Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TEKNIK PENDINGINAN

PENYIMPANAN DINGIN PADA TOMAT

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
M. HARIYADI OKA PUTRA A. (J1B116004)
WASGINA (J1B116010)
SANDY WIBOWO (J1B116014)
ADE FITRA WIJAYA (J1B116022)
ALAN VRENDIKA (J1B116026)
DEDEK BASUKI (J1B116031)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menyusutnya ( losses) kualitas dan kuantitas produk hasil pertanian terjadi
sejak pemanenan hingga dikonsumsi. Untuk mengurangi penyusutan yang terjadi
setelah pemanenan, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi
faktor biologis atau faktor lingkungan dimana produk pertanian tersebut
disimpan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap komoditi pertanian
adalah sama yaitu suhu, kelembaban udara, komposisi udara (CO, CO2, O2),
polutan dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada
bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran aantara lain respirasi, produksi
etilen, transpirasi, dan faktor morfologis atau anatomis. Intensitas respirasi
dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme. Laju respirasi yang tinggi
biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan
petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan.
Tomat merupakan tanaman hortikultura yang sangat banyak dikonsumsi
oleh masyarakat. Tomat memiliki kadar air yang mencapai 94% dari total
beratnya.Senyawa dalam buah tomat diantaranya saloni 0,007%, saponin, asam
folat, asam malat, vitamin C , bioflavonoid (termasuk likopen), mineral dan
histimin.Tomat setelah dipanen masih melakukan proses metabolisme
menggunakan cadangan makanan yang terdapat dalam buah. Berkurangnya
cadangan makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah
dari pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah dan
mempercepat proses pemasakan (Wills et al., 1998).
Kadar air yang tinggi menyebabkan buah tomat mudah rusak.. Untuk,
memperlambat kerusakan yang terjadi pada buah tomat salah satu cara ekonomis
yang dapat dilakukan adalah dengan penyimpanan suhu rendah atau penyimpanan
dingin. Menurut Winarno, (1993) pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan
diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10°C. Pendinginan yang biasa
dilakukan sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 °C.
Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak
diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat
diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990). Penyimpanan pada
suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga menghambat
pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme penyebab kebusukan. Pendinginan dan
pembekuan tidak dapat menigkatkan kualitas bahkan dalam kondisi optimum
perlakuan ini hanya dapat mempertahankan kualitas dalam batas waktu tertentu.
Pendinginan dan pembekuan juga dapat menghambat proses metabolisme
mikroorganisme dan reaksi-reaksi enzimatis serta reaksi-reaksi kimia lainya pada
bahan, karena pendinginan dan pembekuan sifatnya hanya menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, maka mikroorganisme tersebut dimungkinkan
dapat aktif kembali apabila bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pendinginan.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh suhu
pendinginan terhadap mutu tomat dan mendapatkan suhu yang sesuai untuk
penyimpanan tomat.

1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini yaitu dapat mengetahui pengaruh suhu
pendinginan terhadap mutu tomat dan mendapatkan suhu yang sesuai untuk
penyimpanan tomat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Tomat


Tomat (Lycopersicon esculentum mill.) termasuk dalam genus
Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Tomat merupakan herba tahunan,
tingginya dapat mencapai 2 m atau lebih. Akar tanaman tomat merupakan akar
tunggang yang kuat, yakni sekitar 0,5 m atau lebih ke dalam tanah, akar lateral
yang padat dan adventif. Batangnya keras, berbulu kasar, dan terdapat kelenjar.
Daun tomat ditutupi (kelenjar) rambut, serta menghasilkan aroma yang khas dan
spesifik.
Buah tomat adalah buah buni (beri) berdaging, permukaannya agak berbulu
ketika masih muda, tetapi halus ketika matang. Buah sebagian besar kultivar
berbentuk bundar, bentuk lain adalah memanjang, plum dan pir. Warna buah
matang biasanya merata adalah merah, merah jambu, jingga muda, jingga, kuning,
atau belum berwarna. Warna merah disebabkan oleh pigmentasi likopen, warna
kuning disebabkan karotenoid. Warna pertengahan disebabkan oleh perbedaan
nisbah pigmen ini dalam kombinasi dengan warna kulit buah (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1999).
Tomat merupakan salah satu jenis sayuran yang populer dan penting karena
tomat merupakan salah satu sumber vitamin C yang dapat disajikan dalam
berbagai bentuk produk. Tomat dapat disajikan dalam keadaan segar, direbus,
digoreng, dikalengkan, atau diawetkan. Sebagai bahan baku industri tomat dapat
diolah menjadi saus, pikel, dan sari buah. Tomat termasuk sayuran yang digemari
karena mempunyai rasa yang enak segar, dan sedikit asam.

2.2. Perubahan Selama Pemasakan Buah


Buah tomat akan mengalami perubahan-perubahan baik secara fisik maupun
kimia, seiring dengan proses pemasakannya. Menurut Wills et al. (1998)
perubahan yang umum terjadi antara lain:
1. Perubahan warna
Warna adalah perubahan yang paling nyata terjadi pada buah dan
merupakan kriteria utama yang paling sering digunakan oleh konsumen untuk
menentukan kematangan buah. Paling umum terjadi adalah hilangnya warna hijau
akibat degradasi struktur klorofil. Perkembangan warna buah dapat terlihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan warna kulit buah tomat
Warna buah Keterangan

Mature green atau fase hijau

Breakers atau fase masak hijau

Turning atau fase pecah warna

Pink termasuk fase matang

Light red fase matang

Red fase matang

2. Pemecahan karbohidrat
Pemecahan polimer karbohidrat merupakan perubahan kuantitatif terbesar
yang berkaitan dengan pemasakan, terutama konversi pati menjadi gula. Hal ini
memiliki efek ganda yakni mengubah rasa dan tekstur buah tomat.
3. Penurunan asam organik
Biasanya asam organik menurun selama pemasakan karena respirasi atau
berubah menjadi gula. Asam dapat dianggap sebagai sumber cadangan energi
untuk buah, oleh karena itu diharapkan menurun lebih besar selama aktivitas
metabolik dibandingkan selama proses pematangan.
4. Perubahan komposisi nitrogen
Perubahan unsur utama nitrogen menunjukkan variasi dalam aktivitas
metabolik selama fase pertumbuhan yang berbeda. Selama fase klimakterik buah-
buahan, terjadi banyak penurunan asam amino bebas dan mencerminkan adanya
peningkatan aktivitas sintesis protein.
5. Perubahan aroma
Aroma memainkan peran penting dalam penilaian kualitas paling optimal
buah yang layak konsumsi. Hal ini disebabkan sintesis banyak senyawa organik
yang mudah menguap (volatil) selama fase pematangan.

2.3. Pengemasan dan Penyimpanan Dingin


2.3.1. Pengemasan
Kemasan adalah bagian di luar produk atau pembungkus produk yang
digunakan untuk menjaga mutu produk. Pada dasarnya, terdapat tiga fungsi
kemasan yaitu sebagai wadah, pelindung produk, dan sarana informasi produk
(Ahmad 2013). Bahan kemasan tersebut dapat menjadi pembatas antara produk
dan lingkungan sehingga kerusakan dapat ditunda dalam jangka waktu yang
diinginkan (Buckle, et.al. 2007).
Menurut Buckle, et.al. (2007), berdasarkan kedudukan dan letak bahan
yang dikemas, kemasan dibedakan kemasan primer, sekunder, dan tersier.
Kemasan primer adalah kemasan yang mengalami kontak langsung dengan
produk,kemasan sekunder adalah kemasan yang mengemas kemasan primer dan
fungsinya untuk mempermudah penanganan, serta kemasan tersier untuk
mengemas dalam ukuran besar dan mempermudah pengangkutan dari tempat
produksi ke konsumen.
Buah yang akan diangkut perlu dikemas pada kemasan atau disebut
pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan rapi sehingga posisi buah dalam
kemasan kompak dan stabil. Hal tersebut dapat mengurangi kerusakan mekanis
yang timbul akibat guncangan dan getaran yang timbul. Hasil penelitian Prajawati
(2006), menunjukkan penyusunan buah tomat secara teratur lebih baik
dibandingkan secara acak. Metoda penyusunan buah yang biasa digunakan adalah
diagonal check system. Metoda ini baik digunakan untuk buah yang berbentuk
bulat atau oval dengan jenis penyusunan 3-3, 4-3, dan 5-4 pack (Gambar 1).
Gambar 1. Pola Penyusunan Kemasan 5-4 pack
Penyusunan buah yang rapi yaitu dengan menyusun lapisan dasar dengan
tepat karena akan memengaruhi penyusunan lapisan di atasnya. Selain hal tersebut
bagian kemasan yang mengalami kontak dengan buah diharapkan tidak melukai
buah atau diberi bantalan yang halus. Bantalan tersebut dapat berfungsi untuk
mengurangi gesekan, meredam getaran dan guncangan yang terjadi, serta
membuat buah yang dikemas kompak dan stabil. Bantalan juga perlu diberikan di
antara buah untuk melindungi kontak antar buah atau yang biasa disebut bahan
pengisi (Hasiholan 2008).
Penelitian Lokasari (2011), pada transportasi tomat yang dikemas peti
kayu serta ditambahkan bahan pengisi kertas koran memiliki kerusakan mekanis
25.20% dan paling rendah dibandingkan bahan pengisi daun pisang kering. Bahan
pengisi tersebut juga berpengaruh terhadap susut bobot buah tomat. Kemasan
yang baik akan menurunkan menurunkan biaya penanganan dan pengangkutan
karena lebih mudah dilakukan, menurunkan susut karena adanya perlindungan,
dan meningkatkan efisiensi ruang dalam penyimpanan. Hal tersebutakan
berimplikasi pada penurunan biaya distribusi dan pemasaran (Ahmad 2013).
2.3.2 Penyimpanan Dingin
Pendinginan (cooling) adalah proses pelepasan kalor lapang hasil panen
secara cepat yang dilakukan sebelum pemasaran, pengangkutan, atau
penyimpanan (Ryall dan Pentzer 1982). Pendinginan dilakukan untuk
menurunkan suhu komoditas sampai batas pematangan dan pembusukan
dapatdihambat. Menurut Kays (1991), laju penurunan suhu ditentukan oleh selang
suhuantara komoditas dan media pendingin. Selang suhu yang lebih lebar
mengakibatkan laju penurunan suhu yang lebih tinggi. Pernyataan lain dari
Ryalldan Pentzer (1982) menyatakan bahwa laju pendinginan dengan air atau
udara bertekanan ditentukan oleh suhu awal komoditas, suhu pendinginan, suhu
media pendingin, kemampuan media pendingin menyerap kalor dari permukaan
kulit buah, penerimaan buah terhadap suhu media pendingin, ukuran dan bentuk
buah, serta perbandingan antara luas permukaan terhadap volume dan massa buah.
Saijo (1988), menyatakan efektifitas proses penurunan suhu pada pendinginan
komoditas menentukan proses penghambatan kerusakan.
Proses pendinginan yang umum diterapkan menurut Kays (1991), adalah
pendinginan vakum, pendinginan dengan air, dan pendinginan dengan udara
bertekanan. Penelitian Hutabarat (2008), pada penyimpanan dingin buah tomat
menunjukkan penurunan mutu semakin kecil pada suhu yang lebih rendah. Pada
penyimpanan suhu 10oC, nilai kekerasan berubah dan yang tertinggi setelah 2 hari
penyimpanan yaitu 7.28 N dengan susut bobot 0.06%. Kehilangan air terjadi
ketika konsentrasi molekul uap air di dalam produk lebih besar dibandingkan
lingkungan udara sekitar (Utama 2010). Sedangkan menurut Ahmad (2013),
perbedaan suhu dan kelembaban menyebabkan perbedaan tekanan uap (vapour
pressure deficit, VPD) antara komoditi dan lingkungan. Suhu udara berkorelasi
positif dengan VPD, sedangkan RH berkorelasi negatif. Nilai VPD yang semakin
tinggi menyebabkan laju transpirasi atau kehilangan air semakin cepat.
Kehilangan air dapat menyebabkan buah mengalami susut bobot serta
dalam suhu dan jangka waku tertentu mengakibatkan chilling injury. Hal tersebut
juga menyebabkan partikel buah semakin padat dan meningkatkan kekerasan buah
dalam jangka waktu tertentu. Pendinginan yang terlalu lama akan berimplikasi
pada kerusakan buah. Bahan yang didinginkan di bawah suhu optimumnya akan
mengalami kerusakan dingin (chilling injury). Gejala kerusakan tersebut terlihat
dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan
prematur, kulit terkelupas, peningkatan pembusukan akibat luka, dan kehilangan
flavor yang khas. Chilling injury tomat dimulai pada suhu 7.2oC (Pantastico
1986). Menurut Fields(1997), suhu terendah yang aman bagi tomat matang tanpa
mengalami kerusakan karena pendinginan adalah 10oC. Tingkat kerusakan yang
terjadi tergantung pada waktu dan lama proses pendinginan.
2.4. Metode Pendinginan
1. Pengertian pendinginan
Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan pada suhu di atas titik
beku yaitu di antara -2 oC dan 16 oC. Suhu lemari es umumnya berkisar antara 4–
7oC (Tjahjadi, 2011). Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah
untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau
perubahan yang tak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam
kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).
Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu
bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu
medium pendingin kontak dengan benda lain misalnya bahan pangan, maka akan
terjadi pemindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin
sampai suhu keduanya sama atau hampir sama. Pendinginan telah lama digunakan
sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan, karena dengan pendinginan
tidak hanya citarasa yang dapat dipertahankan, tetapi juga kerusakan-kerusakan
kimia dan mikrobiologis dapat dihambat.
Sebelum pendinnginan dilakukan, biasanya ada perlakuan-perlakuan khusus
yang diterapkan pada bahan. Salah satu jenis perlakuannya adalah blanching.
Proses blanching mempunyai beberapa tujuan. Namun demikian tidak dapat
diaplikasikan untuk semua buah dan sayuran yang diperlakukan. Ada beberapa
reaksi yang merugikan yang dapat mempengaruhi kualitas produk (Larousse,
1997).
2. Perubahan yang terjadi selama proses pendinginan
Beberapa perubahan yang terjadi selama proses pendinginan:
a. Perubahan tekstur
Proses pendinginan sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap
suhu rendah dan ketahanan terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap
jenisnya. Buah pisang tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 130C
karena akan mengalami chilling injury yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah
pisang yang disimpan pada suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda
hitam atau berubah menjadi coklat dan teksturnya menjadi lembek karena
mengalami dehidrasi (kehilangan air), sedangkan buah terong akan menjadi lunak
karena teksturnya rusak.
b. Penyusutan berat
Kehilangan berat pada buah, sayuran maupun bunga potong selama
penyimpanan disebabkan karena hilangnya air pada bahan. Kehilangan air pada
bahan yang disimpan tidak hanya menyebabkan kehilangan berat, tetapi dapat
juga menyebabkan kerusakan yang akhirnya menyebabkan penurunan kualitas.
Penyusutan berat pada bahan yang dikemas jauh lebih sedikit jika dibandingkan
dengan bahan yang tidak dikemas dan tampa perlakuan apapun. Menurut Fellow
(2000), penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan karena
kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke
udara disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Produk daging penyusutan
berat dapat disebabkan karena terjadi kerusakan gel protein dan mengalami proses
koagulasi protein, sehingga menurunkan daya ikat protein terhadap air dan air
bebas di dalam daging akan lepas menuju ke udara disekitarnya yang akan hilang
bersama dengan uap air. Kerusakan struktur molekul akibat pendinginan ini juga
dapat menyebabkan penyusutan berat.
Kehilangan air pada bahan dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu dan
kelembaban ruang simpan dengan tepat. namun secara umum buah-buahan dan
sayuran serta bunga potong memiliki kandungan air bahan sejumlah 80 hingga 90
persen. Sebagian besar air tersebut akan menguap selama penyimpanan. Dalam
penyimpanan pada suhu rendah.
c. Perubahan warna
Perubahan warna selama pendinginan pada produk sayur dan buah
diakibatkan karena reaksi enzimatis (pencoklatan) dimana terjadi degradasi
pigmen klorofil yang menyebabkan warna kulit berubah menjadi kuning
kecoklatan karena adanya karetenoit dan xantifil yang semula tertutup menjadi
terbuka akibat dari efek suhu pendinginan. Pori-pori buah yang disimpan pada
suhu rendah menjadi lebih terbuka akibat membekunya air dalam jumlah banyak
sehingga mengubah rasa, warna dan kualitas bahan.
Pada produk daging dan ikan yang disimpan pada suhu 0-2oC dapat
bertahan selama 2-3 hari (daging dikemas). Perubahan ini disebabkan karena
terjadi oksidasi pigmen heme yang merupakan penyusun utama dalam warna
daging. Pigmen mioglobin mengalami proses perubahan menjadi oksiomioglobin
yang bewarna merah kecoklatan.
3. Jenis–jenis pendinginan
a. Air cooling
Air cooling menggunakan suhu pendingin lebih dari 0°C dengan debit udara
150m3/jam. Metode pendinginan air cooling dapat digolongkan menjadi:
1. Room cooling
Room cooling biasanya menggunakan ruang dengan insulasi yang
dilengkapi dengan alat pendingin. Umumnya digunakan untuk berbagai macam
produk segar tapi kurang efektif untuk segera memindahkan field heat produk
Penerapan metode pendinginan room cooling (pada Gambar 2) adalah untuk
proses pendinginan produk pada skala kecil maupun besar

Gambar 2. Room cooling


2. Air forced cooling
Pendinginan air forced cooling, udara pendingin didorong dengan kipas.
Udara bersirkulasi dengan kecepatan tinggi 75-90% lebih cepat dibanding room
cooling. Penggunaan air forced cooling (gambar 3) harus dengan pengontrolan
RH yang berkisar antara 90-98%. Metode pendinginan ini efektif untuk produk
yang dikemas.

Gambar 3. Air forced cooling


b. Hydrocooling
Pendinginan hydrocooling, panas produk dipindahkan melalui media air.
Metode ini banyak digunakan untuk sayuran untuk mempertahankan tekstur dan
kesegaran daun dan dapat digunakan sekaligus untuk membersihkan produk
dimana dapat dicampur dengan klorin sebagai disinfectant. Kelemahannya adalah
sering terjadi mechanical injury dan hanya bisa digunakan untuk komoditi yang
tidak sensitif terhadap air. Hydrocooling (gambar 4) untuk sayur biasanya
dilakukan setelah dikemas.

Gambar 4. Hidrocooling
c. Vacuum cooling
Pendinginan vakum (gambar 5) adalah salah satu metoda yang umum
digunakan untuk pra pendinginan sayuran berdaun. Efek pendinginan terjadi
akibat penguapan cepat sejumlah air dari bahan yang akan didinginkan pada ruang
bertekanan rendah. Panas laten yang dibutuhkan untuk penguapan tersebut
diambil dari produk itu sendiri sehingga terjadi penurunan panas sensibelnya dan
sebagai akibatnya terjadi penurunan suhu. Pendinginan vakum sangat popular
pada pra-pendinginan sayuran berdaun karena dua keunggulannya yang utama,
yaitu laju pendinginan cepat dan sebaran suhu seragam pada seluruh bahan Efek
pendinginan melalui panas laten penguapan. Tekanan udara di ruang
pendinginnya berkisar 4.6 mm Hg. Metode pendinginan vakum banyak diterapkan
untuk mendinginkan sayuran daun seperti selada, kubis, wortel, lada, jamur,
kembang kol.

Gambar 5. Vakum cooling


2.6. Metode Pembekuan
1. Pengertian pembekuan
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan
perubahan fase dari cair ke padat dan merupakan salah satu proses pengawetan
yang umum dilakukan untuk penanganan bahan pangan. Proses pembekuan dapat
mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada
metode lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat
menghambat aktivitas mikroba, menghambat terjadinya reaksi kimia, dan
aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Proses
pembekuan terdiri dari tahap penurunan suhu di atas titik beku bahan, perubahan
fase cair menjadi fase padat yang ditandai dengan proses kristalisasi yaitu
terjadinya bongkahan-bongkahan es kecil akibat perubahan fase dan penurunan
suhu bahan bawah titik beku bahan. Dalam proses pembekuan juga terjadi
fenomena supercooling, suhu air menurun di bawah suhu bekunya.
Suhu tinggi bersifat merusak mutu simpan bahan pangan. Akan tetapi,
kenaikan suhu produk tidak dapat dihindarkan. Penurunan suhu di atas titik beku
bahan dimaksudkan untuk menghilangkan dengan cepat kalor yang terdapat pada
produk pangan. Penurunan suhu mengakibatkan laju pertumbuhan
mikroorganisme terhambat, menghambat reaksi kimia dalam bahan pangan.
Proses penurunan suhu di atas titik beku bahan dilakukan semakin cepat semakin
baik untuk menjaga mutu bahan yang akan dibekukan. Prinsip penurunan suhu di
atas titik beku bahan adalah memindahkan kalor bahan dengan cepat ke suatu
media berupa air. Waktu yang diperlukan dalam proses penurunan suhu di atas
titik beku bahan kurang lebih 30 menit, tetapi mungkin pula lebih dari 24 jam.
Perbedaan suhu antara media pembeku dan komoditas harus segera dikurangi
agar proses penurunan suhu di atas titik beku bahan efektif (Syarif 1993). Setelah
tahap penurunan suhu di atas titik beku bahan terjadi tahap perubahan fase, pada
tahap ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh 1981).
Kristalisasi air mengakibatkan peningkatan konsentrasi larutan yang tersisa
dan penurunan titik beku pada bagian tersebut. Proses ini berlangsung secara
kontinu bersamaan dengan terbentuknya kristal es. Kristalisasi air akibat
pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair di dalam bahan
pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas
sekunder enzim.
Suhu pada saat terjadinya kristalisasi dari masing-masing zat terlarut
mengalami kesetimbangan dengan es dan cairan tak terbekukan disebut dengan
suhu eutectic. Identifikasi titik eutectic untuk masing-masing larutan pada bahan
pangan sulit dilakukan, oleh karena itu digunakan istilah suhu akhir eutectic.
Suhu akhir eutectic adalah suhu eutectic terendah dari masing-masing larutan
yang terdapat di dalam bahan pangan (Fellows 2000, diacu dalam Kurniawan
2009).
2. Perubahan yang terjadi selama proses pembekuan
a. Perubahan Tekstur
Buah dan sayur memiliki komponen kadar air yang besar sebagai penyusun
utamanya. Kadar air yang tinggi. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan
perubahan volume yang besar. Dimana menurut Estiasih (2009), buah dan sayur
sebagian besar memiliki tekstur yang lebih kaku jika dibandingkan dengan
tekstur daging dan ikan. Proses pembekuan suhu yang digunakan masih berada di
antara titik beku bahan maka akan terjadi pembekuan yang lambat dengan
pembekuan lambat ini maka pelepasan air di dalam jaringan bahan menjadi lebih
banyak dan membentuk kristal yang besar. Secara normal pembesaran kristal-
kristal es dimulai di ruang ekstra seluler, karena viskositas cairannya relatif lebih
rendah. Bila pembekuan berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler
lebih besar sehingga terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat
itu. Kadar air bahan makin rendah, maka akan terjadi denaturasi protein terutama
pada bahan nabati.
Selama proses thawing berlangsung sel yang rusak akan mengalami
pelepasan komponen bagian-bagian sel, air yang hilang membuat bagian dalam
sel menjadi kosong dan tidak dapat tergantikan. Kerusakan ini tidak dapat kembali
ke bentuk semula sehingga mengakibatkan tekstur menjadi lunak. Produk daging
dan ikan tidak mempunyai titik beku namun memiliki kisaran titik beku dimana
jumlah air yang ada ditentukan oleh rendahnya suhu yang digunakan. Pada daging
mentah seperti ayam dan sapi masih memiliki kandungan serat dan protein yang
masih fleksibel, pada saat pembekuan komponen ini tidak hilang hanya
mengalami proses pemisahan sehingga kandungan air yang ada masih dapat
dipertahankan. Sedangkan untuk bahan sosis perubahan nya menjadi lebih kenyal
dan lunak.
b. Perubahan berat
Perubahan berat atau susut berat pada komoditi yang dibekukan dapat
disebabkan karena kandungan air yang ada pada bahan keluar selama proses
pembekuan dan menuju ke kristal es yang sedang terbentuk sehingga bagian
dalam es akan kosong. Proses ini terjadi karena kristal es memiliki tekanan uap air
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tekanan didalam sel sehingga air
dalam sel akan menuju kristal dan hilang pada saat proses thawing dilakukan.
c. Perubahan warna
Perubahan warna disebabkan karena terjadi reaksi enzimatis (pencoklatan)
yang disebabkan karena aktivitas enzim peroksidase, katalase yang menghasilkan
warna coklat, degradasi karoten dan degradasi pigmen klorofil yang menyebabkan
warna kulit berubah menjadi kuning kecoklatan karena adanya karetenoit dan
xantifil yang semula tertutup menjadi terbuka akibat dari efek suhu pembekuan
dan kristal es. Menurut Dragon (2008), kerusakan ini terjadi pada bahan yang
dibekukan tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan pembungkus yang kedap
uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi
bahan.
3. Jenis - jenis pembekuan
a. Chest freeze
Chest freezer (Gambar 6) membekukan makanan dengan sirkulasi alami

dari udara antara 20oC sampai 30oC. Pembeku ini tidak digunakan sebagai
secara luas karena laju pembekuannya yang lambat (3-72 jam) sehingga tidak
efektif secara ekonomi dan merusak kualitas dari makanan.

Gambar 6. Chest freeze


b. Cold stores
Cold stores digunakan untuk membekukan daging, menyimpan makanan
yang telah dibekukan dengan metode lain, dan memperkeras es krim. Refrigeran
yang digunakan adalah udara. Masalah yang sering terjadi pada cold stores ini
adalah terbentuknya timbunan es pada dinding-dinding nya. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya efisiensi dari freezer. Energi yang seharusnya
digunakan untuk membekukan bahan makanan, terpakai untuk membentuk es.
Masalah ini dapat diatasi dengan mengurangi kelembaban udara yang masuk
sehingga es yang terbentuk berkurang, efisiensi bertambah dan ukuran cold
stores berkurang. Bentuk penyimpanan cold stores dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Cold stores


c. Belt freezer (spiral freezer)
Belt freezer memiliki belt yang fleksibel dan bertautan satu sama lain dan
membentuk deretan bertingkat berbentuk spiral dan membawa makanan
melewati ruang pendingin. Udara dingin atau semprotan dari nitrogen cair
diarahkan langsung ke arah belt secara countercurrent (berlawanan arah) yang
mengurangi kehilangan panas selama evaporasi. Belt freezer (pada Gambar 8)
memerlukan ruang yang relative kecil dan memiliki kapasitas yang besar.
Keuntungan lain adalah pemuatan dan bongkar muat secara otomatis, biaya
perawatan yang murah, dan mampu membekukan berbagai jenis bahan makanan.

Gambar 8. Belt freezer


d. Tunnel freezer (Fluidized bed freezer)
Fluidized bed freezer (Gambar 9) adalah belt freezer yang dimodifikasi.

Udara yang dialirkan memiliki temperature antara 25–35oC dan kecepatan 2-6
m/s. Bahan makanan yang akan dibekukan disusun sehingga memiliki ketebalan
2-13 cm pada baki atau conveyor belt. Ada dua tahap pembekuan yaitu tahap
pertama adalah pembekuan cepat untuk menghasilkan lapisan es yang baik pada
permukaan bahan. Pada tahap ini, bahan makanan disusun membantuk lapisan
tipis saja. Pada tahap kedua, makanan disusun membentuk lapisan dengan tebal
10-15 cm. Pembentukan lapisan ini baik untuk buah yang memiliki
kecenderungan untuk menggumpal satu sama lain.
Bentuk dan ukuran bahan mempengaruhi tebal lapisan fluidisasi dan
kecepatan udara untuk melakukan fluidisasi. Makanan yang dibekukan dengan
fluidized bed freezer berkontak lebih baik dengan udara pendingin daripada pada
blast freezer dan semua permukaannya beku secara bersamaan dan merata. Hal
ini mengakibatkan koefisien perpindahan panas yang lebih tinggi, waktu
pembekuan yang lebih pendek, laju produksi yang lebih tinggi, dan dehidrasi
yang terjadi pada makanan tak dikemas lebiih kecil daripada blast freezer.
Metode pembekan ini cocok untuk makanan yang berbentuk partikulat (butiran).
Makanan yang besar, digunakan through flow freezer. Alat ini melewatkan udara
pada makanan namun tidak terjadi fluidisasi. Kedua peralatan ini praktis,
memiliki kepasitas besar,dan cocok untuk produksi makanan IQF.

Gambar 9. Tunnel freezer


e. Plate freezing
Plate freezing terdiri dari beberapa plat berlubang dengan orientasi vertical

atau horizontal. Lewat lubang-lubang ini refrigerant dengan temperature -40oC


dipompakan. Operasinya bisa secara partaian, semi kontinu, dan kontinu.
Makanan yang akan dibekukan umumnya makanan yang tipis atau berbentuk
lembaran. Makanan ini ditempatkan diantara plat dan disusun sebagai lapisan
tunggal. Lalu plat ini digerakan secara bersamaan sehingga dihasilkan sedikit
tekanan untuk meningkatkan kontak antara permukaan makanan dan plat
sehingga meningkatkan laju perpindahan panas. Keuntungan dari pembeku jenis
ini adalah nilai ekonomi yang baik dan efisiensi tempat, biaya operasi yang
rendah, dehidrasi rendah, defrosting terjadi pada tingkat yang minimal, dan
perpindahan panas yang tinggi. Kekurangan dari metode ini adalah investasi
yang tinggi dan bentuk makanan yang dibekukan harus tipis dan berbentuk
lembaran.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember
2019 di Laboraturium Teknik Pengolahan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Jambi.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cold storage, rak tempat
penyimpanan bahan dan Handphone. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah buah tomat.

3.3. Prosedur Praktikum


Adapun prosedur pelaksanaan praktikum nya yaitu:
a. Mempersiapkan bahan (tomat) sebanyak 1 kg. Bahan yang digunakan
mempunyai bentuk, warna, tingkat kekerasan yang sama secara visual
b. Menyimpan bahan pada 2 bagian, yaitu bagian 1 disimpan pada suhu dingin
dan bagian 2 disimpan pada suhu beku. Penyimpanan dilakukan selama 2
minggu di cold storage dan kulkas.
c. Mengamati perubahan yang terjadi meliputi kenampakan luarnya seperti
warna, kekerasan dan tingkat kesegaran.

Mulai

Buah Tomat

Pendinginan Pembekuan

Selesai Selesai

Gambar 1. Diagram alir pelaksanaan praktikum


DAFTAR PUSTAKA

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. Sayuran Dunia 3 Prinsip Produksi dan Gizi.
Edisi Kedua. ITB. Bandung.

Tranggono dan Sutardi, 1990.Biokima dan Teknologi Pasca Panen.Universitas


Gajah Mada, Yogyakarta.

Wills, R.B.H, W.B. Mc. Glasson, D.Graham, T.H. Lee and E.G. Hall. 1998.
Postharvest an Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and
Vegetables. An Avi Book, Reinhold. New York.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai