Cva Ich 6
Cva Ich 6
CVA-ICH
Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners Departemen Medikal
di Ruang 26S RSU Dr. Saiful Anwar Malang
Disusun Oleh :
1. Definisi
Cerebrovascular accident (CVA) atau biasa dikenal sebagai
stroke,merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan pada suplai oksigen
di otak.Gangguan suplai oksigen ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu iskemik (85%
kasus) dan hemoragik (15% kasus). Stroke iskemik terjadi akibat pembuluh darah
mengalami sumbatan, sehingga mengakibatkan hipoperfusi pada jaringan otak.
Sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat adanya ekstravasasi
darah/perdarahan pada otak (Smeltzer and Barre, 2010).
Intracerebral Hemorrhage (ICH) Adalah suatu keadaan perdarahan yang
terjadi dalam substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan
atherosclerosis serebral karena perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut
menyebabkan ruptur pada pembuluh darah. Perdarahan/hemoragi yang terjadi
juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri, tumor otak, dan
penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan
narkotik (kokain).
Perdarahan yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada
pada lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta
serebelum. Hemoragik yang terjadi mengakibatkan rupture pada dinding ventrikel
lateral dan menyebabkan hemoragi intraventrikular, yang sering bersifat fatal pada
penderitanya.
2. Etiologi
Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang
sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada
PIS biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif dan
ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat
penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas “tipe
lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit
tersebut adalah:
Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak
(kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh,
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur ulang atau
perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada masa pasca
perdarahan dini.
Hiponatremia
Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan serebrospinal
yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-
muntah dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price
dan Wilson, 2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme.
Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami
perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima
arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut,
sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan
berjumbal sehingga lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik
tersebut.
Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan
penyakit jantung, jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus
(carotisintema). Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi
biasanya embolus akan menyumbat bagian-bagian yang sempit.
3. Patofisiologi
Terlampir
4. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.Sekitar 30% dari
stroke terjadi sebelum usia 65; 70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas.
Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk
semua dua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko perdarahan,
atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya risiko stroke pada tingkat
hipertensi sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada
orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
dibandingkan perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum usia
65 tahun.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
keluarga monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik yang
menunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknya berperan dalam kematian stroke antara
populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes mellitus dapat
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat hingga tiga kali
lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi
individu untuk mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan,
efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih dari dua kali
jantung lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner:
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular aterosklerotik dan
potensi sumber emboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi: Berhubungan dengan
meningkatnya kejadian stroke.
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial karena penyakit jantung
rematik, meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke, meskipun risiko
untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke khusus dalam distribusi
arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan kedua jenis kelamin, tingkat
risiko berhubungan dengan jumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentian merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit melebihi
hematokrit 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah dari isi sel darah
merah, plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan penting.
Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala,
kelesuan, tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena
retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang
dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke trombotik.
tingkat Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat, seperti antitrombin III dan
fibrinogen kekurangan protein C serta protein S dan berhubungan dengan vena
dan kelainan thrombotic.
sistem
pembekuan
Hemoglobino Sickle-cell disease :
pathy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral dan
perdarahan subaraknoid, venasinus dan trombosis vena kortikal. Keseluruhan
kejadian stroke dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria:
Dapat mengakibatkan thrombosis vena serebral
Penyalah Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk methamphetamines,
gunaan obat norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin menyebabkan sebuah
vaskulitis nekrosis yang dapat mengakibatkan pendarahan potensial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan
subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan penyakit
jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang jelas.
Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke pada wanita
muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
lebih dari 35 tahun. Mekanisme diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi
estrogen tentang produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid dikaitkan
dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa muda. Mekanisme
dimana etanol dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu,
alkohol bisa menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah
aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs, obesitas telah secara
konsisten meramalkan berikutnya stroke. Asosiasi dengan stroke dapat
dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen ke atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui pengembangan
perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular
dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke di usia
atauhomosistin muda adalah 10-16%.
uria
5. Klasifikasi
Menurut etiologinya:
a. Stroke Hemoragik
Stroke yang terjadi karena pendarahan subarakhnoid yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya
terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi
saat istirahat (pendarahan intraserebral, pecahnya aneunisme dan
tomur otak yang mengalami pendarahan).
b. Stroke Non Hemoragik
Stroke ini biasanya dapat berupa iskenik, trombosis dan emboli
serebral, biasanya terjadi pada saat setelah lama beraktivitas, baru
bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi askemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran
pasien umumnya baik.
Sroke menurut perjalanan penyakitnya
a. TIA (Transient Ischemic Attoks)
Merupakan gangguan neurologik fokal yang timbul secara tiba-tiba dan
menghilang dalam beberapa detik sampai beberapan jam. Gejala
hilang < 24 jam
b. RIND (Reversible Iskemic Neurologik Defisit)
Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang <24 jam tapi tidak lebih dari 1
minggu.
c. Progesif Stroke Inevaluation
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai akut munculnya gejala
makin lama semakin buruk proses pregresif berupa jam sampai
beberapa hari.
d. Stroke Lengkap
Gangguan neurologi maksimum sejak saat serangan dan sedikit
memperlihatkan perbaikan didahului TIA yang berulang dan stroke
inevaluatior. Bentuk kelainan sudah menetap, gangguan neurologis
sudah maksimal/berat sejak awal serangan.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada CVA-Intracerebral
hemorrhage antara lain:
a. Computed Tomography (CT- scan)
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam
pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk
menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah
diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume
perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI) dapat menunjukkan perdarahan
intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. Perubahan
gambaran MRI tergantung stadium disolusi hemoglobin-oksihemoglobin-
deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.
c. CT non kontras otak
untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini
berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non
kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.
d. EKG
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.
9. Penatalaksanaan
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
3. Memposisikan pasien 150 atau 300 selama 14 - 21 hari
Pengobatan Konservatif
1. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
2. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat
yang sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36
g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.
4. Antihipertensi
Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan
darah sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic
(TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak
danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek
takikardi.
Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat
diberikan vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan
iskemik penumbra yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat
untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah
highly-significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian
dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 2
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya
diberikan fresh frozen plasma atau prothrombic complex
concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR
lebih cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih
rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer
weight heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan
trombositopenia atau adanya gangguan fungsi platelet dapat
diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi platelet, atau
keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan
maka pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah
terjadinya perdarahan.
Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama. Ada
yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak
dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.
Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian
antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan
pada pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom
yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik.
Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan
kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis. Dapat dipakai fenitoin
dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100 mg oral atau
IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita
yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita
yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom,
infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.
10. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab
utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan.Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
4. Resiko injuri
a. Fall prevention
- Kaji adanya gangguan lingkungan yang berpotensi meningkatkan
resiko jatuh klien
- Identifikasi perilaku klien yang menimbulkan resiko jatuh
- Monitor adanya kelianan mobilisasi, keseimbangan, dan level
kelemahan klien
- Asistensi klien pada saat ambulasi/mobilisasi
- Gunakan bedside rails untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur
- Ajarkan klien untuk meminta bantuan kepada orang lain jika ingin
melakukan ambulasi/mobilisasi
Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis
Comp.