Makalah Biokimia Selenium
Makalah Biokimia Selenium
DISUSUN OLEH :
Puji syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas rahmat serta hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Judul makalah ini adalah
“METABOLISME MINERAL MIKRO Se (SELENIUM)” sebagai salah satu tugas terstruktur
dalam mata kuliah “Biokimia”, dimana di dalamnya membahas tentang bagaimana metabolisme
Se.
Mengingat begitu pentingnya kita mengetahui dan memahami bagaimana proses metabolisme
Se, maka melalui makalah dan presentasi ini diharapkan pembaca dapat mengetahui bagaimana
metabolisme yang terjadi pada Selenium. Pada kesempatan ini kami kelompok 4 menyampaikan
terima kasih kepada Ibu pembimbing mata kuliah “Biokimia” yang telah membimbing kami
hingga hasil makalah ini dapat kami presentasikan.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dari hasil makalah ini, baik dari segi tata bahasa susunan kalimat maupun isi. Oleh
sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran yang membangun
penulis. Semoga tulisan ini memberi informasi yang berguna bagi peningkatan dan
pengembangan pemahaman kita tentang presentasi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pentingnya selenium dalam gizi manusia telah dilaporkan pada tahun 1979 ketika ilmuan China
melaporkan bahwa suplementasi selenium dapat mencegah terbentuknya cardiomyopathy, yaitu
penyakit pada anak yang tinggal di daerah yang kekurangan selenium. Sejak akhir 1980, telah
ada penelitian yang mengemukakan informasi terbaru mengenai selenoprotein dan molekul
biologi dari selenium.
Selenium merupakan mineral yang ditemukan pada dekade ini dan terdapat pada lemon.
Selenium berikatan dengan vitamin E dan pada beberapa unsur, kadar selenium yang rendah
dapat bersaing dengan unsur lainya.
Selenium adalah salah satu komponen penting enzim yang disebut glutathione peroksidase yang
membantu mencegah kerusakan struktur sel. Sejumlah penelitian pada hewan menunjukan
bahwa selenium memiliki sifat protektif terhadap kanker ( willet & mac Mohan, 1984)
bagaimanapun juga, banyak penelitian menunjukan adanya manfaat selenium pada manusia. Di
United States, Clark dan Assosiation dilaporkan bahwa efek suplementasi selenium pada
perekembangan basal/ sel karsinoma pada kulit seseorang. Pemberian intervensi oral 200 μg/ hari
selenium pada sample placebo menunjukkan penurunan significan pada observasi kedua
termasuk 37% penurunan total insiden kanker, 46% penurunan insiden prostate, kolorektal dan
kanker paru-paru serta 50% penurunan angka kematian kanker. Asupan selenium yang aman dan
adekuat untuk remaja yang di rekomendasikan oleh RDA pada tahun 1980 berkisar 0,05-0,2 mg.
Selain itu dewasa ini, banyak sekali terjadi masalah kekurangan gizi. Kekurangan gizi yang
sering terjadi adalah KEP dan GAKI. GAKI adalah suatu penyakit karena kekurangan yodium.
Biasanya kekurangan yodium sering disertai kekurangan selenium. Selenium adalah zat gizi
mikro yang sangat dibutuhkan tubuh walaupun hanya dibutuhkan sedikit, tetapi jika terjadi
kekurangan selenium sangat berbahaya. Selenium biasanya dibuat menjadi suplementasi dimana
suplementasi selenium adalah dengan digabung atau diikatkan dengan protein, contohnya adalah
selenometionin. Selenometionin cenderung dapat ditemukan di tumbuhan. Hewan yang
memakan tumbuhan yang banyak mengandung selenium, pasti hewan tersebut juga tinggi
selenometionin. Batas antara kecukupan dan kelebihan selenium sangatlah sedikit. Jadi, harus
sangat berhati-hati saat memberikan suplementasi selenium. Tidak boleh diberikan suplementasi
terlalu banyak karena dapat menyebabkan toksik.
1
1. Apa bentuk kimia selenium ?
Adapun tujuan yang hendak penulis capai dalam penulisan makalah ini adalah:
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagian besar selenium dalam system biologi dihadirkan dalam protein sebagai suatu unsur dari
asam amino. Melihat kemiripan ikatan kimia selenium tersebut dengan sulfur, maka asam amino
tersebut adalah selenosystein dan selenometionin.
Absorbsi menunjukkan dimulainya peran regulasi homeostatik dari selenium. Proses absorbsi
terjadi ketika elemen mensuplai seleniometionin dan selenosistein. Absorbsi dari selenite dan
selenate lebih dari 50%. Tapi nilai signifikannya bervariasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor
nominal. Absorbsi selenium biasanya berkisar antara 50-100% dan ini tidak berpengaruh pada
status gizi.
Selenium berbentuk organik dan anorganik yang secara efisien diserap tubuh. Penyerapan utama
terjadi di duodenum, dan beberapa juga terjadi di jejenum dan ileum. Diperkirakan 80%
penyerapan asam selenoamino terjadi melalui sistem transpotasi asam amino. Tetapi penyerapan
selenomethionine lebih mudah daripada selenocysteine. Salenate lebih mudah terserap dari pada
selenite. Faktor yang mempengaruhi penyerapan selenium adalah vitamin A, vitamin C dan
vitamin E yang menyebabkan pengurungan glutathione dalam lumen usus. Logam berat seperti
merkuri dan phytat juga dapat mengurangi penyerapan selenium.
Setelah diserap di usus selenium masuk ke dalam transpot protein dan kemudian diangkut oleh
darah menuju hati dan jaringan-jaringan lainnya. Di dalam darah, selenium terikat ke dalam
kelompok sulfhydryl di α – dan β-globulin (seperti VLDL dan LDL). Selenocysteine
mengandung plasma protein P mayoritas selenium sebagai selenocysteine di dalam plasma,
tetapi protein melepaskan selenium untuk diserap oleh jaringan yang belum begitu jelas.
3
Selenium masuk dalam rantai makanan melalui tumbuhan yang menggabungkannya ke dalam
suatu campuran yang biasanya mengandung sulfur. Hasilnya adalah tumbuhan yang
mengandung selenium tersebut berada dalam bentuk selenometionin dan selenosistein dan
bentuk lain dari sulfur asam amino. Tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa tumbuhan
membutuhkan selenium untuk membentuk suatu molekul spesifik yang penting untuk
kelangsungan hidupnya.
Beberapa tumbuhan mengandung enzim yang memetilasi selenosistein bebas membentuk Se-
metilselenosistein. Se-metilselenosistein merupakan suatu produk detoxifikasi, dan tidak dapat
bergabung ke dalam protein. Se-metilselenosistein nerakumulasi membentuk konsentrasi tinggi
dan dapat responsibel terhadap keracunan selenium pada hewan yang memakan tumbuhan
tersebut.
Selenium masuk ke dalam tubuh dalam beberapa bentuk. Dua bebtuk utama selenium adalah
selenometionin yang berasal dari tumbuhan dan selenosistein yang berasal dari hewan.
Selenosistein bebas diproduksi oleh katabolisme selenoprotein selular atau selenoprotoin ekstra
selular. Selenosistein bebas tidak dapat terakumulasi karena metabolismenya oleh
selenosistein β-lyase. Selenometionin tidak tampak sebagai bentuk khusus yang diakui sebagai
senyawa selenium dan dimetabolisme dalam pool metionin. Selenometionin ini dianggap sebagai
jaringan selenium karena kehadirannya dalam protein metionin dalam darah dan jaringan.
Selenium dalam selenometionin tadak dapat digunakan oleh sel periferal hingga selenium
dibebaskan melalui jalur trans sulfurtasi di hati atau ginjal. Selenosistein bebas baik yang berasal
dari katabolisme selenoprotein intraseluler ataupun ekstraseluler didegradasi oleh
selenosistein β-lyase, menghasilkan selenida dapat masuk jalur anabolik dengan berubah menjadi
selenofosfat.
Selenofosfat merupakan bahan yang cukup penting dalam metabolisme selenium. Selenofosfat
diproduksi oleh selenofosfat sintetase dan disajikan sebagai donor selenium untuk produksi
selenium mengandung RNA transfer yang juga berfungsi untuk menggabungkan selenosistein ke
dalam selenoprotein.
Bentuk metilasi dari selenium diproduksi sebagai hasil ekskresi metabolik dan dengan cepat
dikeluarkan melalui urin dan pernafasan. Molekul dan dengan cepat dikeluarkan melalui urin dan
pernafasan . Molekul kecil dari bentuk metilasi selenium ini telah ditemukan pada plasma darah.
Namun jenisnya belum dapat dipastikan.
4
Keseimbangan selenium di dalam tubuh tercapai melalui pengaturan ekskresinya. Penyerapan
selenium dari makanan meningkat saat keadaan defisiensi hingga dicapai kondisi yang adekuat,
ekskresi urin juga meningkat untuk mempertahankan keseimbangan ini. Asupan selenium yang
tinggi membuat bentuk volatil selenium menguap melalui proses pernafasan. Tidak ada indikasi
pengaturan ekskresi selenium secara fecal. Kondisi psikologi juga mempengaruhi ekskresi
selenium melalui urin.
Ekskresi selenium terbanyak berbentuk metil yang diproduksi hati atau ginjal.Fraksi
selenium terbanyak di saluran urin adalah metil selenosugar. Prosentase yang lebih kecil adalah
ion trimetilselenonium. Selenium di pernafasan lebih banyak berbentuk dimetil selenida.
Metabolisme biokimia yang teratur belum diketahui.
Sebanyak 25 selenoprotein gen telah teridentifikasi pada genom manusia dengan metode
bioinformatik. Selenoprotein merupakan hasil ekspresi gen ini yang responsibel untuk fungsi
biokimia selenium. Tetapi kebanyakan protein tidak punya karakteristik yang cukup baik untuk
mengidentifikasi aktivitas mereka
Glutation Peroksidase
Glitation peroksidase (GSHPxs) berguna untuk mereduksi ekuivalen dari glutation (GSH) untuk
mengkatabolis hidroperoksida. Lima selenium yang mengandung GSHPxs yang tersebar sebagai
produk gen, telah teridentifikasi di dalam genom manusia. GSHPx seluler, GSHPx-1 sangat
berlimpah dalam bentuk mengelompok dan terdapat di semua sel. GSHPx-2 asli merupakan
calon GSHP—GI, yang merupakan enzim seluler tetapi ditemukan secara dominan di jaringan
gastrointestinal tract. GSHPx-3 terdapat di plasma dan susu. Fosfolipid hidroperoksida , GSHPx,
GSHPx-4, terdapat di dalam sel dan berbeda pada tiap-tiap respon dari anggota kelompok lain.
Ini bisa menurunkan pemecahan asam lemak hidroperoksida yang teresterifikasi di fosfolipid dan
proses alternatif dapat memproduksi bentuk dengan suatu sinyal lokal protein ke mitokondria.
Enzim ini mempunyai dua fungsi di spermatozoa. Ini merupakan unsur pokok kapsul
mitokondria dan membungkus cromatin pada kepala sperma. GSHPx-6 terdapat di alat
penciuman.
Defisiensi selenium menurunkan aktivitas GSHPx. Tetapi variasi efek berdasarkn jaringan dan
enzim. GSHPx otak relatif baik dipertahankan pada defisiensi selenium seperti GSHPx-4 di
semua jaringan. GSHPx aktif di plasma dan hati dan sangat sensitif untuk mensuplai selenium
dan digunakan untuk mengindikasi status nutrisional selenium.
5
GSHPxs mengkatabolis hidrogen peroksida dan asam lemak dari hidroperoksida. Secara umum
telah diketahui mereka melindungi sel dari molekul oksidan. Tapi banyak molekul oksidan
mempunyai fungsi pada metabolisme dan di jalur sinyal. Dengan demikian, GSHPxs mempunyai
fungsi pengaturan sel karena mereka mempengaruhi konsentrasi molekul oksidan. Selain itu,
GSHPx mempunyai lokalisasi berbeda dan substrat spesifik yang dapat menjadi bagian strategi
pengaturan.
Iodotironin deiodinasi
Iodotironin deiodinase tipe I sampai III telah nampak sebagai selenoprotein. Enzim ini
mengkatalis deiodination tiroxin, triiodotironin dan cadangan triiodotironin dan dengan cara
inimengatur konsentrasi hormon aktif T3. Beberapa dapat mereduksi substrat untuk enzim ini
tapi GSH sepertinya menjadi substrat patologik.
Penurunan Tioredoksin
Selenoprotein P
Selenoprotein telah teridentifikasi tahun 1977 tapi karakteristiknya diketahui beberapa tahun
lalu. Ini telah diperjelas sebaik penggambaran pada tingkat asam nukleus. Selenoprotein P
merupakan glikoprotein ekstraseluler yang ditemukan di plasma dan berasosiasi dengan
endotelial sel. DNA ini mengindikasi bahwa ini mempunyai tipe sel peptida untuk sekresi dari
10-17 UGA, yang merupakan calon penggabungan selenoprotein. Satu fungsi selenoprotein P
adalah mensuplai selenium ke otak untuk mempertahankan fungsi normal neurologi dan pada
testis untuk pembentukan sperma.
Selenoprotein mengandung banyak fraksi plasma selenium, ± 45% pada ras Amerika Utara.
Konsentrasinya menurun pada defisiensi selenium dan digunakan sebagai indikator sattus
selenium.
Selenoprotein P telah berikatan dengan pertahanan oksidan milik selenium. Defisiensi selenium
pada tikus rentan terinduksi lemak peroksidasi dan nekrosis hati, perllindungan dengan selenium
6
berhubungan dengan konsentasri selenoprotein P di plasma. Peneliti telah mempertimbangkan
bahwa lokasi sel endotelial mengindikasi bahwa ini melindungi sel tersebut dari molekul oksidan
yang disebabkan oleh peradangan atau metabolisme xenobiotik.
Selenoprotein W
Selenoprotein ini pertama kali di identifikasi di otot dan mempunyai peranan dalam
perkembangan penyakit otot polos pada kondisi defisiensi selenium pada domba. Ini telah
teridentifikasi pada banyak jaringan dan nampak dalam beberapa bentuk. Satu bentuk memiliki
ikatan GSH dengannya yang beranggapan bahwa selenoprotein ini mengalami perubahan redoks.
Beberapa bukti mengindikasi bahwa ini bisa melawan serangan oksidatif. Konsentarsi
selenoprotein W menurun pada defisiensi selenium.
Pembentukan Selenofosfatase
Dua sintesis selenofosfat telah diidentifikasi pada binatang. Satu mengandung residu selenisstein
pada struktur primernya dan yang lain residu sistein pada posisisi sama. Karena pengaturan
kese4imbangan selenium untuk tinggal di tingkat aktifitas ini, bekerja pada fungsi enzim ini
dapat memperlihatkan mekanisme pengaturan sel.
Aktivitas Biologik
Defisiensi selenim mengakibatkan perubahan di banyak sistem biokimia beberapa obat yang
memetabolisme enzim, seperti sistem sitokrom P450, yang dipengaruhi, beberapa diantaranya
dengan peningkatan aktivitas dan yang lain dengan penurunan aktifitas. Aktifitas GSH – X
transferase pada hati tikus, ginjal dan paru-paru meningkat pada defisiensi selenium.
Metabolisme GSH saat defisiensi selenium.
Perubahan metabolisme hormon tiroid yang karakteristiknya telah diketahui pada hewan yang
defisiensi selenium dan diperjelas dengan temuan bahwa iodotironin deiodinasi adalah
selenoenzim. Efek metabolit lainnya seperti perubahan pada metabolisme glukosa.
Defisiensi selenium tidak selalu menampakkan gejala klinis pada manusia/ hewan. Hanya pada
binatang percobaan defisiensi selenium menunjukkan perubahan patogenik. Tetapi generasi
pertama defisiensi selenium pada hewan menunjukkan peningkatan sensitifitas stres yang nyata,
yang merupakan dasar terpenting pada defisiensi selenium. Salah satu stres itu adalah defisiensi
vitamin E. Simultan selenium dan defisiensi selenium menunjukkan banyak kondisi patogenik
pada hewan.
7
Defisiensi selenium pada hewan mudah menyebabkan luka. Luka ini menyeluruh bersifat
oksidatif dan mungkin berkaitan dengan menurunnya tingkat selenoenzim yang mempertahankan
serangan luka oksdatif.
Hal ini merupakan poin untuk membuat strtegi viral dalam menyediakan selenium sel dan
memecah selenium berdasarkan fungsinya.
Defisiensi besi dan tembaga mempengaruhi fungsi selenium pada tubuh. Defisiensi besi
menurunkan sintesis hepatic glutation peroksidase dan mengurangi konsentrasi jaringan
selenium. Defisiensi tembaga telah terbukti menurunkan aktivitas glutation peroksidase dan 5-
deiodinase.
Asupan metionin juga dapat mempengaruhi selenium. Akan menjadi sebuah masalah apabila
selenium pada tubuh tersedia hanya dalam bentuk selenometionin. Selenium tersedia dalam
tubuh dalam bentuk selenometionin, lalu selenium berikatan dengan protein dan terdegradasi
menjadi selenium-protein.
Defisinsi selenium pada anak-anak dan wanita muda dapat menyebabkan terjadinya penyakit
khesan. Penyakit ini banyak terjadi di Cina barat yang memiliki asupan selenium sangat rendah.
Dampak yang paling mencolok dari penyakit ini adalah terjadinya kerusakan jantung, sehingga
selama 4 tahun anak-anak diberi suplemen selenium. Selama kurun waktu tersebut, kejadian
penyakit khesan menurun sekitar 5% (khesan disease research group,dkk,1979).
Kombinasi defisiensi selenium dan vitamin E menyebabkan nekrosis hati pada tikus dan babi,
diatthesis eksudatif pada ayam dan penyakit otot polos pada lembu.
8
2.9 Sumber Selenium
Selenium diperoleh sebagian besar dari biji-bijian, meski demikian daging, ikan dan unggas juga
merupakan penyumbang penting (pennington, dkk,1984). Selenium yang terkandung dalam biji-
bijian merupakan unsur yang berasal dari selenium yang berasal dari dalam tanah. Adapun
sumber makanan lainnya yang kaya akan selenium diantarnya :
1. Telur
Selain mengandung protein yang tinggi, telur juga kaya akan zat selenium yang baik untuk
tubuh. Satu butir telur mengandung 15 mikrogram selenium, yang setara dengan 21 persen dari
nilai harian. Kandungam mineral lain seperti fosfor, vitamin D, vitamin B12 dan riboflavin yang
terkandung di dalamnya juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi.
2. Jamur
Mengkonsumi 100 gram jamur setiap hari juga dapat memenuhi 17 persen asupan selenium
tubuh. Tak hanya itu, jamur juga memiliki beragam sumber nutrisi lain seperti niacin, tembaga,
potassium, riboflavin, vitamin D dan vitamin C yang cukup tinggi.
3. Keju
Keju merupakan produk olahan susu yang tinggi akan selenium. 100 gram keju mengandung 15
mikrogram selenium yang setara dengan 20 persen kebutuhan harian selenium. Selain itu,
mengkonsumsi keju dengan rutin juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan tulang dan otak.
4. Oat
Olahan gandum ini juga kaya akan selenium. 100 gram gandum mengandung 34 mikrogram
selenium yang dibutuhkan tubuh. Bukan itu saja, oat juga mengandung sumber mineral yang
sangat tinggi seperti fosfor, magnesium dan mangan.
5. Ayam
Ayam merupakan sumber protein dan selenium yang sangat baik. 100 gram ayam mengandung
sekitar 27,6 mikrogram selenium, yaitu 39 persen dari nilai harian. Vitamin dan mineral lain
yang ada pada ayam adalah niasin, vitamin B6, potasium dan fosfor.
6. Tuna
Selain kaya akan protein dan asam lemak omega 3, ikan tuna juga dikenal kaya akan selenium.
100 gram ikan tuna mengandung 80,4 mikrogram selenium, yaitu 115 persen dari nilai harian.
Ikan tuna juga mengandung dan vitamin B kompleks yang dapat membantu memecahkan lemak
dan melancarkan pencernaan.
9
7. Salmon
Tak hanya tuna, salmon juga rupanya memiliki kandungan selenium yang cukup tinggi. 100
gram salmon mengandung 59 persen zat selenium yang dibutuhkan tubuh. Kandungan kalori
pada salmon juga relatif rendah, sehingga tidak akan meningkatkan berat badan.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Selenium sebagai zat gizi mikro mengalami transport, metabolisme,baru kemudian setelah itu
berfungsi dalam metabolisme tubuh. Adapun sumber makanan yang kaya akan selenium seperti
telur, jamur, keju, ayam, oat, tuna, dan salmon.
3.2 Saran
Pembaca harus lebih aktif dalam mencari referensi terkait demi berkembangnya ilmu
pengetahuan tentang zat gizi mikro terutama selenium.
11
DAFTAR PUSTAKA
Cristian, janet and Janet L Greger.1988. Nutrition for Living Second Edition. California: The
Benjamin/CUMM INGS PUBLISING COMPANY, INC hlm 340-341
Devine, Pimentel. 1985. Dimensions of Food. New York: The Avi Publishing Company,
INC, Westport, Conecticut. hlm 225
Robinson, Corinne.1972. Normal and Therapeutic Nutrition. New York: The Macmillan
Company, hlm 120-121
Shils, dkk. 2006. Modern Nutritrion in Health and Desease.New York: Lippincott Williams and
Wilkins. hlm 300-323
Gropper, Sareen S, Jack L. Smith, James L. Groff. 2009. Advanced nutrition and human
metabolism: Fifth edition. Wadsworth: Cengage Learning
12