Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan kita kadang menjumpai adanya henti jantung mendadak. Sebagian besar kasus
henti jantung mendadak disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler terutama sindroma koroner akut.
Di rumah sakit, kejadian henti jantung dan atau henti nafas tiba-tiba lebih dimungkinkan karena
adanya penyakit-penyakit dasar pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit, baik penyakit
kardiovaskuler maupun non kardiovaskular dan kadang sukar diprediksi.
Keberhasilan penatalaksanaan kasus henti jantung dan atau henti nafas selain dipengaruhi oleh
penyebab terjadinya juga dipengaruhi oleh “respon time” yaitu interval waktu antara kejadian dan
dimulainya pertolongan berupa resusitasi jantung paru serta kualitas resusitasi jantung paru yang
dilakukan. Respon time berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan resusitasi jantung paru,yaitu
semakin pendek interval waktu dimulainya resusitasi jantung paru sejak ditemukannya kejadian henti
jantung dan atau henti nafas maka angka keberhasilan juga umumnya akan semakin meningkat.
Kualitas resusitasi jantung paru yang baik juga menentukan keberhasilan penatalaksanaan henti
jantung dan atau henti nafas.
Dalam upaya meningkatkan keberhasilan resusitasi jantung paru terutama dalam kaitannya
dengan respon time dan kualitas resusitasi jantung paru maka disusun panduan Code Blue RSIA
Kumala Siwi Jepara.

B. DEFINISI
1. Code Blue
Code blue adalah dan stabilisasi kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit.
Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus segeradimulai
setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak responsive,
nadi tidak teraba, atau tidak bernafas) misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi
kardiopulmoner (CPR).
2. Code Blue Team
Code blue team adalam tim yang terdiri dari dokter dan paramedik yang ditunjuk sebagai “code-
team”, yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini
menggunakan crash-cart, kursi roda/tandu, alat-alat penting seperti difibrilator, peralatan
inkubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropine, lignocaine) dan
IV set untuk menstabilkan
3. Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar
BLS atau Bantuan Hidup Dasar merupakan awal respons tindakan gawat darurat.
BLS dapat di lakukan oleh tenaga medis, paramedic maupun orang awam yang melihat
pertama kali korban. Skill BLS haruslah dikuasai oleh paramedic dan medis, dan sebaiknya
orang awam juga menguasainya karena seringkali korban justru ditemukan pertama kali
bukan oleh tenaga medis. BLS adalah suatu cara memberikan bantuan/pertolongan hidup
dasar yang meliputi bebasnya jalan nafas (airway A), pernafasan yang adekuat (breathing B),
sirkulasi yang adekuat (circulation C).
4. Advanced Cardiac Life Support (ACLS)
Advanced Cardiac Life Support (ACLS) adalah bantuan hidup lanjut atau pertolongan pertama
pada penyakit jantung.

C. TUJUAN CODE BLUE


Tujuan dari code blue adalah :
1. Untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi korban yang mengalami kondisi
darurat cardio-respiratory arrest yang berada dalam kawasan rumah sakit.
2. Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan peralatan medis darurat yang dapat di
gunakan dengan cepat.
3. Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan penggunaan defibrillator eksternal otomatis/
Automatic External Defibrilator (AED) untuk semua tim rumah sakit baik yang berbasis klinis
maupun non klinis.

1
4. Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam kawasan rumah
sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat medis.
5. Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Semua staf RSIA Kumala Siwi Jepara dengan sertifikasi Bantuan Hidup Dasar (BHD).
2. Kejadian code blue adalah kejadian henti nafas atau henti jantung.
3. Tim code blue adalah tim yang ditentukan untuk datang segera setelah mengetahui adanya kejadian
code blue dan terdiri dari 3 orang, yaitu pemimpin tim resusitasi yang bertanggung jawab dalam
memimpin resusitasi dan melakukan defibrilasi, individu yang berperan dalam membantu kompresi
dinding dada, individu yang berperan dalam memberikan ventilasi tekanan positif termasuk inkubasi
endotracheal dan pemberian obat-obatan serta pendokumentasikan di bawah koordinasi pemimpin
tim resusitasi.
4. Tim code blue dapat terdiri dari dokter jaga, 1 perawat IGD, 1 perawat ICU dan 1 perawat ruangan.
5. Pemimpin resusitasi adalah individu yang paling menguasai algoritma henti jantung dan henti nafas.
Prioritas pemimpin dalam resusitasi pada kejadian code blue menurut urutan prioritas adalah sebagai
berikut :
 Prioritas pertama dokter Spesialis Emergency Medicine
 Prioritas kedua dokter Spesialis Anestesi
 Prioritas ketiga dokter Spesialis Penyakit Dalam
 Prioritas keempat dokter umum/dokter jaga IGD
 Prioritas kelima perawat jaga IGD
 Prioritas keenam perawat HCU
 Prioritas ketujuh perawat rawat inap
 Prioritas kedelapan perawat rawat jalan
6. Pada kejadian code blue sebelum tim code blue yang lengkap ada, maka individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan henti paru bertindak sebagai pemimpin resusitasi
sesuai dengan keadaan pada saat terjadi kejadian code blue sampai dengan tim code blue yang
lengkap dan lebih mampu melakukan resusitasi jantung paru yang lebih adekuat tiba di tempat
kejadian code blue.
7. Respon time yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan terkumpulnya minimal jumlah anggota tim
resusitasi yang lengkap, yaitu maksimal 7 menit, mulai dari packaging sampai dengan tiba di tempat
kejadian code blue.
8. Trolly emergency adalah trolly yang memuat obat-obatan dan alat-alat medis untuk kasus kegawat
daruratan medis termasuk pada kejadian code blue (henti jantung dan atau henti nafas) dan di buka
pada saat terjadi kegawatdaruratan medis.
9. Emergency kit adalah box yang berisi alat-alat medis untuk kasus kegawatdaruratan medis termasuk
pada kejadian code blue (henti jantung dan atau henti nafas) dan di buka pada saat terjadi
kegawadaruratan medis.

3
BAB III
TATA LAKSANA DAN PERORGANISASIAN

A. ORGANISASI TIM CODE BLUE


Tim code blue merupakan tim yang selalu siap setiap saat atau sepanjang waktu.
1. Tim code blue respon primer
Tim code blue respon primer beranggotakan kru yang paling tidak telah menguasai Basic Life
Support (BLS). Tim code blue terdiri dari 4 anggota, yaitu :
 1 petugas medis Dokter sebagai leader
 1 petugas medis IGD sebagai resusitasi
 1 perawat IGD sebagai ventilasi
 1 perawat pelaksana ruangan sebagai sirkuler dan notulen.
a. Uraian tugas
1) Koordinator Tim dokter
Dijabat oleh dokter IGD, bertugas mengkoordinir segenap anggota tim. Bekerjasama
dengan diklat membuat pelatihan kegawadaruratan yang dibutuhkan oleh anggota tim.
2) Penanggung Jawab Medis
- Dokter jaga/ dokter ruangan
- Mengidentifikasi awal/triage pasien
- Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawadaruratan
- Memimpin tim saat pelaksanaan RJP
- Menentukan sikap selanjutnya
3) Perawat pelaksana
- Bersama dokter penanggung jawab medis melakukan triage pada pasien
- Membantu dokter penanggung jawab medis menangani pasien gawat dan gawat
darurat
4) Tim resusitasi
- Perawat terlatih dan dokter ruangan/dokter jaga
- Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat atau gawat darurat
- Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat atau gawat darurat
- Daftar nama tim code blue merupakan tanggung jawab koordinator setiap bulan.
-
B. TIM CODE BLUE RSIA KUMALA SIWI
Tim code blue RSIA Kumala Siwi terdiri dari :
- 1 Petugas medis Dokter sebagai leader
- 1 Petugas medis IGD sebagai resusitasi
- 1 Perawat IGD sebagai ventilasi
- 1 Perawat pelaksana ruangan sebagai sirkuler dan notulen
Anggota dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan.
Struktur kepengurusan tim code blue dipilih dalam rapat pergantian kepengurusan tim code blue
setiap dua tahun dengan di hadiri kepala bidang pelayanan medis dan kepala bidang pelayanan
keperawatan.
Ketua tim code blue bertugas :
1. Membuat dan merevisi SPO code blue sesuai dengan perkembangan pelayanan medis dengan
berkoordinasi dengan kepala bidang pelayanan medis dan kepala bidang keperawatan.
2. Membuat dan merevisi Panduan Pelayanan Code Blue sesuaia dengan perkembangan pelayanan
medis.
3. Mengawasi pelaksanaan pelayanan code blue.
4. Merencanakan simulasi kejadian code blue minimal satu kali dalam satu tahun untuk
mengevaluasi kualitas pelaksanaan resusitasi jantung paru, penguasaan algoritma dan
mengevaluasi respon time.
5. Membantu pelaksanaan kegiatan pelatihan bantuan hidup dasar internal maupun eksternal
dengan bekerja sama dengan Bagian Pendidikan dan Pelatihan.

4
6. Membantu unit farmasi dalam melakukan penyusunan standar pengisian dan pengecekan isi
trolly emergency serta dalam melakukan revisi strandar penyusunan trolly emergency bila
diperlukan.
7. Mempersiapkan pergantian struktur kepengurusan baru tim code blue setiap dua tahun.
8. Membuat laporan tahunan kejadian code blue.

C. TROLLY EMERGENCY
1. Trolly emergency terdapat di setiap lantai di lokasi yang mudah di akses pada saat terjadinya
kejadian code blue dengan di sesuaikan dengan penataan ruang di setiap lantai.
2. Penyusunan trolly emergency berdasarkan pada panduan dari The CPR Guidance for Clinical
Prantice & Training in Hospital, Resuscitation Concil UK 2000 dengan modifikasi sesuai
dengan kebutuhan di RS Ortopedi Prof dr R Soeharso Surakarta serta Handbook of Emergency
Cardiovasculer Care for Healt care Providers 2010.
3. Trolly emergency dapat di buka pada kejadian code blue dan pada kasus-kasus kegawat
daruratan medis.
4. Isi yang terdapat di dalam trolly emergency, baik obat-obatan maupun alat-alat medis terlampir
dalam formulir pengecekan trolly emergency.
5. Trolly emergency di lakukan pengecekan setiap shift pagi oleh perawat di unit lokasi trolly
emergency itu berada dengan mengisi formulir pengecekan trolly emergency.
6. Bila trolly emergency tidak terbuka untuk di pakai maka setiap kolom shift dibuat garis lurus
vertical yang menandakan tidak terdapat pembukaan isi trolly emergency.
7. Pada kolom yang bertuliskan trolly dalam keadaan terkunci / tidak terkunci diisi dengan T bila
terkunci dan TT bila dalam keadaan tidak terkunci.
8. Pada kolom nomor kunci di isi dengan nomor kunci trolly emergency.
9. Pada kolom inisial dan paraf yang melakukan cek diisi dengan paraf perawat yang melakukan
pengecekan di sertai inisial perawat.
10. Bila terjadi pemakaian obat-obat dan atau alat-alat medis yang terdapat di dalam trolly
emergensi baik pada kejadian code blue ataupun kegawatdaruratan medis lain maka perawat
yang bertanggung jawab dalam pendokumentasian mengisi formulir pemakaian consumable
emergency trolly.
11. Formulir pemakaian consumable trolly emergency itu diserahkan ke bagian farmasi untuk
dilakukan proses pergantian isi trolly emergency dalam waktu maksimal dua jam setelah
formulir diterima oleh bagian farmasi.
12. Pengecekan kadaluarsa obat-obat dan alat-alat medis yang terdapat di dalam trolley emergency
dilakukan oleh bagian farmasi setiap satu bulan dan bila terdapat obat-obat yang kadarluasa
maka akan dig anti oleh unit farmasi, termasuk penggantian obat-obat dan alat-alat medis yang
mendekati kadarluarsa dengan obat dan alat medis dengan kadarluasa yang lebih panjang.
13. Pengecekan terhadap trolley emergency juga meliputi pengecekan terhadap laryngoscope yang
terdapat di bagian atas trolly emergency untuk memastikan bahwa laryngoscope yang tersedia
berfungsi dengan baik.
14. Pengecekan terhadap laryongoscop yang terdapat di trolly emergency dilakukan setiap shift oleh
perawat dengan melakukan pengsian formulir pengecekan laryngoscope yang tersedia.

D. DEFIBRILATOR
Defibrilator terdapat di atas trolly emergency dan harus dipastikan berfungsi dengan baik pada
saat digunakan pada kejadian code blue. Pemeriksaan funsi defibrillator dilakukan setiap shif pagi
dengan melakukan pembuangan energy. Pembuangan energy dilakukan dengan menggunakan energy
maksimal pada defibrillator yaitu dengan energy 200 joule. Hal ini untuk membuktikan bahwa
defibrilator dapat berfungsi pada penggunaan energy maksimal.
Prosedur:
- Koneksi defibrillator dengan sumber listrik diputuskan.
- Defibrillator dinyatakan dengan menekan tombol power.
- Pilih energy 200 joule
- Lakukan charge diikuti defibrilasi dengan paddle tetap terpasang di defibrillator tanpa di lepas.
- Lakukan print hasil pembuangan energy dan dokumentasikan.

5
Defibrillator berfungsi baik bila energy yang tercatat pada kertas hasil print tidak melebihi 10%
dari energy yang di berikan yaitu 200 Joule.
Defibrillator juga perlu dilakukan pengisian energy pada batrai defibrillator. Pengisian energy ini
dilakukam setiap pagi selama 4 jam mulai pukul 08.00 – 12.00 wib. Bila pada interval waktu ini
terdapat penggunaan trolly emergency sehingga proses pengisian energy pada defibrillator terhenti
maka pengisian energy harus di ulang selama 4 jam. Pengisian ulang energy juga harus di lakukan
bila terdapat pemakaian defibrillator.
Defibrillator juga dilengkapi dengan paddle anak. Paddle ini harus dilepaskan setiap shift pagi
sebelum dilakukan pemeriksaan fungsi defibrillator dan dipasang kembali untuk memastikan bahwa
dapat dengan mudah di lepaskan dari paddle dewasa.
Paddle anak dipergunakan untuk pasien anak usia < 8 tahun atau anak dengan perkiraan berat
badan < 25 kg.

E. PROSEDUR CODE BLUE


1. Prosedur code blue di mulai dengan adanya kejadian code blue di lingkungan RS. Individu
pertama yang menemukan kejadian code blue akan meminta pertolongan dengan mengeluarkan
suara teriakan “code blue” serta menyebutkan lokasi kejadianya dan menekan tombol
emergency dengan nada panjang bila terjadi di ruang rawat inap pasien.
2. Perawat yang berada di nurse station yang mendengar teriakan itu segera menghubungi
extension khusus 805 dan memberitahukan informasi mengenai adanya kejadian code blue dan
lokasi terjadinya (lantai dan nomor kamar).
3. Bila kejadian code blue terjadi diluar ruang rawat inap pasien atau teriakan tidak terdengar di
nurse station, maka staf lain yang mendengar teriakan itu harus menghubungi operator melalui
telepon terdekat dan memberitahukan adanya kejadian code blue beserta lokasi terjadinya.
4. Individu pertama yang menemukan adanya kejadian code blue segera memulai bantuan hidup
dasar sampai dengan tim code blue tiba di lokasi kejadian.
5. Operator yang menerima informasi mengenai adanya kejadian code blue segera
memberitahukan informasi itu melalui “paging” code blue disertai lokasi kejadian dan diulang
sebanyak tiga kali, misal : code blue lantai 2 kamar no.4 dan di ulang sebanyak tiga kali.
6. Perawat atau staf yang terdekat dengan trolly emergency mendorong trolly emergency ke lokasi
kejadian code blue segera setelah mendengar pemberitahuan kejadian code blue.
7. Setelah tim code blue tiba di tempat kejadian maka upaya resusitasi jantung paru di lanjutkan
oleh tim code blue dengan pembagian tugas dalam resusitasi jantung paru di sesuaikan dengan
jumlah anggota tim code blue.
8. Pemimpin resusitasi dalam code blue adalah individu yang dianggap paling menguasai
algoritma henti jantung dan atau henti nafas dengan prioritas seperti di bawah ini :
 Prioritas pertama dokter Spesialis Emergency Medicine
 Prioritas kedua dokter Spesialis Anestesi
 Prioritas ketiga dokter Spesialis Penyakit Dalam
 Prioritas keempat dokter umum / dokter jaga IGD
9. Sebelum tim code blue tiba di tempat kejadian maka individu yang dianggap paling menguasai
algoritma henti jantung dan atau henti nafas bertindak sebagai pemimpin resusitasi sesuai
dengan keadaan saat kejadian code blue.
10. Dokter jaga ruangan dan perawat ruangan memiliki kewajiban berespon terhadap
pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat kejadian code blue bila
kejadian code blue terjadi di ruang perawatan.
11. Dokter jaga IGD memiliki kewajiban berespon terhadap pemberitahuan adanya kejadian code
blue dan segera menuju tempat kejadian code blue. Ketidakhadiran di mungkinkan bila terdapat
kegawatan di unit masing-masing pada saat bersamaan yang tidak memungkinkan untuk segera
menuju tempat kejadian code blue.
12. Setidaknya satu orang perawat IGD, satu perawat HCU dan satu perawat supervise memiliki
kewajiban berespon terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju
tempat kejadian code blue.
13. Perawat IGD yang memiliki tugas untuk berespon itu ditentukan di setiap shift jaga oleh
koordinator atau penanggung jawab shift.

6
14. Respon time adalah waktu yang diperlukan sampai dengan tim code blue tiba di tempat kejadian
code blue sejak pemberitahuan code blue melalui packaging terdengar, yaitu maksimal 7 menit.
15. Penentuan berakhirnya upaya resusitasi pada kejadian code blue di tentukan oleh pemimpin tim
code blue sesuai dengan pertimbangan medis.
16. Kejadian code blue dan hasil dari resusitasi jantung paru yang dilakukan di dokumentasikan di
dalam rekam medis pasien.

F. PEMBAGIAN TUGAS DALAM RESUSITASI


Tim resusitasi pada kejadian code blue terdiri dari pemimpin resusitasi, individu yang berperan
dalam memberikan bantuan ventilasi, individu yang berperan dalam kompresi eksternal, individu
yang bertanggung jawab terhadap akses vaskuler dan pemberian obat-obatan dan individu yang
berperan dalam pendokumentasian.
a. Pemimpin resusitasi yaitu adalah individu yang paling menguasai algoritma henti jantung dan
henti nafas. Pemimpin resusitasi mempunyai pearan :
- Memimpin resusitasi jantung paru yang dilakukan dengan memberikan instruksi kepada
setiap anggota tim resusitasi lain
- Mengambil alih peran anggota tim resusitasi lain bila diperlukan
- Melakaukan defibrilasi
- Memantau peran individu yang melakukan kompresi eksternal
- Memantau peran individu yang memberikan ventilasi
- Memantau peran individu yang bertanggung jawab terhadap akses vascular dan pemberian
obat-obatan.
b. Individu yang berperan dalam ventilasi. Individu ini berperan dalam :
 Memberikan ventilasi tekanan positif melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung maupun
dengan menggunakan pocket mask atau valve mask.
 Menilai adekuat tidaknya pengembangan dinding dada saat melakukan ventilasi tekanan
positif
 Melakukan pemasangan oropharyngeal airway (guedel)
 Melakukan intubasi endotrakheal bila mampu dan di perlukan serta melakukan fiksasi
endotracheal tube.
c. Individu yang berperan dalam kompresi eksternal. Individu ini berperan dalam melakukan
kompresi jantung eksternal. Individu ini dapat lebih dari satu dan direkomendasikan lebih dari
satu untuk menjamin kualitas kompresi eksternal tetap baik dengan pergantian individu yang
melakukan kompresi eksternal setiap dua siklus. Pergantian dapat pula dilakukan dengn
individu yang berperan dalam pemberian obat.
d. Individu yang bertanggung jawab terhadap akses vascular dan pemberian obat-obatan (sirkuler).
Individu ini berperan dalam :
- Melakukan pemeriksaan nadi (check pulse)
- Melakukan pemantauan irama jantung di monitor
- Memastikan akses vascular berfungsi baik, termasuk melakukan pemasangan iv line bila
belum terpasang
- Memberikan obat-obat yang diinstruksikan oleh pemimpin resusitasi.
e. Individu yang bertanggung jawab dalam pendokumentasian (notulis). Individu ini berperan
dalam :
- Mendokumentasikan obat-obat yang di gunakan dalam resusitasi (jenis, dosis, jumlah obat
dan waktu pemberian)
- Mencatat waktu di mulainya resusitasi dan berakhirnya resusitasi
- Fungsi ini dapat pula di perankan oleh individu yang bertanggung jawab terhadap akses
vascular dan pemberian obat-obatan
- Individu yang bertugas sebagai sirkuler dan notulen dalam tim code blue adalah seorang
perawat yang saat situasi kode biru sedang bertugas pada ruang rawat inap dimana situasi
kode biru terjadi
- Apabila situasi kode biru terjadi di luar ruang rawat inap maka perawat ruangan yang
bertugas menjadi perawat sirkuler dan notulen dalam tim code blue adalah perawat di
ruangan yang telah terjadwalkan untuk bertugas sebagai anggota tim code blue.
7
Pengorganisasian Code Blue :
Struktur Keanggotaan
Pelindung : Direktur Utama
Ketua : dr. Anesia Meriska Dewi
Wakil Ketua : dr. Adityo Nugroho
Koordinator : Vika Amigya, S.Kep Ners
Anggota tim : terdiri dari dokter jaga umum dan perawat saat shift jaga

G. RESUSITASI JANTUNG PARU


Resusitasi jantung paru di dasarkan pada panduan bantuan hidup dasar dan lanjut yang di keluarkan
America Heart Association tahun 2010 (AHA 2010). Setelah dilakukan penilaian respon pada korban
yang tidak sadar dan didapatkan tidak adanya respon serta dilakukan aktivasi code blue sesuai
dengan prosedur code blue yang berlaku maka penolong yang menemukan kejadian code blue harus
segera memulai upaya bantuan hidup dasar.
1. Lakukan pemeriksaan ada tidak nya nadi dalam waktu < 10 detik. Pemeriksaan nadi dilakukan
pada arteri carotis untuk dewasa dan anak > 1 tahun. Pada bayi < 1 tahun pemeriksaan nadi
dilakukan pada arteri femoralis atau arteri brachialis.
2. Bila tidak di dapatkan adanya nadi maka segera lakukan kompersi eksternal. Hal-hal yang harus
diperhatikan saat kompresi dada :
- Korban diletakkan di tempat yang datar dan keras
- Kompresi dilakukan di setengah bawah sternum, yaitu dua jari di atas processus
xyphoideus
- Kompresi dengan kecepatan minimal 100 x/menit
- Kompresi dengan kedalaman minimal 2 inch (5 cm) pada dewasa, kedalaman minimal 1/3
diameter dinding dada anterior-posterior / sekitar 2 inch (4 cm) pada anak, dan sekitar 1,25
inch (2,5 cm) pada bayi
- Full recoil
- Minimal interupsi dalam melakukan kompresi
- Teknik kompresi pada anak usia 1-8 tahun dengan meletakkan tumit satu tangan
- Pada setengah bawah sternum dengan menghindari jari-jari pada costae
- Pada bayi dengan menggunakan dua jari di setengah bawah sternum tanpa melepas jari-jari
dari sternum
- Kompresi dan ventilasi dilakukan dengan ratio 30 : 2 untuk dewasa, 30 : 2 untuk satu
penolong pada anak usia 1-8 tahun dan 15 : 2 untuk dua penolong pada korban anak usia 1-
8 tahun
- Evaluasi ulang denyut nadi korban setiap selesai lima siklus
3. Kompresi eksternal di ikuti dengan ventilasi tekanan positif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberikan ventilasi tekanan positif
- Ventilasi di berikan dua kali dalam waktu satu detik setiap kali pemberian dan dengan
volume tidal yang cukup untuk mengembangankan paru-paru
- Ventilasi pada korban yang telah dilakukan pemasangan ETT, LMA atau combitube
dilakukan dengan frekuensi satu kali ventilasi setiap 6-8 detik
- Hindari ventilasi berlebihan karena dapat menimbulkan distensi lambung sehingga dapat
menyebabkan regurgitasi dan aspirasi
Jalan nafas korban harus dipertahankan terbuka (patent) pada saat melakukan ventilasi
tekanan positif terutama sebelum dilakukan inkubasi endotracheal denagan melakukan
manuver head tilt chin lift atau manuver jaw thrust (* pada korban dengan kecurigaan
trauma cervical hanya boleh dilakukan maneuver jaw thrust)
4. Defibrilasi dilakukan bila ditemukan korban henti jantung dengan irama ventricular takikardia
(VT) tanpa nadi atau ventikular fibrilasi (VF). Difrilasi dilakukan dengan menggunakan energy
2oo Joule untuk defibrillator yang tersedia di RSIA Kumala Siwi Jepara.
Teknik :
- Letakkan paddle pada posisi sterno-apikal, yaitu sterna pada dada bagian superoanterior
bagian kanan dan apical pada dada bagian inferolateral kiri
8
- Bila tidak dimungkinkan dapat pula dilakukan dengan posisi bi-aksilar, yaitu di dinding
lateral kanan dan kiri atau posisi apical dan punggung kanan atau kiri
- Bila terdapat pacu jantung permanen atau ICD (Internal Cardiovaerter Defibrilator),
elektroda tidak boleh diletakkan di atas atau di dekat generatornya karena defibrilasi dapat
menyebabkan malfungsi pacu jantung dan diletakkan pada jarak minimal 8 cm.
- Hindari meletakkan lempeng AED tepat di atas medikasi transdermal, misal : durugesic
patch karena dapat menghambat penghantaran enr\ergi ke jantung dan menyebabkan luka
bakar pada kulit. Medikasi transdermal harus dilepaskan terlebih dahulu dan permukaan
kulit dibersihkan terlebih dahulu
- Segera setelah defibrilasi, kompresi eksternal dan ventilasi dilanjutkan selama 2 menit (5
siklus) diikuti penilaian ulang irama henti jantung. Bila irama yang ditemukan masih VT
tanpa nadi atau VF maka ulangi defibrilasi. Proses yang sama terus diulang samapai
dengan Return of Spontaneous Circulation (ROSC) atau irama henti jantung yang
ditemukan bukan merupakan indikasi untuk dilakukan defibrilasi, yaitu asistole atau PEA.
5. Medikasi
a. VT atau nadi/VF
Setelah dilakukan defibrilasi pertama dan dilanjutkan dengan kompresi eksternal dan
ventilasi selama 2 menit maka lakukan penilaian ulang irama jantung di monitor. Bila
masih ditemukan VT tanpa nadi / VF maka ulangi defibrilasi dan diikuti ulang kompresi
eksternal dan ventilasi selama 2 menit serta berikan epinephrine bolus dosis 1 mg iv dan
dapt diulang setiap 3-5 menit.
Amiodarone dapat pula diberikan setelah pemberian epinephrine pertama dengan dosis 300
mg iv dan dapat diulang setelah pemberian epinephrine kedua dengan dosis 150 mg iv.
b. PEA / Asistole
Pada PEA atau asistole medikasi yang digunakan hanya epinephrine dengan dosis bolus 1
mg iv dan dapat diulang setiap 3 – 5 menit
c. Torsade de Pointes
Bila didapatkan irama torsade de pointes maka dapat diberikan MgSO4 dengan dosis 1-2
gram iv.
6. Resusitasi jantung paru tidak dilakukan bila terdapat permintaan dari pasien atau keluarga inti
pasien dengan menandatangani surat penolakan tindakan kedokteran (DNR) dan tidak
direkomendasikan dilakukan pada penyakit-penyakit kronik stadium akhir, misal kanker
stadium terminal
7. Resusitasi jantung paru pada kejadian code blue dihentikan bila tim code blue telah melakukan
bantuan hidup dasar dan lanjut secara optimal, termasuk defibrilasi bila terdapat indikasi,
pemberian epinephrine, pemberian ventilasi dan oksigenasi dengan bantuan jalan nafas tingkat
lanjut selama 30 menit. Resusitasi jantung paru dihentikan bila didapatkan asistole yang
menetap selama 10 menit atau lebih.

9
BAB IV
DOKUMENTASI

Setiap kejadian code blue harus dicatat oleh unit tempat resusitasi jantung paru dilakukan meliputi :
1. Nama pasien atau korban
2. Waktu terjadinya kejadian code blue
3. Waktu berakhirnya kejadian code blue
4. Hasil upaya resusitasi jantung paru yang dilakukan : berhasil yang ditandai kembalinya sirkulasi
spontan (ROSC) atau tidak berhasil ROSC yang berakhir kematian
Tim code blue akan melakukan rekapitulasi data dan membuat laporan tahunan yang berisi kapitulasi
data selama satu tahun.

Direktur
RSIA Kumala Siwi Jepara

dr. Arief Yustiawan

10

Anda mungkin juga menyukai