Anda di halaman 1dari 38

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Metode Game Rangking 1
a. Definisi Game
Game menurut John M Echols dan Hasan Shadily (2007: 263) dalam
kamus Inggris Indonesia berarti permainan. Permainan, bermain atau padanan
kata dalam bahasa Inggris disebut “games” (kata benda), “to play (kata
kerja)”, “toys” (kata benda) ini berasal dari kata main berarti melakukan
perbuatan untuk tujuan bersenang-senang (dengan alat-alat tertentu atau tidak);
perbuatan sesuatu den gan sesuka hati, berbuat asal saja.
Menurut Mar’at Samsunuwiyati (2015: 141) dalam buku Psikologi
Perkembangan, permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang
dominan pada awal masa anak-anak. Sebab anak-anak menghabiskan lebih
banyak waktunya diluar rumah bermain dengan teman-temannya dibandingkan
terlibat dalam aktivitas lain. karena itu, kebanyakan hubungan sosial dengan
teman sebaya dalam masa ini terjadi dalam bentuk permainan.
Secara umum permaianan adalah sesuatu yang menyenangkan dan
menghibur, yang tidak memiliki tujuan ekstrinsik dan tujuan praktis. Permainan
tersebut bersifat sukarela.
b. Definisi Metode Rangking 1
Jurnal penelitian oleh Nurkhalimah di FKIP Universitas Muhamadiyah
Purworejo program studi Pendidikan Matematika tahun 2014, menyebut bahwa
metode Rangking 1 merupakan metode pembelajaran tipe contextual Teaching
and Learning (CTL) yang sudah dimodifikasi menjadi metode Game Rangking
1. CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa
mampu mengalami makna dan materi akademis yang diterima, dan siswa

7
9

mengerti makna tugas-tugas sekolah dan mampu mengaitkan informasi baru


dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
Metode Rangking 1 adalah salah satu metode pembelajaran kontekstual
yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi )
yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling) sehingga
akan terasa manfaatnya dari materi yang disajikan, motivasi belajar muncul dunia
pemikiran siswa menjadi kongkrit, dan suasana menjadi kondusif (nyaman) dan
menyenangkan.
Saat mendengar strategi pembelajaran Game Rangking 1 pasti yang
terbayang di benak kita adalah salah satu kuis yang ada di salah satu stasiun
televisi swasta. Strategi ini memang terinspirasi dari kuis rangking 1 tersebut
yang telah mengalami modifikasi (Bakhtiar, dkk; 2013).
Menurut Lubis dan Wijayanti (2012; 61) dalam bukunya Metode dan
Strategi Pembelajaran yang Unik, menyatakan metode yang diperlukan harus
menarik dan dekat dengan peserta didik. Hal ini ditunjukan agar pembelajaran
semakin menarik. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah metode
Rangking 1. Apa yang pertama kali terpikirkan di benak Anda saat mendengar
metode Rangking 1.
Benar banyakan Anda tentu akan tertuju kepada salah satu kuis yang
popular di salah satu stasiun televisi swasta. Tentu saja tidak sedang akan
mengirim peserta didik ke studio televisi mengikuti kuis Rangking 1. Namun,
akan memodifikasinya untuk kepentingan pembelajaran. Kuis tersebut dipilih
dan dimodifikasi untuk kepentingan pembelajaran karena dengan beberapa
pertimbangan. Pertama, di dalam kuis tersebut terdapat media yang seru dan
menarik. Kedua, kuis tersebut juga familiar di sebagian besar kalangan peserta
didik. Ketiga, kuis tersebut bisa diaplikasikan di dalam pembelajaran di kelas.
10

Dengan metode ini, akan bisa nenerapkan metode yang penuh


petualangan di dalam kelas. Berikut rekomendasi urutan pelaksanaan metode
ini. Anda juga bisa memodifikasinya sesuai dengan kebutuhan atau situasi
kelas.
1) Bacakan aturan permainannya
Bagian ini merupakan yang terpenting dari semua metode. Sebab, berjalan
atau tidaknya sebuah metode bergantung pada kejelasan seorang guru
membacakan detail instruksinya. Aturan main dari metode ini adalah,
pertama, guru akan membacakan berbagai pertanyaan dan peserta didik
harus menjawabnya dengan benar. Kedua, peserta didik yang menjawab
salah harus mencatat semua pertanyaan, jawaban, dan penjelasan atau
keterangan jawaban di buku masing-masing. Ketiga, permintaan ini
dihentikan apabila salah satu peserta didik yang tidak mematuhi aturan.
2) Instruksikan peserta didik Anda untuk berdiri
Setelah seluruh peserta didik Anda berdiri, kini bacakanlah pertanyaannya.
Sampaikan juga bahwa pertanyaan dibaca hanya sekali (atau dua kali).
Tidak ada pembacaan ulang. Apabila memungkinkan, pertanyaan juga bisa
ditampilkan dalam bentuk slide.
3) Peserta yang menjawab salah dan benar
Setelah guru membacakan pertanyaan, peserta didik menjawab benar tetap
pada posisi berdiri, sedangkan yang menjawab salah untuk tidak
melakukan kegaduan. Dengan cara menyibukan mereka menulis,
kegaduhan bisa diminimalisasi. Tidak ada salahnya juga Anda berkeliling
sambil membacakan pertanyaan.
4) Peserta didik terbaik
Bacakan terus pertanyaan Anda hingga menemukan tiga orang peserta
didik terbaik. Dari ketiga peserta didik berilah kesempatan menerangkan
11

satu materi atau bagian materi di depan. Kelas yang sudah anda siapkan
dan pilihkan sebelum masuk kelas. Peserta didik lainnya akan memilih
siapa di antara ketiga peserta didik terbaik yang mampu menerangkan
dengan jelas. Anda juga bisa membuat varian lain, misalnya jika peserta
didik Anda tersisa tiga maka buatkan adu ketangkasan di depan kelas
dengan kreativitas Anda.
c. Persiapan Sebelum Penerapan Metode Game Rangking 1
Agar metode Game Rangking 1 bisa berjalan dengan baik, perlunya
menyiapkan beberapa hal terlebih dahulu. Persiapan ini sangat perlu dilakukan
karena dalam metode ini akan menyaring beberapa psesera didik. Untuk iu,
pilihlah pertanyaan dari tingkat paling mudah menuju pertanyaan yang paling
sulit.
Sererti metode-metode sebelumnya, metode Rangking 1 juga bisa anda
gunakan untuk mengaloborasikan pertanyaan dari berbagai kompetensi.
Artinya, tidak hanya materi pembelajaran Anda saja yang bisa menjadi
pertanyaan, tetapi juga materi-materi pengetahuan umum.
Hal itu menunjukan bahwa dalam sebuah pembelajaran, peserta didik
tidak hanya diajarkan satu kotak pengetahuan saja. Peserta didik bisa belajar
pengetahuan sosial saat belajar bahasa atau belajar PKn atau pelajaran lain.
semua itu bergantung pada guru untuk jeli dalam menyelipkan sebuah
pertanyaan. Oleh karena itu, kami merekomendasikan, sebelum melaksanakan
metode ini lakukanlah tiga hal, persiapan, persiapan, dan persiapan. Lubis dan
Wijayanti (2012; 62).
d. Langkah – Langkah Pembelajaran Game Rangking 1
Berikut ini langkah-langkah dalam strategi pembelajaran Rangking 1:
12

1) Guru membacakan aturan main strategi ini. Aturan mainnya adalah guru
membacakan berbagai pertanyaan dan peserta didik harus menjawabnya
dengan benar.
2) Peserta didik yang menjawab salah harus mencatat semua pertanyaan,
jawaban, dan penjelasan jawaban di buku masing-masing.
3) Permainan ini dihentikan apabila terdapat salah satu peserta didik yang tidak
mematuhi aturan.
4) Instruksikan peserta didik untuk berdiri.
5) Bacakan pertanyaannya. Pertanyaan hanya dibaca satu kali tidak ada
pengulangan. Apabila mungkin tampilkan pertanyaan dalam bentuk slide.
6) Peserta didik menulis jawaban di buku tulis masing-masing dan
mengangkatnya. Peserta didik yang menjawab benar tetap berdiri, yang
menjawab salah, duduk dan mulai mencatat pertanyaan dan jawaban di buku
tulisnya.
7) Bacakan terus pertanyaan hingga menemukan 3 peserta didik terbaik.
8) Tiga peserta didik terbaik diberi satu kesempatan menerangkan materi atau
bagian materi yang sudah dipersiapkan guru di depan kelas.
9) Peserta didik lain menilai siapa peserta didik terbaik yang mampu
menerangkan materi dengan jelas.
10) Peserta didik terbaik akan mendapat penghargaan dari guru (Baktiar, dkk:
2013).
e. Kelebihan dan Kekurangan Metode Game Rangking 1
Kelebihan metode Game Rangking 1 sebagai berikut:
1) Lebih mengutamakan pencurahan waktu untuk tugas.
2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu.
3) Dengan waktu yang sedikit dapat mengasai materi secara mendalam.
4) Proses belajar mengajar langsung keaktifan dari siswa.
13

5) Mendidik siswa untuk bersosialisasi dengan orang lain.


6) Motivasi belajar lebih tinggi.
7) Hasil belajar lebih baik.
8) Meningkatkan sikap kepekaan, keteraturan, kedisiplinan dalam
pembelajaran.
Kekurangan metode Game Rangking 1 sebagai berikut :
1) Bagi Guru
Sulitnya dalam mengkondisikan siswa dan megatur waktu disetiap
pertanyaan yang diberikan karena semua siswa belum tentu mengerti
rencana pembelajaran Game Rangking 1. Kesulitan ini dapat diatasi jika
guru mampu menguasi kelas secara menyeluruh dan mempersiapkan media
yang digunakan secara lengkap.
2) Bagi Siswa
Perbedaan kemampuan siswa secara akademik, siswa yang
kemampuan rendah akan sulit bersaing dengan yang lain. untuk mengatasi
kelemahan ini tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang
mempunyai kemampuan akademik rendah agar dapat bersaing dengan siswa
lain (Www. Wawasan Pendidikan Islam. com. 2015).
f. Identitas Metode
Identitas metode menurut Lubis dan Wijayanti (2012: 64) sebagai berikut:
Tabel 1.1
Identitas Metode
N
Identitas Metode
o
Na Game Rangking 1
1 ma
Metode
14

Sas Semua tingkatan, disarankan


2
aran minimal tingkat SMP.
Wa Tidak ada batasan waktu.
3
ktu
Al Tidak memerlukan alat dan
4 at dan bahan.
Bahan
Ju Tidak ada batasan.
5 mlah
Peserta
1. Melatih konsentrasi peserta didik.
2. Melatih peserta didik untuk sportif dan
jujur.
Tuj
3. Melatih peserta didik berkompetisi.
6 uan
4. Melatih peserta didik berpikir kritis
Metode
dalam waktu yang singkat.
5. Menyampaikan pembelajaran dengan
cara yang unik dan menarik.
Melakukan persiapan dengan
Tip
7 cara memilih pertanyaan yang
s
bobotnya mudah hingga tersulit.

2. Motivasi Belajar
a. Definisi Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti menggerakan.
Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang (Siregar dan
15

Nara, 2010: 49). Wlodkowski (1985) di kutip oleh Siregar dan Nana (2010: 49)
menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah pada ketahanan
(persistence) pada tingkah laku tersebut. Pengertian ini jelas bernafas
behaviorisme.
Kata “motif”, diartiakan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari
dalam dan di dalam subjek. Untuk melakukan aktivisas-aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi
intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat
diartiakan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif
pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat
dirasakan atau mendesak (Sardiman, 1996: 73).
Motivasi juga dapat dijelaskan sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui
perilaku tertentu (Croplay, 1985). Hampir senada, Winkels (1987) dikutip oleh
Siregar dan Nana (2010: 49) mengemukaan bahwa motif adalah adanya
penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
demi mencapai suatu tujuan tertentu. Pengertian ini bermakna jika seseorang
melihat suatu yang bermanfaat dan keuntungan yang akan diperoleh, maka ia
akan berusaha keras untuk mencapai tujuan tersebut.
Berbagai pengertian yang telah dikemukakan oleh berbagai tokoh dapat
diartikan bahwa motivasi adalah suatu penggerak seseorang untuk melakukan
kegiatan yang mengarah pada tujuan tertentu.
Motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelakukan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh
16

faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang.
Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan
daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberiakn arah pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belakjar itu
dapat tercapai. Dikatakan “keseluruhan”, karena pada umumnya ada beberapa
motif yang bersama-sama menggerakan siswa untuk belajar.
Motivasi belajar siswa adalah faktor psikis yang bersifat non-intelektual.
Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang
dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan
mempunyai banyak energi untuk melakuakn kegiatan belajar. Ibaratnya
seseorang itu menghindari suatu ceramah, tetapi karena ia tidak tertarik pada
materi yang diceramahkan, maka tidak akan mencamkan, apalagi mencatat isi
ceramah tersebut. Seseorang itu tidak memiliki motivasi, kecuali karena
paksaan atau sekedar seremonial. Seseorang siswa yang memiliki intelegensi
cukup tinggi, mentak (boleh jadi) gagal karena kekurangan motivasi. Hasil
belajar itu akan optimal kalau ada motivasi yang tepat. Bergayut dengan ini
maka kegagalan belajar siswa jangan begitu saja mempermasalahkan pihak
siswa. Sebab mungkin saja guru berhasil dalam memberikan motivasi yang
mempu membangkitkan semangat dan kegiatan siswa untuk berbuat atau
belajar. Jadi tugas guru sebagai dorngan para siswa agar pada dirinya tumbuh
motivasi. (Sardiman, 1996: 75).
Persoalan motivasi ini, dikaitkan dengan persoalan minat. Minat diartikan
sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila sesorang melihat ciri-ciri atau ari
sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau
kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu apa yang dibutuhkan seorang
sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu
17

mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Hal ini menunjukan


bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seseorang kepada seseorang
(biasanya disertai dengan perasaan senang), karena itu merasa ada kepentingan
dengan sesuatu itu. Menurut Barnand, minat timbul tidak secara tiba-tiba atau
spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada
saat belajar atau bekerja. Jadi jelas bahawa soal mnat akan selalu berikat
dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena itu yang penting bagaimana
menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar
(Sadirman, 1996: 76).
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara
potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice)
yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada
siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku,
pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu
mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.
b. Teori – Teori Motivasi
1) Teori Kebutuhan (menurut Abraham Maslow)
Setiap kali membicarakan motivasi, hirarki kebutuhan Maslaw
pasti disebut-sebut. Didasarkan Hirarki itu pada anggapan bahwa
waktu orang telah memuaskan satu tinggat kebutuhan tertentu, mereka
ingin bergeser ke tingkat yang lebih tinggi (Uno, 2015: 40). Sardiman
(1996: 80) menyatakan bahwa Maslaw mengemukakan lima tingkat
kebutuhan sebagai berikut:
a) Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan untuk
istirahat, dan sebagainya.
18

b) Kebutuhan akan keamanan (security), yakni rasa aman, bebas dari


kata takut dan kecemasan.
c) Kebutuhan akan cinta dan kasih: kasih, rasa diterima dalam suatu
masyarakat atau golongan (keluarga, sekolah, kelompok).
d) Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan
bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan,
sosial, pembentukan pribadi.
Dengan kata lain, kebutuhan untuk berusaha kearah kemandirian
dan aktualisasi diri.
2) Teori Instink (menurut Mc. Daugnall)
Menutut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti
tingkah jenis animal/ binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu
berkaitan dengan insting atau pembawaan. Dalam memberkan respon
terhadap adanya kebutuhan seolah-olah tanpa dipelajari.
3) Teori Fisiologis
Teori ini juga desebutnya “ Behaviour Theories”. Menurut teori
inisemua tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan
kebutuhan organic atau kebutuhan untik kepentingan fisik. Atau didebut
dengan kebutuhan primer, seperti kebutuah tentang makanan, minuman,
udara dan lain-lain yang diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang.
Dari teoti inilah muncul perjuangan hidup, perjuangan untuk
mempertahankan hidup struggle of survival.
4) Teori Psikoanalitik (menurut Freud)
Teori ini mirip dengan teori instink, tetapi lebih ditekankan pada
unsut-unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. bahwa setiap tindakan
manusia karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego.
c. Ciri - Ciri Motivasi
19

Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang
sama, tidak akan berhenti sebelum selesai).
2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepas puas
dengan prestasi yang pernah dicapai).
3) Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang
dewasa” (misalnya masalah pembangunan agama, ekonomi, politik,
keadilan, pemberantasan korupsi, penantang disetiap tindak kriminal,
amoral, dan sebagainya).
4) Lebih senang bekerja mandiri.
5) Cepat bosan terhadap tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifta
mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
6) Dapat mempertahankan pendapatannya (kalau sudah yakin akan sesuatu).
7) Tidak mudah lepas dengan hal yang diyakini itu.
8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri diatas, berarti sesorang itu memiliki
motivasi yanga cukup kuat. Ciri-ciri motivasi itu akan sangat penting dalan
kegiata belajar-mengajar akan berhasil baik, kalau siswa tekun mengerjakan
tugas, ulet dalam memecahkan masalah dan hambatan secara mandiri. Siswa
yang belajar dengan baik tidak akan terjebak pada sesuatu yang retinitis dan
mekanis. Siswa juga harus mampu mempertahankan pendapatnya, kalau ia
sudah yakin dan dipandangnya cukup rasional. Bahkan lebih lanjut siswa harus
juga peka dan responsif terhadap berbagai masalah umum, dan bagaimana
memikirkan pemecahannya. Hal-hal itu semua harus dipahami benar oleh guru,
20

agar dalam berinteraksi dengan siswanya dapat memberikan motivasi yang


tepat dan optimal (Sardiman, 1996; 83-84).
d. Indikator Motivasi Belajar
Uno (2015: 23) menyebut ada enam indikator motivasi belajar yang
diklasifikasikan sebagai berikut;
1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil belajar,
2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,
3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan,
4) Adanya penghargaan dalam belajar,
5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar,
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan
seseorang siswa dapat belajar dengan baik.
e. Bentuk-Bentuk Motivasi di Sekolah
Sardiman (1996: 91) di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi
baik intrinsik maupun ekstinsik sangat diperlukan. Motivasi intrinsik adalah
motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar,
karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya
karena adanya perangsang dari luar. Motivasi bagi belajar dapat
mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan, memelihara dan
ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan
motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-
kadang tepat, dan kadang-kadang juga bisa kurang sesuai. Hal ini guru harus
hati-hati dlam menumbuhkan dan member motivasi bagi kegiatan belajar para
anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak
menguntungkan perkembangan siswa.
21

Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam


kegiatan belajar disekolah antara lain sebagai berikut;
1) Memberi Angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.
Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai atau nilai yang
baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-
nilai pada rapor angkanya baik-baik.
2) Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu
pekerjaan tersebut.
3) Saingan atau Kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatan prestasi belajar siswa.
4) Ego-Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya
tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga pekerja keras dengan
mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang
cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
mencapat prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.
5) Memberi Ulangan
Para siswa akan giat belajar lalu mengatahui akan ada ulangan. Oleh
karena itu memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi
yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap
hari) karena bisa membosankan dan bersifat rutinitis.
22

6) Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apa lagi kalau terjadi kemajuan
akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui
bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa
untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
7) Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas
dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah benuk reinforcement
yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu
supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan
pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan
mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga
diri.
8) Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement dan negatif tetapi kalau diberikan
secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
9) Hasrat untuk Belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar. Hal ii akan lebih baik, bila dibandingkan dengan suatu kegiatan yang
tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang
ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan baik.
10) Minat
Di depan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat dengan
hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul karena ada kebutuhan,
begitujuga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang
pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai dengan minat.
11) Tujuan yang diakui
23

Rumusan tujuan yang diakui dan diterima dengan baik oleh siswa, akan
merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami
tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan,
maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
f. Teknik-Teknik Motivasi dalam Pembelajaran
Menurut Uno (2015: 34) Beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan
dalam pembelajaran sebagai berikut.
1) Pernyataan penghargaan secara verbal
Pernyataan verbal terhadap perilaku yang baik atau hasil kerja atau hasil
belajar siswa yang baik merupakan cara paling mudah dan evektif untuk
neningkatkan motif belajar siswa kepada hasil belajar yang baik. Pernyataan
seperti ”bagus sekali”, “hebat”, “menajubkan”, disamping menyenangkan
siswa, pernyataan verbal mengandung makna interaksi dan pengalaman
pribadi yang langsung antara siswa dan guru, dan penyampaian kongkret,
sehingga merupakan suatu persetujuan atau pengakuan sosial, apalagi kalau
penghargaan verbal itu diberikan didepan orang banyak.
2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemaju keberhasilan
Pengetahuan atas hasil pekerjaan merupakan cara untuk meningkakan
motif belajar siswa.
3) Menimbulkan rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu merupakan daya untuk meningkatkan motif belajar
siswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana-suasana yang dapat
mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi, menghadapi
masalah yang sulit dipecahkan, menemukan suatu halyang baru, menghadapi
teka-teki. Hal tersebut menimbulkan semacam konflik konseptual yang
membuat siswa merasa penasaran, dengan sendirinya menyebabkan siswa
24

tersebut berupaya keras untuk memecahkanya. Dalam upaya yang keras itulah
motif belajar siswa bertambah besar.
4) Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa.
Dalam upaya itupun, guru sebenarnya bermaksud untuk menimbulkan
rasa ingin tahu siswa.
5) Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa.
Hal ini memberikan semacam hadiah bagi siswa pada tahap pertama
belajar yang memungkinkan siswa bersemangat untuk belajar selanjutnya.
6) Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar.
Sesuatu yang telah dikenal siswa, dapat diterima dan diingat lebih
mudah. Jadi, gunakanlah hal-hal yang telah diketahui siswa sebagai wahana
untuk menjelaskan susuatu yang baru atau belum dipahami oleh siswa.
7) Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu konsep
dan prinsip yang telah dipahami.
Sesuatu yang unik, tak terduga, dan aneh lebih dikenang oleh siswa dari
pada sesuatu yang biasa-biasa saja.

8) Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.


Dengan jalan itu, selain siswa belajar dengan menggunakan hal-hal yang
telah dikenalnya, dia juga dapat menguatkan pemahaman atau
pengetahuannya tentang hal-hal yang telah dipelajarinya.
9) Menggunakan simulasi dan permainan
Simulasi merupakan upaya untuk menerapkan sesuatu yang dipelajari
atau sesuatu yang sedang dipelajari melalui tindakan langsung. Baik simulasi
maupun permainan merupakan proses yang sangat menarik bagi siswa.
Suasana yang sangat menarik menyebabkan proses belajar menjadi bermakna
secara afektif atau emosional bagi siswa sesuatu yang bermakna akan selalu
diingat, dipahami atau dihargai.
25

10) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahiran didepan


umum.
Hal itu akan menimbulkan rasa bangga dan dihargai oleh umum. Pada
gilirannya suasana tersebut akan meningkatkan motivasi belajar siswa.
11) Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa dalam
kegiatan belajar.
Hal-hal positif dari keterlibatan siswa dalam belajar hendaknya
ditekankan, sedangkan hal-hal yang berdampak negatif seyogyanya dikurangi.
12) Memahami iklim sosial dalam sekolah .
Pemahaman iklim dan suasa sekolah merupan pendorong kemudahan
berbuat bagi siswa. Dengan pemahaman itu, siswa mampu memperoleh
bantuan yang tepat dalam mengatasi masalah atau kesulitan.

13) Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat


Guru seyogyanya memahami secara tepat bila mana dia harus
menggunakan berbagai manifestasi kewibawaannya pada siswa untuk
meningkatkan motif belajarnya. Jenis-jenis pwmanfaatkan keibawaannya itu
adalah dalam memberikan ganjaran, dalam pengendalian perilaku siswa,
kewibawaan berdasarkan hukum, kewibawaan sebagai rujukan dan
kewibawaan karena keahlian.
14) Memperpadukan motif-motif yang kuat.
Seorang siswa giat belajar mungkin karena latar belakang motif
berprestasi sebagai motif yang kuat. Dia dapat belajar karena ingin
mennjolkan diri dan memperoleh penghargaan, atau karna dorongan untuk
memperoleh kekuatan. Apabila motif-motif kuat. Itu dipadukan, maka siswa
26

memperoleh kekuatan motif yang jamak dan kemauan untuk belajarpun


bertambah besar, sampai mencapai keberhasialan yang tinggi.
15) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.
Di atas telah dikemukakan, bahwa seseorang akan berbuat lebih baik
dan berhasil apabila dia memahami yang harus dikerjakannya dan yang
dicapai dengan perbuatannya itu. Makin jelas tujuan yang akan dicapai, makin
terarah upaya untuk mencapainya.
16) Merumuskan tujuan-tujuan sementara.
Tujuan belajar merupakan rumusan yang sangat luas dan jauh untuk
dicapainya. Agar upaya mencapai tujuan itu lebih terarah, maka tujuan-tujuan
belajar yang umum itu seyogyanya dipilah menjadi tujuan sementara yang
lebih jelas dan lebih mudah dicapai.
17) Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai.
Dalam belajar, hal ini dapat dilakukan dengan selalu member tahukan
nilai ujian atau nilai pekerjaan rumah. Dengan mengetahui hasil yang telah
dicapai, maka motif belajar siswa lebih kuat, baik itu dilakuakan karena ingin
mempertahankan hasil belajar yang telah baik, maupn untuk memperbaiki
hasil belajar yang kurang memuaskan.
18) Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa.
Suasana ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
mengukur kemampuan dirinya melalui kemampuan orang lain. lain dari pada
itu, belajar dengan bersaing menimbulkan upaya belajar yang sungguh-
sungguh. Disini digunakan pula prinsip keinginan individu untuk selalu lebih
baik dari orang lain.
19) Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri.
27

Persaingan semacam ini dilakukan dengan memberikan tugas dalam


berbagai kegiatan yang harus dilakukan sendiri. Dengan demikian, siswa akan
dapat membendingkan keberhasilannya dalam melakukan berbagai tugas.
20) Memberikan contoh yang positif.
Benak guru yang mempunyai kebiasaan untuk membebankan pekerjaan
para siswa tanpa control. Biasanya dia memberikan suatu tugas kepada kelas,
dan guru meninggalkan kelas untuk melaksanakan pekerjaan lain. keadaan ini
bukan saja tidak baik, tetapi dapat merugikan siswa. Untuk menggiatkan
belajar siswa, guru tidak cukup dengan cara member tugas saja, melainkan
harus dilakukan pengawasan dan pembimbingan yang memadai selama siswa
mengerjakan tugas kelas. Selain itu, dalam mengontrol dan membimbing
siswa mengerjakan tugas guru seyogyanya memberikan contoh yang baik.

3. Hasil Belajar
a. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar yang sering disebut dengan istilah “sholastic achievement”
atau “academic achievement” adalah seluruh kecakapan dan hasil yang dicapai
melalui proses belajar mengajar di sekolah dan dinyatakan dengan angka-angka
atau nilai-nilai berdasarkan tes belajar. Implementasi dari belajar adalah hasil
belajar. Berikut di kemukakan definisi hasil belajar menurut para ahli
(Himitsuqalbu, 2014) :
1) Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam
bentuk angka - angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap
akhir pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat
penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran.
2) Djamarah dan Zain (2006) hasil belajar adalah apa yang diperoleh siswa
setelah dilakukan aktifitas belajar.
28

3) Hamalik (2008) hasil belajar adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah


laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat di artikan
sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik
sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.
4) Mulyasa (2008) hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara
keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan
prilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu
dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar
siswa yang mengacu pada pengalaman langsung.
5) Winkel (dikutip oleh Purwanto, 2010) hasil belajar adalah perubahan yang
mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
6) Sudjana (2010) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.
7) Suprijono (2009) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Dengan demikian, hasil belajar merupakan gambaran tentang apa yang
harus digali, dipahami, dan dikerjakan siswa. Hasil belajar ini merefleksikan
keluasaan, kedalaman, kerumitan dan hasil digambarkan secara jelas serta dapat
diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. (Arifin, 2011: 26)
Indikator hasil belajar dapat digunakan sebagai dasar penilaian terhadap
siswa dalam mencapai pembelajaran dan kinerja yang diharapkan. Indikator
hasil belajar merupakan uraian kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam
berkomunikasi secara spesifik serta dapat dijadikan ukuran untuk menilai
ketercapaian hasil pembelajaran. Keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang
sudah mereka kembangkan selama pembelajaran dan dalam menyelesaikan
tugas-tugas yang sudah ditentukan. Selama proses ini, guru dapat menilai
29

apakah siswa telah mencapai suatu hasil belajar yang ditunjukan dengan
pencapaian beberapa indikator dari hasil belajar tersebut. Apabila hasil belajar
siswa telah direfleksikan dengan kebiasaan berfikir dan bertindak, maka siswa
tersebut telah mencapai suatu kompetensi. Dengan demikian, penilaian harus
mengacu pada standar nasional yang didasarkan pada hasil belajar dan indikator
hasil belajar. (Arifin, 2011: 27).
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua
faktor yaitu faktor yang datangnya dari individu siswa (internal factor), dan
faktor yang datang dari luar diri individu siswa (eksternal factor). Keduanya
dapat dijelaskan sebagai berikut menurut ( Dinul Islam, 2013).
1) Faktor internal anak, meliputi:
(a) Faktor psikis (jasmani)
Kondisi umum jasmani yang menandai dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas anak dalam mengikuti pelajaran.
(b) Faktor psikologis (kejiwaan)
Faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kualitas perolehan hasil belajar siswa antara lain adalah Intelegensi,
sikap, bakat, minat, dan motivasi.
2) Faktor eksternal anak, meliputi:
(a) Faktor lingkungan sosial, seperti para guru, sifat para guru, staf
adminitrasi dan teman-teman sekelas.
(b) Faktor lingkungan non-sosial, seperti sarana dan prasarana
sekolah/belajar, letaknya rumah tempat tinggal keluarga, keadaan cuaca
dan waktu belajar yang digunakan anak.
(c) Faktor pendekatan belajar, yaitu cara guru mengajar guru, maupun
metode, model dan media pembelajaran yang digunakan.
30

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa disebut
sebagai hambatan atau kesulitan belajar akibat kondisi keluarga yang kurang
kondusif. Terkait dengan hal ini, (Ihsan, 2005: 19) menyebutkan tujuh
hambatan-hambatan yang dihadapi siswa akibat kondisi lingkungan keluarga,
yaitu: (1) anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua, (2)
figur orang tua yang tidak mampu memberikan keteladanan kepada anak, (3)
kasih sayang orang tua yang berlebihan sehingga cenderung untuk memanjakan
anak, (4) sosial ekonomi keluarga yang kurang atau sebaliknya yang tidak bisa
menunjang belajar, (5) orang tua yang tidak bisa memberikan rasa aman kepada
anak, atau tuntutan orang tua yang terlalu tinggi, (6) orang tua yang tidak bisa
memberikan kepercayaan kepada anak, dan (7) orang tua yang tidak bisa
membangkitkan inisiatif dan kreativitas kepada anak.
c. Hasil Belajar Sebagai Objek Penilaian
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan
pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Horward
Kingsley dikutip oleh Sudjana (2016: 22) membagi tiga macam hasil belajar,
yakni (1) keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3)
sikap dan cita-cita masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan
yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne dikutip oleh Sudjana
(2016: 22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (1) informasi verbal, (2)
keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) keterampilam
motorik. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar
dari Benyamin Bloom dikutip oleh Sudjana (2016: 22) mengatakan secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotoris.
31

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara


ketiga ranah itu, ranah kognitifnya yang paling banyak dinilai oleh para guru di
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran, (Sudjana, 2016: 23).
1) Ranah Kognitif
(a) Tipe Hasil Belajar: Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata
knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya
tidak sepenuhnya tetap sebab dalam istilah tersebut termasuk pula
pengetahuan faktual di samping pengetahuan hafalan atau diingat seperti
rumus, batasan, devinisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-
nama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-
istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya
sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep
lainnya. (Sudjana, 2016: 23).
(b) Tipe Hasil Belajar: Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya me njelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri
sesuatu yang dibaca atau didengarnya, member contoh lain dari yang
telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus
lain. dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih
tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa
pengetahuan tidak perlu ditanyakan, sebab, untuk dapat memahami,
perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal, (Sudjana, 2016: 24).
(c) Tipe Hasil Belajar: Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau
dituasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau
32

petunjuk teknik. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut


aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan
beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi
akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses
pemecahan masalah. (Sudjana, 2016: 25).
(d) Tipe Hasil Belajar: Analisis
Analisis adalah usuha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur
atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunanya.
Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan
kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan
seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat
memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk
beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara
bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila
kecakapan analisis telah dapat berkembang pada seseorang, maka ia
akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
(e) Tipe Hasil Belajar: Sintesis
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke
dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berdasarkan pengetahuan
hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis
dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih
rendah daripada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen,
pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang
sudah dikenal. Berpikir divergen pemecahan atau jawabanya belum
dapat dipastikan. Berpikir sintesis merupakan salah satu terminal untuk
menjadikan orang lebih kreatif. Berfikir kreatif merupakan alah satu
hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang kreatif
33

sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga


berpotensi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis,
orang mungkin menemukan hubungan kausal atau aturan tertentu, atau
menemukan abstraksinya atau operasionalnya. (Sudjana 2016: 27).
(f) Tipe Belajar: Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan,
metode, material dan lain sebagainya. Dilihat dari segi tersebut maka
dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.
(Sudjana, 2016: 28).
2) Ranah Afektif
Ranah afektif berkenan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila
seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil
belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih
banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman
sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif, ranah afektif harus
menjadi bagian integral dari bahan tersebut. Dan harus tampak dalam
peoses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh karena itu,
penting dinilai hasilnya.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif aebagai hasil belajar.
Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkah
yang kompleks.
34

(a) Redeiving/ attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima


rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain.
(b) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang
terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencangkup
ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari
luar yang datang pada dirinya.
(c) Valuing, (penilaian) berkenan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya
kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman.
(d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk
dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem ninai dan
lain-lain.
(e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah lakunya. Ke dalamnya termasuk keseluruhan
nilai dan karakteristiknya. (Sudjana, 2016: 30).
3) Ranah Psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill)
dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan,
yakni: (a) gerakan reflex atau keterampilan pada gerakan yang tidak sadar,
(b) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, (c) kemampuan perceptual,
termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris, dan lain-lain,
(d) kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan
ketepatan, (e) gerakan-gerakan skil, mulai dari keterampilan sederhana
35

samapai pada keterampilan yang kompleks, (f) kemampuan yang berkenan


dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri
sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam
kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya
dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.
Menurut Sudjana (2016:31) mengatakan tipe hasil belajar ranah
psikomotoris berkenan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak
setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini
sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam
kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku. Contoh-contoh hasil
belajar ranah afektif di atas dapat menjadi hasil belajar psikomotiris
manakala siswa menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan
makna yang terkandung di dalam ranah afektifnya sehingga kedua ranah
tersebut, jika dilukiskan, akan tampak sebagai berikut:
Hasil Belajar Hasil Belajar
Afektif Psikomotoris
- Kemauan untuk menerima - Segera memasuki kelas pada
pelajaran dari guru. waktu guru datang dan duduk
paling depan dengan
mempersiapkan kebutuhan
belajar.
- Perhatian siswa terhadap - Mencatat bahan pelajaran
apa yang dijelaskan oleh dengan baik dan sistematis.
guru.
- Penghargaan siswa terhadap - Sopan, ramah, dan hormat
36

guru. kepada guru pada saat guru


menjelaskan pelajaran.
- Hasrat untuk bertanya - Mengangkat tangan dan
kepada guru. bertanya kepada guru mengenai
bahan pembelajaran yang belum
jelas.
- Kemauan untuk - Ke perpustakaan untuk belajar
mempelajari bahan lebih lanjut atau meminta
pelajaran lebih lanjut. informasi kepada guru tentang
buku yang harus dipelajari, atau
segera membentuk kelompok
untuk berdiskusi.
- Kemauan untuk - Melakukan latihan dari dalam
menerapkan hasil pelajaran. memecahakan masalah
berdasarkan konsep bahan yang
telah diperolehnya.
- Senang terhadap guru dan - Akrab dan mau bergaul, mau
mata pelajaran yang berkomunikasi dengan guru,
berikutnya. dan bertanya atau meminta
saran bagaimana mempelajari
mata pelajaran yang
diajarkannya.

4. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


a. Pengertian IPS
Istilah “Ilmu Pengetahuan sosial”, disingkat IPS, merupakan nama mata
pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di
37

perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum
perekolahan di Negara lain, khususnya di Negara-negara Barat seperti Australia
dan Amerika Serikat. Nama “IPS” yang lebih dikenal social studies di Negara
lain itu merupakan istilah hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar kita di
Indonesia dalam Seminar Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di
Tawangmangu, Solo. IPS sebagai mata pelajaran di persekolahan, pertama kali
digunakan dalam Kurikulum 1975.
Namun, pengertian IPS di tingkat persekolahan itu sendiri memiliki
perbedaan makna, disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik
khususnya antara IPS untuk Sekolah Dasar (SD) dengan IPS untuk sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan IPS untuk sekolah Menengah Atas (SMA).
Pengertian IPS di persekolahan tersebuat ada yang berarti nama mata pelajaran
yang berdiri sendiri, ada yang berarti gabungan (integrated) dari sejumlah mata
pelajaran atau disiplin ilmu, dan ada yang berarti program pembelajaran.
Perbedaan ini dapat pula diidentifikasi dari perbedaan pendekatan yang
diterapkan pada masing-masing jenjang persekolahan tersebut (Sapriya, 2014:
19).
Menurut Somantri dikutip oleh Sapriya (2014: 11) pendidikan IPS adalah
seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk
tujuan pendidikan.

b. IPS SMP/MTS
Untuk jenjang SMP/MTs, pengorganisasian materi mata pelajaran IPS
menganut pendekatan korelasi (correlated), artinya materi pelajaran
dikembangan dan disusun mengacu pada beberapa disiplin ilmu secara terbatas
38

kemudian dikaitkan dengan aspek kehidupan nyata (factual/real) peserta didik


sesuai dengan karakteristik usia, tingkat perkembangan berfikir, dan kebiasaan
bersikap dan berperilaku. Dalam dokumen Permendiknas (2006) dikemukakan
bahwa IPS untuk SMP/MTs memiliki kesamaan dengan IPS SD/MI yakni
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu social. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi
geografi, sejarah, sosiologidan ekonomi. Dari ketentuan ini maka secara
konseptual, materi pembelajaran IPS di SMP belum mencakup dan
mengakomodasi seluruh disiplin sosial. Namun, ketentuannya sama bahwa
melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga
Negara Indonesia yang berdemokratis dan bertanggung jawab, serta warga
dunia yang cinta damai.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik
akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan (Sapriya, 2014:200).
c. Tujuan IPS
Tujuan mata pelajaran IPS SMP/MTs sama dengan IPS SD/MI sebagai
berikut:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusian.
39

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam


masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional, dan global (Sapriya,
2014:201).
d. IPS Sejarah
1) Latar Belakang
Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan
perkembangan serta perenan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode
dan metodologi tertentu. Terkait dengan pendidikan di sekolah dasar hingga
sekolah menengah, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung nilai-nilai
kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap,
watak dan kepribadian peserta didik.
Mata pelajaran sejarah telah diberikan pada tingkat pendidikan dasar
sebagian bagian integral dari mata pelajaran IPS, sedangkan pada tingkat
pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri. Mata
pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam membentuk watak dan
peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia
Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Materi sejarah:
(a) Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan,
patriotism, nasionalisme, dan semangat pantang menyerah yang mendasar
proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
(b) Memuat khasanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk
peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan
yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa
Indonesia dimasa depan.
(c) Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk
menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disentegrasi bangsa.
40

(c) Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung


jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup
(Sapriya, 2014: 208).
2) Tujuan
Mata pelajararan sejarah bertujuan agar peserta didik mmiliki
kemampuan sebagai berikut:
(a) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat
yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa
depan.
(b) Melatih daya kritis peserta didik ntuk memahami fakta sejarah secara benar
dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan.
(c) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap
peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa
lampau.
(d) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya
bangsa Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan masih berproses
hingga masa kini dan masa yang akan datang.
(e) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari
bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangsa dan cinta tanah air yang dapat
diimplementasikan dalam berbagai idang kehidupan baik nasional maupun
internasional (Sapriyana, 2014:209).

B. Kajian Penelitian Yang Relevan


Pertama, penelitian oleh Nur khamimah, Nila Kurniasih, Mita Hapsari Jannah.
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo
tentang Peningkatan Keaktifan Dan Pemahaman Konsep Menggunakan Metode
41

Rangking 1 di Kelas VII A Mts At-Tauhid Jogomertan Tahun Ajaran 2013/2014. Pada
siklus I yang hanya mencapai persentase keaktifan 61,13%, rerata pemahaman konsep
69,31, dan dengan nilai ketuntasan klasikal sebesar 68,18%. Pada siklus II, diperoleh
hasil persentase keaktifan mencapai 82,72%, rerata pemahaman konsep mencapai
80,45, dan dengan nilai ketuntasan klasikal sebesar 90,90%.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah sama-sama
menggunakan metode Rangking 1 dalam pengaplikasian pembelajaran, sedangkan
perbedaannya adalah terletak pada pengambilan siswa pada mata pelajaran IPS
khususnya di materi sejarah.
Kedua, Dendi Tri Suarno, Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta tentang Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa dengan
Penerapan Media Slide Power Point pada Mata Pelajaran IPS Kelas VII A SMP Negeri
3 Sleman. Pada siklus 1 rata-rata motivasi kelas sebelum tindakan adalh 69,2%,
sesudah tindakan rata-rata motivasi kelas adalah 72,4% atau mengalami peningkatan
sebesar 3,2%. Pada siklus II tindakan rata-rata motivasi kelas adalah 77,9% atau
mengalami peningkatan sebesar 5,7%. Pada siklus III motivasi kelas sebelum tindakan
adalah 76,4% sesudah tindakan rata-rata motivasi kelas adalah 79,7% atau mengalami
peningkatan sebesar 3,3%. Penggunaan media pembelajaran ini juga dapat
menigkatkan hasil belajar IPS. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata tes
yang terjadi pada setiap siklusnya. Pada, siklus I rata-rata nilai siswa dari 52,9 menjadi
66 atau meningkat sebesar 13,1 poin. Pada siklus II rata-rata siswa dari 58,9 menjadi
77,2 atau mengalami peningkatan sebesar 18,3 poin. Pada siklus III rata-rata nilai
siswa dari 62,5 menjadi 80,6 atau meningkat sebesar 18,1 poin.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah sama mengacu
pada tujuan pembelajaran yaitu pada variabel meningkatkan motivasi dan hasil
belajar siswa dan sama dalam penerapan pada pembelajaran IPS sedangkan
perbedaannya adalah dalam menerapkan strategi. Penelitian ini menerapkan media
42

slide powerpoint bukan menerapkan metode Game Rangking 1 , sehingga dalam


strategi pembelajaran berbeda dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran IPS di SMP.
Ketiga, Fitri Handayani KD, 2009. Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game
Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP
Negeri 1 Purwodadi Kabupaten Pasuruan Pada Materi Keragaman Bentuk Muka
Bumi. Tesis, Jurusan Pendidikan Geografi, Program Pasca Sarjana Universitas
Negeri Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat
dari siklus I, ke siklus II dan dari siklus II ke Siklus III. Untuk hasil proses
pembelajaran (afektif) nilai rata-rata klasikal dari siklus I adalah 79,86 siklus II
sebesar 84,19 dan siklus III adalah 87,64. Peningkatan aktivitas belajar dari sebelum
dikenai tindakan ke siklus I sebesar 25%, dan dari siklus I ke siklus II dan III
sebesar 9% dan 4%. Untuk hasil tes kognitif nilai rata-rata klasikal siklus I sebesar
72,16, siklus II adalah 79,46 dan siklus III sebesar 82,16. Peningkatan hasil belajar
pada siklus I sebesar 20%, siklus II adalah 10% dan siklus III adalah 4%.
Persamaan Penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah hanya memiliki
satu variabel pengukuran yaitu sama-sama bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Sedangkan perbedaan penelitiannya adalah
menggunakan dua variabel yakni variabel motivasi siswa dan hasil belajar siswa
dan memilih metode yang diterapkan bila penelitian releven tersebut menggunakan
metode Team Game Turnamen (TGT) dan peneliti menggunakan metode Game
Rangking 1 dalam pembelajaran IPS materi sejarah. Sehingga dalam penelitian ini
akan menghasilkan pembelajaran yang menyenangan dalam proses memahami
materi IPS khususnya materi sejarah.

C. Kerangka Pikir
43

Motivasi belajar merupakan kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan


mengenang suatu hal atau kegiatan disertai dengan adanya memperhatikan pelajaran
IPS materi sejarah secara terus menerus, memiliki perasaan senang pada pelajaran IPS
materi sejarah , memiliki rasa ingin tahu yang tinggi pada pelajaran IPS materi
sejarah, memiliki ketertarikan pada pelajaran IPS melalui aktivitas belajar tanpa
paksaan atau tanpa disuruh orang lain. Motivasi dan hasil belajar pada siswa perlu
dibangkitkan pada setiap mata pelajaran salah satunya pada mata pelajaran IPS
khususnya materi sejarah.
Dalam proses pembelajaran di kelas VIII E SMP Negeri 17 Kota Cirebon terdapat
kecenderungan pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered) dan penggunaan
media serta metode pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi, guru
cenderung monoton menggunakan metode ceramah karena guru lebih mengutamakan
target pencapaian materi sehingga menimbulkan beberapa akibat pada siswa seperti
siswa cepat bosan, cepat mengantuk, cuek dan kurang fokus saat guru memberikan
pembelajaran IPS materi sejarah. Pada akhirnya siswa sulit untuk memahami materi
yang berakibat pada hasil belajar siswa hanya 69 belum mencapai KKM yang
ditetapkan 73.
Belum pernah ada penelitian yang menerapkan metode pembelajaran aktif Game
Rangking 1 dalam pembelajaran IPS. Untuk itu diperlukan metode yang lebih
memberdayakan siswa dan menciptakan suasana belajar yang menarik motivasi belajar
siswa pada mata pelajaran IPS khususnya materi sejarah yaitu salah satunya dengan
metode pembelajaran aktif teknik Game Rangking 1.
Metode Game Rangking 1 merupakan metode pembelajaran game educative yang
mampu memberikan dorongan motivasi dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPS materi sejarah. Metode Game Rangking 1 memberikan pengalaman
belajar siswa yang menyenangkan sehingga tidak membosankan. Metode ini akan
menciptakan kefokusan siswa dalam mengikuti pembelajaran IPS karena masing-
44

masing siswa akan berkompetisi dalam hal pengetahuan yang akan berdampak pada
rasa semangat siswa untuk mengikuti pambelajaran. Secara jelas krangka pemikiran
sebagai gambar berikut:

Penerapan Metode Game Rangking 1 Sebagai Upaya Meningkatkan Motivasi


dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Materi Sejarah
di Kelas VIII E SMP Negeri 17 Kota Cirebon

Kondisi saat ini Tindakan Tujuan/ Hasil

 Pembelajaran IPS  Penjelasan  Guru mampu


materi sejarah pembelajaran melaksanakan
membosankan. Game Ranking 1 pembelajaran
 Kegaduhan kelas,  Pelatihan Game Rangking 1
kefokusan siswa pembelajaan Game  Kualitas KBM
kurang Rangking 1 dalam
 Sulit memahami  Melaksanakan pembelajaran IPS
materi pembelajaran  Meningkatkan
 Hasil belajar rata- Game Rangking 1 motivasi dan hasil
rata 68 dibawah belajar siswa.
KKM 73

Diskusi Penerapan
Pemecahan Pembelajaran
Masalah Game Rangking 1

Evaluasi Awal Evaluasi Evek Evaluasi Akhir

Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


45

D. Hipotesis Tindakan
Menurut Sudjana (1996: 219) hipotesis adalah asumsi atau dugaan sementara
mengenai suatu hal yang dibuat untuk melanjutkan hal itu yang sering dituntut untuk
melaksanakan pengecekan. Sedangkan menurut Arikunto (1992: 62) hipotesis dapat
diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dari pengertian para ahli di
atas penulis dapat menyimpulkan bahwa hipotesis adalah dugaan atau jawaban
sementara atas suatu permasalahan penelitian yang sedang dilakukan.
Berdasarkan keterangan di atas, maka penulis merumuskan hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah “Penerapan metode Game Ranking 1 dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS materi sejarah di kelas VIII E
SMP Negeri 17 Kota Cirebon”.

Anda mungkin juga menyukai