Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TUTORIAL

KEPERAWATAN KRITIS
Kasus I

Disusun Oleh:
Kurniawan 21116065
Indah Permata Sari 21116071
Rohma Oktariana 21116083
Lailatu Ulya 21116091
Dewi 21116095
Amanah Utami 21116099
Nandita Eka Putri 21116103
Vadila Zulfa 21116112

Dosen Pembimbing: Apriyani, S.Kep., Ns., M.Kep


Mata Kuliah Keperawatan Bencana

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEMESTER VII
STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KASUS TUORIAL KOMUNITAS

Ny. H berusia 38 tahun masuk ke ruang ICU dengan diagnosa post SC dan miomektomi
hr-2, PEB, Susp.pneumonia, post RJP. Saat pasien masuk ICU diantar dokter anestesi dan
perawat dengan terpasang ETT, respirasi dibantu dengan resusitator bag (bagging), RR 12
x/menit, oksigen 12 lt/menit. Pemeriksaan fisik dilakukan kesadaran pasien somnolen, GCS
E3M5T, pupil isokor diameter 2 mm, RC (Reflek Cahaya) +/+, motorik atas +/+ bawah +/+.
Pasien terpasang ventilator mekanik, mode standar SIMV 12, VT 360 ml, PEEP 5 cmH2O,
FiO2 100%. 15 menit kemudian diperiksa AGD FiO2 diturunkan 80%. Suara nafas pasien
terdengar slem, saat dilakukan suction volume sedang, warna putih, encer. Auskultasi ronkhi
basah +/+. HR 120 x/menit, BP 110/60 mmHg, MAP 76 mmHg, nadi kuat, akral hangat.
terpasang kateter, produksi urin 200 cc dalam 4jam terakhir, kuning jernih, terpasang NGT,
udema atas +/+, bawah +/+. Pasien mendapatkan Cefotaxim 1gr/12 jam, Tranexamid acid 500
mg/8 jam, Antipiretik infuse 1gr/8jam, Fentanyl 20 mikro/jam, Midazolam 3 mg iv, Infus
cairan RL sesuai HD (Hemodiamika). Foto thoraks menunjukan adanya efusi pleura bilateral,
ploropneumonia paru kanan, kardiomegali, ETT setinggi VT 3-4. Hasil AGD pH: 7,356;
PCO2: 55,7; PO2: 135; HCO3: 29,5; Be: 5,5; dan SaO2: 100,7

TAHAPAN TUTORIAL

1. Clarify unfamiliar Terms (Mengklarifikasi Istilah atau Konsep yang belum


dipahami)
2. Define the Problems (Merumuskan dan medefinisikan permasalahan)
3. Brainstorm Possible Hypothesis (Brainstorming & pernyataan sementara /
hipotesis)
4. Inventory and Analyz the problems (Menginventarisasi dan menganalisis
permasalahan & membuat problem three / pathway)
5. Defining Learning Objectives (LO) / MerumuskanTujuanPembelajaran
6. Information Gathering : Private Study (mengumpulkan informasi
tambahan: belajar mandiri)
7. Reporting Phase: Synthesize and Test Acquired Informations ( Mensintesis
dan menguji informasi baru)
THE SEVEN JUMP METHODE

I. Clarify unfamiliar Terms (Mengklarifikasi Istilah atau Konsep yang belum


dipahami)

Miomektomi (Lailatul ) Proses pengangkatan fibroid uteri ( fibroid rahim ) (


Djiwantono,2011 ). (Indah)

Hemodinamika ( Rohma ) dinamika dari aliran darah. (Kamus Medis &


Kesehatan ). ( Dewi )

Pneumonia ( Amanah ) infeksi yang mengakibatkan peradangan pada paru-


paru (Kamus Medis & Kesehatan ). ( Nandita )

NGT ( Kurniawan ) Digunakan untuk menghisap isi lambung, juga


digunakan untuk memasukan obat-obatan dan
makanan. NGT ini digunakan hanya dalam waktu
yang singkat ( Metheny&Titler, 2001 ). ( Vadila )

SC ( Indah ) Sectio Caesaria yaitu suatu pembedahan guna


melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen
dan uterus ( Oxorn & William, 2010 ). ( Amanah)

Somnolen ( Dewi ) Kesadaran menurun (Solso, 2007). ( Lailatul )

PEEP ( Vadila ) Positive and Expiratory Pressure, mempertahankan


inflasi alveoli dan ruang rugi serta mencegah kolaps
alveoli saat ekspirasi pleura (Kamus Medis &
Kesehatan) (Rohma)

PEB ( Nandita ) Preeklamsi, gangguan terkait kehamilan berupa


tekanan darah tinggi dan pembengkakan akibat
penumpukan cairan (Kamus Medis & Kesehatan).
( Indah )

AGD ( Kurniawan ) Analisa Gas Darahyaitupengukuran kandung


oksigen dan karbondioksida serta keasaman darah
dari darah arteri ( Kamus Medis & Kesehatan ). (
Amanah )

Kardiomegali ( Indah ) Pembesaran jantung (Kamus Medis & Kesehatan ).(


Lailatul )

Efusi pleura bilateral ( Amanah ) kondisi yang di tandai oleh penumpukan cairan di
antara dua lapiran pleura (Wijaya,2001)( Dewi )

ETT ( Rohma ) Endotracheak tube, alat yang digunakan untuk


menjamin saluran nafas tetap bebas (Kamus Medis
& Kesehatan). (Nandita)

RJP (Kurniawan) Resusitasi Jantung Paru bebas (Kamus Medis &


Kesehatan). (Nnandita)

GCS (Nandita) Glasglow Coma Scale yaitu Skalaneurologis yang


digunakan untuk mendapatkan cara yang dapat
diandalkan dalam mengukur keadaan kesadaran
seseorang untuk perawatan berkelanjutan(Kamus
Medis & Kesehatan).(Dewi

MAP (Lailatul) Materal arteriol pressure (Kamus Medis &


Kesehatan).( kurniawan )

Cetofaxim ( vadila ) Antibiotic, untuk mengobati sejumlah infeksi


bakteri (Ilmu sediaan obat). ( Indah )

Tranexamid ( Amanah ) Untuk menghentikan pendarahan (Ilmu sediaan


obat) (Kurniawan )

Fentanyl (Dewi) Obat bius dan pereda nyeri (Ilmu sediaan obat).(
Lailatul )

Mizadolam ( Rohma ) Mengatasi rasa cemas (Ilmu sediaan obat) (


Nandita)
FIO2 ( Amanah ) Fraksi oksigen terilhami, fraksi oksigen mola atau
volumetric dalam gas yang dihirup. (Kamus Medis
& Kesehatan).( Indah )

II. Define the Problems (Merumuskan dan medefinisikan permasalahan)


1. Tindakan yang harus dilakukan perawat dalam kasus tersebut ? (Amanah)
2. Adakah komplikasi setelah dilakukan post sc? (Lailatul)
3. Mengapa bisa terjadi pneumonia ? (Dewi)
4. Kenapa dilakukan pemasangan ventilator mekanik pada Pasien ? (Rohma)
5. Apa saja yang bisa menyebabkan miomektomi ? (Kurniawan)
6. Dampak lain dari ETT dan ventilator mekanik ? (Vadila)
7. Mengapa pasien bisa mengalami pembesaran jantung? Dan adakah hubungannya
dengan pneumonia? (Nandita)
8. Kenapa pasien mengalami ronkhi basah. Dan apa yang membedakan ronkhi basah dan
ronkhi kering? (Indah)
9. Kenapa bisa terjadi udem pada pasien ?

III. Brainstorm Possible Hypothesis (Brainstorming & pernyataan sementara /


hipotesis)
1. Tindakan perawat mungkin lebih fokus memperhatikan/memantau alat-alat yang
sedang terpasang pada pasien (ETT, Ventilator mekanik, Kateter, NGT). Serta
memantau tanda-tanda vital pasien
(rohma)
2. Ada komplikasi seperti pendarahan dan resiko infeksi (rohma)
3. Karena adanya penumpukan cairan pada paru-paru (nandita)
4. Untuk membantu membuka dan mempertahankan kepatenan pernafasan pasien
(vadila)
5. Menstruasi yang terlalu dini, kadar estrogen yang tidak normal (lailatul)
6. Gangguan ventilator : keseimbangan cairan berlebih dan malfungsi ventilator
(nandita)
ETT : resiko iritasi terhadap pemasangan ETT (dewi)
7. Adanya infeksi atau peradangan pada paru-paru mengakibatkan paru-paru mengalami
gangguan dalam proses penyaringan udara, sehingga asupan udara baik oksigen mau
pun CO2 dalam darah berkurang. Darah yang kekurangan O2 dan CO2 masuk
kejantung. Akibat kurangnya asupan darah ke jantung tersebut sehingga jantung dapat
bekerja lebih keras. Bentuk kerja jantung yang lebih keras yang melibatkan otot-otot
jantung bisa mengakibatkan pembesaran pada jantung / kardiomegali (Vadila)
8. Karena adanya penumpukan cairan di paru-paru (amanah)
9. Karena kondisi pasien mengalami preeklamsi dimana itu merupakan gangguan
penumpukan cairan
10. Karena pasien mengalami permasalahan pada cairan tubuh akibat permasalahan
pernafasan

Jawaban Sesuai Sumber

1. Hal yang harus dilakukan perawat salah satunya adalah :


Perawat harus selalu memprhatikan pengembangan cuff ETT, karena pengembangan
cuff ETT yang kurang akan mengakibatkan kebocoran dan masuknya udara ke lambung
atau aspirasi dari cairan lambung menuju jalan nafas dan ke paru-paru (Sundana, 2008)
Referensi : Setiyawan, S. Dwi Sulisetyawati. 2018. Hubungan Tekanan Cuff
Endotracheal Tube (Ett) Dengan Saturasi Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilasi
Mekanik. Jurnal Keperawatan Volume 10 No 3, Hal 196 - 200, Desember 2018

2. Pasalnya, tindakan medis tersebut lebih berisiko dibandingkan persalinan normal.


Selain itu, dampak sectio caesarea pun tidak halnya dirasakan ibu melainkan juga bagi
bayi, bahkan ayah dari bayi. Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah
infeksi puerperal, perdarahan, bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang
atonia uteria ikut terbuka atau karena atonia uteria; komplikasi lain karena luka
kandung kencing, embolisme paru dan deep vein thrombosis; dan terjadi ruptur uteri
pada kehamilan berikutnya.
Referensi : Ayuningtyas, Dumilah, dkk. 2018. Etika Kesehatan pada Persalinan
Melalui Sectio Caesarea Tanpa Indikasi Medis. JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 1,
Maret 2018

3. Pneumonia dalah suatu penyakit peradangan pada paru yang timbul karena infasi dari
beberapa pathogen dan salah satu penyebab yang paling banyak yaitu bakteri
sehingga bias menyebabkan gangguan fungsi organ pernafasan seperti kesulitan untuk
bernafas karena kekurangan oksigen (WHO 2014)

4. Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative
yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Alat
bantu napas mekanik berperan sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang
mengalami kelelahan atau kegagalan. Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah
untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi
kebutuhan metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transport
oksigen.
Referensi : Dewantari, Luh Pradnya, dkk. 2017. Aplikasi Alat Bantu Dasar Mekanik.
Bagian Anestesiologi Dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rsup
Sanglah Denpasar

5. Penyebab utama penyakit ini belum diketahui secara pasti. Meskipn demikian,
kemungkinan untuk memiliki mioma ureter dapat meningkat apabila ditemukan
riwayat keluarga yang menderita mioma uteri, wanita dengan tingkat kesuburan yang
rendah dan pada wanita yang belum pernah melahirkan
Referensi : A.M Setyana Mega. Optinisme Kesembuhan Paa Penderita Mioma Uteri.
Vol.13 no april 2014. Fakultas psikologi Universitas Dipnogoro

6. Dampak dari pemasangan ventilator biasanya pasien mengalami peningkatan dan


penumpukan secret akibat dari efek penghangatan dan pelembapan saluran pernafasan
telah dipintas, reflek menelan tejadi dari reflek glotis, reflek paring dan reflek laring
tertekan karena tidak dapat digunakan dalam waktu yang lama dan terjadi iritas akibat
endotrakeal tube (ETT) yang digunakan.
Referensi : Setiyawan, S. Dwi Sulisetyawati. 2018. Hubungan Tekanan Cuff
Endotracheal Tube (Ett) Dengan Saturasi Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilasi
Mekanik. Jurnal Keperawatan Volume 10 No 3, Hal 196 - 200, Desember 2018

7. Pembesaran jantung terjadi salah satu faktornya adalah karena jantung yang
memompa lebih keras sehingga menyebabkan kerusakan otot jantung. Jantung
memompa lebih keras dikarenakan pasokan darah yang berisikan O2 maupun CO2
berkurang. Pneumonia merupakan penyakit peradangan pada paru-paru akibat adanya
infeksi. Peradangan ini menyebabkan kurang efektifnya paru-paru menyaring udara
untuk dialirkan ke darah. Sehingga darah dengan kandungan O2 dan CO2 yang
dikirim dari paru-paru kejantung tidak maksimal.
Referensi : Digiulio, Mary dkk. 2007. Keperawatan medical bedah. Yogjakarta:
Rapha publishing

8. Ronchi Basah di sebabkan oleh secret didalam alveoli atau bronkiolus. Pada kasus
pasien mengalami pneumonia yang menyebabkan efusi pleura dimana kondisi paru-
paru mengalami penumpukan cairan. Ronchi kering adalah suatu bunyi tambahan
yang terdengar kontinyu terutama waktu ekspirasi disertai adanya mucus/ secret pada
bronkus. Ada yang high pitch (menciut) minsalnya pada asma dam low pitch oleh
karena secret yang meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar
waktu inspirasi. Sedangkan ronchi basah adalah bunyi tambahan yang terdengar tidak
kontinyu pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan
oleh secret didalam alveoli atau bronkeolus.
Referensi : Digiulio, Mary dkk. 2007. Keperawatan medical bedah. Yogjakarta:
Rapha publishing

9. Sebagai suatu keadaan dimana terjadi perpindahan cairan dari vascular peru ke
interstisial dan alveoli paru. Pada edema paru terdapat penumpukan serosa atau
serosanguonosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema
paru terjadi bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari
pada yang bisa dikeluarkan yang berakibat alveoli penuh terisi cairan sehingga tidak
memungkinkan terjadinya pertukaran gas.
Referensi : Rampengan, Starry H,.2014.Edema Paru Kardiogenik Akut.Jurnal
Biomedik(JBM),Volume 6,Nomor 3,November 2014,hlm. 149-156.Manado
V. Defining Learning Objectives (LO) / MerumuskanTujuanPembelajaran
A. Konsep ARDS (Acute Respiratory Distress syndrome)
1. Pengertian

Acute Respiratory Distress syndrome (ARDS) adalah satu bentuk dari respiratory
failure. Pada ARDS ini yang dititik-beratkan adalah kurangnya Pa02 didalam darah oleh karena
faktor difusi didalam membrane alveoli. Kelaianan difusi ini oleh karena terhadapnya oedema
paru. Secara klinik setiap odema paru dihubungkan dengan kegagalan dari ventrikel kiri. Akan
tetapi pada ARDS oedema paru ini tidak mempunyai korelasi dengan kegagalan ventrikel kiri
oleh karena itu disebut long oedema non cardiogenic. (Tabrani, 1989)

Istilah ARDS sering pula disebut denga shock paru oleh karena didapat pada 1/3
penderita shock dengan trauma yang berat. Walaupun difinisi ARDS ini masih bersifat
kontrovensil akan tetapi ARDS dapat disimpulkan sebagai kegagalan paru yang
dimanefestasikan dengan hypoxemi dimana terdapat oedema paru yang primer. Disampin
oedema terjadi pula atelektatis karena paru kehilangan surfactant dan dapat pula terjadi
shunting yakni hubungan arteri yang langsung ke venule tanpa melalui alveoli. Dapat pula
terjadi fibrosis yang mengikuti oedema paru dan keseluruhannya memperberat hipoxemi yang
terjadi. Perubahan pada fungsi paru dapat dilihat sebagai berikut :

a. Perubahan difusi gas pada membrane difusi. Karena affinitas difusi CO2 lebih tinggi
dari O2 maka hipoxemi lebih dominan dari hipercapnoe.

b. Kelainan ventilasi. Oleh karena terjadinya kehilangan surfactant maka diperlukan


usaha ventilasi yang lebih besar untuk mencegah ateletatis paru. Dengan sendirinya
ventilasi perfusi ratio akan lebih kecil oleh karena terdapatnya bagian-bagian
atelektasis atau shunting di dalam paru.

Gambaran lain dari ARDS adalah yakni berkurangnya complaince paru yang berarti
dibutuhkan ventilasi yang lebih besar untuk mempertahankan faal paru. Hal ini disebabkan
oleh bertambahnya tegangan permukaan disebabkan oleh berkurangnya surfactant. Bila
complaince ini makin lama makin berkurang akan terjadi atelektatis.

Walaupun sebabnya terjadi ARDS bermacam-macam akan tetapi secara klinik


fisiologik dan patologik memberikan gambaran yang sama. Patofisiologi dalam hal ini masih
dalam penyelidikan kan tetapi gejal-gejala pada permulaan dapat pula terjadi hipoxemi. Pada
fase yang lebih lanjut ditemukan secara patologi anatomi adanya membrane hyaline yang
meliputi alveolus.

ARDS merupakan suatu bentuk dari gagal napas akut yang ditandai dengan
hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema pulmonal bilateral tanpa gagal
jantung dengan infiltrat yang menyebar. Dikenal juga dengan nama noncardiogenic pulmonary
edema, shock pulmonary, dan lain-lain. Walaupun awalnya disebut dengan “sindrom gawat
napas dewasa (adult)” istilah “akut” sekarang lebih dianjurkan karena keadaan ini tidak terbatas
pada orang dewasa. (Irman Somantri, 2009)

2. Etiologi

Sindroma distress respiratori dewasa (adult resoiratory distress syndrome : ARDS)


merupakan kejadian medis yang hebat dan tiba-tiba, yang dapat mengenai semua orang yang
menderita/terkena:

 Shock dengan berbagai sebab.

 Trauma, yakni trauma thoracis dan trauma extra thoracis.

 Infeksi yang disebabkan oleh berbagai virus.

 Aspirasi misalnya tenggelam maupun aspirasi cairan lambung.

 Overdosis obat-obatan terutama narkotik dan barbiturate.

 Keracunan gas misalnya keracunan oksigen maupun keracunan corrosive.

 Kelainan metabolisme misalnya uremia, pancreatitis.

Langsung Tidak Langsung


Infektif (pneumonia, tuberkulosis) Sepsis
Aspirasi cairan lambung Luka bakar
Inhalasi asap berlebih Shock
Inhalasi toksin Anafilatik
Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu Overdosis obat-obatan (salisiat, barbiturat)
lama
 Sebab-sebab yang lain misalnya peninggian tekanan intra cranial, eclampsia, post
cardio verasi.

3. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis ARDS bervariasi bergantung pada penyebab. Pada permulaan dan
beberapa jam setelah cedera, klien mungkin bebas dari berbagai tanda dan gejala gangguan
pernapasan. Tanda awal yang sering terlihat adalah peningkatan frekuensi pernapasan yang
segera diikuti dengan dispnea.
Pengukuran ABGs awal akan memperlihatkan penekanan PO2 meskipun PCO2
menurun, sehingga perbedaan oksigen alveolar-arteri meningkat. Pada stadium dini pemberian
oksigen dengan masker atau dengan kanula akan membuat koreksi yang bermakna pada
peningkatan PO2 arteri. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan suara napas ronchi basah yang
halus saat inspirasi meskipun tidak begitu jelas. (Irman Somantri, 2009)
Sindrom dawat pernapasan akut terjadi dalam waktu 24-28 jam setelah kelainan dasar.
Mula-mula penderita akan merasakan sesak napas, biasanya berupa pernapasan yang cepat dan
dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit terliat pucat atau biru (sianosis),
dan organ lainnya seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi.

Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari organ lain segera
setelah sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak
membaik. Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius
seperti gagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan kematian. Bila
pengobatan diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena penderita kurang mampu
melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia bacterial dalam perjalanan
penyakitnya.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :

 Cemas, merasa ajalnya hampir tiba

 Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ
lain)

 Penderita sering kali tidak mampu mngeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

4. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam
jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat
kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar.
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah
penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia
(Brunner & Suddart 616).

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS :


1. Fase eksudatif.
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan
eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel
tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan perubahan
eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase
proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau
menjadi menetap, adaresiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan
fibrosis. Fungsi paru berangsur-angsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan
sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya. Perubahan
patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS
(Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif
yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor
kedalam ruang interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam
ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area
permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga
mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel
yang tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan
pembukaan alveolar. ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah
mengalami trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat
sangat sehat segera sebelum awitan, misalnya awitan mendadak seperti infeksi
akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru
sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih
dari ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary
akut akibat serangan sekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin
Asih. Hal 125). Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung
penambahan volume darah sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan
tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema
paru ( Jan Tambayog 2000, hal 109).

5. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi masalah yang mengancam kehidupan dan
harus segera dilakukan. Penatalaksanaan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut.

a. Terapi Oksigen

Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial
mempunyai efek samping toksik. Klien tanpa dasar penyakit paru tampak
toleran dengan oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa abnormalitas fisiologis
penting.

b. Ventilasi Mekanik

Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Tujuan terapi


modalitas ini adalah untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas
membrane alveolar-kapiler kembali balik. Dua tujuan lainnya adalah:
 Memelihara ventilasi dan oksigen adekuat selama periode kritis hipoksemia
berat

 Mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distress


pernapasan.

c. Positif End_Expiratory Pressure (PEEP)

Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan oleh volume ventilator


dengan tekanan tinggi dan kemampuan aliran, dimana PEEP dapat
ditambahkan. PEEP dipertahankan dalam alveoli melalui siklus pernapasan.
Selain itu untuk mencegah atau mempertahankan alveoli kolaps pada akhir
ekspirasi. Komplikasi utama PEEP adalah penurunan curah jantung dan
barotrauma. Ini lebih sering terjadi jika klien diventilasi dengan tidal volume
diatas 15 ml/kg atau PEEP tingkat tinggi. Peralatan selang dada torakostomi
darurat harus siap tersedia.

d. Pemantauan Oksigenasi Arteri Adekuat

Kebanyakan volume oksigen yang ditranspor ke jaringan dalam bentuk yang


telah berkaitan dengan hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen
dalam darah menurun, sebagai akibat efek ventilasi mekanik PEEP. Pengukuran
seri hemoglobin perlu dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan
menentukan kebutuhan untuk tranfusi sel darah merah.

e. Titrasi Cairan

Mekanisme patogenesis peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler


mengakibatkan edema interstisial dan alveolar. Pemberian cairan yang
berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru dan gagal
pernapasan. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan
parameter fisiologis normal.

f. Terapi Farmakologi

Penggunaan kortikosteroid masih menjadi kontroversi. Sebelumnya terapi


antibiotik diberikan untuk profilaksis. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa
ini tidak mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Antibiotic profilaksis
rutin sudah tidak digunakan lagi.
g. Pemeliharaan Jalan Napas

Selang endotrakeal atau selang trakeostomi disediakan tidak hanya


sebagai jalan napas tetapi juga sangat berarti dalam melindungi jalan napas
(dengan cuff utuh), memberikan dukungan ventilasi kontinu, dan memberikan
konsentrasi oksigen terus-menerus. Pemeliharaan jalan napas meliputi
pengetahuan mengenai waktu yang tepat untuk mengisap, melakukan
pengisapan dengan teknik yang benar, mempertahankan tekanan cuff yang
adekuat, pencegahan nefrosis tekanan nasal dan oral untuk membuang sekresi,
serta pemantauan kontinu jalan napas bagian atas.

h. Pencegahan Infeksi

Perhatian penting terhadap sekresi saluran pernapasan bagian atas dan


bawah serta pencegahan infeksi melalui teknik pengisapan yang telah
dilakukan. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan di rumah sakit.

i. Dukungan Nutrisi

Malnutrisi relatif merupakan masalah umum pada klien dengan masalah


kritis. Nutrisi parenteral total (hiperalimentasi intravena) atau pemberian makan
per selang (nasogastric tube_NGT) dapat memperbaiki malnutrisi dan
memungkinkan klien untuk terhindar dari gagal napas sehubungan dengan
nutrisi buruk pada otot inspirasi.

j. Monitor Semua Sistem Terhadap Respons Terapi dan Potensial


Komplikasi

Rata-rata moralitas 50 -70% dapat menimbulkan gejala sisa saat


penyembuhan. Prognosis jangka panjang baik. Abnormalitas fisiologis dari
ringan sampai sedang yang telah dilaporkan adalah abnormalitas obstruksi
terbatas, defek difusi sedang, dan hipoksemia selama latihan.
6. Pemeriksaan penunjang

 Foto rontgen dada (Chest X-Ray): tidak terlihat jelas pada stadium awal atau
dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region
perihilar paru. Pada stadium lanjut terlihat penyebaran di interstisial secara
bilateral dan infiltrat alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruh lobus
paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.

 ABGs: hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnea (penurunan nilai CO2 dapat


terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi),
hiperkapnea (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan.
Alkalosis respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis
dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan
dead space dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolik dapat timbul
pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah,
akibat metabolism anaerob.

 Tes fungsi paru (Pulmonary Fuction Test): Compliance paru dan volume paru
menurun, terutama FRC, peningkatan dead space dihasilkan oleh pada area
terjadinya vasokonstriksi dan mirkroemboli timbul.

B. Ventilator Mekanik
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah upaya bantuan napas dengan alat bantu napas mekanik
atau ventilator sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang mengalami kelelahan
atau kegagalan. Ventilasi mekanik digunakan untuk membantu atau menggantikan
napas spontan. Ventilasi mekanik ini diaplikasikan dengan alat khusus yang dapat
mendukung fungsi ventilasi dan memperbaiki oksigenasi melalui penggunaan gas
dengan konten tinggi oksigen dan tekanan positif.
Ventilator mekanik juga sebagai pengganti fungsi pompa dada, namun lebih luas
lagi yaitu mengatasi gangguan ventilasi-perfusi paru, sehingga dengan demikian alat
bantu napas ini disepakati sebagai alat penyelamat kehidupan pasien kritis yang
memerlukan terapi intensif. Tujuan utama tunjangan ventilasi mekanik adalah untuk
menjamin ventilasi-oksigenasi yang adekuat, mengurangi kerja napas, dan
memperbaiki gangguan pertukaran oksigen di alveoli.
Fungsi ventilator umumnya antara lain, mengembangkan paru selama inspirasi,
dapat mengatur waktu dari inspirasi ke ekspirasi, mencegah paru untuk menguncup
sewaktu ekspirasi, serta dapat mengatur waktu dari fase ekspirasi ke fase inspirasi.
Semua ventilator mekanik canggih dilengkapi oleh monitor pengukur tekanan
(pressure gauge), pembatas tekanan untuk mencegah paru dari barotrauma (pressure
limiting device), pengaman (alarm) tekanan tinggi dan rendah, serta pengatur volum
paru (spirometer).

2. INDIKASI PEMASANGAN VENTILASI MEKANIK


Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan pada pasien
tidak adekuat untuk memelihara kehidupannya. Indikasi utama penggunaan ventilasi
mekanik adalah untuk mensuport pasien dengan gagal napas, termasuk kegagalan dalam
ventilasi (hiperkarbia), kegagalan oksigenasi (hipoksia) ataupun keduanya.
Gagal napas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi tidak dapat menjaga
pertukaran gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism, contohnya
oksigenasi atau eliminasi CO2. Secara konvensional, gagal napas didefinisikan ketika
tekanan arterial O2 (PaO2) <8.0 kPa (60 mmHg), tekanan arterial CO2 (Pa CO2) >6.0
kPa (45 mmHg) atau keduanya.
Gagal napas secara umum diklasifikasikan menjadi:

Hipoksemia akut atau tipe I

Dimana O2 rendah dengan CO2 normal/ rendah. Pada umumnya terjadi pada V:Q
matching yang buruk (area paru dengan ventilasi yang buruk namun tetap terperfusi),
contohnya pada pneumonia, edema pulmonum atau ARDS, atau emboli paru.
Gagal napas hipoksemia ditandai dengan SaO2 arteri <90%, meskipun fraksi oksigen
inspirasi > 0.6. Tujuan dari pemasangan ventilasi mekanik pada kondisi ini yaitu
untuk menyediakan saturasi oksigen yang adekuat melalui kombinasi oksigen
tambahan dan pola ventilasi tertentu sehingga meningkatkan ventilasi-perfusi dan
mengurangi intrapulmonary shunt.

1. Hiperkarbia atau tipe II


Gagal napas hiperkarbia disebabkan oleh kondisi yang menurunkan ventilasi
semenit atau peningkatan ruang mati fisiologis sehingga ventilasi alveolar menjadi
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Kondisi yang berhubungan
dengan gagal napas hiperkarbia, yaitu: penyakit neuromuscular seperti miastenia
gravis, ascending polyradiculopathy, miopati, dan penyakit-penyakit yang
menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena peningkatan kerja, seperti: asma,
PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi gagal napas hiperkarbia ditandai dengan
PCO2 > 50 mmHg dan pH arteri < 7.30.

2. Gagal napas sekunder terhadap hipoperfusi atau syok


Pada gagal napas ini, aliran darah ke paru tidak mencukupi oksigenasi atau
pembersihan CO2. Semua jenis syok menyebabkan proses metabolik seluler yang
akan memicu terjadinya jejas sel, organ failure, dan kematian. Syok akan
menyebabkan paling tidak tiga respon pernapasan, yaitu: peningkatan ruang mati
ventilasi, disfungsi otot-otot pernapasan, dan inflamasi pulmoner. Pasien dengan
syok biasanya dilaporkan sebagai dispneu. Pasien juga biasanya mengalami takipneu
dan takikardi, asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik dengan beberapa derajat
kompensasi respiratorik. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernapasan (sebagai akibat
peningkatan kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung
kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja sistem pernapasan
sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis didasarkan pada penemuan klinis,
namun parameter tertentu telah diusulkan dan ditetapkan sebagai kriteria untuk
memberikan tunjangan ventilasi mekanik yang mengacu pada parameter kimiawi
pernapasan yang dijabarkan pada tabel berikut:

Tabel 1. Kriteria Aplikasi Ventilasi Mekanik


PARAMETER APLIKASI HARGA NORMAL
MEKANIK
frekuensi napas > 35x/menit 10-20 x/menit
volume tidal < 5ml/kgBB 5-7 ml/kgBB
kapasitas vital < 15ml/kgBB 65-75 ml/kgBB
kekuatan inspirasi < 25 75-100
max (cm H2O)
OKSIGENASI
PaO2 (mmHg) < 60 (FiO2 0,6) 75-100 (udara)
P(A-aDO2) > 350 25-65 (FiO2 1,0)
VENTILASI
PaCO2 (mmHg) > 60 35-45

VD : VT >0,6 0,3

3. FISIOLOGI VENTILASI MEKANIK


Pada saat inspirasi pernapasan normal yang spontan diawali dengan terjadi
kontraksi otot diafragma dan otot pernapasan yang lain sehingga volume dada
mengembang dan membuat tekanan negatif dalam rongga dada. Tekanan negatif ini
menyebabkan udara di luar yang bertekanan lebih tinggi masuk ke dalam paru- paru.dan
terjadilah inspirasi. Jumlah udara yang masuk akan dianggap cukup setelah otot-otot
diafragma dan pernapasan mulai relaksasi dan tekanan dalam rongga dada sama dengan
di luar tubuh. Ketika otot-otot kembali ke posisi semula terjadilah ekspirasi karena kini
tekanan dalam rongga dada lebih tinggi daripada diluar tubuh.
Pada penggunaan ventilasi mekanik, aliran udara dapat masuk ke paru-paru karena
adanya tekanan positif buatan oleh ventilator, dimana fase ekspirasinya terjadi secara
pasif. Ventilator mengirimkan udara dengan memompakan ke paru- paru pasien,
sehingga tekanan selama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal
meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga toraks paling positif. Perbedaan
tekanan baik pada proses inspirasi dan ekspirasi menimbulkan dampak terhadap kondisi
hemostasis yang fisiologik.
Efek pada kardiovaskular terlihat karena tekanan positif yang diberikan
menyebabkan penurunan aliran darah balik ke jantung sehingga curah jantung menurun.
Penderita dengan status hemodinamik baik akan dapat mengkompensasi perubahan ini
dengan vasokontriksi, namun pada penderita dengan gangguan saraf simpatis dan sedang
mengalami hipovolemik sehingga hemostatis terganggu dan pasien bisa jatuh dalam
keadaan syok.
Perubahan pada paru sendiri sangat bervariasi tergantung keadaan paru dari pasien.
Tekanan inflasi yang tinggi dan lama dapat merusak membran kapiler paru, kerusakan
surfaktan, atelektasis, barotrauma, malditribusi gas, perubahan V/Q ratio dan penurunan
kapasitas residu fungsional.
Penggunaan ventilasi mekanik juga dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa
dalam tubuh dikarenakan volume ventilasi yang besar dapat menyebabkan hipocarbia
dan alkalosis respiratorik. Hal ini menyebbakan vasokontriksi serebral dan peningkatan
afinitas oksigen-hemoglobin. Hipokarbia tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
ruang rugi tambahan.
Efek pada organ lain bisa dilihat dari menurunnya aliran darah ke hari dan ginjal
akibat penurunan curah jantung. Penurunan perfusi pada ginjal akan mengakibatkan
sekresi ADH dan aldosteron sehigga terjadi retensi natrium dan air, dimana berujung
pada eksresi urin yang menurun.

4. KLASIFIKASI VENTILASI MEKANIK


1. Negative Pressure Tank Respiratory Support (Ventilasi Bertekanan Negatif)
Mekanismenya, penderita diletakkan di dalam sebuah silinder yang bertekanan
udara sub-atmosfer (tekanan negatif) sehingga mengakibatkan dada mengembang
dan tekanan jalan napas menjadi negatif. Prinsip dari ventilator jenis ini adalah
mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal.
Pada saat bernapas spontan, tekanan negatif diciptakan oleh rongga pleura
melalui otot-otot pernapasan, sehingga gradien tekanan yang terjadi antara tekanan
atmosfer dan tekanan di dalam toraks menghasilkan aliran udara ke dalam paru.
Pada ventilator bertekanan negatif ini, udara ditarik secara mekanik untuk
membentuk ruang vakum di dalam tanki, sehingga tekanan menjadi negatif.
Tekanan negatif tersebut akan menyebabkan terjadinya ekspansi dada, yang
menyebabkan turunnya tekanan intrapulmoner sehingga meningkatkan aliran udara
sekitar ke dalam paru. Ketika vakum dilepaskan, tekanan di dalam tangki menjadi
sama dengan sekitar, menyebabkan terjadinya ekshalasi pasif dada dan paru.
Kelebihan dari alat ventilasi mekanik jenis ini adalah tidak diperlukannya
pemasangan pipa endotrakea, akan tetapi alat ini memiliki kekurangan dimana alat
yang terlalu besar, volume semenit tidak pasti dan kesulitan dalam perawatan
penderita. Selain itu penggunan ventilator jenis ini tidak sesuai untuk pasien yang
tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.
Dengan kekurangan-kekurangan tersebut, alat ventilator mekanik tipe ini kurang
populer aplikasinya di klinik.
2. Positive Pressure Ventilation (Ventilasi Bertekanan Positif)
Ventilator tipe ini akan memberikan tekanan positif di atas tekanan atmosfer
sehingga dada dan paru mengembang pada fase inspirasi, selanjutnya pada akhir
inspirasi tekanan kembali sama dengan tekanan atmosfer sehingga udara keluar
secara pasif pada fase ekspirasi.
Selama ventilasi bertekanan positif, inflasi paru dicapai dengan secara berkala
menerapkan tekanan positif ke saluran napas bagian atas melalui masker ketat
(ventilasi mekanik non-invasif) atau melalui endotrakeal tube atau trakeostomi.
Peningkatan resistensi saluran napas dan penurunan complians paru bisa diatasi
dengan memanipulasi aliran dan tekanan gas inspirasi. Kelemahan utama dari
ventilasi bertekanan positif yakni mengubah rasio ventilasi-perfusi, efek pada
peredaran darah yang berpotensi merugikan, dan risiko barotrauma paru dan
volutrauma. ventilasi bertekanan positif meningkatkan ruang mati (dead space)
fisiologis karena aliran gas secara khusus dialirkan ke bagian paru yang lebih
compliant, daerah nondependent dari paru-paru, sedangkan aliran darah (yang
dipengaruhi oleh gravitasi) mengisi daerah paru yang dependen. Penurunan curah
jantung terutama disebabkan oleh penurunan aliran balik vena ke jantung karena
tekanan intratoraks yang meningkat. Barotrauma berkaitan erat dengan paparan
berulang dari puncak-puncak tekanan inflasi yang sedangkan volutrauma terkait
dengan beruangnya kolaps dan pengembangan kembali paruyang normal ataupun
yang patologis.
Semua ventilator memiliki empat fase: inspirasi, perubahan dari inspirasi ke
ekspirasi, ekspirasi, dan perubahan dari berakhirnya inspirasi. Manipulasi pada fase
ini menentukan VT (tidal volume), tingkat ventilasi, waktu inspirasi, aliran gas
inspirasi, dan waktu ekspirasi.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, ventilator jenis ini dibagi menjadi beberapa
mode. Penting untuk memahami mode-mode tersebut yang dikategorikan
berdasarkan volume, tekanan, dan waktu, karena berperan dalam mengaplikasikan
ventilasi yang aman dan efektif. Alasan mengapa mode ventilator dibagi
berdasarkan siklus tekanan, volume atau waktu adalah untuk mengidentifikasi
variabel apa yang dapat dikontrol oleh operator, dan variabel yang tidak dapat
dikontrol ditentukan berdasarkan fisiologi dan patofisiologi parenkim paru, jalan
napas dan dinding dada pasien.
Adapun mode ventilator dibagi berdasarkan cycling (perubahan dari inspirasi
ke ekspirasi), antara lain:
1. Pressure limited/pressure cycled
Pressure-cycle ventilator berjalan ke fase ekspirasi ketika tekanan udara
mencapai tingkat yang telah ditentukan sebelumnya. VT dan waktu inspirasi
bervariasi, yang terkait dengan resistensi saluran napas dan paru serta komplians
sirkuit. Dalam aplikasinya alat ini lebih mudah dipacu oleh usaha napas pasien,
namun pada peningkatan tahanan jalan napas atau penurunan daya regang dada
atau paru, akan terjadi penurunan volume tidal dan volume semenit.
2. Time cycled
Time-cycled ventilator masuk ke fase ekspirasi setelah interval yang telah
ditentukan yang dihitung dari awal inspirasi. VT (tidal volume) adalah produk
dari waktu inspirasi dan laju aliran inspirasi. Ventilator time-cycled biasanya
digunakan untuk neonatus dan di ruang operasi.
3. Volume cycled
Ventilator jenis ini dapat menghasilkan volume tertentu yang disesuaikan
dengan kebutuhan penderita. Apabila volume yang ditentukan sudah dicapai,
fase inspirasi akan berakhir. Banyak ventilator untuk pasien dewasa
menggunakan volume-cycled tapi dilengkapi dengan batas sekunder pada
tekanan inspirasi untuk melindungi paru-paru dari barotrauma. Jika tekanan
inspirasi melebihi batas tekanan, siklus mesin berlanjut ke ekspirasi bahkan jika
volume yang dipilih belum disampaikan.
4. Flow cycled
Fase inspirasi akan berganti menjadi ekspirasi ketika aliran udara jatuh ke level
tertentu. Ventilator flow-cycle memiliki sensor tekanan dan aliran yang
memungkinkan ventilator untuk memantau aliran inspirasi pada tekanan
inspirasi yang ditentukan sebelumnya; ketika aliran ini mencapai tingkat yang
telah ditentukan.

5. METODE VENTILASI MEKANIK


1. Controlled Mechanical Ventilation (Ventilasi Mekanik Terkontrol) (CMV)
Dalam mode ini, siklus ventilator berubah dari ekspirsi ke inspirasi setelah interval
waktu yang telah ditetapkan, karena pasien tidak dapat memicu pernapasan sendiri.
Ventilasi terkontrol (time-triggered inspiration) hanya dapat diterapkan pada pasien
yang tidak memiliki usaha napas sendiri atau pada saat ventilasi ini diberikan,
pasien harus dikontrol seluruhnya. Namun tidak dianjurkan untuk tetap
mempertahankan mode ventilasi ini tanpa membuat pasien mempunyai usaha napas
sendiri. Ventilasi terkontrol cocok diterapkan pada pasien-pasien yang tidak sadar
karena pengaruh obat, gangguan fungsi serebral, cedera saraf spinal dan frenikus
serta pasien dengan kelumpuhan saraf motorik yang menyebabkan hilangnya usaha
napas volunteer.

2. Assist-Control (AC) Ventilasi


Dengan menggabungkan sensor tekanan di sirkuit pernapasan, upaya inspirasi dari
pasien dapat digunakan untuk memicu inspirasi. Pasien dapat memicu
pernapasannya dengan laju yang lebih cepat namun volume preset atau tekanan
tetap diberikan pada tiap napas. Bila telah ada usaha napas pasien, maka mode
assist-control dapat digunakan. Dengan mode ini, tiap napas (pemicu waktu
ataupun pasien) merupakan pernapasan yang diatur. Pemicu dari pasien timbul
karena ventilator sensitif terhadap tekanan atau perubahan aliran pada saat pasien
berusaha untuk bernapas.

3. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)


IMV didesain untuk memberikan bantuan ventilasi parsial. Mode ini
mengkombinasikan periode ventilasi assist-control dengan periode pernapasan
spontan pasien. Periode pernapasan spontan ini dapat membantu untuk mencegah
hiperinflasi paru dan auto PEEP pada pasien-pasien dengan pernapasan yang cepat.
Selain itu, tujuan dari penggunaan ventilasi ini adalah untuk mencegah atropi otot-
otot pernapasan karena ventilasi mekanik jangka lama. Kekurangan dari IMV ini
adalah terjadinya peningkatan work of breathing dan penurunan curah jantung.
IMV telah ditetapkan sebagai pilihan terbaik untuk teknik penyapihan.

4. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)


Synchronized intermittent mandatory ventilation (SIMV) mengatur napas mekanik,
kapanpun memungkinkan, agar bertepatan dengan awal dari upaya respirasi
spontan. sinkronisasi yang tepat mencegah tersisipnya napas mekanik di tengah
napas spontan, menghasilkan VT yang sangat besar. Keuntungan dari SIMV
termasuk kenyamanan pasien, dan jika digunakan untuk menyapih, napas dari
mesin menyediakan cadangan jika pasien menjadi lelah. Namun, jika laju napas
terlalu rendah (4 kali / menit), cadangan mungkin terlalu rendah, terutama untuk
pasien yang lemah yang mungkin tidak dapat mengatasi tambahana kerja
pernapasan yang disisipkan ventilator selama napas spontan.

5. Mandatory Minute Ventilation (MMV)


Pasien dapat bernapas secara spontan dan juga menerima napas mekanik, sementara
mesin memonitor ventilasi semenit yang dihembuskan. Dalam mode ini, mesin
kemudian terus menyesuaikan jumlah napas mekanik sehingga jumlah napas
spontan ditambah mekanik dikalikan dengan VT menghasilkan besar ventilasi
semenit yang diinginkan.

6. Presure Support Ventilation (PSV)


Metode ini digunakan untuk memperkuat penapasan spontan, tidak untuk
memberikan bantuan napas secara keseluruhan. Di samping itu, PSV ini dapat
mengatasi resistensi pernapasan melalui sirkuit ventilator, tujuannya adalah untuk
mengurangi work of breathing selama proses penyapihan (weaning) dari ventilator.
Tujuan PSV ini bukan untuk memperkuat volume tidal, namun untuk memberikan
tekanan yang cukup untuk mengatasi resistensi yang dihasilkan pipa endotrakeal
dan sirkuit ventilator. PSV cukup populer sebagai salah satu metode ventilasi
mekanik non invasif. Untuk ventilasi non invasif ini PSV diberikan melalui
sungkup wajah atau sungkup hidung khusus dengan tekanan 20 cmH2O.

7. Pressure Control Ventilation /ventilasi pressure-control (PCV)


Ventilasi tekanan terkontrol (PCV) menggunakan tekanan yang konstan untuk
mengembangkan paru-paru. Ventilasi seperti ini kurang disukai karena volume
pengembangan paru tidak sama, namun masih tetap digunakan karena risiko cedera
paru yang diinduksi ventilator lebih rendah pada mode ini. Ventilasi dengan PCV
secara keseluruhan diatur oleh ventilator, tanpa peran serta pasien (sama dengan
ventilasi assist-control).

8. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)/ Tekanan Positif Akhir Pernapasan


Pada pasien-pasien dengan ketergantungan pada ventilator, di akhir pernapasan,
umumnya terjadi kolaps ruang udara bagian distal sehingga sering menyebabkan
timbulnya atelektasis yang dapat mengganggu pertukaran gas dan memperberat
gagal napas yang sudah ada. Upaya untuk mengatasi atelektasis ini dengan
menurunkan komplians paru-paru dengan konsekuensi dapat terjadi kelainan paru-
paru yang umum pada pasien-pasien yang tergantung pada ventilator, misalnya
ARDS dan pneumonia. Untuk mengantisipasi kecenderungan timbulnya kolaps
alveoli pada akhir pernapasan, maka dibuat suatu tekanan positif pada akhir
ekspirasi (PEEP).
Tekanan ini bertindak sebagai penyangga (stent) untuk menjaga agar jalan napas
yang kecil tetap terbuka pada akhir ekspirasi. PEEP ini telah menjadi ukuran standar
pada penatalaksanaan pasien dengan ketergantungan pada ventilator PEEP tidak
direkomendasikan pada pasien-pasien dengan penyakit paruparu yang terlokalisasi
seperti pneumonia karena tekanan yang diberikan dapat didistribusikan ke daerah
paru-paru yang normal dan hal ini dapat menyebabkan distensi yang berlebihan
sehingga menyebabkan rupture alveoli.

9. Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)/ Tekanan Positif Jalan Napas


Kontinyu
Pernapasan spontan dengan tekanan positif yang dipertahankan selama siklus
respirasi disebut dengan continuous positive airway pressure (CPAP). Pada mode
ventilasi ini, pasien tidak perlu menghasilkan tekanan negatif untuk menerima gas
yang diinhalasi. Hal ini dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yang membuka
bila tekanan udara di atas tekanan atmosfer. CPAP harus dibedakan dengan PEEP
spontan. Pada PEEP spontan, tekanan negatif jalan napas dibutuhkan untuk
inhalasi. PEEP spontan telah digantikan oleh CPAP karena dapat menurunkan work
of breathing.
Penggunaan klinis CPAP adalah pada pasien-pasien yang tidak diintubasi. CPAP
dapat diberikan melalui sungkup wajah khusus yang dilengkapi dengan katup
pengatur tekanan. Sungkup wajah CPAP (CPAP mask) telah terbukti berhasil untuk
menunda intubasi pada pasien dengan gagal napas akut, tetapi sungkup wajah ini
harus dipasang dengan tepat dan kuat dan tidak dapat dilepas saat pasien makan,
sehingga hanya dapat digunakan sementara. Sungkup hidung khusus lebih dapat
ditoleransi oleh pasien terutama pada pasien dengan apnea obstruktif saat tidur, juga
pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut.

6. PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK


1. Intubasi endotrakeal dan trakeostomi
Intubasi trakea untuk ventilasi mekanik paling sering dilakukan pada pasien ICU
untuk mengelola kegagalan paru. Intubasi trakea nasal dan oral (translaryngeal)
tampaknya relatif aman untuk setidaknya 2-3 minggu. Bila dibandingkan dengan
intubasi oral untuk waktu yang lama di ICU, intubasi nasal mungkin lebih nyaman
bagi pasien, lebih aman (lebih sedikit kasus dari ekstubasi yang tidak sengaja), dan
kurang menyebabkan kerusakan laring. Intubasi nasal, bagaimanapun, juga
memiliki efek samping yang signifikan terkait dengan penggunaannya, termasuk
perdarahan yang signifikan dari hidung, bakteremia transien, diseksi submukosa
dari nasofaring atau orofaring, dan sinusitis atau otitis media (dari obstruksi dari
lubang pendengaran).
Intubasi sering dapat dilakukan tanpa menggunakan obat sedasi atau pelumpuh otot
pada pasien yang tidak sadar. Anestesi topikal pada jalan napas atau sedasi, dapat
membantu pasien yang masih memiliki refleks jalan napas aktif. Pada pasien yang
melawan dan tidak kooperatif memerlukan berbagai tingkat sedasi; administrasi
NMBA juga sangat memudahkan intubasi Orotracheal. Dosis kecil agen kerja cepat
umumnya digunakan; agen populer termasuk midazolam, etomidate, propofol, dan
methohexital. Suksinilkolin atau NMBA nondepolarisasi (mivacuronium atau
rocuronium) dapat digunakan untuk kelumpuhan setelah hipnosis diberikan.
Intubasi trakea dan inisiasi ventilasi mekanik sering merupakan periode terjadinya
ketidakstabilan hemodinamik besar. Hipertensi atau hipotensi dan bradikardi atau
takikardi mungkin ditemui. Faktor yang bertanggung jawab termasuk aktivasi
refleks otonom dari stimulasi saluran napas, depresi miokard dan vasodilatasi dari
agen sedatif-hipnotik, tegangan oleh pasien, penarikan aktivitas simpatis yang
intens, dan berkurangnya aliran balik vena karena tekanan positif dalam saluran
udara. Monitoring yang hati-hati diperlukan selama dan segera setelah intubasi.

2. Penataan/setting awal ventilator


Setelah pipa endotrakeal atau trakeostomi terpasang baik, dilanjutkan dengan
pemberian napas buatan dengan pompa manual, sambil menilai masalah sistem
organ yang lainnya. Kemudian dilanjutkan dengan penataan ventilator :
1) Volume tidal awal 10-15 ml/kgBB, volume ini 50% lebih besar dari ukuran
normal. Tujuannya adalah untuk membuka alveoli yang sempat kolaps atau
atelektasis agar pertukaran gas lebih baik.
2) Frekuensi ditentukan 12-15 menit pada orang dewasa, relatif lebih lambat untuk
mencegah kenaikan rasio VD/VT (volume ruag rugi/volume tidal)
3) Rasio waktu inspirasi : ekspirasi=I/E=1:2 menit.
4) Fraksi inspirasi oksigen (FiO2)= 100% selama 15-30 menit.
5) Tekanan inflasi < 35-40 cmH2O untuk menegah barotrauma atau goncangan
fungsi kardiovaskular.
6) Pemberian volume inspirasi sekitar 2x atau lebih dikenal dengan istilah “sigh”
pada periode tertentu untuk mencegah atelektasis paru. Biasanya tidak
digunakan bila sudah mempergunakan volume tidak yang besar.
Setelah 15-30 menit aplikasi dilakukan, periksa analisis gas darah
Berdasarkan hasil analisis gas darah ditentukan metode ventilasi mekanik yang
akan diberikan, tata kembali parameter tersebut diatas apakah perlu PEP atau tidak.
Setiap perubahan ventilasi mekanik 15-30 menit kemudian periksa analisis gas
darah untuk menilai kondisi yang pantas bagi penderita.

3. Pemantauan
Pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan pemantauan terus menerus
terhadap efek hemodinamik yang tidak diinginkan dan efek merugikan pada paru
akibat tekanan positif di saluran udara. Elektrokardiografi rutin, pulse oksimetri,
dan monitoring tekanan intraarterial langsung sangat berguna. Yang terakhir ini
juga memungkinkan pengambilan sampel darah arteri untuk analisis gas darah.
Catatan- asupan cairan masuk dan keluar diperlukan untuk menilai keseimbangan
cairan secara akurat. Kateter urin sangat membantu. pemantauan vena sentral dan/
atau tekanan arteri pulmonalis diindikasikan pada hemodinamik pasien stabil dan
mereka yang dengan output urin yang rendah. Foto polos dada setiap hari umumnya
dilakukan untuk menilai TT dan posisi lini tengah, mencari bukti barotrauma paru,
membantu mengevaluasi keseimbangan cairan, dan memantau perkembangan
penyakit paru.
Tekanan udara saluran napas (baseline, puncak, dan rerata), VT yang dihirup dan
dihembuskan (mekanik dan spontan), dan konsentrasi fraksi oksigen harus
dimonitor. Pemantauan parameter ini tidak hanya memungkinkan penyesuaian
optimal dari setting ventilator tapi membantu mendeteksi masalah dengan TT,
sirkuit bernapas, dan ventilator. Pengisapan/suction periodik sekresi jalan napas
yang tidak adekuat dan adanya gumpalan sekret yang besar pada klinis tampak
sebagai peningkatan tekanan puncak inflasi dan penurunan VT yang dihembuskan.
Selain itu, peningkatan mendadak tekanan puncak inflasi bersama- sama dengan
hipotensi tiba-tiba kemungkinan terjadi pneumotoraks.

4. Kebersihan saluran napas


Pipa endotrakea yang dipasang dan aplikasi ventilasi mekanik menimbulkan
hipersekresi kelenjar jalan napas. Apabila tidak bisa dikeluarkan, timbunan sekresi
ini dapat menyebabkan sumbatan jalan napas dan atelektasis, menyebabkan
timbulnya gangguan pertukaran gas serta bisa merupakan media infeksi. Oleh
karena itu, tindakan asepsis dan kebersihan jalan napas selalu harus diperhatikan.
Upaya cuci bronkus baik secara buta maupun mempergunakan fasilitas
bronkoskopi merupakan tindakan rutin dalam upaya pemeliharaan kebersihan jalan
napas. Cara membersihkan jalan napas yaitu dengan melakukan hiperinflasi
manual dengan oksigen 100% memakai alat bantu napas manual selama 2-3 menit.
Masukkan kateter secara hati-hati ke dalam trakea lewat pipa endotrakeal atau
trakeotomi, kemudian tarik pelan-pelan sambil memutar dan lakukan penghisapan.
Prosedur ini jangan lebih dari 15 detik, kemudian lakukan hiperinflasi manual
kembali dengan oksigen 100%. Prosedur ini lebih efektif apabila disertai vibrasi
atau perkusi dinding dada.

5. Penderita melawan mesin/ Fighting


Pasien melawan mesin berarti antara pasien dan mesin tidak padu lagi.
Ketidakpaduan ini bisa disebabkan oleh karena pasien tidak nyaman, nyeri,
hipoksemia, hiperkarbia, pneumotoraks dan kemungkinan kerusakan pada
ventilator. Perlawanan pasien menyebabkan proses ventilasi-oksigenasi tidak
teratur, kebutuhan oksigen meningkat dan resiko komplikasi meningkat. Upaya
penanggulangannya adalah : ambil alih ventilasi sementara dengan pompa napas
manual oleh tenaga terampil dan berikan oksigen 100% sambil mencari
penyebabnya. Apabila yakin tidak ada masalah pada komponen respirasi, berikan
sedativa atau narkotik dan kalau perlu berikan pelumpuh otot. Apabila disebabkan
oleh faktor respirasi, analisis masalah pada pasien dan tata ulang parameter ventilasi
mekanik yang telah ditentukan terdahulu dengan tuntunan analisis gas darah.

7. PENYULIT VENTILASI MEKANIK


1. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
VAP (Ventilator Associated Pneumonia) didefinisikan sebagai pneumonia yang
muncul pada pasien dengan ventilator mekanik setelah 48 jam pemasangan intubasi
endotrakea, dan mengenai 5-25% pasien terintubasi. Secara klinis, akan ditemukan
penanda inflamasi yang meningkat, demam dapat muncul atau meningkat, dan
oksigenasi memburuk, serta adanya perubahan pada gambaran radiologi. VAP

berhubungan dengan lamanya pemasangan ventilasi mekanik.5 Onset munculnya


VAP penting dalam variabel epidemiologis:
a) Early onset VAP: muncul dalam 5 hari pertama setelah pemasangan ventilasi
mekanik, memiliki prognosis yang lebih baik dan sering disebabkan
mikroorganise komunitas seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, methicillin-sensitive Staphylococcus aureus and antibiotic-
sensitive enteric Gram-negative bacilli
b) Late onset VAP: muncul setelah 5 hari dan lebih sering disebabkan pathogen
multidrug resistant seperti Pseudomonas aeruginosa, resistant Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter baumannii or methicillin resistant S. aureus,
dengan angka kematian yang lebih tinggi.

Menurut Department of Health 2011, terdapat beberapa cara dalam mencegah VAP
yang disebut VAP bundle yang terdiri atas 6 elemen:
1) Elevasi kepala tempat tidur: yaitu dengan cara menaikkan kepala tempat tidur
hingga 30-45°.
2) Penilaian level sedasi: sedasi dikurangi untuk dilakukan penilaian minimal tiap
hari sekali, kecuali pasien sadar dan merasa nyaman,
3) Kebersihan oral: mulut dibersihkan dengan Chlorhexidine Gluconate (≥1- 2%
gel or liquid) tiap 6 jam. Gigi dibersihkan dengan pasta gigi standar tiap 12
jam.
4) Aspirasi subglotis: tracheal tube (endotracheal atau tracheostomy) dengan
drainase sekresi subglotis digunakan bila pasien direncanakan pemasangan
intubasi >72 jam. Sekresi diaspirasi melalui sekresi subglotis tiap 1-2 jam.
5) Tekanan cuff tracheal tube: tekanan cuff diukur tiap 4 jam, dijaga antara 20-
30 cmH2O dan dicatat pada grafik ICU.
6) Profilaksis stress ulcer: digunakan hanya untuk pasien dengan resiko tinggi
berdasarkan pedoman lokal.
2. Atelektasis
Penyulit ini terjadi karena sumbatan sputum dalam waktu cukup lama dan
imobilisasi dalam waktu yang lama. Untuk mencegah kejadian ini perlu dilakukan
mobilisasi, fisioterapi dada, drainase postural, dan penghisapan sputum. Apabila
belum berhasil bisa dihisap dengan bantuan bronkoskop lewat pipa endotrakeal atau
trakeostomi.
3. Barotrauma
Barotrauma terjadi ketika tekanan tinggi (>50 cmH2O) terlalu mengembang
dan mengganggu jaringan paru-paru. Secara klinis, dicirikan dengan interstitial
emphysema, pneumomediastinum, subcutaneous emphysema, atau pneumotoraks.
Interstitial emphysema, pneumomediastinum, subcutaneous emphysema dapat
diperbaiki dengan mengurangi tekanan udara. Sedangkan pneumotoraks yang
signifikan, yang diindikasikan dengan hipoksemia, penurunan komplians paru dan
gangguan hemodinamik, memerlukan tube thoracostomy.
4. Hipotensi
Hipotensi terjadi akibat peningkatan tekanan intratoraks dengan penurunan
venous return yang hampir selalu responsif terhadap penurunan volume intravaskular.
Pada pasien yang terdiagnosis hipotensi atau kegagalan respirasi akibat edema
alveolar, monitoring hemodinamik dengan kateter arteri pulmonal dapat berperan
penting dalam delivery O2 melalui manipulasi volume intravaskular serta level FIo
dan PEEP.
5. Efek pada gastrointestinal
Efek pada gastrointestinal akibat ventilasi bertekanan positif antara lain stress
ulceration dan kolestasis mild hingga moderate. Pada umumnya, pasien dengan
ventilasi mekanik diberikan profilaksis H2-receptor antagonist atau sucralfate untuk
mencegah stress-related ulcer. Kolestasis ringan disebabkan oleh efek meningkatnya
tekanan intratoraks terhadap tekanan vena portal, dan pada umumnya bersifat self-
limited.

8. PENGHENTIAN VENTILASI MEKANIK


Penghentian atau penyapihan (weaning) sudah harus direncanakan pada saat
mulai aplikasi ventilasi mekanik, semakin cepat penyapihan dilakukan, pasien akan
terhindar dari masalah yang dapat timbul akibat pemakaian ventilasi mekanik yang
berkepanjangan. Penyapihan dari ventilator mekanik dapat didefinisikan sebagai proses
pelepasan ventilator baik secara langsung maupun bertahap. Tindakan ini biasanya
mengandung dua hal yang terpisah tapi memiliki hubungan erat yaitu pemutusan
ventilator dan pelepasan jalan nafas buatan.
1. Kriteria penyapihan
Penyapihan bisa dimulai apabila seluruh kriteria berikut dapat dipenuhi. Apabila
salah satu parameter tersebut belum optimal, maka proses penyapihan belum bisa
dilaksanakan:
a) Penyakit primer sebagai penyebab telah membaik
b) Tonus otot pernapasan masih cukup kuat
c) Memenuhi kriteria yang berlawanan dengan kriteria untuk aplikasi ventilasi
mekanik.
d) Kondisi faktor non respirasi, seperti kesadaran, status hemodinamik, metabolik
dan suhu tubuh, keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa serta normalisasi
sistem organ yang lain.
2. Syarat-syarat penyapihan
Proses penyapihan dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Memenuhi kriteria penyapihan
b) Pasien bebas dari pengaruh sisa obat pelumpuh otot, sedatif, atau narkotik.
c) Sebaiknya dimulai pada siang hari
d) Dipantau oleh dokter spesialis yang terkait
e) Disiapkan alat atau obat untuk mengantisipasi kegagalan proses penyapihan.
3. Prosedur Penyapihan
Prosedur penyapihan dilakukan secara bertahap, terutama pada penderita yang
diberikan ventilasi mekanik dalam jangka waktu lama. Metode yang digunakan
untuk program penyapihan adalah:
a) IMV/SIMV, yang frekuensinya diturunkan secara bertahap
b) PSV, yang tekanannya diturunkan secara bertahap
c) CPAP, secara bertahap tekanan positif diturunkan
d) T piece, dengan humidifier
Selama proses penyapihan, dipantau hal-hal berikut: keluhan umum, tanda vital
respirasi dan non respirasinya antara lain tanda-tanda aktivitas simpatis seperti
berkeringat, gelisah, takikardi dan tekanan darah meningkat. Memperhatikan
perubahan pola napas selama penyapihan. Secara periodik dilakukan pemeriksaan
analisis gas darah (AGD) untuk mengetahui perubahan kimia darah. Koreksi segera
faktor-faktor yang mengarah pada kegagalan penyapihan.
Periode napas spontan secara bertahap diperpanjang terutama pada siang hari,
sebaliknya pada malam hari kondisi akhir pada siang hari dipertahankan dengan
ventilator. Apabila dalam 2 hari berturut-turut pasien sudah mampu bernapas
spontan dan hasil gas darahnya normal, aplikasi ventilasi mekanik dihentikan,
dilanjutkan dengan oksigenasi dengan fasilitas “Nebulizer”. Apabila sekresi tidak
banyak dan kemampuan batuk memadai, setelah 2-3 hari berikutnya dilakukan
dekanulasi kanul trakeostomi bila selama aplikasi dilakukan trakeostomi.
Kegagalan penyapihan pada umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan psikis pasien
untuk bernapas spontan setelah dalam jangka waktu lama dibantu. Selain itu,
kegagalan dalam memulai penyapihan biasanya disebabkan oleh belum
tertanganinya penyakit yang memicu penggunaan ventilator, penyembuhan
penyakit yang tidak komplit atau berkembanya masalah baru. Proses penyapihan
tergantung pada kekuatan otot pernafasan, beban yang ditanggung otot tersebut, dan
pengendali pus

C. Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD)


1. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Ph
Serum pH menggambarkan keseimbangan asam basa dalam tubuh. Sumber ion
hidrogen dalam tubuh meliputi asam volatil dan campuran asam seperti asam laktat dan
asam keto. Nilai normal pH serum:
 Nilai normal : 7.35 - 7.45

 Nilai kritis : < 7.25 - 7.55

Implikasi Klinik:

a. Umumnya nilai pH akan menurun dalam keadaan asidemia peningkatan


pembentukan asam,
b. Umumnya nilai pH meningkat dalam keadaan alkalemia kehilangan asam,
c. Bila melakukan evaluasi nilai pH, sebaiknya PaCO2 dan HCO3 diketahui juga
untuk memperkirakan komponen pernafasan atau metabolik yang mempengaruhi
status asam basa.

2. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Karbon Dioksida, (PaCO2).


PaCO2 menggambarkan tekanan yang dihasilkan oleh CO2 kyang terlarut
dalam plasma. Dapat digunakan untuk menetukan efektifitas ventilasi dan keadaan
asam basa dalam darah.

 Nilai Normal : 35 - 45 mmHg

 SI : 4.7 - 6.0 kPa

Implikasi Klinik:

a. Penurunan nilai PaCO2 dapat terjadi pada hipoksia, anxiety/ nervousness dan
emboli paru. Nilai kurang dari 20 mmHg perlu mendapatkan perhatiaan khusus.
b. Peningkatan nilai PaCO2 dapat terjadi pada gangguan paru atau penurunan fungsi
pusat pernafasan. Nilai PaCO2 > 60 mmHg perlu mendapat perhatian khusus.
c. Umumnya peningkatan PaCO2 dapat terjadi pada hipoventilasi sedangkan
penurunan nilai menunjukkan hiperventilasi.
d. Biasanya penurunan 1 mEq HCO3 akan menurunkan tekanan PaCO2 sebesar 1.3
mmHg.
3. Interpretasi Hasil Tekanan Parsial Oksigen, (PaO2).
PaO2 adalah ukuran tekanan parsial yang dihasilkan oleh sejumlah oksigen
yang terlarut dalam plasma. Nilai ini menunjukkan kemampuan paru-paru dalam
menyediakan oksigen bagi darah.
 Nilai Normal (suhu kamar, tergantung umur): 75 - 100 mmHg
 SI : 10 - 13.3 kPa
Implikasi Klinik:
a. Penurunan nilai PaO2 dapat terjadi pada penyakit paru obstruksi kronik, PPOK,
penyakit obstruksi paru, anemia, hipoventilasi akibat gangguan fisik atau
neoromuskular dan gangguan fungsi jantung. Nilai PaO2 kurang dari 40 mmHg
perlu mendapatkan perhatian khusus.
b. Peningkatan nilai PaO2 dapat terjadi pada peningkatan penghantaran O2 oleh
alat bantu, contohnya nasal prongs, alat ventilasi mekanik hiperventilasi dan
polisitemia, peningkatan sel darah merah dan daya angkut oksigen.
4. Interpretasi Hasil Saturasi Oksigen, (SaO2).
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total
oksigen yang terikat pada hemoglobin.
 Nilai Normal : 95 - 99 % O2

Implikasi Klinik:

a. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin


dan kecakupan oksigen pada jaringan
b. tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen
yang terikat pada hemoglobin sebagai ion bikarbonat
5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Karbon Dioksida, (CO2).
Dalam plasma normal, 95% dari total CO2 terdapat sebagai ion bikarbonat, 5%
sebagai larutan gas CO2 terlarut dan asam karbonat. Kandungan CO2 plasma terutama
adalah bikarbonat, suatu larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2
yang larut ini terutama bersifat asam dan diatur oleh paruparu. Oleh karena itu nilai
CO2 plasma menunjukkan konsentrasi bikarbonat.
 Nilai Normal Karbon Dioksida (CO2) : 22 - 32 mEq/L
 SI : 22 - 32 mmol/L Kandungan CO2 plasma terutama adalah bikarbonat, suatu
larutan yang bersifat basa dan diatur oleh ginjal. Gas CO2 yang larut ini terutama
yang bersifat asam dan diatur oleh paru-paru. oleh karena itu nilai CO2 plasma
menunjukkan konsentrasi bikarbonat.
Implikasi Klinik:

a. Peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada muntah yang parah, emfisema, dan
aldosteronisme
b. Penurunan kadar CO2 dapat terjadi pada gagal ginjal akut, diabetik asidosis dan
hiperventilasi
c. Peningkatan dan penurunan dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin.

D. Rencana Keperawatan

Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan

Ketidak efektifan Label : Status Pernafasan : Label : Manajemen Jalan Nafas


bersihan jalan nafas Kepatenan jalan nafas
b.d eksudat dalam
alveoli d.d perubahan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan 1. Posisikan pasien untuk
pola nafas, sianosis,
Kepatenan jalan nafas tidak memaksimalkan ventilasi
suara nafas tambahan
terganggu dengan indicator 2. Lakukan penyedotan melalui
endotrakea atau nasotrakea,
sebagaimana mestinya
Indikator Awal Target 3. Kelola nebulizer ultrasonic,
sebagaimana mestinya
Frekuensi 2 5 4. Monitor status permafasan
pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana
mestinya
Irama 2 5
pernafasan

Suara nafas 2 5
tambahan

Akumulasi 3 5
sputum
Keterangan :

1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada

Ketidakefektifan pola Label : Status Pernafasan : Label : Manajemen jalan nafas


nafas b.d Keletihan Ventilasi
otot pernafasan d.d Aktivitas-aktvitas :
Pola nafas abnormal Setelah dilakukan tindakan 2 x 24
jam di harapkan pernafasan 1. Indentifikasi kebutuhan
kembali normal actual/potensi pasien
untuk memasukkan alat
Dengan indikator : membuka jalan nafas
2. Buang sekret dengan
memotivasi pasien unutuk
Indikator Awal Targ melakukan batuk atau
et menyedot ledir
3. Motivasi pasien untuk
Frekuensi pernafasan 2 4 bernafas pelanm dalam,
berputar dan batuk
Irama pernafasan 3 4 4. Ajarkan pasien bagaimana
Kedalaman 3 4 menggunakan inhaler
pernafasan sesuai resep sebagaimana
mestinya
Suara perkusi nafas 3 5 5. Auskultasi suara nafas,
catat area yang
Hasil rontgen dada 2 4
ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya
suara tambahan
Keterangan : 6. Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
1. Sangat Berat
7. Monitor status pernafasan
2. Berat
dan oksigenasi,
3. Cukup
sebagaiamana mestinya
4. Ringan
5. Tidak ada
Intoleransi aktifitas Lebel : toleransi terhadap aktifitas. Lebel: manajemen energi
b.d imobilitas d.d
dispnea Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas :
keperawatan diharapkan pasien
1. kaji status fisiologis
dapat membaik dengan indicator:
pasien yang menyebabkan
Indicator Awal Target kelelahan sesuai dengan
kontek usia dan
Frekuensi perkembangan
pernapasan 2. tentukan persepsi pasien
3 5 atau orang terdekat
ketika
dengan pasien mengenai
beraktifitas penyebab kelelahan
3. pilih intervensi untuk
Kecepatan 3 5 mengurangai kelelahan
berjalan baik secara farmakoligis
dan non farmakologis,
Jarak 2 4 dengan tepatb
berjalan 4. tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
Kemudahan di buituhkan untuk
dalam menjaga kesehatan
melakukan 5. anjurkan pasien untuk
aktifitas memilih aktivitas-aktivitas
3 5
hidup yan ,mmg membangun
ketahanan
seharian

Kemampuan
untuk
berbicara
ketika
melakuakan
aktifitas fisik

2 4

Keterangan :

1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Ketidakefektifan Lebel : perfusi jaringan perifer. Lebel :perawatan sirkulasi
perfusi jaringan insufisiensi arteri.
perifer b.d kurang Setelah dilakukan tindakan
pengetahuan tentang keperawatan diharapkan pasien Aktivitas-aktivitas:
proses penyakit d.d lebih membaik dengan indicator
1. lakukan pemeriksaan fisik
edema, penurunan Indicator Awal Target system kardiovaskuler
nadi perifer. atau penilaian yang
Bruit du 2 5 komperhensif pada
ujung kaki sirkulasi perifer misalnya
dan tangan memeriksa denyut nadi
perifer, edema, waktu
Edema 2 5 pengisian kapiler,warna
dan suhu
perifer
2. dukung pasien untuk
Mati rasa 2 5 melakukan kegiantan
olahraga walaupun pasien
Kelemahan 3 5 tidak suka
3. instruksikan pada pasien
otot
mengenai perawatan kaki
yang tepat
4. intruksikan pasien
Keterangan : mengenai faktor-faktor
yang mengganggu
1. berat sirkulasi darah mislnya
2. cukup berat merokok,pakaian ketat
3. sedang terlalu lama didalam suhu
4. ringan dingin dan
5. tidak ada menyilangkan kaki
5. monitor jumlah cairan
yang masuk dan yang
keluar
Defisit Perawatan Label : perawatan diri Label : Bantuan Perawatan Diri :
diri b.d hambatan Eliminasi
mobilitas d.d ketidak
mampuan hygiene Setelah dilakukan intervensi selama
eliminasi secara 3x 24 jam diharapkan masalah Aktivitas-aktivitas :
komplet defisit perawatan diri pada pasien
terpenuhi dengan indikator : 1. Lepaskan baju yang
diperlukan sehingga bisa
melakukan eliminasi

Indikator Awal Target 2. Bantu pasien ke toilet atau


tempat lain untuk eliminasi
Merespon saat 2 5 pada interval waktu tertentu
kandung kemih
penuh dengan 3. Beri privasi selama
tepat waktu eliminasi
Memposisikan 2 5 4. Fasilitasi kebersihan toilet
diri di toilet setelah menyelesaikan
atau alat bantu eliminasi
eliminasi
5. Ganti pakaian pasien
Mengosongkan 3 5 setelah eliminasi
kandung kemih
6. Buatlah jadwal aktivitas
Mengelap 2 5 terkait eliminasi, dengan tepat
sendiri setelah
7. Sediakan alat bantu (kateter
membuang urin
eksternal atau urinal) dengan
Merapikan 2 5 tepat
pakaian setelah
8. Monitor integritas kulit
ke kamar mandi
pasien

Skala :

1. Sangat terganggu

2. Banyak terganggu

3. Cukup terganggu

4. Sedikit terganggu

5. Tidak terganggu

Gangguan Pertukaran Lebel : perfusi jaringan aktivitas. Lebel: manajemen nutrisi


Gas b.d perubahan
membrane alveolar- Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas :
kapiler d.d dyspnea, keperawatan diharapkan pasien
dapat membaik dengan indicator : 1. Tentukan status gizi pasien
pola nafas abnormal, dan kemampuan (pasien)
sianosis Indicator Aw Target untuk memenuhi kebutuhan
al gizi.
2. Berikan pilihan makanan
Aliran darah sambil menawarkan
melalui bimbingan terhadap pilihan
pembuluh 3 5
(makanan) yang lebih sehat,
perifer jika di perlukan
3. Bantu pasien dalam
menentukan pedoman atau
Aliran darah 3 5 piramida makanan yang
melalui paling cocok dalam
pembuluh memenuhi kebutuhan nutrisi
darah dan preferensi (misalnya,
cerabal. Piramida makanannya untuk
lanjut usia lebih dari 70.
Aliran darah 2 4 4. Atur diet yang di perlukan.
melalui 5. Anjurkan pasien tertarik
pembuluh dengan kebutuhan makanan
darah tertentu berdasarkan
pulmonari. perkembangan atau usia.
Aliran darah
melalui
pembuluh
darah 3 5
jantung.

Aliran darah
melalui
pembuluh
darah ginjal.

2 4

Keterangan :

1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

VI. Information Gathering : Private Study (mengumpulkan informasi tambahan:


belajar mandiri)
VII. Reporting Phase: Synthesize and Test Acquired Informations ( Mensintesis dan
menguji informasi baru)
DAFTAR PUSTAKA

A.M Setyana Mega. Optinisme Kesembuhan Paa Penderita Mioma Uteri. Vol.13 no april
2014. Fakultas psikologi Universitas Dipnogoro
Ayuningtyas, Dumilah, dkk. 2018. Etika Kesehatan pada Persalinan Melalui Sectio Caesarea
Tanpa Indikasi Medis. JURNAL MKMI, Vol. 14 No. 1, Maret 2018
Dewantari, Luh Pradnya, dkk. 2017. Aplikasi Alat Bantu Dasar Mekanik. Bagian Anestesiologi
Dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rsup Sanglah Denpasar
Digiulio, Mary dkk. 2007. Keperawatan medical bedah. Yogjakarta: Rapha publishing
Jonathan A, Fergusson ND. Clinical review: Acute respiratory distress syndrome – clinical
ventilator management and adjunct therapy. Critical Care 2013, 17:225
Rampengan, Starry H,.2014.Edema Paru Kardiogenik Akut.Jurnal Biomedik(JBM),Volume
6,Nomor 3,November 2014,hlm. 149-156.Manado
Setiyawan, S. Dwi Sulisetyawati. 2018. Hubungan Tekanan Cuff Endotracheal Tube (Ett)
Dengan Saturasi Oksigen Pada Pasien Terpasang Ventilasi Mekanik. Jurnal
Keperawatan Volume 10 No 3, Hal 196 - 200, Desember 2018
Viana W, Nawawi M. 2017. Ventilasi Mekanik. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi . Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran.
IV. Inventory and Analyz the problems (Menginventarisasi dan menganalisis permasalahan
& membuat problem three / pathway)

Injury langsung Injury tidak langsung


(Infeksi (trauma dengan syok
paru/Pneumonia, hemoragik, PEB,
kontusio paru, cedera sepsis)
Aktivasi kaskade inflamasi
inhalasi toksik, dan
cedera dada)

Aktivasi sel imun dan non imun (fase insiasi)

Melepaskan mediator inflamasi


(oksidan dan peotease)

Paru – paru rusak (fase injury)

Kerusakan pada membrane


kapiler alveolar

↑ permeabilitas kapiler Fase


eksudatif

Edema
Cairan dan protein
mukosa
masuk ke alveolar

Hipersekresi
Cairan masuk ke
interstitial
↓ reflek
batuk

Edema interstitial dan


alveolar (edema paru)
Akumulasi sputum
(Adanya suara
Ronki) ↓ aliran Nekrosisnya sel
darah ke pneumosif tipe I
jantung (lapisan yang Fase
Obstruksi jalan
mengelilingi peoliferatif
napas
alveolus)

Bersihan
Terjadi kerusakan
Jalan Nafas
sel epitel
Tak Efektif
pneumosif tipe II
(surfaktan)
Atelektasis paru
Fase fibrosis

ARDS

Pertukaran O2 dan
CO2 terganggu

Suplai O2 terganggu AGD abnormal, Hiperkaliemia

Gangguan pertukaran gas

↓ O2 dalam darah ↑ frekuensi pernafasan

Hiperventilasi
Hipoksemia

Pola nafas tidak


↓ O2 ke jaringan
efektif

↓ O2 ke jaringan ↓ O2 ke jaringan Sel kekurangan O2


perifer cerebral

Mekanisme
↓ saturasi O2 ↓ kesadaran kompensasi
metabolisme
anaerob
Defisit
Gangguan Perawatan
perfusi jaringan Diri ↓ pembentukan
perifer
ATP

Energi ke
otot ↓

Kelemahan

Intolerasi
Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai