬
‫ضخكنم بأنع ة‬ ‫ضةن فأإ إنن أأإمأن بأنع خ‬ ‫أوإإنن خكننتخنم أعألىَ أسفأنر أولأنم تأإجخدوا أكاَتإةباَ فأإرأهاَنن أمنقخبو أ‬
‫اخ بإأماَ تأنعأمخلوأن‬‫اأ أربتهخ أول تأنكتخخموا التشأهاَأدةأ أوأمنن يأنكتخنمأهاَ فأإ إنتهخ آثإنم قأنلبخهخ أو ت‬ ‫ق ت‬ ‫انؤتخإمأن أأأماَنأتأهخ أونليأتت إ‬
‫أعإلينم‬
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang)”. (Q.S. Al-Baqarah: 283).
‫س اأنن تأنحخكخمنوا إباَنلأعندإل ۗ اإتن ا ا‬ ‫ا يأنمخرخكم اأنن تخأؤقدوا انلأامان ل‬
‫اأ‬ ‫ا‬
‫ت اإالىَ اأنهلإهأاَ أواإأذا أحأكنمتخنم بأنيأن التناَ إ‬‫إ‬ ‫اإتن ا ا أ أ خ ن‬
‫صنيةرا‬ ‫نإإعتماَ يأإعظخخكنم بإهه ۗ اإتن ا ا‬
‫اأ أكاَأن أسإمنيةعااَ بأ إ‬
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.”
(Q.S. An-Nisa: 58).

7
C. Hukum menerima Titipan Barang

1. Sunat, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup
menjaga barang titipan yang diserahkan kepadanya. Memang
menerima barang titipan adalah sebagian dari tolong-menolong yang
dianjurkan oleh agama islam. Hukum ini (sunat) apabila ada orang
lain yang dapat di titipkan; tetapi kalau tidak ada yang lain, hanya dia
sendiri ketika itu ia wajib menerima barang yang dititipkan
kepadanya.

2. Haram, apabila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaganya


sebagaimana mestinya, karena seolah-olah ia membukakan pintu
untuk kerusakan atau lenyapnya barang yang dititipkan.

3. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya, tetapi ia tidak


percaya kepada dirinya; boleh jadi kemudian hari hal itu akan
menyebabkan ia berkhianat terhadap barang yang dititipkan
kepadanya.

D. Ruk un Wadi’ah

1. Ada barang yang dititipkan. Syaratnya, merupakan milik yang sah.

2. Ada orang yang menitipkan dan ada orang yang dititipkan. Syaratnya,
syarat keduanya seperti keadaan wakil dan yang berwakil; tiap-tiap
orang yang sah berwakil atau menjadi wakil, sah pula menerima barang
titipan atau di titipkan barang.

3. Lafaz, seperti: “saya titipkan barang ini kepada engkau.” Jawabnya,


“saya terima barang titipanmu.” Menurut pendapat yang sah tidak
disyaratkan adanya lafaz kabul, tetapi cukup dengan perbuatan
(menerima barang yang dititipkan). Habis masa akad wadi’ah ialah
dengan matinya salah seorang dari yang menitipkan barang atau yang di
titipkan barang, begitu juga apabila salah seorangnya gila atau minta
berhenti.

Akad orang yang menitipkan barang adalah akad percaya-


mempercayai. Oleh karena itu, yang menerima barang titipan tidak perlu
menggantinya apabila barang yang di titipkan kepadanya hilang atau
rusak. Kecuali apabila rusak karena ia lalai atau kurang penjagaan, berarti
tidak di jaga semestinya.9
9 Rasjid, Sulaiman. FIQH ISLAM. Sinar Baru Algensindo. 2016. Hal.330-331

8
E. Jenis-Jenis Wadiah

1. Wadi’ah Yad Amanah merupakan titipan murni, yakni pihak yang


dititipi tidak boleh memanfaatkan dana atau barang yang dititipi dan
tidak berhak meminta biaya penitipan. Sewaktu titipan dikembalikan
harus dalam keadaan utuh, baik nilai maupun fisik barang. Jika selama
dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan
dibebani tanggung jawab.

2. Wadi’ah Yad Dhamanah titipan yang penerima titipan diperbolehkan


memanfaatkan dan berhak mendapat keuntungan dari barang titipan
tersebut. Dari keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan barang
titipan ini dapat diberikan sebagian kepada pihak yang menitipkan
dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya.10

10 Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Kencana Prenadamedia Group. 2012.
Hal.283

9
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni atau simpanan dari satu
pihak ke pihak lain. Beberapa hadist telah menerangkan dan menjelaskan praktek
wadi’ah sendiri. Rukun wadi’ah ada tiga yaitu ada barang yang ingin di titipkan,
ada orang yang ingin menitipkan barang dan ada orang yang dititipkan barang,
yang terakhir akad atara keduanya.

Jenis-jenis wadi’ah itu ada dua yaitu Wadi’ah Yad Amanah dan wadi’ah
Yad Dhamanah. Dalam praktek bank sendiri wadi’ah yang terjadi adalah nasabah
menitipkan uang ke bank.

10
DAFTAR PUSTAKA

Diana, Ilfi Nur. Hadis-hadis ekonomi. UIN-MALANG PRESS. 2008.

Rasjid, Sulaiman. FIQH ISLAM. Sinar Baru Algensindo. 2016.

Hosen, Nadratuzzaman dan Hasan Ali. Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah. 2007.

Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Kencana Prenadamedia Group. 2012.

Mardani. Ayat-Ayat Dan Hadis Ekonomi Syariah. Rajawali Pers. 2011.

http://ambilkanbulan.blogspot.com/2015/11/hadits-hadits-al-wadiah.html

11

Anda mungkin juga menyukai