Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

PRAKTIKUM ENZIM

Disusun oleh:
Angel Dineta Margaretta (193020801021)
Clarissa Ester Diana P. (193020801040)
Ditta Zuchrifahnur Capandri (193020801049)
Laras Efianty (193030801055)
Nur Aisyah Dwi Putri (193030801056)
Destya (193030801064)
Elisabeth Prihana R.S (193030801079)
Muhammad Fachrizal Manta (193030801089)
Ni Putu Sri Danuantari (193030801094)
Novia Veranicha Roni Obos (193030801096)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI2
BAB I3
PENDAHULUAN3
BAB II4
TINJUAN PUSTAKA4
BAB III10
METODOLOGI PENELITIAN10
BAB IV13
HASIL DAN PEMBAHASAN13
DAFTAR PUSTAKA17
LAMPIRAN18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul
PRAKTIKUM ENZIM

B. Latar Belakang
Enzim adalah suatu biokatalisator. Ia mampu meningkatkan kecepatan suatu reaksi kimia
yang terjadi dalam sel hidup. Tanpa enzim maka reaksi selular berlangsung sangat lambat, bahkan
mungkin tidak terjadi. Pada suatu reaksi enzimatik, secara spesifik enzim akan berikatan dengan
suatu substrat (salah satu reaktan pada reaksi tersebut) membentuk suatu ikatan enzim-substrat,
yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu produk yang spesifik pula. Sifat reaksi enzimatik
yang sangat spesifik ini menyebabkan tidak terjadinya kekacauan proses metabolisme walaupun
ada ribuan macam enzim dan substrat di dalam sel.
Pada umumnya enzim adalah protein (kecuali enzim-enzim ribozim yang merupakan
molekul asam nukleat). Untuk dapat aktif bekerja, seringkali enzim membutuhkan suatu
komponen lain yang bukan protein. Zat non-protein ini lazimnya disebut kofaktor, yang dapat
merupakan suatu molekul organik atau suatu ion. Selain memerlukan keberadaan molekul substrat
dan kofaktor, untuk memperoleh kerja yang optimal diperlukan pula faktor-faktor lain, seperti
suhu dan pH lingkungan yang optimal serta tidak adanya inhibitor. Pada praktikum ini akan
ditunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut di atas sangat diperlukan keberadaannya agar enzim
dapat aktif bekerja secara optimal. [9]

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara kerja enzim amilase dalam memecah amilum?
2. Bagaimana pengaruh inhibitor terhadap kerja enzim amilase?

D. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui cara kerja enzim amilase dalam memecah amilum.
2. Untuk mengetahui pegaruh inhibitor terhadap kerja enzim amilase.

3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori
a. Enzim
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai
fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk
metabolisme-perantara dari sel (Wirahadikusumah, 2001). Dengan adanya enzim, molekul
awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut
produk (Grisham et al., 1999). Enzim tersusun atas asam-asam amino yang melipat-lipat
membentuk globular, dimana substrat yang dikatalisis bisa masuk dan bersifat komplementer
(Martoharsono, 2006).
Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan dengan
reaksi yang dilakukan tanpa katalis (Poedjiadi and Supriyatin, 2006). Enzim bersifat efisien
dan spesifik dalam kerja katalitiknya, sehingga enzim dikatakan mempunyai sifat sangat khas
karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu. Kespesifikannya
disebabkan oleh bentuknya yang unik dan adanya gugus-gugus polar (atau nonpolar) yang
terdapat dalam struktur enzim (Fessenden, 1994).
Enzim dapat diproduksi oleh tanaman, hewan dan mikroorganisme. Enzim dari
mikroorganisme lebih banyak digunakan dibandingkan dari tanaman atau hewan karena
mikroorganisme dapat berkembang biak dengan cepat, pertumbuhan relatif mudah diatur,
enzim yang dihasilkan tinggi sehingga ekonomis bila digunakan untuk industri dan enzim
yang dihasilkan lebih stabil (Yusak. 2004). Mikoorganisme penghasil enzim dapat berupa
fungi dan bakteri.
Kerja suatu enzim akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi enzim,
konsentrasi substrat, kondisi suhu, pengaruh pH dan pengaruh inhibitor (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2006).

b. Saliva (Amilase)
Saliva merupakan gabungan dari berbagai cairan dan komponen yang diekskresikan ke dalam
rongga mulut. Saliva dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar saliva mayor (parotid,
submandibular, dan sublingual) serta sejumlah kelenjar saliva minor, dan cairan dari eksudat
ginggiva.

Fungsi saliva antara lain, saliva memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja
amilase saliva yang merupakan suatu enzim yang memecah polisakarida menjadi disakarida;
saliva mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel makanan sehingga
saling menyatu serta dengan menghasilkan mukus yang kental dan licin sebagai pelumas;
memiliki efek antibakteri, pertama oleh lisozim yaitu enzim yang melisiskan atau

4
menghancurkan bakteri tertentu dan kedua dengan membilas bahan yang mungkin digunakan
bakteri sebagai sumber makanan; berfungsi sebagai pelarut untuk molekul-molekul yang
merangsang papil pengecap; membantu mastikasi dan berbicara karena adanya lubrikasi oral.
Saliva berperan penting dalam membantu menjaga kesehatan mukosa mulut dengan adanya
growth factor untuk membantu dalam proses penyembuhan luka. Aliran saliva yang terus
menerus membantu membilas residu makanan, melepaskan sel epitel, dan benda asing.

Bikarbonat di saliva menetralkan asam di makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di
mulut, sehingga membantu mencegah karies gigi.

Amilase (alfa, beta, glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan
bioteknologi. Amilase mengacu pada sekelompok enzim katalis yang berfungsi untuk
menghidrolisis gula dan pati. Amilase mencerna karbohidrat (polisakarida) menjadi unit-unit
disakarida yang lebih kecil dan mengubahnya menjadi monosakarida seperti glukosa. Amilase
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. Enzim
pada umumnya diproduksi oleh mikroorganisme melalui proses fermentasi. Amilase yang
berasal dari mikroorganisme banyak digunakan dalam industri, hal ini dikarenakan
mikroorganisme periode pertumbuhanya pendek.

Amilase pertama kali yang diproduksi adalah amilase yang berasal dari fungi pada tahun 1894
(Oliveira, 2004). Menurut Biogen (2008), secara umum amilase dibedakan menjadi tiga
berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan yang dipecah, yaitu:
1. Enzim α-amilase
Merupakan endoenzim yang memotong ikatan alfa-1,4 amilosa danamilopektin
dengan cepat pada larutan pati kental yang telah mengalamigelatinisasi. Proses ini juga
dikenal dengan nama proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitasnya
adalah dekstrin beserta sejumlah kecil glukosa dan maltosa. α-amilase akan menghidrolisis
ikatan alfa-1-4 glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak dibagian tengah
atau bagian dalam molekul.
2. Enzim beta-amilase
Enzim beta-amilase disebut juga alfa-l,4-glukanmaltohidrolas E.C. 3.2.1.2. bekerja
pada ikatan alfa-1,4-glikosida dengan menginversi konfigurasi posisiatom C(l) atau C nomor
1 molekul glukosa dari alfa menjadi beta. Enzim ini memutus ikatan amilosa maupun
amilopektin dari luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung non-pereduksi
pada rantai polisakarida. Bila tiba pada ikatan alfa-1,6 glikosida aktivitas enzim ini akan
berhenti. Enzim beta-amilase banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi, seperti gandum,
ubi, dan kacang kedelai. Selain itu, beta-amilase juga dapat ditemui pada beberapa
mikroorganisme, antara lain Pseudomonassp, Bacillussp, Streptococcussp, dan Clostridium
thermosulfurigenes.
3. Glukoamilase
Dikenal dengan nama lain alfa-1,4-glukanglukohidro-lase atau EC 3.2.1.3.Enzim ini
menghidrolisis ikatan glukosida alfa-1,4, tetapi hasilnya beta-glukosa yang mempunyai
konfigurasi berlawanan dengan hasil hidrolisis olehenzim alfa-amilase.Selain itu, enzim ini
dapat pula menghidrolisis ikatan glikosida alfa-1,6 danalfa-1,3 tetapi dengan laju yang lebih
lambat dibandingkan dengan hidrolisis ikatan glikosidaα-1,4

5
c. Substrat

Sebuah spesies kimia, reaksi yang dengan beberapa bahan kimia lainnya reagen sedang
diamati (misalnya senyawa yang ditransformasikan di bawah pengaruh katalisator). Istilah
ini harus digunakan dengan hati-hati. Entah konteks atau pernyataan tertentu harus selalu
memperjelas spesies kimia mana dalam suatu reaksi yang dianggap sebagai substrat.

S + C ⟶ P + C dengan S adalah substrat, P adalah produk, dan C adalah katalis. [1]

d. Amilum
Amilum merupakan hasil cadangan makanan pada sebagian sel tumbuhan dalam bentuk
butiran padat yang terdiri dari amilosa dan amilopektin. Amilosa dan amilopektin merupakan
molekulyang disimpan sebagai semi kristalin dan lapisan amorf yang membentuk lamela.
Variasi ukuran bentuk amilum berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya (botanical
source). Amilum dibentuk dalam amiloplas, butir amilum memiliki titik pusat yaitu hilum
yang dikelilingi oleh lapisan melingkar yang disebut lamela. Jumlah dan ukuran lamela yang
terbentuk berhubungan dengan jumlah pati yang tersedia untuk biosintesis. Pada umumnya
butir amilum yang berasal dari umbi dan akar termasuk dalam kategori amilum besar. [6]
Menurut Food Resource-Oregon State University, amilum dibentuk dalam leukoplas umbi,
daun, biji, dan bagian tanaman yang lain sebagai cadangan makanan. Amilum merupakan
salah satu kandungan penting di dalam beberapa tanaman terutama tanaman pangan. Tempat
utama amilum disimpan adalah jaringan parenkim, yaitu jaringan metabolism yang penting
bagi tanaman. [7]
Amilum berwarna biru keunguan atau hitam dengan lugol atau iodium. Lapisan yang
mengelilingi sebuah titik ditengah disebut hilum. Hilum terletak di tengah atau di tepi pada
butir amilum, terjadinya lapisan diakibatkan letak molekul yang lebih padat pada awal
pembentukan lapisan, dan secara bertahap menjadi lebih renggang di sebelah luar, hal ini
menyebabkan perbedaan kadar air yang terkandung di dalamnya. Pada butir amilum, molekul
tersusun radial menunjukkan sifat kristal sehingga jika butir amilum diamati dengan
mikroskop polaroid dalam posisi silang akan tampak terang, kecuali pada tanda silang yang
pusatnya bertepatan dengan hilum tersebut. Pada butir amilum kecil, hilum bertempat di pusat
lapisan yang mengelilinginya, sedangkan pada butir amilum lebih besar, hilum biasanya
menjadi eksentris (tidak di pusat). [8]

e. Kanji

Tepung tapioka (tepung singkong, tepung kanji, atau aci) adalah tepung yang diperoleh dari
umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia disebut singkong. Analisis terhadap akar
ubi kayu yang khas mengidentifikasikan kadar air 70%, pati 24%, serat 2%, protein 1% serta

6
komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%. Tahapan proses yang digunakan untuk
menghasilkan pati tapioka dalam industri adalah pencucian, pengupasan, pemarutan,
ekstraksi, penyaringan halus, separasi, pembasahan, dan pengering.
Menurut Radley (1976), fungsionalitas pati pada produk pangan ataupun nonpangan
tergantung dari sifat fisik pati. Sifat fisik pati tersebut dipengaruhi oleh dua komponen utama
dalam pati yaitu amilosa dan amilopektin. [5]

f. Produk

Produk adalah spesies yang terbentuk dari reaksi kimia. Selama reaksi kimia reaktan diubah
menjadi produk setelah melewati keadaan transisi berenergi tinggi. Proses ini mengakibatkan
konsumsi reaktan. Ini bisa merupakan reaksi spontan atau dimediasi oleh katalis yang
menurunkan energi keadaaan transisi, dan oleh pelarut yang menyediakan lingkungan kimia
yang diperlukan agar reaksi berlangsung. Ketika dinyatakan dalam persamaan kimia, produk
secara konvensi ditulis di sisi kanan, bahkan dalam kasus reaksi reversibel. [1]

g. Kofaktor

Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, di samping itu terdapat pula bagian yang
bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik. Bagian yang bukan protein ini disebut
kofaktor.
Koenzim adalah bentuk tertentu dari kofaktor.

Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu: gugus prostetik, koenzim dan ion metal.
Macam-macam kofaktor enzim
1. Koenzim adalah faktor berupa senyawa organik (vitamin) yang berkaitan secara non-
kovalen dengan enzim. Contoh: Koenzim NAD+
2.Gugus prostetik adalah kofaktor berupa senyawa anorganik (mineral) yang berkaitan secara
kovalen dengan enzim. Contoh: Cl- dan Ca2+ pada enzim amilase, Fe pada hemoglobin dan
Mg pada klorofil. [4]

h. Inhibitor

Inhibitor adalah molekul yang terikat secara selektif pada enzim dan menghambat aktivitas
enzim. Inhibitor reversible adalah penghambat yang tidak berikatan secara kuat dengan
enzim. Disosiasi kompleks enzim-inhibitor yang sangat cepat. Penghambatannya dapat
dibalikkan. Inhibitor irreversible berkaitan dengan sisi aktif enzim secara kuat, sehingga tidak
dapat terlepas. Enzim menjadi tidak aktif dan tidak dapat kembali seperti semula.
Berdisosiasi sangat lambat dari ikatan enzim sasaran karena ikatannya sangat
erat dengan enzim tersebut.

7
Berdasarkan cara kerjanya inhibitor dibedakan menjadi:
Inhibitor kompetitif yang mempunyai bentuk molekul yang mirip dengan substrat yang
sebenarnya untuk enzim tersebut dan mengikat situs aktif enzim. Substrat tidak dapat
berikatan dengan situs aktif yang sama. Pada inhibisi kompetitif, enzim dapat mengikat
substrat atau inhibitor tetapi tidak dapat mengikat keduanya secara serentak. Dapat diatasi
dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Contoh: Pengaruh malonate (inhibitor) terhadap
enzim suksinat dehidrogenase (substrat).
Inhibitor nonkompetitif mengikat bagian enzim yang lain selain situs aktif. Pengikatan
inhibitor mengubah bentuk situs aktif sehingga situs tersebut tidak dapat mengikat substrat.
Enzim dapat mengikat substrat dan inhibitor secara serentak. Bekerja dengan cara
menurunkan bilangan pergantian dan bukannya dengan mengurangi enzim yang dapat
mengikat substrat. Tidak dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi substrat.

Perbedaan antara inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif yaitu, inhibitor kompetitif
mencegah substrat terikat dengan enzim sementara inhibitor nonkompetitif tidak mencegah
substrat terikat ke enzim. [2][3]

i. Iodium

Iodium berfungsi untuk sintesis hormon tiroid yang berlangsung di dalam kelenjar tiroid.
Hormon tiroid memainkan peranan yang penting dalam pengaturan metabolisme tubuh
(Gibney, 2009). Fungsi hormon tiroid adalah meningkatkan metabolisme karbohidrat dan
lemak, meningkatkan aliran darah dan curah jantung, meningkatkan motilitas saluran cerna
serta memiliki efek merangsang terhadap peningkatan kerja sistem saraf pusat (Guyton,
2008). Kekurangan asupan iodium menyebabkan penurunan jumlah hormon tiroid yang
dibentuk. Hal ini akan menimbulkan banyak efek negatif terhadap tubuh. Dampak defisiensi
iodium terbesar adalah terjadi gangguan terhadap perkembangan susunan saraf pusat
termasuk intelegensi (Sudoyo, 2009).

Terdeteksinya spesi Iodat dalam sampel garam beriodium, menunjukkan spesi Iodat dari KIO3
kurang stabil dan mudah tereduksi menjadi Iodida atau Iodium yang dapat menyebabkan
hilangnya atau menurunnya kadar KIO3 dalam sampel selama penyimpanan dan proses
pengolahan maupun pemasakan. Beberapa penyebab kemungkinan yang terjadi adalah
adanya proses dekomposisi Iodidat dan gas I2 (Gibney, 2009).

Laut merupakan sumber enzim utama Iodium dengan demikian makanan laut seperti ikan,
kerang-kerangan dan rumput laut merupakan sumber pangan yang kaya dengan Iodium
(Gibney, 2009). Siklus ekologis Iodium di alam dimulai bentuk uap air laut (yang
mengandung Iodium) yang dibawa oleh angin dan awan ke wilayah daratan. Uap air laut yang
mengandung Iodium tersebut akan jatuh sebagai air hujan dan menggantikan lapisan
permukaan tanah yang kehilangan Iodium. Sebagian Iodium yang terkandung di dalam tanah

8
akan masuk ke dalam air minum dan sejumlah kecil masuk ke dalam tanaman, hewan, dan
produk pangan seperti sereal, kacang-kacangan, buah, sayuran, daging, susu, serta telur
(Gibney, 2009)

Defisiensi Iodium sering ditemukan di daerah pegunungan dan wilayah lain yang sering
mengalami pengikisan tanah. Defisiensi Iodium juga umum terjadi pada daerah tempat
makanan laut tidak biasa dikonsumsi, tidak menggunakan garam beriodium, dan memiliki
kandungan Iodium yang rendah pada tanah dan air yang biasa dipakai untuk minum dan irigasi
tanaman pangan (Gibney, 2009). Kandungan Iodium dalam tanaman tergantung pada tanah
tempat tanaman tersebut ditanam. Semakin tinggi kadar Iodium dalam tanah, semakin tinggi
pula Iodium yang terdaoat dalam tanaman tersebut (Kapil, 2003).

B. Hipotesis
1. Enzim amilase hanya mampu bekerja dengan optimal pada suhu 38˚C.
2. Enzim amilase yang diinhibisi bekerja lebih lambat daripada kecepatan optimalnya.

9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan : Rabu, 23 Oktober 2019 (13.00 – 15.00 WIB)
Tempat pelaksanaan : Laboratorium Basah Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas
Palangka Raya

B. Alat dan Bahan


 Alat:

1 Gelas ukur 2 Beaker Glass 2 Tabung reaksi

Rak tabung reaksi 2 Tabung Erlenmeyer

2 Pipet Tetes Waterbath

10
Stopwatch Mikropipet
 Bahan:

Saliva Antiseptik

Amilase Iodium

Buffer Fosfat pH 7.0

11
C. Langkah Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menyiapkan 2 probandus.
3. Setiap probandus memasukkan saliva sebanyak 1 mL ke dalam beaker glass yang
berbeda. Beri label nomor 1 dan 2.
4. Mencampurkan beaker glass 1 dengan 1 tetes antiseptik.
5. Memasukkan 5 mL larutan amilum ke dalam 2 tabung Erlenmeyer. Beri label nomor 1
dan 2.
6. Mencampurkan masing-masing tabung Erlenmeyer dengan 2 mL buffer pH 7.0.
7. Memasukkan kedua tabung Erlenmeyer ke dalam waterbath yang telah diatur bersuhu
38˚C selama 2 menit.
8. Siapkan stopwatch dan beri label nomor 1 dan 2 pada masing-masing tabung reaksi.
9. Segera setelah tabung Erlenmeyer dikeluarkan dari waterbath¸ campurkan masing-
masing larutan dari beaker glass sebanyak 1 mL ke dalam masing-masing tabung
Erlenmeyer sesuai nomor label. Mulai penghitungan waktu.
10. Masukkan 2 tetes larutan dari tabung Erlenmeyer ke masing-masing tabung reaksi sesuai
nomor.
11. Teteskan 1 tetes iodium ke masing-masing tabung reaksi. Catat waktu yang dibutuhkan
untuk larutan berubah warna menjadi coklat.
12. Jika larutan masih berwarna biru, ulangi langkah ke-11 hingga larutan berubah warna.
Jika sudah 30 menit tidak terjadi perubahan, hentikan percobaan.
13. Hitung unit amilum yang mampu dipecah oleh enzim amilase dengan rumus:

𝑚𝐿 𝑎𝑚𝑖𝑙𝑢𝑚 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
𝑑= 𝑥
𝑚𝐿 𝑠𝑎𝑙𝑖𝑣𝑎 𝑡
d = unit
t = waktu perubahan warna coklat

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabung Reaksi Waktu Unit Warna
1 (dengan antiseptik) 4,13 menit 36,31 unit coklat tua 85%

2 (tanpa antiseptik) 0,35 menit 428,60 unit coklat tua 100%

B. Pembahasan
Enzim adalah biomolekul berupa protein berbentuk bulat (globular), yang terdiri atas satu rantai
polipeptida atau lebih dari satu rantai polipeptida (Wirahadikusumah, 1989). Enzim berfungsi
sebagai katalis atau senyawa yang dapat mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi. Dengan
adanya enzim, molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul
lain yang disebut produk (Smith, 1997; Grisham et al., 1999). Keunggulan enzim sebagai
biokatalisator antara lain memiliki spesifitas tinggi, mempercepat reaksi kimia tanpa
pembentukkan produk samping, produktivitas tinggi dan dapat menghasilkan produk akhir yang
tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan efek kerusakan lingkungan
(Chaplin and Bucke, 1990).

1. Klasifikasi enzim
Klasifikasi enzim dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Berdasarkan tempat bekerjanya enzim dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Endoenzim, disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja di dalam sel.
2. Eksoenzim, disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di luar sel.
b. Berdasarkan cara terbentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Enzim konstitutif, yaitu enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar substratnya, misalnya
enzim amilase.
2. Enzim adaptif, yaitu enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya substrat,
contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E. coli yang ditumbuhkan di
dalam medium yang mengandung laktosa (Lehninger, 1982).

13
2. Sifat katalitik enzim
Sifat-sifat katalitik dari enzim ialah sebagai berikut:
a. Enzim mampu meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik) dari tekanan, suhu
dan pH.
b. Enzim mempunyai selektivitas tinggi terhadap substrat (substansi yang mengalami
perubahan kimia setelah bercampur dengan enzim) dan jenis reaksi yang dikatalisis.
c. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang tinggi dibanding dengan katalis biasa (Page,
1989).

3. Faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim


Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Enzim dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas suhu
tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan meningkat seiring dengan naiknya suhu.
Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell, 1987). Suhu yang terlalu tinggi
akan menyebabkan enzim terdenaturasi (Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0˚C, enzim menjadi tidak
aktif dan dapat kembali aktif pada suhu normal (Lay dan Sugyo, 1992).
b. pH
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi
pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama gugus terminal karboksil dan gugus terminal
amino. Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH
lingkungan (Winarno, 1989).
c. Konsentrasi enzim
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan meningkat hingga batas
konsentrasi tertentu. Namun, hasil hidrolisis substrat akan konstan dengan naiknya konsentrasi
enzim. Hal ini disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi (Reed, 1975).
d. Konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan
reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini
akan semakin kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi
subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1982).

14
e. Aktivator dan inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau
ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk
enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca,
Mn, Cu, Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim
(Martoharsono, 1997).
Menurut Wirahadikusumah (1989), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat
menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi
aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya
terganggu (Winarno, 1989).
Enzim amilase 5 mL yang bekerja dalam percobaan kami dipengaruhi oleh suhu, volume substrat,
inhibitor, dan tingkat keasaman (pH lingkungan). Pada percobaan di gelas 1 dengan antiseptik
(inhibitor), enzim amilase mampu bekerja selama 4,13 menit dan hanya mampu memecah 36,31
unit dalam suhu 38˚C dalam pH 7.0. Sementara pada percobaan di gelas 2 tanpa antiseptik, enzim
amilase bekerja dengan baik pada suhu 38˚C dan pH 7.0. Enzim tersebut bekerja secepat 0,35
menit dan mampu memecah 428,60 unit saliva (amilum).
Perbedaan ini disebabkan karena adanya antiseptik (inhibitor) dalam gelas 1 yang menyebabkan
kerja enzim terganggu. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik menghambat fungsi biokimia
membran bakteri, tetapi tidak akan membunuh bakteri. Ketika konsentrasi antiseptik tersebut
tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi ke dalam sel dan mengganggu fungsi normal seluler
secara luas, termasuk menghambat biosintesis (pembuatan) makromolekul dan persipitasi protein
intraseluler dan asam nukleat (DNA).
5 𝑚𝐿 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
d1 = 𝑥
1 𝑚𝐿 4,13 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

150
=
4,13

= 36,31 unit
5 𝑚𝐿 30 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
d2 = 𝑥
1 𝑚𝐿 0,35 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

150
=
0,35

= 428,60 unit

Keterangan: d1 dengan antiseptik; d2 tanpa antiseptik

15
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
pada 428,6 unit diaktivasi amilase adalah 5 ml yang di peroleh oleh 1 ml saliva 0,35 menit
pada suhu 380C. Sedangkan pada 36,31 unit diaktivasi amilase adalah 5 ml yang dipecah oleh
1 ml saliva ditambah antiseptik 4,13 menit pada suhu 380C. Hal ini disebabkan antiseptic yang
menjadi inhibitor.
Kecepatan kerja enzim amilase dipengaruhi oleh inhibitor. Enzim yang dipengaruhi inhibitor
bekerja lebih lambat.

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] McNaught, A. D., Wilkinson, A. 2006. “[product] Compendium of chemical


terminology, 2nd ed. IUPAC. Blackwell Scientific Publications, Oxford.
[2] Styer, Lubert. 2000. Biokimia ed. 4. Jakarta. EGC.
[3] Bresnick, Stephen. 2003. Biologi. Jakarta. EGC.
[4] Sartika I. 2017. Koenzim, kofaktor, inhibitor, enzim.
[5] Adie Muhamad Rahman. 2007. Mempelajari karakteristik kima dan fisik tepung
tapioca dan mocal (modified cassava flour) sebagai penyalut kacang pada produk kacang salut.
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[6] Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung.
[7] Ahmed, J., B.K. Tiwari, S.H. Imam, & M.A. Rao. 2012. Starch-Based Polimeric
Materials and Nanocomosites. CRC Press. United States of America.
[8] Hawaian Etnobotany. 2004. Anatomy ground tissue-1. (Parenchyma and
Schlerenchyma). www.botany.hawaii.edu.../BishopWeb/ BMW-11.htm. Diakses: Kamis, 24
Oktober 2019, pukul 20.09 WIB.
[9] Tim Penyusun. 2016. Buku penuntun praktikum biokimia. Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung.

17
LAMPIRAN

Cara pengerjaan Menuangkan amilum 5 mL

Meletakkan tabung Erlenmeyer ke dalam waterbath dengan suhu 38˚C

Menuangkan Iodium ke wadah Mengukur banyak saliva Larutan saliva dan amilase

Hasil percobaan (P1 dengan antiseptik, P2 tanpa antiseptik)

18

Anda mungkin juga menyukai