PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan kita kadang menjumpai adanya henti jantung mendadak. Sebagian besar kasus
henti jantung mendadak disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler terutama sindroma koroner akut.
Di rumah sakit, kejadian henti jantung dan atau henti nafas tiba-tiba lebih dimungkinkan karena
adanya penyakit-penyakit dasar pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit, baik penyakit
kardiovaskuler maupun non kardiovaskular dan kadang sukar diprediksi.
Keberhasilan penatalaksanaan kasus henti jantung dan atau henti nafas selain dipengaruhi oleh
penyebab terjadinya juga dipengaruhi oleh “respon time” yaitu interval waktu antara kejadian dan
dimulainya pertolongan berupa resusitasi jantung paru serta kualitas resusitasi jantung paru yang
dilakukan. Respon time berbanding lurus dengan tingkat keberhasilan resusitasi jantung paru,yaitu
semakin pendek interval waktu dimulainya resusitasi jantung paru sejak ditemukannya kejadian henti
jantung dan atau henti nafas maka angka keberhasilan juga umumnya akan semakin meningkat.
Kualitas resusitasi jantung paru yang baik juga menentukan keberhasilan penatalaksanaan henti
jantung dan atau henti nafas.
Dalam upaya meningkatkan keberhasilan resusitasi jantung paru terutama dalam kaitannya
dengan respon time dan kualitas resusitasi jantung paru maka disusun panduan Code Blue RSIA
Kumala Siwi Jepara.
B. DEFINISI
1. Code Blue
Code blue adalah dan stabilisasi kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area rumah sakit.
Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus segeradimulai
setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak responsive,
nadi tidak teraba, atau tidak bernafas) misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi
kardiopulmoner (CPR).
2. Code Blue Team
Code blue team adalam tim yang terdiri dari dokter dan paramedik yang ditunjuk sebagai “code-
team”, yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini
menggunakan crash-cart, kursi roda/tandu, alat-alat penting seperti difibrilator, peralatan
inkubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin, atropine, lignocaine) dan
IV set untuk menstabilkan
3. Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar
BLS atau Bantuan Hidup Dasar merupakan awal respons tindakan gawat darurat.
BLS dapat di lakukan oleh tenaga medis, paramedic maupun orang awam yang melihat
pertama kali korban. Skill BLS haruslah dikuasai oleh paramedic dan medis, dan sebaiknya
orang awam juga menguasainya karena seringkali korban justru ditemukan pertama kali
bukan oleh tenaga medis. BLS adalah suatu cara memberikan bantuan/pertolongan hidup
dasar yang meliputi bebasnya jalan nafas (airway A), pernafasan yang adekuat (breathing B),
sirkulasi yang adekuat (circulation C).
4. Advanced Cardiac Life Support (ACLS)
Advanced Cardiac Life Support (ACLS) adalah bantuan hidup lanjut atau pertolongan pertama
pada penyakit jantung.
1
4. Untuk memulai penempatan peralatan BLS di berbagai lokasi strategis di dalam kawasan rumah
sakit untuk memfasilitasi respon cepat bagi keadaan darurat medis.
5. Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Semua staf RSIA Kumala Siwi Jepara dengan sertifikasi Bantuan Hidup Dasar (BHD).
2. Kejadian code blue adalah kejadian henti nafas atau henti jantung.
3. Tim code blue adalah tim yang ditentukan untuk datang segera setelah mengetahui adanya kejadian
code blue dan terdiri dari 3 orang, yaitu pemimpin tim resusitasi yang bertanggung jawab dalam
memimpin resusitasi dan melakukan defibrilasi, individu yang berperan dalam membantu kompresi
dinding dada, individu yang berperan dalam memberikan ventilasi tekanan positif termasuk inkubasi
endotracheal dan pemberian obat-obatan serta pendokumentasikan di bawah koordinasi pemimpin
tim resusitasi.
4. Tim code blue dapat terdiri dari dokter jaga, 1 perawat IGD, 1 perawat ICU dan 1 perawat ruangan.
5. Pemimpin resusitasi adalah individu yang paling menguasai algoritma henti jantung dan henti nafas.
Prioritas pemimpin dalam resusitasi pada kejadian code blue menurut urutan prioritas adalah sebagai
berikut :
Prioritas pertama dokter Spesialis Emergency Medicine
Prioritas kedua dokter Spesialis Anestesi
Prioritas ketiga dokter Spesialis Penyakit Dalam
Prioritas keempat dokter umum/dokter jaga IGD
Prioritas kelima perawat jaga IGD
Prioritas keenam perawat HCU
Prioritas ketujuh perawat rawat inap
Prioritas kedelapan perawat rawat jalan
6. Pada kejadian code blue sebelum tim code blue yang lengkap ada, maka individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan henti paru bertindak sebagai pemimpin resusitasi
sesuai dengan keadaan pada saat terjadi kejadian code blue sampai dengan tim code blue yang
lengkap dan lebih mampu melakukan resusitasi jantung paru yang lebih adekuat tiba di tempat
kejadian code blue.
7. Respon time yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan terkumpulnya minimal jumlah anggota tim
resusitasi yang lengkap, yaitu maksimal 7 menit, mulai dari packaging sampai dengan tiba di tempat
kejadian code blue.
8. Trolly emergency adalah trolly yang memuat obat-obatan dan alat-alat medis untuk kasus kegawat
daruratan medis termasuk pada kejadian code blue (henti jantung dan atau henti nafas) dan di buka
pada saat terjadi kegawatdaruratan medis.
9. Emergency kit adalah box yang berisi alat-alat medis untuk kasus kegawatdaruratan medis termasuk
pada kejadian code blue (henti jantung dan atau henti nafas) dan di buka pada saat terjadi
kegawadaruratan medis.
3
BAB III
TATA LAKSANA DAN PERORGANISASIAN
4
6. Membantu unit farmasi dalam melakukan penyusunan standar pengisian dan pengecekan isi
trolly emergency serta dalam melakukan revisi strandar penyusunan trolly emergency bila
diperlukan.
7. Mempersiapkan pergantian struktur kepengurusan baru tim code blue setiap dua tahun.
8. Membuat laporan tahunan kejadian code blue.
C. TROLLY EMERGENCY
1. Trolly emergency terdapat di setiap lantai di lokasi yang mudah di akses pada saat terjadinya
kejadian code blue dengan di sesuaikan dengan penataan ruang di setiap lantai.
2. Penyusunan trolly emergency berdasarkan pada panduan dari The CPR Guidance for Clinical
Prantice & Training in Hospital, Resuscitation Concil UK 2000 dengan modifikasi sesuai
dengan kebutuhan di RS Ortopedi Prof dr R Soeharso Surakarta serta Handbook of Emergency
Cardiovasculer Care for Healt care Providers 2010.
3. Trolly emergency dapat di buka pada kejadian code blue dan pada kasus-kasus kegawat
daruratan medis.
4. Isi yang terdapat di dalam trolly emergency, baik obat-obatan maupun alat-alat medis terlampir
dalam formulir pengecekan trolly emergency.
5. Trolly emergency di lakukan pengecekan setiap shift pagi oleh perawat di unit lokasi trolly
emergency itu berada dengan mengisi formulir pengecekan trolly emergency.
6. Bila trolly emergency tidak terbuka untuk di pakai maka setiap kolom shift dibuat garis lurus
vertical yang menandakan tidak terdapat pembukaan isi trolly emergency.
7. Pada kolom yang bertuliskan trolly dalam keadaan terkunci / tidak terkunci diisi dengan T bila
terkunci dan TT bila dalam keadaan tidak terkunci.
8. Pada kolom nomor kunci di isi dengan nomor kunci trolly emergency.
9. Pada kolom inisial dan paraf yang melakukan cek diisi dengan paraf perawat yang melakukan
pengecekan di sertai inisial perawat.
10. Bila terjadi pemakaian obat-obat dan atau alat-alat medis yang terdapat di dalam trolly
emergensi baik pada kejadian code blue ataupun kegawatdaruratan medis lain maka perawat
yang bertanggung jawab dalam pendokumentasian mengisi formulir pemakaian consumable
emergency trolly.
11. Formulir pemakaian consumable trolly emergency itu diserahkan ke bagian farmasi untuk
dilakukan proses pergantian isi trolly emergency dalam waktu maksimal dua jam setelah
formulir diterima oleh bagian farmasi.
12. Pengecekan kadaluarsa obat-obat dan alat-alat medis yang terdapat di dalam trolley emergency
dilakukan oleh bagian farmasi setiap satu bulan dan bila terdapat obat-obat yang kadarluasa
maka akan dig anti oleh unit farmasi, termasuk penggantian obat-obat dan alat-alat medis yang
mendekati kadarluarsa dengan obat dan alat medis dengan kadarluasa yang lebih panjang.
13. Pengecekan terhadap trolley emergency juga meliputi pengecekan terhadap laryngoscope yang
terdapat di bagian atas trolly emergency untuk memastikan bahwa laryngoscope yang tersedia
berfungsi dengan baik.
14. Pengecekan terhadap laryongoscop yang terdapat di trolly emergency dilakukan setiap shift oleh
perawat dengan melakukan pengsian formulir pengecekan laryngoscope yang tersedia.
D. DEFIBRILATOR
Defibrilator terdapat di atas trolly emergency dan harus dipastikan berfungsi dengan baik pada
saat digunakan pada kejadian code blue. Pemeriksaan funsi defibrillator dilakukan setiap shif pagi
dengan melakukan pembuangan energy. Pembuangan energy dilakukan dengan menggunakan energy
maksimal pada defibrillator yaitu dengan energy 200 joule. Hal ini untuk membuktikan bahwa
defibrilator dapat berfungsi pada penggunaan energy maksimal.
Prosedur:
- Koneksi defibrillator dengan sumber listrik diputuskan.
- Defibrillator dinyatakan dengan menekan tombol power.
- Pilih energy 200 joule
- Lakukan charge diikuti defibrilasi dengan paddle tetap terpasang di defibrillator tanpa di lepas.
- Lakukan print hasil pembuangan energy dan dokumentasikan.
5
Defibrillator berfungsi baik bila energy yang tercatat pada kertas hasil print tidak melebihi 10%
dari energy yang di berikan yaitu 200 Joule.
Defibrillator juga perlu dilakukan pengisian energy pada batrai defibrillator. Pengisian energy ini
dilakukam setiap pagi selama 4 jam mulai pukul 08.00 – 12.00 wib. Bila pada interval waktu ini
terdapat penggunaan trolly emergency sehingga proses pengisian energy pada defibrillator terhenti
maka pengisian energy harus di ulang selama 4 jam. Pengisian ulang energy juga harus di lakukan
bila terdapat pemakaian defibrillator.
Defibrillator juga dilengkapi dengan paddle anak. Paddle ini harus dilepaskan setiap shift pagi
sebelum dilakukan pemeriksaan fungsi defibrillator dan dipasang kembali untuk memastikan bahwa
dapat dengan mudah di lepaskan dari paddle dewasa.
Paddle anak dipergunakan untuk pasien anak usia < 8 tahun atau anak dengan perkiraan berat
badan < 25 kg.
6
14. Respon time adalah waktu yang diperlukan sampai dengan tim code blue tiba di tempat kejadian
code blue sejak pemberitahuan code blue melalui packaging terdengar, yaitu maksimal 7 menit.
15. Penentuan berakhirnya upaya resusitasi pada kejadian code blue di tentukan oleh pemimpin tim
code blue sesuai dengan pertimbangan medis.
16. Kejadian code blue dan hasil dari resusitasi jantung paru yang dilakukan di dokumentasikan di
dalam rekam medis pasien.
9
BAB IV
DOKUMENTASI
Setiap kejadian code blue harus dicatat oleh unit tempat resusitasi jantung paru dilakukan meliputi :
1. Nama pasien atau korban
2. Waktu terjadinya kejadian code blue
3. Waktu berakhirnya kejadian code blue
4. Hasil upaya resusitasi jantung paru yang dilakukan : berhasil yang ditandai kembalinya sirkulasi
spontan (ROSC) atau tidak berhasil ROSC yang berakhir kematian
Tim code blue akan melakukan rekapitulasi data dan membuat laporan tahunan yang berisi kapitulasi
data selama satu tahun.
Direktur
RSIA Kumala Siwi Jepara
10