Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN KRITIS

“STROKE ISKEMIK/KOMA”

DI SUSUN OLEH :

1. JULIET MANGUANDE (16061131)


2. JOVITA S. LEGI (16061192)
3. TITANIO KALANGI (16061036)
4. RESA MANAJANG (16061127)
5. DAVIED CHRISTOVEL WOWOR (16061059)
6. GABRIELA SANGI (1606
7. YANA MAMONDOL (16061090)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan suatu gangguan


fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun
global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak. Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi
masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi
hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut
(Junaidi, 2011).
Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi stroke
hemoragik dan stroke iskemik. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler.
Sedangkan stroke iskemik adalah stroke yang terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah
serebral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis di daerah yang mengalami
kekurangan pasokan aliran darah di bawah batas yang dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan
(survive).
Stroke non hemoragik atau iskemik, pada tahun 2011 terdapat 113 kasus, tahun 2012
sebanyak 636 kasus, dan tahun 2013 sebanyak 270 kasus. Prevalensi stroke non hemoragik atau
iskemik pada tahun 2012 sebesar 0,07% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Pada tahun
2012, kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari stroke iskemik
2. Untuk mengetahui faktor penyebab dari stroke iskemik
3. Untuk mengetahui cara pencegahan stroke iskemik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah serebral
yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis di daerah yang mengalami kekurangan
pasokan aliran darah di bawah batas yang dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan (survive).

B. Etiologi

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah keotak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80 % stroke adalah stroke iskemik dimana stroke iskemik
dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpulan
2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh darah arteri oleh bekuan darah
3. Hypoperfusion Sistemik : Berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena
adanya gangguan denyut jantung
Berdasarkan penyebab stroke iskemik terbagi atas :
1. Stroke iskemik thrombosis
a. Definisi : Sumbatan pembuluh darah serebral oleh thrombus yang kebanyakannya
berasal dari arterosklerotik.
b. Etiologi : Etiologi yang paling banyak adalah aterosklerosis, tapi bisa juga disebabkan
oleh trauma, trombosis obliterans, polisitemia vera dan penyakit kolagen.
c. Gejala klinis :
1) Onset penyakit ini perlahan-lahan, keluhan sering timbul pada pagi hari saat
bangun tidur.
2) Biasanya didahului oleh gejala prodromal berupa vertigo, sakit kepala,
kesemutan, afasia serta gangguan mental dan tidak berasa pada ujung-ujung
ekstremitas.
3) Gejala umum berupa kesadaran baik, hemiparese atau hemiplegi, disatria, afasia,
mulut mencong kadang-kadang hemianopsia, dengan gejala fokal otak lainnya.
4) Neurogenic bladder
2. Stroke iskemik emboli
a. Definisi : Sumbatan pembuluh darah serebral oleh embolus yang berasal dari jantung.
b. Etiologi : Atrium fibrilasit (50%), gangguan atau penyakit katub, kardiomiopati,
infark miokard, terutama 4 minggu setelah serangan, stenosis dan regurgitasi katub
mitral, endocarditis infeksiosa dan lain-lain.
c. Gejala klinis :
1) Onset serangan ini mendadak, keluhan sering pada waktu menjalankan aktivitas.
2) Gangguan motorik atau sensorik sesuai lesi.
Apabila emboli besar, bisa menyebabkan delirium, pingsan, gelisah, kejang dan kesadaran
menurun.

C. Klasifikasi stroke iskemik

Berdasarkan onset penyakitnya stadium stroke iskemik terbagi atas:


1. Serangan iskemia atau Transient Ischemic Attack (TIA). Pada bentuk ini gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas atau Reversible Ischemic Neurological Defisit
(RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama 24
jam. Tapi tidak lebih seminggu.
3. Stroke Progresif (Progresive Stroke atau Stroke in evolution). Gejala neurologik makin
lama makin berat.
4. Stroke Komplet (Completed Stroke atau Permanent Stroke), gejala klinis sudah menetap.
Terdiri dari:
- Non-hemorrhagic stroke (infark), baik karena trombus atau embolus.
- Hemorrhagic completed stroke

D. Patofisiologi

Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :


a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom.
c. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian
dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya
fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit
maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel
sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular
disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Disekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+
dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari
pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan
perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik
penumbra.
Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan
neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer
yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium
(calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel.
Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamt, yang selanjutnya akan membanjiri
lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan.
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen
molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran
sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

E. Faktor Resiko

Faktor resiko terjadinya stroke di bagi atas :


1. Yang tidak dapat di ubah, seperti; usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA
atau stroke sebelumnya, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium.
2. Yang dapat di ubah, seperti hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan obat
dan alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit yang meningkat, bruit karotis asimtomatis,
hiperurisemia dan dislipidemia.
a. Hipertensi
Merupakan faktor resiko yang potensial, karena pada hipertensi dapat meyebabkan
pecahnya atau menyempitnya pembuluh darah otak. Jika pembuluh darah otak pecah
maka terjadi perdarahan dan jika menyempit akan menyebabkan penurunan aliran darah
ke otak sehingga sel otak dapat mengalami kematian.
b. Diabetes mellitus
Pada pasien diabetes mellitus akan terjadi penebalan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Hal ini jelas akan mengganggu aliran darah otak , yang pada akhirnya
menyebabkan infark sel otak.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung koroner dengan infark jantung, penyakit jantung rematik, dan gangguan
irama jantung dapat menimbulkan GPDO dengan jalan menimbulkan hambatan aliran
darah ke otak, karena jantung melepaskan gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang mati
ke dalam aliran darah yang disebut emboli.
d. Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol LDL dengan rendahnya HDL dapat meningkatkan terjadinya
aterosklerosis, penebalan dinding pembuluh darah yang diikuti dengan penurunan
elastisitas pembuluh darah, akibatnya terjadi gangguan aliran darah ke otak.
e. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsenterasi fibrinogen. Hal ini akan memudahkan
terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan viskositas pembuluh
darah, yang akhirnya mempengaruhi aliran darah ke otak. Selain itu, merokok dapat
menyebabkan resiko infark jantung.
f. Lain-lain, diantaranya obesitas, peningkatan asam urat, penyakit paru, dan penyakit
darah.

F. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis utama yang dikaitkan dengan insufisiensi aliran darah otak dapat
dihubungkan dengan tanda serta gejala di bawah ini :
1. Arteri vertebralis
a. Hemiplegi alternan
b. Hemiplegi ataksik
2. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior ; gejala-gejalanya biasanya unilateral). Lokasi
lesi yang paling sering adalah pada bifurkasio arteria karotis komunis menjadi arteria
karotis interna dan eksterna.
Gejala-gejala yaitu :
a. Buta mutlak sisi ipsilateral
b. Hemiparese kontralateral
3. Arteri Basilaris
a. Tetraplegi
b. Gangguan kesadaran
c. Gangguan pupil
d. Kebutaan
e. Vertigo
4. Arteria serebri anterior (gejala primernya adalah perasaan kacau)
a. Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai. Lengan bagian proksimal mungkin
ikut terserang. Gerakan voluntar pada tungkai terganggu.
b. Gangguan sensorik kontralateral.
c. Demensia, refleks mencengkeram dan refleks patologis
5. Arteria serebri posterior (dalam lobus mesencepalon atau talamus)
a. Koma.
b. Hemiparesis kontralateral.
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia).
d. Kelumpuhan saraf otak ketiga – hemianopsia, koreoatetosis.
6. Arteria serebri media
a. Monoparesis atau hemiparesis kontralateral (biasanya mengenai tangan).
b. Kadang-kadang hemianopsia kontralateral (kebutaan).
c. Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena) ; gangguan semua fungsi yang
ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi.
d. Disfagia.
G. Pemeriksaan Penunjang

Stroke dengan oklusi pembuluh darah dapat dilakukan pemeriksaan:


1. CT Scan
Untuk menetapkan secara pasti letak dan kausa dari stroke. CT scan menunjukkan
gambaran hipodens.
2. Ekokardiografi
Pada dugaan adanya tromboemboli kardiak (transtorakal, atau transesofageal)
3. Ultrasound scan arteri karotis
Bila diduga adanya ateroma pada arteri karotis. Disini dipakai prinsip doppler untuk
menghasilkan continuous wave untuk mendeteksi derajat stenosis secara akurat, serta
juga pulsed ultrasound device yang dikaitkan dengan scanner (duplex scan)
4. Intra arterial digital substraction angiografi
Bila pada ultrasound scan terdapat stenosis berat
5. Transcranial Doppler
Dapat untuk melihat sejauh mana anastomosis membantu daerah yang tersumbat
6. Pemeriksaan darah lengkap
Perlu untuk mencari kelainan pada cairan darah sendiri

H. Penatalaksanaan

Pengobatan secara umum


1. Breathing : menjaga jalan nafas dengan sedikit mengekstensikan kepala, menjaga lidah
agar tidak jatuh ke belakang, pemberian oksigen 2-3 L/menit.
2. Blood : kontrol tekanan darah dan nadi, posisi kepala 30º dari bidang horizontal untuk
menjamin aliran darah yang adekuat ke otak dan aliran balik vena dari otak ke jantung.
3. Brain : mengurangi edema, memenuhi intake cairan dengan larutan isotonis seperti
Ringer Laktat 12 jam/kolf, atasi kejang dan gelisah.
4. Bladder : pasang kateter untuk menjaga pengosongan vesika urinaria
5. Bowel : memenuhi asupan makanan, kalori dan elektrolit.

I. Pengobatan Secara Khusus


a. Anti edema
- Gliserol
Diberikan per infus dalam larutan 10% dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB selama 6-8 jam,
untuk 5-7 hari. Dapat diberikan peroral 3-4 x 150 cc sehari.
- Manitol
Dalam larutan 15-20% infus manitol diberikan untuk menurunkan tekanan
intrakranial, misalnya bila ada tanda-tanda herniasi. Dosis 1-1,5 mg/kgBB dalam
waktu 1 jam. Lama kerja manitol kurang dari 4 jam, kemudian bisa timbul efek
rebound, oleh karena itu perlu diberi infus ulang, atau kombinasi dengan anti edema
lain seperti gliserol.
b. Obat anti agregasi
Khasiat pentoksifilin yang dapat mencegah agregasi eritrosit dan trombosit, serta asetosal
dan dipiridamol sebagai anti agregasi trombosit dapat mengurangi viskositas darah dan
memperbaiki mikrosirkulasi. Misalnya :
- Asetosal 100-300 mg/hari
- Dipiridamol 3×75 mg
c. Metabolik aktivator/ ionotropik
Dapat diberikan piracetam, pentoksifilin, flunarizin atau citicholin. Misalnya :
- Piracetam 3×800-6000 mg
- Pentoksifilin 3×400 mg
d. Sitoprotektif
Nimodipin 120-180 mg/hari atau 2-2,5 ml/jam dengan stringe pump
e. Rehabilitasi (fisioterapi)
Pada prinsipnya rehabilitasi dilakukan sedini mungkin secara bertahap baik secara pasif
maupun aktif. Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi bila
kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil.
Untuk fisioterapi pada pasien yang belum boleh bergerak, perubahan posisi badan dan
ekstremitas dilakukan setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus. Latihan gerakan sendi
anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah kontraktur.

J. Pencegahan Primordial

1. Pencegahan primodial

Dilakukan untuk mempertahankan keadaan risiko rendah terhadap penyakit stroke atau
mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti
berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster
yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi
tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, mediaelektronik dan billboard.
2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol factor-faktorrisiko yang dimiliki


individu, tetapi belum terkena stroke dengan caramelaksanakan gaya hidup sehat bebas
stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-
obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnyafibrilasi atrium, infark
miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyaksayuran, buah-
buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna,minimalkan junk food dan beralih pada
makanan tradisional yangrendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak
sertadianjurkan berolah raga secara teratur.

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder diberikan kepada penderita yang baru terkena atau terancam akan
menderita stroke melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat
untuk mencegah stroke berulang atau agar stroke tidak berkelanjut menjadi kronis.
Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertamadengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari,
antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit jantung
(fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisikoagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obatantiagregasi trombosit kedua,
diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal
(aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik
pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obatan tidisplidemia pada
penderita displidemia berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari
kelebihan berat badan dan kurang gerak.

4. Pencegahan Tersier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat, memperkecil penderitaan, dan membantu
penderita stroke untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
dapat diobati lagi (mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari). Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik,
mental dan sosial. Rehabilitasiakan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peranserta
keluarga.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan, status
pekawinan, diangnosa medis dll.

b) Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-
obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri,
kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti :
hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
4. Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran
klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss
dan cemas.

c) Pemeriksaan Fisik
1. Rambut dan hygiene kepala
2. Mata: buta, kehilangan daya lihat
3. Hidung, simetris ki-ka adanya gangguan
4. Leher
5. Dada
I : simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
6. Abdomen
I : perut acites
P : hepart dan lien tidak teraba
P : Thympani
A : Bising usus (+)
7. Genito urinaria : dekontaminasi, anuria
8. Ekstramitas : kelemahan, kelumpuhan.

d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis


1) Tingkat Kesadaran
Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
- CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
- APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
- DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas psikomotor
→ gaduh gelisah
- SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang bangun lalu
tidur kembali
- KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
Kuantitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
- Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
- Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
- Respon Motorik (M= Motorik)
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
- Test nervus I (Olfactory)
o Fungsi penciuman
 Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium
benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi
dan sebagainya.
 Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.
- Test nervus II ( Optikus)
o Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang
 Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca
dua baris di koran, ulangi untuk satunya.
 Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,
klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna
cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien
langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
- Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
o Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
- Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter
kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari
satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
- Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm
sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi
bola mata, diplopia, nistagmus.
- Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa
menengok.
- Test nervus V (Trigeminus)
o Fungsi sensasi, caranya :
 Dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan
bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.
 Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
o Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan
palpasi pada otot temporal dan masseter.
- Test nervus VII (Facialis)
o Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam,
manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
o Otonom, lakrimasi dan salvias
o Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk:
tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa
berusaha membukanya.
- Test nervus VIII (Acustikus)
o Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
- Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini
sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX
mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan
thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum
lunak.
- Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi
kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test
otot trapezius.
- Nervus XII (Hypoglosus)
o Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
o Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
o Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
3) Menilai Kekuatan Otot
o Kaji cara berjalan dan keseimbangan
o Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan,
tubuh – kaki
o Periksa tonus otot dan kekuatan
o Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
4) Pemeriksaan reflek
o Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
o Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
 Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae)
dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep
femoris yaitu ekstensi dari lutut.
 Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat
kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul
dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan
tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
 Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan
reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon)
respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila
ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
 Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek
ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah
kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
 Reflek Superfisial
Reflek kulit perut
Reflek kremeaster
Reflek kornea
Reflek bulbokavernosus
Reflek plantar
o Reflek Patologis
 Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah kuat-
kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke
arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki.
Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan
jari-jari lain menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada
semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
- Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan
gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
- Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
- Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah mengurut
kebawah (distal)
- Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong koyong.
e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada klien
untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada
secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut
normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila
ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang
Mischiadicus.

f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
- Hematologi
- Kimia klinik
(2) Radiologi
- CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya
infark
- MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
- Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

g) Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
2. Perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak. Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer

h) Intervensi keperawatan
Intervensi
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d aliran darah ke otak terhambat
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suplai aliran darah
keotak lancer dengan kriteria hasil:
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai dengan hilang
b. Berfugsinya saraf dengan baik
c. Tanda-tamda vital baik
Intervensi
1. Monitor tingkat kesadaran pasien
2. Monitor ukuran,kesimetrisan.reaksi dan bentuk pupil
3. Kaji Ttv
4. Observasi kondisi fisik klien
5. Kaji apakah ada secret pada jalan nafas
6. Pertahankan jalan napas tetap efektif
7. Berikan oksigen sesuai instruksi
8. Observasi tanda-tamda hipoventilasi

2. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neurovaskuler


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharpkan klien dapat
melakukan pergerakan fisik dengan kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop
b. Pasien dmencapai keseimbanagn saat duduk
c. Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi hilannya fugsi
pada sisi yang parese/plegi
Intervensi
1. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstremitas yang sehat
2. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstremitas yang parase/plegi dalam toleransi nyeri
3. Topang ekstremitas dengan bantal untuk mencegah atau mengurangi bengkak
4. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien
5. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang dirasakan
6. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sandi

3. Kerusakan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi ke otak


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien mampu
untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:
a. Dapat menjawab pertanyaan yang diajukan
b. Dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
c. Dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal
Intervensi
1. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
2. Gunakan kata-kata klien dengan penuh perhatian
3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien
4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
5. Berikan arahan/ perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah serebral
yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis di daerah yang mengalami kekurangan
pasokan aliran darah di bawah batas yang dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan (survive).
Berdasarkan penyebab stroke iskemik terbagi atas (1) stroke iskemik thrombosis merupakan
sumbatan pembuluh darah serebral oleh thrombus yang kebanyakannya berasal dari
arterosklerotik. Etiologi yang paling banyak adalah aterosklerosis, tapi bisa juga disebabkan oleh
trauma, trombosis obliterans, polisitemia vera dan penyakit kolagen. (2) Stroke iskemik emboli
merupakan sumbatan pembuluh darah serebral oleh embolus yang berasal dari jantung.
Penyebabnya atrium fibrilasit (50%), gangguan atau penyakit katub, kardiomiopati, infark
miokard, terutama 4 minggu setelah serangan, stenosis dan regurgitasi katub mitral, endocarditis
infeksiosa dan lain-lain.
Pencegahan pada stroke iskemik terdiri atas pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Pencegahan primer dilakukan untuk mengontrol faktor-faktor risiko yang dimiliki individu,
tetapi belum terkena stroke dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain
menghindari rokok dan alkohol, mengurangi makanan berlemak, dan lain-lain. Pencegahan
sekunder diberikan kepada penderita yang baru terkena atau terancam akan menderita stroke
melalui diagnosis dini serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat untuk mencegah stroke
berulang atau agar stroke tidak berkelanjut menjadi kronis. Pencegahan tersier bertujuan untuk
mereka yang telah menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat,
memperkecil penderitaan, dan membantu penderita stroke untuk melakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak dapat diobati lagi. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasiakan diberikan oleh tim
yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional,
petugas sosial dan peranserta keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
2. Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC.
3. Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
4. Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta:EGC
5. Ginsberg, Lionel. (2007). Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Erlangga
6. Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
7. Smeltzer and Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Tobing, Lumban. (2001). Neurogeriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9. Wlkinson, Judith M .2002. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih bahasa:
Widyawati dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai