Anda di halaman 1dari 15

A.

Media Pembelajaran IPS di SD

1. Pengertian Media

Secara harafiah kata “media” berasal dari bahasa Latin, yang merupakan bentuk jamak dari
“medium” yang berarti perantara atau alat (sarana) untuk mencapai sesuatu. Assosistion for Education
and Communication Technology(AECT) mendifinisikan media adalah segala bentuk yang dipergunakan
untuk suatu proses penyaluran informasi. Sedangkan Education Assiciation (NEA) mendefinisikan
media sebagai benda yang dapat dimanipulaksikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta
instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat
mempengaruhi efektifitas program instruksional. Lebih jelas lagiKoyo K dan Zulkarimen Nst.
(1983)mendefinisikan media sebagai berikut:“Media adalah sesuatu yang dapat menyalurkan pesan
dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong
tercapainya proses belajar pada dirinya”.

Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat
menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa, sehingga dapat
terjadi proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara efektif memungkinkan siswa dapat
belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Sedangkan media pengajaran (Kosasih Djahiri.1978/1979:66) adalah segala alat bantu yang
dapat memperlancar keberhasilan mengajar. Alat bantu mengajar ini berfungsi membantu efisiensi
pencapaian tujuan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar, guru harus selalu menghubungkan
alat bantu mengajar dengan kegiatan mengajarnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud media adalah alat atau sarana yang digunakan sebagai perantara (medium) untuk
menyampaikan pesan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses
komunikasi yang didalamnya ada unsur-unsur: sumber pesan (guru), penerima pesan (siswa), dan
pesan yaitu materi pelajaran yang diambil dari kurikulum.

2. Fungsi Media

Di dalam proses belajar mengajar dewasa ini, masih banyak guru-guru yang enggan
memanfaatkan media yang tersedia. Tetapi terjadi kecenderungan para siswa dibiasakan sekedar
mendengarkan apa yang diajarkan oleh guru, kemudian mencatat, dan dipaksa menghafalkan di luar
kepala, atau sering dikenal dengan istilah duduk, dengar, catat, hafal.

Keadaan seperti ini akan menghasilkan sikap verbalisme yang mengakibatkan siswa hanya
pasif di dalam proses belajar mengajar. Dalam rangka menciptakan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
serta mengembangkan keterampilan proses pada siswa, penggunaan berbagai macam media
(multimedia) sangat membantu proses pembelajaran. Pada hakikatnya proses pembelajaran adalah
proses komunikasi, kegiatan di kelas merupakan tempat guru dan siswa melakukan tukar pikiran dan
mengembangkan ide-idenya. Dalam berkomunikasi sering terjadi penyimpangan-penyimpangan
sehingga komunikasi menjadi tidak efektif karena adanya kecenderungan verbalisme, ketidak siapan,
dan kurangnya minat siswa. Salah satu usaha mengatasinya adalah dengan menggunakan media
secara terintegrasi dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu penggunaan media harus dirancang, disiapkan, dipilih dan disusun secara
cermat sesuai dengan tujuan instruksional yang hendak dicapai. Sebagai salah satu komponen sistem,
maka media ikut mempengaruhi bekerjanya komponen lain, dengan demikian ikut menentukan
keberhasilan proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa media bukan lagi sekedar sebagai alat
bantu, tetapi merupakan bagian integral dari sistem instruksional. Maka penggunaan media dalam
proses pembelajaran mutlak diperlukan. Penggunaan media dalam proses pembelajaran,
menurut Basyaruddin Usman dan H. Asnawir (2002; 13-15) mempunyai nilai-nilai praktis sebagai
berikut:

a) Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.

Pengalaman masing-masing individu sangat beragam, misalnya dua siswa yang berasal
dari dua lingkungan keluarga dan masyarakat yang berbeda akan menentukan
pengalaman yang berbeda pula. Media dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.

b) Media dapat mengatasi ruang kelas

Di dalam kelas banyak hal yang sulit untuk dialami langsung oleh siswa. Misalnya obyek
yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang terlalu cepat atau terlalu
lambat, dan hal-hal yang terlalu komplek, semuanya dapat diperjelas dengan
menggunakan media.

c) Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan

Misalnya mengamati, mengidentifikasi gejala fisik/lingkungan dan masalah-masalah


sosial di masyarakat.

d) Media menghasilkan keseragaman pengamatan

Pengamatan yang dilakukan siswa secara bersama-sama dapat diarahkan kepada hal-hal
yang penting sesuai tujuan yang ingin dicapai.

e) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis

Penggunaan media gambar, film model, grafik, atau bahkan benda-aslinya dapat
memberikan konsep yang benar.

f) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru

Dengan menggunakan media, pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam,
pemahaman konsep-konsep semakin lengkap. Dengan demikian menambah rasa ingin
tahu siswa, selanjutnya dapat menimbulkan minat baru untuk belajar.

g) Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar


Pemasangan gambar dengan warna yang menarik di papan tulis, mendengarkan siaran
radio, pemutaran film, semuanya itu dapat menimbulkan rangsangan untuk belajar lebih
lanjut.

h) Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari sesuatu yang konkrit sampai
kepada sesuatu yang abstrak

Pemutaran film tentang suatu benda atau peristiwa yang tidak dapat dilihat secara
langsung oleh siswa akan memberikan gambaran secara konkrit tentang wujud, ukuran,
dan lokasi. Selain itu juga dapat pula mengarahkan kepada generalisasi tentang arti
kepercayaan dan kebudayaan. Dengan konsepsi yang semakin mantap itu fungsi media
dalam kegiatan pembelajaran tidak lagi sekedar sebagai alat bantu, melainkan sebagai
pembawa informasi/pesan pembelajaran yang dibutuhkan siswa.

Oleh karena itu penggunaan media dalam pembelajaran harus dipersiapkan


secara matang. Sebelum menetapkan jenis media apa yang akan digunakan dalam
proses pembelajarannya, sebaiknya seorang guru memperhatikan hal-hal penting
tentang media pengajaran.

3. Jenis-jenis Media dalam Pengajaran IPS

Jenis-jenis media pengajaran yang dapat di siapkan dan dikembangkan dalam

a. Media yang tidak diproyeksikan

Jenis media ini tidak memerlukan proyektor (alat proyeksi) untuk melihatnya. media yang
tidak diproyeksikan ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: gambar diam, bahan-
bahan grafis, serta model dan realita (Mukminan. 2000 :91).

1) Gambar diam (still- picture)

Gambar diam adalah gambar fotografik atau menyerupai foto-grafik yang


menggambarkan lokasi atau tempat, benda-benda serta obyek-obyek tertentu.
Gambar diam yang paling banyak digunakan dalam pengajaran IPS adalah peta,
gambar obyek-obyek tertentu, misalnya: gunung, pegunungan, lereng, lembah serta
benda-benda bersejarah.

2) Bahan-bahan grafis (graphic-materials)

Bahan-bahan grafis adalah bahan-bahan non fotografik dan bersifat dua dimensi yang
dirancang terutama untuk mengkomunikasikan suatu pesan kepada siswa(audience).
Bahan grafis ini umumnya memuat lambanglambang verbal dan tanda- tanda visual
secara simbolis. Bahan-bahan grafis ini terdiri dari: grafik, diagram, chart, sketsa,
poster, kartun, dan komik.

3) Model dan realita


Model adalah media yang menyerupai benda yang sebenarnya dan bersifat tiga
dimensi. Jadi benda ini merupakan tiruan dari benda atau obyek sebenarnya yang
sudah disederhanakan. Dengan model ini siswa mendapatkan pengertian yang konkrit
tentang benda atau obyek yang sebenarnya dalam bentuk yang disederhanakan
(diperbesar atau diperkecil). Model seperti ini banyak dipakai di sekolah-sekolah
dewasa ini, misalnya: model gunung berapi yang dibuat dari ( tanah liat, kertas atau
semen ), tiruan tentang rumah, model candi, pabrik, model tiruan bumi (globe) dan
sebagainya. Realita adalah model dan benda yang sesungguhnya seperti: uang logam,
tumbuh-tumbuhan, alat-alat, binatang yang pada umumnya tidak dianggap sebagai
visual, karena istilah visual mengandung makna representative (mewakili suatu
benda/obyek dan bukan benda itu sendiri). Media semacam ini banyak digunakan
dalam proses pembelajaran di sekolah.

b. Media visual yang diproyeksikan

Media visual yang diproyeksikan adalah jenis media yang terdiri dari dua macam yaitu:
media proyeksi yang tidak bergerak dan media proyeksi yang bergerak.

1) Media proyeksi yang tidak bergerak:

a) Slide

Slide adalah gambar atau “image” transparant yang diberi bingkai yang
diproyeksikan dengan cahaya melalui sebuah proyektor. Slide dapat ditampilkan
satu persatu, sesuai dengan keinginan. Ada pula yang urutan penampilannya
sudah diatur sedemikian rupa dan diberi suara, sehingga disebut slide suara
(sound slide). Presentasi slide berada di bawah control guru, sehingga kecepatan
serta frekwensi putarnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

b) Film strip (film rangkai)

Pada dasarnya film stip ini sama dengan slide. Perbedaan yang prinsip: kalau slide
menyajikan gambarnya secara terpisah atau satu persatu, sedang film strip
gambar-gambar itu tidak terpisah tetapi sudah tersusun secara teratur
berdasarkan sequencenya. Seperti slide, film strip dapat disajikan dalam bentuk
bisu (tanpa suara) atau dengan suara (sound-film).

c)Overhead Projector (OHP)

OHP adalah alat yang dirancang untuk menayangkan bahan yang berbentuk
lembaran trasparansi berisi tulisan, diagram, atau gambar dan diproyeksikan ke
layar yang terletak di belakang operatornya.

d) Opaque Projector
Media ini disebut demikian karena yang diproyeksikan bukan transparansi, tetapi
bahan-bahan sebenarnya, baik benda-benda datar atau tiga dimensi, seperti mata
uang dan model-model.

e)Micro Projection

Berguna untuk memproyeksikan benda-benda yang terlalu kecil (yang biasanya


diamati dengan microscope), sehingga dapat diamati secara jelas oleh seluruh
siswa.

2) Media Proyeksi yang Bergerak

a) Film

Sebagai media pengajaran film sangat bagus untuk menerangkan suatu proses,
gerakan, perubahan, atau pengulangan berbagai peristiwa masa lampau. Film
dapat berupa visual saja, apabila film itu tanpa suara, dan dapat bersifat audio-
visual, apabila film itu dengan suara.

b) Film Loop (Loop-film)

Media ini berbentuk serangkaian film ukuran 8 mm atau 16 mm yang ujung-


ujungnya saling bersambungan, sehingga dapat berputar terus berulang-ulang
selama tidak dimatikan. Karena tanpa suara (silent) maka guru harus memberi
narasi (komentar) sendiri, sementara film terus berputar.

c)Televisi

Sebagai suatu media pendidikan, TV mempunyai beberapa kelebihan antara lain:


menarik, up to date, dan selalu siap diterima oleh anak-anak karena dapat
merupakan bagian dari kehidupan luar sekolah mereka. Sifatnya langsung dan
nyata. Melalui TV siswa akan mengetahui kejadian-kejadin mutakhir, mereka
dapat mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh penting, serta melihat dan
mendengarkan pendapat mereka.

d) Video Tape Recorder (VTR)

Walaupun sebagian fungsi film dapat digantikan oleh video, namun tidak berarti
bahwa video tape akan menggantikan film, karena masing-masing mempunyai
karakteristik tersendiri.

c. Media Audio

Media audio adalah berbagai bentuk atau cara perekaman dan transmisi suara
(manusia dan suara lainnya) untuk kepentingan tujuan pembelajaran. Yang termasuk
media audio adalah:

1) Radio Pendidikan
Media ini dianggap penting dalam dunia pendidikan, sebab dapat berguna bagi semua
tingkat pendidikan. Melalui radio, orang dapat menyampaikan ide-ide baru, kejadian-
kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dalam dunia pendidikan. Dibanding media
yang lain, radio mempunyai kelebihan-kelebihan, diantaranya: daya jangkauannya
cukup luas, dalam waktu singkat, radio dapat menjangkau audienceyang sangat besar
jumlahnya, dan berjauhan lokasinya. Tetapi karena sifat komunikasinya hanya satu
arah menyebabkan hasilnya sulit untuk dikontrol.

2) Rekaman Pendidikan.

Melalui rekaman (recording), dapat direkam kejadian-kejadian penting, seperti:


pidato, ceramah, hasil wawancara, diskusi, dan sebagainya. Selain itu juga dapat
digunakan untuk merekam suara-suara tertentu, seperti: nyanyian, musik, suara
orang atau suara binatang tertentu yang tidak mungkin didengar langsung di ruangan
kelas. Kelebihan rekaman ini adalah “play-back” dapat dilakukan sewaktu-waktu dan
berulang-ulang, sehingga bagi guru mudah melakukan kontrol.

d. Sistem Multi Media

Sistem multi media adalah kombinasi dari media dasar audio visual dan visual yang
dipergunakan untuk tujuan pembelajaran. Jadi penggunaan secara kombinasi dua atau
lebih media pengajaran, dikenal dengan sistem multi media. Perlu dimengerti bahwa
konsep multi media ini, bukan sekedar penggunaan media secara majemuk untuk suatu
tujuan pembelajaran, namun mencakup pengertian perlunya integrasi masing-masing
media yang digunakan dalam suatu penyajian yang tersusun secara baik (sistematik).
Masing-masing media dalam sistem media ini dirancang untuk saling melengkapi,
sehingga secara keseluruhan, media yang dipergunakan akan lebih besar peranannya dari
pada sekedar penjumlahan dari masing-masing media. Bentuk-bentuk sistem multi media
yang banyak digunakan di sekolah adalah kombinasi slide suara, kombinasi sistem audio
kaset, dan kit (peralatan) multi media. Satu perangkat (kit) multi media adalah suatu
gabungan bahan-bahan pembelajaran yang meliputi dari satu jenis media dan disusun
atau digabungkan berdasarkan atas satu topik tertentu. Perangkat (kit) itu dapat
mencakup slide, film rangkai, pita suara, piringan hitam, gambar diam, grafik,
transparansi, peta, buku kerja, chart, model dan benda sebenarnya.

4. Teknik Pemilihan Media Dalam Pengajaran IPS

Media sebagai salah satu sarana dalam rangka membantu meningkatkan proses
pembelajaran, mempunyai aneka ragam jenis dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu
seorang guru professional seharusnya memiliki kemampuan memilih secara cermat dan dapat
menggunakan media pengajaran secara tepat.

Menurut M Basyiruddin Usman danH. Asnawir (2002), ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam memilih media, antara lain: tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software), mutu teknis, dan biaya. Oleh karena itu beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
dalam memilih media, antara lain:

a. Media yang dipilih hendaknya selaras dan menunjang tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Tujuan pembelajaran merupakan komponen utama yang harus diperhatikan
dalam memilih media. Dalam penerapan media harus jelas dan operasional, spesifik, dan
benar-benar tergambar dalam bentuk perilaku.

b. Aspek materi, merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media. Sesuai
tidaknya antara materi dengan media yang digunakan akan berdampak pada hasil
pembelajaran.

c. Kondisi siswa, dari segi subyek belajar, guru harus memperhatikan betul-betul tentang
kondisi siswa dalam memilih media. Misalnya faktor umur, intelegensi, latar belakang
pendidikan, budaya, dan lingkungan anak menjadi titik perhtian dan pertimbangan dalam
memilih media.

d. Ketersediaan media di sekolah atau memungkinkan bagi guru untuk mendesain sendiri
media yang akan dipergunakan, merupaka hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru.
Seringkali guru menganggap bahwa suatu media sangat tepat digunakan untuk suatu
pokok bahasan/tema tertentu, tetapi di sekolah tersebut tidak tersedia media yang
diperlukan. Sedangkan untuk mendesain atau merancang suatu media yang dikehendaki
tidak mungkin dilakukan oleh guru.

e. Media yang dipilih hendaknya dapat menjelaskan apa yang akan disampaikan kepada
siswa secara tepat, dalam arti tujuan yang ditetapkan dapat tercapai secara optimal.

f. Biaya yang akan dikeluarkan dalam pemanfaatan media harus seimbang dengan hasil yang
akan dicapai. Media sederhana mungkin akan lebih menguntungkan dari pada
menggunakan media canggih tetapi hasil yang dicapai tidak sebanding dengan dana yang
dikeluarkan.

B. Metode Pengajaran IPS

1. Pengertian Metode Mengajar

Kata metode berasal dari bahasa latin yaitu “methodo” yang berarti “jalan”. Dengan demikian
metode bersangkut paut dengan pemilihan jalan, arah atau pola dalam berbuat sesuatu untuk
mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan mengajar dapat diartikan sebagai suatu proses membawa anak
didik dari suatu tingkat kecakapan tertentu ke tingkat kecakapan yang menjadi tujuan pendidikan.
Sehubungan dengan hal tersebut Winarno Surachmad (1976:76), menyatakan bahwa metode adalah
cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan mengajar
diartikan sebagai penciptaan suatu system lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar
(T. Raka Joni. 1980:1).
Dengan demikian metode mengajar adalah metode yang dipergunakan oleh seorang pengajar
untuk membawa anak didiknya ke tujuan pengajarannya (E. Kusmana. 1974:1). Lebih jelas lagi
ditegaskan oleh Winarno Surachmad (1961), bahwa metode mengajar adalah cara-cara pelaksanaan
proses belajar mengajar, atau bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-
murid di sekolah.

Jadi jelas bahwa metode adalah cara yang dianggap efisien yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan suatu mata pelajaran tertentu kepada siswa, agar tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya dalam proses kegiatan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Makin tepat
metodenya diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut. Tujuan adalah pedoman yang
memberi petunjuk akan dibawa ke arah mana kegiatan pembelajaran tersebut. Guru tidak dapat
membawa kegiatan pembelajaran menurut kehendaknya sendiri dan mengabaikan tujuan yang telah
dirumuskan.

Tujuan dari kegiatan pembelajaran tidak akan tercapai tanpa adanya komponen-komponen
lainnya, salah satu diantaranya adalah metode. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan.
Dengan memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan yang telah
dirumuskan. Maka ketika tujuan dirumuskan agar anak didik mempunyai keterampilan tertentu, maka
metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Oleh karena itu guru harus menggunakan
metode yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk
mencapai tujuan.

Oleh karena itu dalam proses kegiatan pembelajaran dapat digunakan lebih dari satu metode
(multi metode). Sehubungan dengan hal tersebut seorang guru dituntut untuk menguasai macam-
macam metode mengajar sehingga dapat menentukan metode apa yang paling tepat digunakan
dalam proses pembelajarannya, sehingga kecakapan dan pengetahuan yang diberikan oleh guru betul-
betul menjadi milik siswa.

Menurut Winarno Surahmad (1990:97) mengatakan, bahwa pemilihan dan penentuan


metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Anak Didik

Di dalam kelas guru akan menghadapi siswanya yang mempunyai perbedaan-


perbedaan; jenis kelamin, latar belakang kehidupan, status sosial, kecerdasan, kreatifitas,
dan perilakunya. Perbedaan individual siswa tersebut akan mempengaruhi guru untuk
memilih dan menentukan metode mana yang cocok, untuk mencapai lingkungan belajar
yang aktif dan kreatif, sehingga tujuan pembelajaran tercapai susuai yang direncanakan.
Dengan demikian kematangan siswa yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan
penentuan metode.

b. Tujuan
Perumusan tujuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa, proses
pembelajaran, dan pemilihan metode. Metode yang dipilih guru harus sesuaidengan taraf
kemampuan siswa, artinya metode harus tunduk terhadap tujuan.

c. Situasi

Situasi kegiatan pembelajaran yang diciptakan guru dari hari ke hari tidak selalu sama.
Dalam hal ini guru tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan yang diciptakan.
Misalnya, sesuai dengan sifat bahan dan tujuan yang akan dicapai, maka guru
menciptakan lingkungan belajar secara kelompok. Siswa dibagi menjadi beberapa
kelompok, masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah.
Dengan demikian guru telah menerapkan metodeproblem solving. Jadi jelas bahwa situasi
yang diciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.

d. Fasilitator

Merupakan kelengkapan yang menunjang proses pembelajaran. Lengkap tidaknya


fasilitas akan menentukan pemilihan metode mengajar. Karena tidak adanya
laboratorium IPA, maka kegiatan praktikum, eksperimen, demonstrasi, dan inkuiri tidak
dapat dilaksanakan. Demikian juga di dalam pembelajaran IPS, karena tidak ada
laboratoriumnya maka kegiatan inkuiri, demonstrasi, sosiodrama, dan simulasi tidak
dapat dilaksanakan secara optimal. Namun masalah ini dapat dilaksanakan dengan
menggunakan lingkungan dan masyarakat sebagai laboratorium IPS. Tentu saja guru harus
melihat materi yang akan disampaikan, kecocokan metode, dan fasilitas yang tersedia.

e. Guru

Latar belakang pendidikan dan kemampuan guru akan mempengaruhi kompetensi.


Kurangnya kemampuan terhadap berbagai metode akan menjadi kendala dalam memilih
dan menentukan metode, apalagi belum mempunyai pengalaman mengajar yang
memadai. Oleh karena itu dapatlah dipahami bahwa kepribadian, latar belakang
pendidikan, dan pengalaman mengajar adalah permasalahan intern guru yang dapat
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.

2. Kriteria Menentukan Metode Pembelajaran

Anda sudah belajar tentang macam-mcam metode yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran IPS di SD. Permasalahan yng timbul sekarang adalah bagaimana Anda memilih metode
atau pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa. Berhubungan
dengan hal tersebut menurut Cheppy HC (tt;80) ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan metode, antara lain:

a. Tujuan
Tujuan merupakan landasan utama untuk menentukan metode sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Misalnya jika guru akan mengembangkan sikap dalam kehidupan
keluarga, maka metode yang dipilih adalah sosiodram

b. Kebutuhan dan minat anak

Kebutuhan individu itu berbeda-beda, misalnya beberapa anak memerlukan pengalaman


tertentu, sedang yang lain memerlukan aktivitas tertentu pula. Sebagai guru harus
mengetahui kebutuhan-kebutuhan anak untuk menentukan rencana kegiatan
pembelajaran. Pada kelas rendah, diperlukan aktivitas yang bertumpu pada bahan-bahan
buku bacaan, sosiodrama, permainan, membaca ceritera, dan penyusunan bagan. Minat
anak sebagian juga ditentukan oleh metode yang digunakan guru. Siswa yang gemar
mengkoleksi perangko dan pakaian adat akan berbeda dengan siswa yang gemar
membaca ataupun melalui akting. Oleh karena itu dengan mengenal perbedaan-
perbedaan siswa tersebut, guru akan mudah untuk menentukan metode yang akan
digunakan.

c. Cara Penampilan Guru

Kepribadian guru dapat dilihat melaluai penampilannya waktu mengajar. Dalam beberapa
hal ia telah mengembangkan cara mengajar yang mengesankan, di lain pihak ia memang
pandai memilih metode yang tepat, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan.
Guru seperti itulah yang harus tampil di kelas untuk mengajar mata pelajaran IPS. Guru
hendaknya memiliki keterampilan memilih metode, dan memiliki keberanian untuk
mencoba berbagai metode sebagai variasi dalam mengajar. Peranan guru dalam kegiatan
belajar mengajar akan tampak dalam metode yang diterapkan dalam proses
pembelajaran.

3. Macam-macam Metode/Pendekatan Pembelajaran IPS

Dewasa ini timbul kesan bahwa pengajaran IPS membosankan, dikarenakan materinya terlalu
luas dan hanya menghafalkan fakta-fakta. Selain itu metode pembelajaran yang pergunakan oleh guru
kurang menarik bagi siswa, bahkan guru seringkali tidak mempunyai acuan yang jelas dan tidak
menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif dan kreatif. Kebosana juga muncul karena materi
pelajaran tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan konteks kehidupan anak. Oleh karena itu
harus diciptakan metode mengajar yang dapat mengaktifkan siswa. Tuntutan dalam dunia pendidikan
sekarang ini sudah berubah, proses pembelajaran tidak bisa lagi hanya sekedar menstransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Guru harus merubah paradikma tersebut dengan kegiatan
pembelajaran yang aktif dan kreatif. Sehubungan dengan hal tersebut Anita Lie (2002:4-5),
menyatakan bahwa guru harus menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran berdasarkan
beberapa pokok pemikiran antara lain:

a. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.

b. Siswa membangun pengetahuannya secara aktif.


c. Guru harus berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa.

d. Pendidikan adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru dan
siswa.

Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus menciptakan proses
pembelajaran yang mengaktifkan siswa, sehingga dapat menemukan sendiri pengetahuanya.
Untuk itu guru harus memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar siswa. Oleh karena itu
guru harus merencanakan pembelajaran dengan menerapkan metode atau pendekatan
pembelajaran yang aktif dan kreatif. Dalam uraian berikut akan diberikan gambaran atau
penjelasan singkat tentang metode/pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di
dalam pengajaran IPS antara lain:

a. Contectual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan Contectual Teaching and Learning (CTL), merupakan konsep belajar yang
mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Hal ini akan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan konsep tersebut diharapkan hasil pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk siswa bekerja dan
mengalami secara langsung, bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan guru kepada
siswa. Jadi CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membantu
siswa memahami makna dalam materi pelajaran yang mereka pelajari, kemudian
menghubungkan dengan kontek kehidupan sehari-hari, yaitu kontek lingkungan pribadi,
sosial, dan budayanya. Tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan. Oleh
karena itu guru harus merencanakan kegiatan pembelajaran yang aktif untuk menemukan
pengetahuan atau konsep baru.

1) Karakterstik Pendekatan Pembelajaran CTL

(a) Kerja sama.

(b) Menyenangkan.

(c) Pembelajaran terintegrasi.

(d) Menggunakan berbagai sumber.

(e) Siswa (aktif, kreatif, dan kritis), guru (harus kreatif).

(f) Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, misalnya peta,
gambar, ceritera, puisi.

(g) Laporan kepada orang tua tidak hanya berupa rapor, tetapi dapat berupa hasil
karya siswa, misalnya laporan / tugas, karangan.
b. Cooperative Learning

Falsafah yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning bahwa


manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa kerja sama kehidupan manusia akan terganggu,
karena manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain.

Cooperative Learning, atau sering disebut dengan kooperasi, adalah suatu


pendekatan pembelajaran yang berisi serangkaian aktivitas yang diorganisasikan,
pembelajaran tersebut difokuskan pada pertukaran informasi terstruktur antar siswa
dalam kelompok yang bersifat sosial dan pembelajar bertanggungjawab atas tugasnya
masing-masing. Menurut Thomson, dkk. (1995), di dalam pembelajaran cooperative
learning, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu
sama lain. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4 atau 5
siswa, dengan kemampuan yang heterogin. Maksud kelompok heterogin adalah terdiri
dari bermacam-macam latar belakang kemampuan siswa, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, dan latar belakang social budaya. Hal ini sangat bermanfaat karena untuk melatih
siswa dapat menerima perbedaan pendapat dan bekerja sama dengan teman yang
berbeda latar belakangnya. Dalam pembelajaran cooperative learning proses belajar
tidak harus berasal dari guru ke siswa, melainkan dapat juga siswa saling mengajar sesama
siswa lainnya. Bahkan menurut Anita Lie (2002:30), menyatakan bahwa pengajaran oleh
rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif dari pada pengajaran oleh guru. Hal ini
disebabkan latar belakang, pengalaman, (dalam pendidikan sering disebut skemata) para
siswa mirip satu dengan lainnya dibanding dengan skemata guru. Selanjutnya Roger dan
David Johnson (dalam Anita Lie, 2002) menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok
dapat dianggapcooperative learning. Ada lima prinsip untuk mencapai hasil maksimal dari
pembelajaran dengan model cooperative learning yang harus dikembangkan, antara lain:

a)saling ketergantungan;

b) tanggungjawab perseorangan

c)tatap muka

d) komunikasi antar anggota; dan

e)evaluasi proses kelompok.

c. Metode Karyawisata

Suryobroto(1986:51)memberi batasan karyawisata sebagai kegiatan belajar


mengajar dengan mengunjungi obyek yang sebenarnya yang ada hubungannya
dengan pelajaran tertentu. Sedangkan menurut Nursid Sumaatmadja (1980:113),
menyatakan bahwa karyawisata adalah suatu kunjungan ke obyek tertentu di luar
lingkungan sekolah, di bawah bimbingan guru IPS, yang bertujuan untuk mencapai
tujuan instruksional tertentu Sehubungan dengan hal tersebut metode karyawisata
dapat dilaksanakan dengan mengadakan perjalanan dan kunjungan yang hanya
beberapa jam saja ke tempat atau daerah yang tidak begitu jauh dari sekolah, asalkan
maksudnya memenuhi tujuan instruksional IPS.

Jadi jangan terlalu membayangkan bahwa metode karyawisata itu harus


dilaksanakan dengan menempuh suatu perjalanan yang jauh, menggunakan waktu
berhari-hari, dan menghabiskan biaya yang besar. Inilah hakekat karyawisata dalam
pengajaran IPS yang berbeda dengan wisata atau tamasya. Seorang guru dapat
menerapkan metode karyawisata dengan terarah dan sesuai dengan tujuan
instruksinalnya, apabila guru memperhatikan hal-hal seperti tersebut dibawah ini:

1) Mengetahui hakikat metode karyawisata.

2) Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode karyawisata.

3) Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum pelaksanaannya.

4) Mempunyai keterampilan memilih pokok-pokok bahasan yang cocok


dikembangkan dengan metode karyawisata.

Selain itu guru juga harus memperhatikan keadaan siswa yang akan terlibatdalam
proses belajar mengajar, bahwa:

1) Siswa memiliki dorongan minat dan perhatian terhadap apa yang sedang
dipelajari (sense of interest).

2) Siswa memiliki dorongan untuk melihat kenyataan (sense of reality ).

3) Siswa memiliki dorongan untuk menemukan sendiri hal-hal yang menarik


perhatiannya ( sense of discovery )

Ketiga hakikat naluriah yang ada pada diri siswa tersebut di atas
harusmandapat perhatian guru, untuk selanjutnya dibina dan dikembangkan
padapengajaran IPS. Dalam melaksanakan metode karyawisata harus tetap
diusahakan mengembangkan minat siswa yang dilibatkan. Dari minat siswa yang
tinggi tersebut, kita arahkan mereka untuk mencocokkan hal-hal yang mereka
peroleh di dalam kelas dengan kenyataan yang dijumpai di masyarakat. Selanjutnya
melalui proses berikutnya siswa akan mampu menemukan sendiri gejala-gejala dan
masalah-masalah yang menjadi pokok bahasan di kelas pada kenyataan praktisnya di
masyarakat atau di lapangan. Proses pengembangan dan pemantapan sense of
discovery inilah yang akan membantu siswa menjadiseorang peneliti.

d. Metode Role Playing ( Bermain Peran)

Berbicara masalah metode role playing tidak bisa lepas dari metode
sosiodrama, sebab keduanya sama-sama dapat diterapkan dalam pengajaran IPS yang
sukar dipisahkan satu sama lainnya. Role playing adalah salah satu bentuk permainan
pendidikan yang dipakai untuk menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan
tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berpikir orang lain(Husein
Achmad. 1981:80). Dengan demikian role playingadalah merupakan suatu teknik atau
cara agar para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan.
Sedangkan sosiodrama berarti mandramatisasikan cara tingkah laku di dalam
hubungan sosial (Winarno Surachmad. 1973:125). Jadi metode sosiodrama adalah
cara mengungkapkan kehidupan dan hubungan sosial secara keseluruhannya pada
sekelompok siswa. Sedangkan metode bermain peran ditekankan kepada setiap
individu siswa dalam memerankan suatu tokoh tertentu pada drama yang
bersangkutan. Dengan metode bermain peran, diharapkan siswa dapat menghayati
dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai
situasi. Metode bermain peran yang direncanakan dengan baik dapat menanamkan
kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain, menghargai
pendapat dan kemampuan orang lain dan belajar mengambil keputusan dalam
hubungan kerja kelompok. Metode ini dapat diterapkan pada pengajaran IPS dengan
pokok bahasan tentang hubungan kehidupan sosial, misalnya: peranan tokoh-tokoh,
susunan dan masyarakat feudal. Melalui metode bermain peran dapat melibatkan
aspek-aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. Aspek kognitif meliputi pemecahan
masalah, aspek afektif meliputi sikap, nilai-niali pribadi/orang lain, membandingkan,
mempertentangkan nilai-nilai, mengembangkan empati atas dasar tokoh yang
mereka perankan. Sedangkan aspek psikomotor terlihat ketika siswa memainkan
peran di depan kelas. Dengan demikian diharapkan, minat dan perhatian siswa
terhadap pelajaran IPS yang selalu kaku dan menjemukan dapat disegarkan kembali.

e. Metode Simulasi.

Istilah simulasi berasal dari kata simulate yang berarti pura-pura, dan
simulation yang berarti tiruan atau perbuatan yang hanya pura-pura. Menurut
SoliAbimanyu (1980), bahwa simulasi adalah tiruan atau perbuatan yang hanya pura-
pura saja. Dengan demikian simulasi itu dapat digunakan untuk melakukan proses-
proses tingkah laku secara imitasi. Sebagai contohnya simulasi tentang seorang
pemimpin yang otoriter, simulasi mengajar dan sebagainya. Sebagai metode
mengajar, simulasi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperoleh
pemahaman akan hakikat dari suatu konsep, prinsip atau sesuatu keterampilan
tertentu melalui proses kegiatan atau latihan dalam situasi tiruan.
(B.Suryobroto,1986:63).

Dalam simulasi guru bertindak sebagai fasilitator, guru dalam menghadapi


siswanya harus bersikap membantu dan tidak bersikap menilai. Guru harus
membantu siswa mengembangkan pengertian dan penafsirannya terhadap
peraturan-peraturan permainan. Guru harus mendorong keikut-sertaan siswa dan
membantu siswa menghadapi ketidakpastian. Oleh karena dalam simulasi siswa
belajar dari pengalaman yang disimulasikan, bukan belajar dari ceramah atau pidato
dari guru, maka dalam hal ini guru berperan sebagai:

a) Informan

Guru harus menjelaskan tentang simulasi, karena siswa harus benar-benar


mentaati aturan-aturan main yang sudah ditentukan, terutama bagaimana cara
memulainya.. Siswa harus mengetahui atau menyadari implikasi dari setiap
kegiatan simulasi. Guru dalam memberi penjelasan, harus seminimal mungkin,
jelas, tidak bertele-tele, dan tidak perlu diulang-ulang.

b) Mengawasi atau mewasiti simulasi

Guru harus mengawasi keikut-sertaan siswa dalam simulasi agar dapat


memperoleh manfaat sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini guru harus bertindak
sebagai wasit, yaitu memegang ketet aturan-aturan mainnya, tetapi ia sendiri
tidak ikut main.

c) Melatih siswa

Dalam melatih, guru harus bertindak sebagai penasehat supportif bukan sebagai
pengkotbah atau tukang menegakkan disiplin. Misalnya guru harus memberi
nasehat kepada siswanya yang meminta atau memerlukan (seperti pada siswa
yang pemalu).

Anda mungkin juga menyukai