Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN GIZI LEBIH

Disusun Oleh :
Suci Safira
(1716010010)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
SIMPANG MESRA, BANDA ACEH
2018/2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
atas karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Gangguan Gizi Ganda” untuk memenuhi salah satu syarat dalam melengkapi
tugas mata kuliah Epidemiologi Pangan dan Gizi. Tak lupa pula sholawat serta
salam penulis hanturkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari alam jahiliyah kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan
seperti sekarang ini.
Dalam penyelesaian penulisan makalah ini, penulis mendapat bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, melalui kata
pengantar ini penulis menyampaikan ungkapan rasa terima kasih kepada bapak
selaku dosen pembimbing makalah. Segala usaha telah dilakukan untuk
menyempurnakan makalah ini. Namun, penulis menyadari bahwa dalam
keseluruhan makalah ini bukan tidak mustahil dapat ditemukan kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, penulis mengharapakan saran yang dapat dijadikan
masukan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, 25 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAT ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan Penulis ............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3


A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Seseorang ......... 3
B. Fenomena di Masyarakat Masalah Gizi Buruk ........................... 5
C. Penyebab Gizi Ganda .................................................................. 8
D. Perbedaan Malnutrisi Primer dengan Malnutrisi Sekunder......... 8
E. Masalah Gizi pada Era Globalisasi.............................................. 10
F. Program Perbaikan Gizi dan Kesehatan di Masa Depan ............. 11

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 13


A. Kesimpulan .................................................................................. 13
B. Saran ............................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 15

ii
2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi saat ini memasuki masalah gizi ganda, dimana masalah gizi kurang
masih belum teratasi dengan baik, sementara itu muncul lagi masalah gizi lebih. Kelebihan
gizi dapat terjadi pada anak- anak hingga dewasa. Gizi lebih (overweight dan obesitas)
disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk dengan
yang dibutuhkan oleh tubuh.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2018, jumlah anak danremaja
di dunia yang mengalami obesitas meningkat sepuluh kali lipat dalam 40 tahun terakhir.
Pada tahun 2016, Prevalensi gizi lebih pada usia 5-19 tahun mencapai 216 juta anak.
Obesitas pada anak terus meningkat di negara-negara di dunia dengan ekonomi dan
penghasilan yang cukup tinggi, peningkatan prevalensi obesitas pada remaja dan anak
dengan angka tertinggi terdapat pada wilayah Asia Timur, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Peningkatan yang sangat cepat pada akhir-akhir ini terjadi dinegara-negara yang terletak di
Asia.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi gizi lebih pada remaja umur 13-15
tahun di Indonesia adalah 10,8 %, terdiri dari 2,5 % sangat gemuk dan 8,3 % gemuk.
Prevalensi gizi lebih terlihat paling rendah di Nusa Tenggara Timur yaitu sebanyak 3,5 %
dan yang paling tinggi terdapat di Papua sebanyak 16,7 %. Prevalensi status gizi
lebih di Sumatera Barat pada remaja umur 13-15 tahun adalah 10,4% yang terdiri dari 2,1%
sangat gemuk, dan gemuk 8,3%.
Masa remaja merupakan masa fundamental dimana terjadi pertumbuhan dan
perkembangan pesat yang akan berdampak pada usia selanjutnya. Namun masalah gizi
pada remaja belum banyak mendapat perhatian, masih banyak indikator gizi dan kesehatan
remaja yang perlu diperbaiki. Meningkatnya prevalensi gizi lebih pada remaja disebabkan
oleh perubahan gaya hidup pada remaja, salah satunya terjadi perubahan pola makan dimana
remaja lebih suka makanan berkalori tinggi, hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan
terkait gizi seimbang yang dimiliki oleh remaja itu sendiri. Gizi Lebih pada remaja dapat
menurunkan rasa percaya dirinya dan menyebabkan gangguan psikologis yang cukup
serius. Selain itu juga sangat besar dampaknya pada resiko penyakit degeneratif.
Pada hakikatnya masalah gizi lebih berpangkal pada terbatasnya pengetahuan tentang
gizi terutama gizi seimbang. Pengetahuan gizi seimbang akan mempengaruhi kebiasaan
makan atau perilaku makan suatu kelompok masyarakat. Banyak remaja yang kurang
mengetahui pentingnya zat gizi yang terkandung dalam makanan serta fungsinya terhadap
tubuh. Terkadang remaja juga tidak peduli terhadap kandungan zat gizi dalam makanan

2
3
tersebut sehingga terjadi kesulitan dalam memilih jenis makanan yang sesuai dengan
kebutuhan tubuhnya. Selain pengetahuan tentang gizi seimbang juga banyak faktor lain
yang mempengaruhi gizi lebih (overweight dan obesitas) pada remaja antara lain
pendidikan, pendapatan, aktifitas fisik, stres, dan pola konsumsi makanan. Aktivitas fisik
yang kurang menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya gizi lebih pada
remaja. Kemajuan teknologi saat ini cenderung membuat anak malas untuk melakukan
aktivitas, karena anak yang lebih senang duduk didepan gadget dan permainan game fantasi
masing-masing daripada bermain di luar rumah.
Dalam rangka menyadarkan masyarakat dibidang gizi cukup banyak kegiatan
yang dapat dilakukan, diantara lain meningkatkan pendidikan gizi masyarakat melalui
penyediaan materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan kampanye gizi, selain itu
juga dapat dilakukan berupa promosi gizi, penyuluhan gizi, advokasi, pelatihan, dan
konsultasi gizi. Edukasi gizi merupakan bagian dari kegiatan pendidikan kesehatan yang
dilakukan secara terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok dan masyarakat
dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuk edukasi gizi yang dapat dilakukan pada sasaran
berkelompok adalah dengan diskusi kelompok karena dalam suatu diskusi para pesertanya
berpikir bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian
pada diri sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang didiskusikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Gangguan Gizi Lebih?
2. Bagaimana Penyebab Gangguan Gizi Lebih?
3. Bagaimana Pencengahan Gangguan Gizi Lebih?
4. Bagaimana Hubungan Gangguan Gizi Lebih dengan Segitiga Epidemiologi?
5. Bagaimana Hubungan Gangguan Gizi Lebih dengan Jaring-jaring Sebab Akibat dan
Model Roda?

C. Tujuan Penulis
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Pangan dan Gizi
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Gangguan Gizi Lebih
2. Mengetahui Penyebab Gangguan Gizi Lebih
3. Mengetahui Pencengahan Gangguan Gizi Lebih
4. Mengetahui Hubungan Gangguan Gizi Lebih dengan Segitiga Epidemiologi?
5. Mengetahui Hubungan Gangguan Gizi Lebih dengan Jaring-jaring Sebab Akibat
dan Model Roda?
3
4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Gizi Ganda


Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan berat
badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan dalam bentuk
cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah gizi lebih identik dengan
kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya yaitu dengan
munculnya penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi,
gangguan ginjal dan masih banyak lagi.
Gizi lebih merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada
jaringan adiposa. Gizi lebih tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan
lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh.Distribusi lemak dapat meningkatkan
risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif (WHO, 2000). Masalah
gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan gizi lebih.
Batas IMT untuk dikategorikan overweight adalah antara 25,1-27,0 kg/m2, sedangkan
gizi lebih adalah ≥ 27,0 kg/m2. Kegemukan ( gizi lebih) dapat terjadi mulai dari masa bayi,
anak-anak,sampai pada usia dewasa. gizi lebih pada masa bayi terjadi karena adanya
penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang menderita gizi lebih
maka ketika menjadi dewasa akan mengalami gizi lebih pula. pada masa anak-anak terjadi sejak
anak tersebut berumur dua tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus
mengalami gizi lebih sampai usia dewasa. Gizi lebih pada usia dewasa terjadi karena seseorang
telah mengalami gizi lebih dari masa anak-anak (Suyono, 2006).
Jadi disimpulkan bahwa, Gangguan Gizi Buruk adalah tidak seimbangnya nilai gizi dan
status gizi pada seseorang sehingga menimbulkan penyakit yang tidak di inginkan atau gizi
lebih.
B. Penyebab Gangguan Gizi Lebih
Gizi lebih terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan
energi yang keluar dan merupakan akumulasi simpanan energi yang berubah menjadi lemak
(Pritasari, 2006). Dengan meningkatnya usia kecepatan metabolisme juga mulai menurun mulai
usia 30 tahun, bila aktivitas fisik juga berkurang maka timbunan lemak menjadi kegemukan.

4
5
Penyebab lain gizi lebih menurut Syarif (2002) adalah multifaktorial, genetik dan lingkungan
yang berinteraksi terus menerus:
1. Faktor Genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orangtua gizi
lebih, 80% anaknya menjadi gizi lebih, bila salah satu orangtua gizi lebih, kejadian gizi
lebih menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak gizi lebih, kejadian gizi lebih 14%.
2. Faktor Lingkungan
a. Faktor Nutrisi
Peranan nutrisi dimulai sejak dalam kandungan yaitu jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan
bayi dipengaruhi oleh berat badan ibu. Sedangkan kenaikan berat badan dan lemak anak
dipengaruhi oleh: waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari
karbohidrat dan lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energy
tinggi seperti makanan siap saji dan camilan.
b. Aktifitas Fisik
Aktifitas fisik anak saat ini cenderung menurun karena lebih banyak bermain di dalam
rumah dibandingkan di luar rumah.
c. Sosial Ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup serta peningkatan pendapatan
mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Misnadiarly (2007) melaporkan bahwa terjadinya gizi lebih dapat dipengaruhi oleh
faktor umur dan jenis kelamin. Meskipun sering terjadi pada semua umur, gizi lebih sering
dianggap kelainan pada umur pertengahan. Gizi lebih yang muncul pada tahun pertama
kehidupan biasanya disertai dengan perkembangan angka yang cepat. Anak yang gizi lebih
cenderung menjadi gizi lebih pada saat remaja dan dewasa.
Jenis kelamin tampaknya ikut berperan dalam timbulnya gizi lebih. Meskipun dapat
terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi gizi lebih lebih umum dijumpai pada wanita terutama
setelah kehamilan dan pada saat menopause. Universitas Sumatera Utara Mungkin juga gizi
lebih pada wanita disebabkan karena pengaruh faktor endokrin, karena kondisi ini muncul pada
saat adanya perubahan hormonal tersebut di atas (Misnadiarly, 2007).
Agoes dan Maria (2003) menyatakan bahwa bila remaja mengkonsumsi makanan dengan
kandungan energi sesuai yang dibutuhkan tubuhnya maka tidak ada energi yang disimpan.
Sebaliknya remaja dalam mengkonsumsi energi melebihi kebutuhan tubuh maka kelebihan
enegi akan disimpan sebagai cadangan energi. Cadangan energi secara berkesinambungan
ditimbun setiap hari yang akhirnya menimbulkan gizi lebih.

5
6
Kondisi psikologis dan keyakinan seseorang berpengaruh terhadap asupan makanan.
Faktor stabilitas emosi berkaitan dengan gizi lebih. Keadaan gizi lebih merupakan dampak dari
pemecahan masalah emosi yang dalam, dan ini merupakan suatu pelindung bagi yang
bersangkutan. Dalam keadaan semacam ini menghilangkan gizi lebih tanpa menyediakan
pemecahan masalah yang tepat, justru akan memperberat masalah (Misnadiarly, 2007).

C. Pencengah Gangguan Gizi Lebih


Prinsip pencegahan gizi lebih adalah menurunkan berat badan dengan cara menciptakan
defisit energi dengan mengurangi konsumsi energi atau menambah penggunaan energi melalui
olahraga yang teratur (Wiramihardja, 2007).
Aktif berolah raga adalah salah satu cara menurunkan berat badan di samping berdiit
mengurangi makanan berlemak dan gula. Tetapi remaja gemuk merasa malu ikut olah raga, dan
sikap yang demikian akan membuat badan tetap atau malah bertambah gemuk. Cara lain
menurunkan berat badan adalah dengan cara berdiit, tetapi diit yang ketat juga berbahaya
terhadap kesehatan karena selain mengurangi konsumsi energi juga mengurangi konsumsi zat-
zat gizi lainnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan program diit, maka ahli gizi atau dokter
perlu dimintakan nasehatnya (Depkes RI, 2000).
Barasi (2010) menambahkan bahwa pencegahan gizi lebih dapat dilakukan dengan
melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan mengintegrasikan : perubahan perilaku,
pengaturan diet dan peningkatan aktivitas fisik. Pencegahan dapat dilakukan pada tingkat
individu dan tingkat komunitas.
Adapun pencegahan gizi lebih pada tingkat individu antara lain :
a. Mengubah pemilihan makanan menjadi lebih sehat, dan berimbang
b. Menurunkan asupan energi total sehingga sebanding dengan pengeluaran energi melalui
pengurangan ukuran porsi makan
c. Mengatur pemilihan kudapan yang lebih sehat
d. Melakukan lebih banyak aktivitas fisik.
Universitas Sumatera Utara Sedangkan pencegahangizi lebih pada tingkat komunitas
berupa kebijakan yang mendukung upaya pencegahan tingkat individu, diantaranya adalah :
a. Kebijakan tentang pencantuman label makanan untuk memudahkan masyarakat
mendapatkan makanan sehat
b. Industri makanan memperkecil ukuran hidangan
c. Membatasi iklan promosi makanan yang kurang menyehatkan
d. Mendorong aktivitas berjalan, bersepeda dan olahraga lain dengan memperhatikan
keamanan/keselamatan di jalan raya dan lingkungan perkotaan.
6
7

D. Hubungan Gangguan Gizi Lebih dengan Segitiga Epidemiologi


Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran tentang
hubungan antara tiap faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah
kesehatan lainnya yaitu: Host, Agen, dan Lingkungan (Muliani, DKK., 2010).

Komponen pada segitiga epidemiologi:


a) Host/ Penjamu (Tuan Rumah)
Penjamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi tempat terjadinya
proses alamiah perkembangan penyakit.
b) Agen
Agen atau faktor penyebab adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infeksi yang
dapat menyebabkan terjadinya penyaklit atau masalah kesehatan laiinya faktor lingkungan.
c) Environment
Lingkungan adalah semua faktor diluar individu yang dapat berupa lingkungan fisik,
biologis, sosial, dan ekonomi.
Gizi lebih terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan
energi yang keluar dan merupakan akumulasi simpanan energi yang berubah menjadi lemak
(Pritasari, 2006). Dengan meningkatnya usia kecepatan metabolisme juga mulai menurun mulai
usia 30 tahun, bila aktivitas fisik juga berkurang maka timbunan lemak menjadi kegemukan.

E. Hubungan Gangguan Gizi Lebih dengan Jaring-jaring Sebab Akibat dan Roda
1) Gangguan Gizi Lebih dengan Jaring-jaring Sebab Akibat
Serangkaian sebab akibat dimana penyakit disebabkan oleh banyak faktor. Banyak
penyebab dan akibat perjadinya gangguan gizi lebih pada anak, contoh salah satunya yaitu
Kebiasaan jajan juga sering disebut sebagai faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak
sekolah. Menurut Husaeni (2005) “Makanan jajanan adalah makanan atau minuman yang siap
7
8
dimakan atau diminum yang dijual ditempat umum, terlebih dahulu telah dimasak ditempat
produksi/ dirumah atau ditempat berjualan”.
Pada penelitian tahun 2005, Husaeni menemukan bahwa makanan jajanan menyumbang
14% protein, 22% karbohidrat. Oleh karena itu, peranan makanan jajanan cukup signifikan
dalam menyumbang energi dan zat-zat gizi yaitu berkisar 10-25% terhadap total konsumsi tiap
hari. Susanto (2000) menyatakan banyak alasan yang melatar belakangi kebiasaan jajan anak
sekolah, antara lain:
a. Anak tidak sempat sarapan pagi sebelum ke sekolah, karena ibu tidak sempat
menyiapkan makanan atau anak tidak nafsu makan pagi.
b. Faktor psikologi, anak melihat temanya jajan
c. Faktor biologis: tidak cukup dengan makanan yang dimakan dari rumah karena
kegiatan fisik anak di sekolah memerlukan tambahan energi.
Menurut Soerjodibroto dan Tjokronegoro (2005) dalam Pudjilestari (2007) “kebiasaan
mengemil merupakan dorongan nafsu makan yang terkait dengan selera. Akibatnya walaupun
perut sudah kenyang suatu hidangan dapat memacu untuk makan terus dan terjadilah
peningkatan tingkat konsumsi energi. Penelitian Dietz dan Gortmaker (1999) menunjukkan
bahwa ada hubungan positif antara jumlah waktu menonton televisi dengan frekuensi makan
penganan/seling.
2) Gangguan Gizi Lebih dengan Model Roda

Model ini digambarakan dengan lingkaran yang didalamnya terdapat lingkaran yang
lebih kecil. Lingkaran yang besar sebagai faktor eksternaldan lingkaran yang kecil sebagai
faktor internalnya. Faktor internalnya (host) menyatakan bahwa suatu penyakit disebabkan
oleh adanya interaksi antara genetic dengan lingkungannya. Faktor internal ini juga berkaitan
dengan kepribadian individu dimana kepribadian tertentu akan meningkatkan resiko penyakit
tertentu. Faktor eksternal pada model ini adalah lingkungan, yang juga dibedakan menjadi
lingkungan biologi (agen, reservoir, vector, binatang atau tumbuhan), fisik (curah hujan,
kelembaban, atmosfer, bahan kimia, panas, cahaya, udara, suhu) dan social (politik, budaya,
ekonomi dan psikologi).

8
9

Adapun kaintannya dengan Gangguan Gizi Lebih adalah dimana faktor gizi lebih juga
dipengaruhi oleh genetic dan lingkungan. Parental fatness merupakan faktor genetik yang
berperanan besar. Bila kedua orangtua gizi lebih, 80% anaknya menjadi gizi lebih, bila salah
satu orangtua gizi lebih, kejadian gizi lebih menjadi 40% dan bila kedua orangtua tidak gizi
lebih, kejadian gizi lebih 14%.
Sedangkan faktor lingkungan adalah faktor yang sangat untuk kita waspadai, yang
meliputi: faktor nutrisi, aktivitas fisik, dan ekonomi sosial. Lingkungan yang buruk seperti
kebiasaan hidup yang buruk, air minum yang tidak bersih, tidak adanya saluran penampungan
air limbah, tidak menggunakan kloset yang baik, juga kepadatan penduduk yang tinggi dapat
mrnyebabkan penyebaran kuman patogen.
Lingkungan yang mempunyai iklim tertentu berhubungan dengan jenis tumbuhan yang
dapat hidup sehingga berhubungan dengan produksi tanaman. Tanaman tersebut dikonsumsi
oleh manusia jelas bahwa gangguan gizi lebih akan menyerang.

9
1
0

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Faktor-Faktor yang
memengaruhi Status Gizi seseorang meliputi: faktor lingkungan dan faktor genetik.
Gangguan gizi lebih pada hakikatnya adalah masalak kesehatan, namun penanggulangannya
tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Suatu
penyakit timbul dikarenakan tidak seimbangnya segitiga epidemiologi, sebab akibat
gangguan gizi lebih, dan roda. Dengan model roda kita bisa melihat luas contoh gangguan
gizi lebih, dimana faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap gangguan gizi lebih.

B. Saran
Ketidak seriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi lebih terlambat
seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi lebih belum
mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi lebih merebak barulah pemerintah
melakukan tindakan ( serius ). Tenaga kesehatan khususnya kesehatan masyarakat agar
memberi adukasi kepada masyarakat agar masyarakat mandiri dengan gaya hidup sehat juga
masalah gizi lebih bisa berkurang.

10
1
1

11
1
2

12
1

BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi. Faktor-Faktor yang memengaruhi Status Gizi
seseorang meliputi: faktor lingkungan dan faktor genetik. Gangguan gizi lebih
pada hakikatnya adalah masalak kesehatan, namun penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Suatu
penyakit timbul dikarenakan tidak seimbangnya segitiga epidemiologi, sebab
akibat gangguan gizi lebih, dan roda. Dengan model roda kita bisa melihat luas
contoh gangguan gizi lebih, dimana faktor lingkungan sangat berpengaruh
terhadap gangguan gizi lebih.

D. Saran
Ketidak seriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi
lebih terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat
penderita gizi lebih belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi
lebih merebak barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Tenaga
kesehatan khususnya kesehatan masyarakat agar memberi adukasi kepada
masyarakat agar masyarakat mandiri dengan gaya hidup sehat juga masalah gizi
lebih bisa berkurang

1
2

DAFTAR PUSTAKA

Beaton GH, Milner J, and Corey, et al. 1979. Source of variance in 24-hour
diatary recall data. Implication for nutrition study, design and interpretation.
Am. J. Clin Nutr. 32:2546-2559
Muhilal, Tarwotjo I, Kodyat B, Herman S, Permaecih D, Karyadi D, et.al.
Changing prevalence of xerophtalmia in indonesia. 1977-1992.
Becker BG, Indik BP, and Beeuwkes Am. 1960. Dietary Intakes Methodologies –
A Review. Ann Arbor, Mi: U. Michigan Research Institute.
Burke BS. 1947. The dietary history as a tool in research. J. Am, Diet. Assoc
23:1041-1046.
Byers T, Lyle B, and Workshop Participants. 1999. Summary Statement. Am. J,
Clin. Nutr. 6:1365S-1367S
Gibney MJ, Vorster HH, and kok FJ. 2002. Introduction to Human Nutrition.
Blackwell Science.
Gibson RS. 1990. Principles of Nutritional Assessment. NY:Oxford University
Press.

Anda mungkin juga menyukai