Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETIKA & HUKES

PERMENKES TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas mata kuliah Etika dan Hukum


Dosen pengampu : Retno Dumilah, SST, M.Keb

Kelas : Jalum I B

Disusun Oleh :

Anisa Shofura (P173244180)

Annisa Nurul Astri (P17324418045)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

PRODI KEBIDANAN KARAWANG


2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat karunia serta taufik dan hidayah karena dengan rahmat karunia serta taufik dan hidayah-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar sesuai waktu yang telah
ditentukan.

Makalah dengan judul “Permenkes Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan”.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika & Hukes di Politeknik
Kesehatan Kemenkes RI Bandung Program Studi Kebidanan Karawang. Sebatas pengetahuan
dan kemampuan yang dimiliki. Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu selaku Dosen mata
kuliah Etika & Hukes, yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Besar harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya para
mahasiswi di Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Bandung. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah ini.

KARAWANG, 4 FEBRUARI 2019

PENYUSUN (KELOMPOK 8)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….……iii

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..........iii

1.2 Tujuan………………………………………………………………………………………iii

1.3 Manfaat Penulisan…………………………………………………………………….…...iii

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………...…1

2.1 Pengertian Bidan……………………………………………………………………...….…1

2.2 Pelaporan dan Registrasi……………………………………………………………...……2

2.3 Masa Bakti…………….....……………………………………………………………...…..5

2.4 Praktik Bidan………………………………………………………………………….……5

2.5 Wewenang Bidan………………………………………………………………….…….….6

2.6 Pencatatan dan Pelaporan……………………………………………………..…………..7

2.7 Pembinaan dan Pengawasan…………………………………………………….…………8

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………….14

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………...……14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….……….15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang dilakukan
memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan melakukan suatu kesalahan
yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah ditetapkan oleh
pemenkes.

Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar bidan
juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan hukum profesi dalam
setiap tindakannya.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas etika profesi dalam kebidanan
serta menambah wawasan mengenai permenkes tentang registrasi dan praktek bidan.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah memberikan informasi mengenai peraturan mentri
kesehatan tentang registrasi dan praktek bidan.
BAB II

PEMBAHASAN

Permenkes Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

2.1 Pengertian Bidan

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi
untuk menjalankan praktik kebidanan.

Bidan adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja
sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil,
masa persalinan dan masa nifas, memfasilitasidan memimpin persalinan atas tanggung jawab
sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses
bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada
perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini mencakup pendidikan
antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan,
kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan: termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit,
klinik atau unit kesehatan lainnya.
2.2 Pelaporan dan Registrasi

Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002

Pasal 2

(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat
lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.

(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I
terlampir.

· Ketentuan untuk pelaporan peserta didik yang baru lulus ke Dinas Kesehatan provinsi

· Kewajiban untuk registrasi bagi bidan yang baru lulus

· Penerbitan SIB oleh kepala Dinas Kesehatan Propinsi

· Kewajiban untuk kepemilikan SIB termasuk untuk Bidan luar negeri

· Pembaharuan SIB

Permenkes nomor 1464/MENKES/PER/X/2010

· Bidan dapat praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan kesehatan

· Minimal pendidikan Bidan adalah dIII kebidanan

· Kewajiban memiliki SIKB untuk Bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan

· Kewajiban memiliki SIPB untuk Bidan yang praktik mandiri

· Kewajiban memiliki STR, SIKB dan SIPB yang di keluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/Kota

· Kewenangan Bidan untuk hanya menjalankan praktik/ kerja paling banyak 1 tempat kerja
dan 1 tempat praktik

· Masa berlaku SIKB dan SIPB


Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan
setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang
ditetapkan sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.

Pasal 3

(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna memperoleh
SIB selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.

(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:

· fotokopi Ijazah Bidan;

· fotokopi Transkrip Nilai Akademik

· surat keterangan sehat dari dokter

· pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar

(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II
terlampir.

Pasal 4

(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi
berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB.

(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima dan berlaku secara nasional.

(3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.

Pasal 5

(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang
telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri
Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan
dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk
kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.

Pasal 6

(1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan
mendapatkan SIB.

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang
terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.

(3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh
pimpinan sarana pendidikan.

(4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi.

(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:

a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;

b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan.

(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.

(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4.

(8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam
Formulir IV terlampir.

Pasal 7

(1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar
untuk menerbitkan SIPB.
(2) Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:

a. SIB yang telah habis masa berlakunya

b. Surat Keterangan sehat dari dokter

c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

2.3 Masa bakti

Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan


yang berlaku.

2.4 Pengertian Praktek Bidan

Praktek Kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada
perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin / bayinya, masa
antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses.
reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.

Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan
menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya, spiritual,
psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.

Praktek kebidanan bertujuan menurunkan / menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan
bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin / bayinya.

Permenkes nomor 900/MENKES/SK/VII/2002

Pasal 1

Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan
kemampuannya.
2.5 Wewenang bidan

Kepmenkes 900 tahun 2002

· Pasal 14

Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:

a. pelayanan kebidanan

b. pelayanan keluarga berencana

c. pelayanan kesehatan masyarakat

· Pasal 15

a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu
dan anak.

b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, menyusui, dan masa antara (periode interval).

c. Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa
anak balita dan masa pra sekolah.

· Pasal 16

Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:

a. penyuluhan dan konseling

b. pemeriksaan fisik

c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal

d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens,
hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan

e. pertolongan persalinan normal


f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di
dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan
lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan preterm

g. pelayanan ibu nifas normal

h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup ratensio plasenta, renjatan, dan infeksi ringan

i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan
tidak teratur dan penundaan haid.

Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:

a. pemeriksaan bayi baru lahir

b. perawatan tali pusat

c. perawatan bayi

d. resusitasi pada bayi baru lahir

e. pemantauan tumbuh kembang anak

f. pemberian imunisasi

g. pemberian penyuluhan.

· Pasal 17

Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat
memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan
kemampuannya.

. Pasal 18

Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16 berwenang untuk :

a. memberikan imunisasi

b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan, dan nifas

c. mengeluarkan placenta secara manual


d. bimbingan senam hamil

e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi

f. episiotomy

g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II

h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm

i. pemberian infuse

j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika, dan sedative

k. kompresi bimanual

l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya

m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul

n. pengendalian anemi

o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu

p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia

q. penanganan hipotermi

r. pemberian minum dengan sonde/pipet

s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir
VI terlampir

t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.

· Pasal 19

Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam


pasal 14 huruf b berwenang untuk:

a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat
kontrasepsi bawah kulit dan kondom
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi

c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim

d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit

e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan


masyarakat.

· Pasal 20

Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat sebagaimana dimaskud


dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :

a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak

b. memantau tumbuh kembang anak

c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas

d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan petolongan pertama, merujuk dan memberikan


penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

· Pasal 21

a. Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain


kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14.

b. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

2.6 Pencatatan dan Pelaporan

a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010

Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai pencatatan dan pelaporan. Yang
mana bunyi pasal tersebut ialah :

· Pasal 20
1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.

2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat
praktik.

3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

b. Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/2002

Sebagaimana telah ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002 tentang


Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai pencatatan dan pelaporan yang
mana bunyi pasal tersebut ialah :

· Pasal 27

1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.

2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke puskesmas dan tembusan ke
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat

3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran
IV keputusan ini.

2.7 Pembinaan dan Pengawasan

a. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010

Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan


pada Bab V pasal 20 sampai pasal 24 mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana
bunyi pasal tersebut ialah :

· Pasal 20
1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan
mengikutsertakan organisasi profesi.

2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

· Pasal 21

1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota melakukan


pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia,
Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang
bersangkutan.

2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat
terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan pembinaan dan


pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.

4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan
di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervise terhadap
bidan di wilayah tersebut.

· Pasal 22

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang
berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

· Pasal 23

1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan tindakan
administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
praktik dalam peraturan ini.

2) Tindakan administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

- Teguran lisan

- Teguran tertulis

- Pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun

- Pencabutan SIKB / SIPB selamanya.

· Pasal 24

1) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi


pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi / majelis tenaga kesehatan
Indonesia ( MTKI ) terhadap bidan yang melakukan praktek tanpa memiliki SIPB atau kerja
tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat ( 1 ) dan ( 2 )

2) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi teguranlisan,


teguran sementara / tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.

b. Kepmenkes RI NO.900/MENKES/SK/VII/2002

Kepmenkes RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab
VIII pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi
pasal tersebul ialah :

· Pasal 31

1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh
organisasi profesi.
2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan
pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat.

3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.

4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya


untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

· Pasal 32

Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang
berhenti melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

· Pasal 33

1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait melakukan


pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukanpraktik diwilayahnya.

2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodic sekurang-kurangnya 1
(satu) kali dalam 1(satu) tahun.

. Pasal 34

Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

· Pasal 35

1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :

- Menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin
praktik.

- Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.


2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas
didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) butir a.

· Pasal 36

1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis
kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini.

2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak
3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.

· Pasal 37

Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau
Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

· Pasal 38

1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.

2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.

3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan
diterima, apabila dalam waktu 14(empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan
tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.

4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua
keberatan mengenai pencabutan SIPB.

5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan
Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48
Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.
· Pasal 39

Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada


Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.

· Pasal 40

1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas
rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar
ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku

2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses
sesuai dengan ketentuan keputusan ini.

· Pasal 41

1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di
wilayahnya.

2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan
Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keputusan mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan dapat di golongkan atas
beberapa bab, diantaranya tentang pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan,
ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek semuanya
telah tercantum dalam Permenkes RI No.1464/ Menkes/X/2010 dan Permenkes RI
No.900/Menkes/SK/VII/2002

3.2 Saran

Semoga dengan adanya keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia mengenai registrasi
dan praktek bidan ini menjadi pedoman terhadap para bidan dan calon bidan dalam menjalankan
praktik dan tindakan yang akan di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Puji Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta

http://hanyhandri.blogspot.com/2011/11/pencatatan-dan-pelaporan-kebidanan.html

Anda mungkin juga menyukai