Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TEKNIK PEMBORAN

2.1. Definisi Teknik Pemboran


Pemboran adalah proses pembuatan lubang sumur yang bertujuan untuk
membuat koneksi antara permukaan dan bawah permukaan. Didalam pemboran
terdapat macam - macam pemboran, antara lain yaitu : Pemboran eksplorasi (wild
cat), Pemboran deliniasi dan Pemboran pengembangan (infill drilling).
Pemboran dalam industri minyak dan gas bumi umumnya bertujuan untuk
mencapai formasi produktif atau formasi yang mengandung hidrokarbon. Tujuan
utama dari proses pemboran adalah membuat lubang yang menghubungkan surface
dan subsurface dan memperoleh data - data bawah permukaan dan membuktikan
apakah terdapat hidrokarbon atau tidak.

2.1.1.Rig Pemboran
Rig pengeboran adalah suatu instalasi peralatan untuk melakukan pengeboran
ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak atau gas bumi, atau
deposit mineral bawah tanah. Istilah "rig" mengacu pada kumpulan peralatan yang
digunakan untuk melakukan pengeboran pada permukaan kerak Bumi untuk
mengambil contoh minyak, air atau mineral. Rig pengeboran bisa berada di atas
tanah (on shore) atau di atas laut / lepas pantai (off shore) tergantung kebutuhan
pemakaianya. Jenis - jenis rig pengeboran ada beberapa diantaranya, yaitu :

49
Gambar 2.1. Rig Pengeboran.

A. Land Rig
Merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig besar dan
rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk pekerjaan sederhana
seperti Well Service atau Work Over. Sementara itu, untuk rig besar bisa digunakan
untuk operasi pemboran, baik secara vertikal maupun directional. Rig darat ini
sendiri dirancang secara portable sehingga dapat dengan mudah untuk dilakukan
pembongkaran dan pemasangannya dan akan dibawa menggunakan truk. Untuk
wilayah yang sulit terjangkau, dapat menggunakan heliportable.

Gambar 2.2. Land Rig.

50
B. Swamp Barge Rig
Merupakan jenis rig laut yang hanya pada kedalaman maksimum 7 meter.
Dan sangat sering dipakai pada daerah rawa - rawa dan delta sungai. Rig jenis ini
dilakukan dengan cara memobilisasi rig ke dalam sumur, kemudian
ditenggelamkan dengan cara mengisi Ballast Tanksnya dengan air.

Gambar 2.3. Swamp Barge Rig

C. Jackup Rig
Rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung dengan
menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki - kaki pada rig ini dapat dinaikan dan
diturunkan, sehingga untuk pengoperasiannya semua kakinya harus diturunkan
hingga ke dasar laut. Kemudian badan dari rig ini diangkat hingga di atas
permukaan air dan memiliki bentuk seperti platform. Untuk melakukan
perpindahan tempat, semua kakinya harus dinaikan dan badan rignya akan
mengapung dan ditarik menggunakan kapal. Pada operasi pengeboran
menggunakan rig jenis ini dapat mencapai kedalaman lima hingga 200 meter.

51
Gambar 2.4. Jack Up Rig.

D. Semi-submersible Rig
Merupakan model rig yang mengapung (Flooded atau Ballasted) yang
menggunakan Hull atau semacam kaki. Rig ini dapat didirikan dengan
menggunakan tali mooring dan jangkar agar posisinya tetap diatas permukaan laut.
Dengan menggunakan Thruster (semacam baling - baling) yang berada
disekelilingnya dan Ballast Control System, sistem ini dijalalankan dengan
menggunakan komputer sehingga rig ini mampu mengatur posisinya secara dinamis
dan pada level diatas air sesuai keinginan.

Gambar 2.5. Semi-Submersible Rig.

52
E. Drill Ship
Merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di atas kapal laut,
sehingga sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam. Pada kapal ini, didirikan
menara dan bagian bawahnya terbuka ke laut (Moon Pool). Dengan sistem Thruster
yang dikendalikan dengan komputer, dapat memungkinkan sistem ini dapat
mengendalikan posisi kapalnya.

Gambar 2.6. Drill Ship.

2.2. Sistem Peralatan Pemboran


Menurut fungsinya, secara garis besar peralatan pemboran dapat dibagi
menjadi lima sistem peralatan utama, yaitu sistem tenaga, sistem angkat, sistem
putar, sistem sirkulasi, sistem pencegah sembur liar dan sistem penunjang (sistem
penyemenan).

2.2.1.Sistem Angkat
Fungsi utama sistem ini adalah memberikan ruang kerja yang cukup untuk
pengangkatan dan penurunan rangkaian pipa bor dan peralatan lainnya. Sistem
angkat terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

A. Supporting Structure
Supporting structure adalah konstruksi menara yang ditempatkan diatas titik
bor. Fungsi utamanya adalah untuk menyangga peralatan – peralatan pemboran dan

53
juga memberi ruang yang cukup bagi operasi pemboran. Supporting strucure terdiri
dari drilling tower (derrick atau mast), sub structure dan rig floor. Drilling tower
atau biasa disebut menara pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu : Conventional
atau standart derrick, Portable Skid Mast dan Mobile atau trailer mounted type
mast.
Ukuran menara pemboran yang penting ialah kapasitas, tinggi, luas lantai dan
tinggi lantai bor. Ukuran kekuatan derrick dibagi berdasarkan dua jenis
pembebanan, yaitu :
i. Compressive Load
ii. Wind Load

Gambar 2.7. Menara Bor Standar Derrick.

Gambar 2.8. Standart Rig (a) dan Portable Rig (b).

54
escoping
mast
hydrolic
ram

drawwork

engine

Stand In

Packed

Gambar 2.9. Mobile / Trailer Mounted Type Mast.

B. Hoisting system
Peralatan pengangkatan terdiri dari :
a. Drawwork, merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork, seorang
driller melakukan dan mengatur operasi pemboran. Drawwork juga
merupakan rumah atau tempat dari gulungan drillingline.
b. Overhead tools, merupakan rangkaian sekumpulan peralatan yang terdiri dari
crown block, traveling block, hook dan elevator.
c. Drilling line, digunakan untuk menahan (menarik) beban pada hook.

crown block
water table

drilling lines

travelling block
latch for
elevator link

safety latch
for hook

Hook

Gambar 2.10. Over-head Tools.

55
fast line

reeved
drilling line

dead line
anchor

supply reel
(storage)

Gambar 2.11. Drilling Line.

Gambar 2.12. Sistem Pengangkatan.

2.2.2.Sistem Putar
Fungsi utama dari sistem putar (rotary system) adalah untuk memutar
rangkaian pipa bor dan juga memberikan beratan di atas pahat untuk membor suatu
formasi. Rotary system terdiri dari tiga sub komponen, yaitu :

a. Rotary Assembly
Peralatan putar berfungsi untuk Memutar rangkaian pipa bor selama operasi
pemboran berlangsung dan untuk menggantungkan rangkaian pipa bor.
Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor di bawah crown block diatas

56
lubang, terdiri dari : Meja Putar (Rotary Table), Top Drive, Master Bushing,
Kelly Bushing dan Rotary Slip.
b. Rangkaian Pipa Pemboran
Rangkaian pipa bor menghubungkan antara swivel dan mata bor, berfungsi
untuk:
i. Menaik turunkan mata bor.
ii. Memberikan beban diatas pahat untuk penembusan (penetration).
iii. Meneruskan putaran ke mata bor dan
iv. Menyalurkan fluida pemboran yang bertekanan ke mata bor.

Rangkaian pipa bor, meliputi : Swivel, Kelly, Drill Pipe, HWDP dan Drill
Collar.
c. Mata Bor atau Bit
Mata bor merupakan peralatan yang langsung menyentuh formasi, berfungsi
untuk menghancurkan dan menembus formasi dengan cara memberi beban
pada mata bor. Jenis - jenis mata bor terdiri dari : Drag Bit, Roller - cone Bit
dan Diamond Bit.

Sistem putar yang digunakan pada pemboran minyak terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Sistem Putaran Konvensional (menggunakan Rotary Table).
Digerakkan oleh power yang sama, yang digunakan pada sistem angkat. Bisa
digunakan bersama - sama atau sendiri - sendiri. Pada sistem konvensional
ini memerlukan alat yang disebut Kelly.
b. Sistem Putar Modern (Top Drive).
Merupakan sistem putar tetapi sudah tidak menggunakan Rotary Table (meja
putar) tetapi sudah mempunyai mesin penggerak sendiri yang terpisah dengan
sistem angkat. Pada sistem putar terdapat pipa putar yang mentransmisikan
putaran dari meja putar ke bit / pahat.

57
Kelly

Penampang
Kelly

Master Bushing

Gambar 2.13. Skema Rotary Table Dengan Master Bushing.

Gambar 2.14. Skema Sistem Putar Dengan Rotary Table.

Gambar 2.15. Skema Sistem Putar Dengan Top Drive.

58
2.2.3.Sistem Sirkulasi
Sistem sirkulasi terdiri dari empat sub-komponen utama, yaitu :

A. Fluida Pemboran.
Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan (liquid) dari beberapa
komponen yang terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan
- bahan kimia (chemical additif), gas, udara, busa maupun detergen. Dilapangan
fluida pemboran dikenal sebagai ”lumpur”. Ada dua hal penting dalam penentuan
komposisi lumpur pemboran, yaitu :
i. Semakin ringan dan encer suatu lumpur pemboran, semakin besar laju
penembusan.
ii. Semakin berat dan kental suatu lumpur pemboran, semakin mudah untuk
mengontrol kondisi di bawah permukaan.

B. Tempat Persiapan
Tempat persiapan meliputi :
a. Mud house.
b. Steel mud pits / tanks.
c. Mixing hopper.
d. Chemical mixing barrel.
e. Bulk mud storage bins.
f. Water tanks.
g. Reserve pit.

C. Peralatan Sirkulasi.
Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam system sirkulasi, turun
kerangkaian pipa bor dan naik ke annulus membawa serbuk bor kepermukaan
menuju conditioning area sebelum kembali ke mud pits untuk sirkulasi kembali.
Peralatan sirkulasi terdiri dari beberapa komponen khusus :
a. Mud pit.
b. Mud pump.

59
c. Pump dischange and return lines.
d. Stand pipe.
e. Rotary house.

D. Conditioning Area.
Fungsi utama peralatan - peralatan ini adalah untuk membersihkan Lumpur
bor dari serbuk bor (cutting) dan gas - gas yang terbawa. Ada dua metode pokok
untuk memisahkan cutting dan gas. Pertama yaitu menggunakan prinsip gravitasi,
dimana Lumpur dialirkan melalui shale shaker dan setling tanks. Kedua yaitu
secara mekanik, dimana peralatan - peralatan khusus yang dipasang pada mud pits
dapat memisahkan lumpur dan gas. Peralatannya terdiri dari :
a. Settling Tanks, merupakan bak terbuat dari baja digunakan untuk menampung
lumpur bor selama conditioning.
b. Reserve Pits : merupakan kolam besar yang digunakan untuk menmpung
cutting dari dalam lubang bor dan kadang - kadang untuk menampung
kelebihan lumpur bor.
c. Mud-gas Separator : merupakan suatu peralatan yang memisahkan gas yang
terlarut dalam lumpur bor dalam jumlah besar.
d. Shale Shaker : merupakan peralatan yang memisahkan cutting yang besar dari
lumpur bor.
e. Desander : merupakan peralatan yang memisahkan butir - butir pasir dari
lumpur.
f. Desilter : merupakan peralatan yang memisahkan partikel - partikel cutting
yang berukuran paling halus dari lumpur.
g. Degasser : merupakan peralatan yang secara kontinyu memisahkan gas
terlarut dari lumpur.

60
Gambar 2.16. Sistem Sirkulasi.

2.2.4.Sistem Pencegah Semburan Liar


Sistem pencegahan sembur liar (blow out preventer) dipasang untuk menahan
tekanan dari lubang bor. Blow Out Preventer (BOP) system berfungsi untuk
menutup ruang annular antara drillpipe dan casing bila terjadi gejala kick. BOP
sistem terdiri dari BOP stack, accumulator dan supporting system. Kesemuanya ini
disetkan pada surfacecasing.

A. BOP Stack dan Accumulator.


Ditempatkan pada kepala casing atau kepala sumur langsung di bawah rotary
table. BOP stack meliputi :
a. Annular Preventer.
Ditempatkan paling atas dari susunan BOP stack. Annular Preventer berisi
rubber packing element yang dapat menutup lubang annulus baik lubang
dalam keadaan kosong ataupun ada rangkaian pipa bor.
b. Pipe Ram Preventer.
Digunakan untuk menutup lubang annulus baik lubang pada waktu rangkaian
pipa bor berada pada lubang bor.

61
c. Drilling Spool.
Terletak diantara preventers (pada casing head). Berfungsi sebagai tempat
pemasangan choke line (yang mensirkulasikan “kick” keluar dari lubang bor).
d. Blind Ram Preventer.
Digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu rangkaian pipa bor tidak
berada pada lubang bor.
e. Casing Head.
Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang berfungsi sebagai
pondasi BOP stack.

B. Accumulator
Accumulator biasanya ditempatkan agak jauh dari rig dengan pertimbangan
keselamatan, fungsi utamanya adalah menutup dengan cepat valve BOP stack pada
saat terjadi bahaya. Bekerja dengan ”high pressure hydroulis”.

C. Supporting Sistem, meliputi :


a. Choke Manifold
Choke Manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa outlet
yang dikendalikan secara manual dan atau otomatis. Bekerja pada BOP stack
dengan ”high pressure line”, disebut ”Choke Line”.
b. Kill Line.
Kill Line bekerja pada BOP stack biasanya berlawanan, berlangsung dengan
Choke Line. Lumpur berat dipompakan melalui Kill Line ke dalam lumpur
bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.

62
Gambar 2.17. Skema Penampang BOP.

2.2.5.Sistem Tenaga
Sistem tenaga dalam operasi pemboran terdiri dari power suplay equipment,
yang dihasilkan oleh mesin – mesin besar yang biasa dikenal dengan nama “prime
mover” dan distribution equipment yang berfungsi untuk meneruskan tenaga yang
diperlukan untuk mendukung jalannya kegiatan pemboran.

Two Engines Three Engines Four Engines

Gambar 2.18. Jenis Prime Mover.

2.3. Lumpur Pemboran


Peranan Lumpur Pemboran adalah salah satu faktor penunjang dalam
pemboran baik pemboran eksplorasi maupun pengembangan.

63
2.3.1. Fungsi Lumpur Pemboran
Pemilihan sistem lumpur berkenaan dengan sifat – sifat lumpur yang cocok
dengan penanggulangan problem yang ditemui dalam pemboran. Dalam hal ini
lumpur yang diharapkan dapat memenuhi fungsi – fungsi sebagai berikut :
i. Mendinginkan dan melumasi bit serta rangkaian pipa.
ii. Sebagi Media Pengangkatan Cutting.
iii. Menahan cutting saat sirkulasi berhenti.
iv. Membersihkan dasar lubang bor.
v. Membentuk mud cake yang tipis dan licin.
vi. Mencegah gugurnya dinding lubang bor.
vii. Media logging.
viii. Media informasi.
ix. Mengimbangi tekanan formasi.

2.3.2.Jenis – Jenis Lumpur Pemboran


Penentuan jenis lumpur bor dalam suatu pemboran harus disesuaikan dengan
kebutuhan tergantung dari keadaan formasinya. Beberapa jenis lumpur pemboran
berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :

A. Water Base Mud


Bila bahan dasar dari lumpur adalah air maka lumpur tersebut disebut dengan
water base mud.
1. Fresh Water Mud
Fresh Water Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan
kadar garam yang kecil, dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
a. Spud Mud
Spud Mud digunakan untuk formasi bagian atas konduktor casing. Fungsi
utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang di permukaan (formasi
atas).
b. Natural Mud
Natural Mud dibentuk dari pecahan - pecahan cutting dari fasa cair.

64
Tipe lumpur yang digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran
pada surface casing (permukaan).
c. Bentonite – treated Mud
Adalah lumpur yang dibuat dari campuran bentonite, clay dan air. Lumpur ini
banyak digunakan dalam pemboran untuk menembus formasi yang
bertekanan tinggi.

2. Salt Water Mud


Lumpur ini digunakan terutama untuk pemboran garam massif (salt dome)
atau salt stringer (lapisan - lapisan formasi garam).

B. Emulsion Mud
a. Oil In Water Emulsion Mud
Pada lumpur ini minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air sebagai fasa
kontinyu. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud.
Suatu keungulan yaitu berguna untuk pengamatan cutting oleh geolog dalam
menentukan adanya minyak di pemboran tersebut.
b. Water In Oil Emulsion Mud
Lumpur jenis ini berbahan dasar bentonite + 40 % air + 50 % solar atau
menggunakan crude oil + emulsifier + additive.

C. Oil Base Mud


Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyu. Reaktif lumpur ini
tidak sensitive terhadap kontaminan. Tetapi air adalah kontaminan karena memberi
efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Kegunaan terbesar adalah pada saat
komplesi dari work over sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drillpipe
yang terjepit, sehingga mempermudah pemasangan casing dan liner.

D. Gaseous Drilling Fluid


Digunakan untuk daerah - daerah dengan formasi keras dan kering. Dengan
gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor.

65
2.3.3.Sifat Fisik Lumpur Pemboran
Komposisi dari Lumpur bor akan menentukan sifat - sifat serta performance
dari lumpur itu sendiri. Sistem pengontrolannya harus dikoreksi terhadap formasi
selama operasi pemboran berlangsung, hal ini dimaksudkan agar Lumpur bor
bekerja sesuai dengan harapan.

Gambar 2.19. Peralatan laboratorium untuk mengetahui sifat fisik Lumpur Pemboran.

A. Densitas
Densitas atau berat jenis, didefinisikan sebagai berat lumpur per satuan
volume total lumpur. Densitas membantu dalam pengaturan tekanan-tekanan di
lubang subsurface formasi. Additif yang biasa digunakan untuk memperbesar harga
densitas antara lain :
Tabel 2.1. SG Additif.

Additif SG
Barite 4.3
Limestone 3.0
Galena 7.0
Bijih Besi 7.0

Sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur bor, pada


umumnya dipakai additif seperti : Air dan Minyak.

B. Viskositas
Viskositas didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan
penggeser) dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan yang termasuk

66
Newtonian seperti air, perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding
dan konstan (gambar 2.20.), sedangkan lumpur pemboran adalah termasuk cairan
Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan shear rate tidak konstan,
disebut viskositas semu (apparent viscosity) serta memberikan hubungan variasi
yang luas. Tujuan dari pengenalan viscositas lumpur ini adalah untuk :
i. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus.
ii. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai.
iii. Membantu mengontrol swab-pressure dan surge pressure.

Gambar 2.20. Grafik Shear Stress vs Shear Rate Untuk Fluida Newtonian.

Gambar 2.21. Grafik Shear Stress vs Shear Rate Untuk Fluida Non-Newtonian.

a. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


Shear Stres = 5,007 x C ...........................................................................(1.1)

67
Shear Rate = 1,704 x RPM ......................................................................(1.2)
Dimana :
 = shear stress, dyne/cm2
 = shear rate, detik-1
C = dial reading, derajat
RPM = revolution per minute dari rotor

b. Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point


Untuk menentukan Plastic Viscosity (VP) dan Yield Point (YP) dalam suatu
lapangan, digunakan persamaan :
VP = C600 – C300 dan YP = C600 – VP...................................................(1.3)
Dimana :
Vp = plastic viscosity, cp
Yp = yield point Bingham, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 rpm, derajat
C300 = dial reading pada 300 rpm, derajat

Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :


i. Penetration rate turun.
ii. Pressure loss tinggi terlalu banyak gesekan.
iii. Pressure surges yang berhubungan dengan Lost circulation dan swabbing
yang berhubungan dengan blow out.
iv. Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur dipermukaan.

Viskositas yang terlalu rendah menyebabkan :


i. Pengangkatan cutting tidak baik.
ii. Material - material pemberat lumpur diendapkan.

Untuk mengencerkan lumpur dapat dilakukan dengan pengenceran dengan


air atau dengan penambahan thinner, sedangkan penambahan viskositas dapat
dilakukan dengan penambahan zat - zat padat / bentonite pada lumpur.

68
C. Gel Strength
Pada saat lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan
diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur
akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan
oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya mengagar
inilah yang disebut gel strength.
Gel strength dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu progressive gel
dan fragile gel. Untuk melihat perbedaan dari kedua gaya tersebut diatas (antara
prosesive gel dan fragile gel) dapat ditunjukkan pada Gambar berikut ini :

Gambar 2.22. Perbedaan Tipe Progresive Gel dan Fragile Gel.

D. Yield Point
Titik keliatan (yield point) adalah sifat mengagar yang menunjukkan besarnya
tekanan minimal yang harus diberikan kapada fluida agar fluida tersebut dapat
bergerak. Titik keliatan adalah parameter fluida dinamik, sedangkan sifat
menggagar (gel strength) adalah parameter fluida static.

E. Filtration Loss
Filtration loss adalah kehilangan sebagian dari fasa cair (filtrat) lumpur
masuk kedalam formasi permeabel. Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh
jelek terhadap formasi maupun lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan

69
terjadinya formation damage (pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak
/ gas) dan lumpur akan kehilangan banyak cairan.

2.3.4.Komposisi Lumpur Pemboran


Secara umum lumpur pemboran terdiri dari 3 komponen atau fasa pembentuk
sebagai berikut :

A. Fasa cair (air atau minyak)


Fasa cair lumpur pemboran pada umumnya dapat berupa air, minyak atau
campuran air dan minyak. Air dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air tawar
dan air asin. Air asin juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu air asin tidak
jenuh dan air asin jenuh. Istilah oil-base muds digunakan jika kandungan
minyaknya lebih besar dari 95%. Sedangkan emulsion muds mempunyai komposisi
minyak 50-70% (sebagai fasa kontinyu) dan air 30-50% (sebagai fasa diskontinyu).

B. Fasa padat (reactive solids dan inert solids)


a. Reactive Solid
Reactive solid (fasa padatan) yang bereaksi dengan sekelilingnya. Dalam hal
ini clay akan menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan
meningkatkan densitas, viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss.
Mud engineer biasanya membagi clay yang digunakan untuk lumpur menjadi
tiga, yaitu : montmorillonite, kaolinite dan illite.
b. Inert Solid
Non-reactive solid merupakan zat padat yang tidak bereaksi (inert solid).
Non-reactive solid meliputi padatan - padatan dengan berat jenis rendah (low-
gravity) dan berat jenis tinggi (high-gravity). Padatan low gravity meliputi :
pasir, chert, limestone dan dolomite.

C. Fasa Kimia (additive)

70
Additive adalah material tambahan yang berfungsi mengontrol dan
memperbaiki sifat - sifat lumpur agar sesuai dengan keadaan formasi yang dihadapi
selama operasi pemboran. Berikut ini akan disebutkan beberapa bahan kimia
tersebut :
Tabel 2.2. Additif Lumpur Pemboran.

Additif Fungsi Additif Nama

1. Barite
Weighting Agent
Menaikkan Densitas 2. Galena
(Material Pemberat)
3. Kalsium Karbonat
1. Wyoming Bentonite
Pengental Menaikkan Viskositas
2. Attapulgite
1. Kalsium Ligno Sulfat
Pengencer Menurunkan Viskositas
2. Fosfat
Menurunkan Filtration CMC
Fluid Loss Reducer
Loss
Mengatasi Loss 1. Milmica
Lost Circulation Material
Circulation 2. Kwik Seal
Corrosion Control Mengontrol korosi NO2

PH Adjuster Mengontrol PH NaOH


Mempercepat 1. Fluxit
Flucoolant
Pengendapan Serbuk Bor 2. Baroflac
1. Mogco Mul
Fas Kimia Untuk Emulsi 2. Trimulsi
Emulsifier
Minyak dan Air 3. Atlasol
4. Imco-Ceox

71
Mengangkat cutting ke Melapisi dinding sumur Menembus fluida formasi
permukaan dengan Mud Cake dalam lubang bor

Membersihkan lubang bor dengan Mendinginkan bit dan


tenaga hidrolik pada bit rangkaian pipa bor

Gambar 2.23. Beberapa Fungsi Lumpur Pemboran.

2.4. Well Control


Mengontrol tekanan formasi, salah satunya dengan memastikan bahwa
tekanan lubang bor lebih besar daripada tekanan formasi (kontrol primer) atau
dengan menutup BOP valves di permukaan (kontrol sekunder), umumnya disebut
dengan menjaga tekanan sumur dibawah kontrol atau simpelnya disebut well
control.

2.5. Casing
Setelah suatu pemboran mencapai kedalaman tertentu maka kedalam sumur
perlu dipasang casing yang kemudian disusul dengan proses penyemenan.

2.5.1.Fungsi Casing
Secara umum fungsi dari casing adalah sebagai berikut :
i. Mencegah runtuhnya lubang bor atau caving
ii. Mencegah kontaminasi air tawar oleh lumpur pemboran
iii. Menutup zona bertekanan abnormal dan zone lost
iv. Membuat diameter sumur tetap
v. Mencegah hubungan langsung antar formasi
vi. Tempat kedudukan BOP dan peralatan produksi

72
2.5.2.Klasifikasi Casing
Berdasarkan fungsinya casing dapat diklasifikasikan menjadi conductor
casing, surface casing, intermediate casing dan liner casing.

a. Conductor Casing
Casing ini dipasang pada kedalaman dekat dengan permukaan sumur, casing
jenis ini dipasang untuk melindungi lubang bor dari kemungkinan runtuh dan
juga berfungsi untuk menjaga kemungkinan terjadinya kontaminasi air tanah
oleh zat kimia pada lumpur pemboran.
b. Surface Casing
Pada surface casing ini juga, pertama kali dipasangkan peralatan pencegah
semburan liar (BOP).
c. Intermediate Casing
Casing ini berfungsi untuk menutup formasi yang membahayakan operasi
selanjutnya. Dimana formasi yang membahayakan tersebut antara lain adalah
formasi yang bertekanan tinggi, formasi yang dapat menyebabkan lost
circulation, formasi yang mudah runtuh dan lain-lain..
d. Production Casing
Casing ini dipasang dari permukaan sampai ke formasi produktif. Kalau
selubung ini dipasang sampai puncak formasi produktif, komplesi /
penyelesaian sumurnya disebut open hole completion, sedangkan apabila
menembus lapisan produktif kemudian disemen dan diperforasi, disebut
dengan perforated completion.
e. Liner
Liner pada pokoknya mempunyai fungsi yang sama dengan production
casing tetapi tidak dipasang hingga ke permukaan. Salah satu alasan mengapa
dipergunakan liner adalah alasan biaya, karena lebih pendek maka harganya
lebih murah.

73
2.6. Semen Pemboran
Penyemenan merupakan salah satu kegiatan operasi pemboran, dilakukan
setelah pemboran berakhir dengan tujuan merekatkan casing dengan formasi.

2.6.1. Fungsi Penyemenan


Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan bubur semen ke
dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai semen tersebut
mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing maupun formasi.
Fungsi semen pemboran dalam suatu pemboran dari sumur adalah :
i. Melindungi casing / liner dari tekanan yang datang dari bagian luar casing
yang dapat menimbulkan collapse.
ii. Mencegah migrasi fluida yang tidak diinginkan dari formasi ke formasi lain.
iii. Melindungi casing terhadap pengaruh cairan formasi yang bersifat korosif.
iv. Mengurangi kemungkinan terjadinya semburan liar atau blow out melalui
annulus, melindungi casing terhadap tekanan formasi.

Untuk memenuhi fungsi - fungsi tersebut di atas, maka semen pemboran harus
memenuhi beberapa syarat, yaitu :
i. Semen setelah ditempatkan harus mempunyai kekuatan atau strength yang
cukup besar dalam waktu tertentu.
ii. Semen memberikan daya ikat casing dengan formasi yang cukup atau baik.
iii. Semen tidak boleh terkontaminasi dengan kotoran (cairan formasi) maupun
cairan pendorong semen.
iv. Semen harus stabil atau tidak mudah berubah strength-nya setelah beberapa
waktu dari penempatannya.
v. Semen harus impermeable (permeabilitas nol).

2.6.2. Macam - macam Penyemenan


Prosedur untuk penyemenan dibagi menjadi dua, yaitu primary cementing
dan secondary cementing.

74
1. Primary Cementing
Primary cementing adalah proses penyemenan yang dilakukan segera setelah
casing dipasang. Tujuan dari primary cementing adalah,
i. Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan lapisan – lapisan yang
lainnya.
ii. Mencegah terjadinya aliran fluida (air, minyak atau gas) dari satu lapisan ke
lapisan yang lain.
iii. Memberi kekuatan pada lapisan yang lemah.
iv. Melindungi casing dari korosi.
v. Melindungi casing terhadap tekanan dari luar.
vi. Memberi kekuatan pada casing.
vii. Mencegah terjadinya blow out dari annulus.

Primary cementing yang buruk dapat menyebabkan semen gagal mengisolasi


zona – zona yang diinginkan. Kegagalan ini memberi pengaruh – pengaruh :
i. Stimulasi yang tidak efektif.
ii. Kesalahan dalam evaluasi reservoir.
iii. Adanya hubungan dengan fluida yang tidak diinginkan.
iv. Pengangkatan fluida yang berlebihan.
v. Akumulasi gas didalam annulus.

2. Secondary Cementing
Secondary cementing adalah penyemenan tahap kedua setelah primary
cementing dilaksanakan. Penyemenan tahap kedua ini bersifat memperbaiki dan
membantu penyemenan tahap pertama karena penyemenannya kurang sempurna.
Operasi ini banyak dilakukan dalam pekerjaan komplesi dan work over dengan
tujuan :
i. Untuk mengotrol produksi air atau gas yang berlebihan.
ii. Memperbaiki kebocoran casing.
iii. Untuk menyekat zona lost circulation.
iv. Untuk mencegah migrasi fluida lain kedalam zona yang diproduksikan.

75
v. Untuk mengisolasi zona - zona permanent completion.
vi. Untuk menutup perforasi lama.

2.6.3. Klasifikasi Semen Pemboran


Tabel 2.3. Klasifikasi Semen Berdasarkan API

Static
API Mixing Water Slurry Weight Well Depth
Temperatur
Classification (gal/sk) (lb/gal) (ft)
(0F)
A (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170
B (portland) 5.2 15.6 0 to 6.000 80 to 170
C (high early) 6.3 14.8 0 to 6.000 80 to 170
D (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 12.000 170 to 260
E (retarded) 4.3 16.4 6.000 to 14.000 170 to 290
F (retarded) 4.3 16.2 10.000 to 16.000 230 to 320
G (basic) 5.0 15.8 0 to 8.000 80 to 170
H (basic) 4.3 16.4 0 to 8.000 80 to 203

2.6.4. Komposisi dan Pembuatan Semen


Semen yang biasa dipergunakan dalam industri perminyakan adalah semen
Portland, dikembangkan oleh Joseph Aspdin tahun 1824. Disebut Portland karena
mula - mulanya bahannya didapat dari pulau Portland di Inggris. Semen Portland
ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras bila bertemu atau bercampur
dengan air. Semen Portland mempunyai 4 komponen mineral utama, yaitu :

Gambar 2.24. Empat Komponen Semen Portland

76
a. Tricalcium Silicate
Tricalcium silicate dinotasikan sebagai C3S. Komponen sekitar 40 % - 50 %
untuk semen yang lambat proses pengerasannya dan sekitar 60 % - 65 %
untuk semen yang cepat proses pengerasannya (high-early strength cement).
b. Dicalcium Silicate
Dicalcium silicate dinotasikan sebagai C2S. Kadar C2S dalam semen tidak
lebih dari 20 %.
c. Trilcalcium Aluminate
Tricalcium aluminate dinotasikan sebagai C3A. Walaupun kadarnya lebih
kecil dari komponen silikat, namun berpengaruh pada rheologi suspensi
semen dan membantu proses pengerasan awal pada semen.
d. Tetracalcium Aluminoferrite
Tetracalcium aluminoferrite dinotasikan sebagai C4AF. Komponen ini hanya
sedikit pengaruhnya pada strength semen.

Pembuatan Semen Portland melalui beberapa tahap berikut :


1. Proses Peleburan
Dalam bagian ini ada dua cara yang umum digunakan, yaitu :
a. Dry process
Pada awal proses ini, mineral clay dan limestone sama - sama dihancurkan
lalu dikeringkan di rotary dries. Hasilnya dibawa ke tempat penggilingan
untuk dileburkan lalu masuk ketempat penyaringan dan partikel - partikel
yang kasar dibuang dengan sistem sentrifugal. Hasil saringan ini ditempatkan
di beberapa silo (tempat berbentuk tabung yang tertutup) dan setelah didapat
komposisi kimia yang diinginkan, kemudian akan melalui proses pembakaran
Kiln.

77
Gambar 2.25. Dry Process.

b. Wet Process
Material - material mentah dicampur dengan air, lalu dimasukan ke tempat
penggilingan (Grinding Mill). Campuran ini kemudian dipompa melalui
‘Vibrating Screen’. Material - material yang kasar dikembalikan
kepenggilingan, sementara campuran yang lolos yang berupa suspensi ini
ditampung pada suatu tempat berbentuk kolom - kolom. Di tempat ini,
suspensi mengalami proses rotasi dan pemampatan sehingga didapat
campuran yang homogen. Di tempat ini pula, komposisi kimia suspensi di
ubah - ubah untuk didapatkan komposisi yang diinginkan sebelum dibawa ke
Kiln.

Gambar 2.26. Wet Process.

2. Proses Pembakaran

78
Setelah melalui salah satu proses peleburan di atas, campuran tersebut
dimasukan ketempat pembakaran (Kiln). Ada 6 tahap temperatur yang harus
dilalui campuran di Kiln, yaitu :

Gambar 2.27. Proses Pembakaran.

a. Tahap 1 (sampai 2000C). Di tahap ini mengalami proses penguapan air bebas.
b. Tahap 2 (200 – 8000C). Partikel - partikel clay mengalami dehidroksidasi
(pembebasan unsur - unsur hidroksida).
c. Tahap 3 (800 – 11000C) dan Tahap 4 (1100 –13000C). Pada tahap ini
mengalami proses pembebasan unsur karbon (dekarbonisasi). Dehidroksidasi
mineral - mineral clay disempurnakan dan didapat hasil yang berbentuk
kristal.
d. Tahap 5 (1300 – 1500 – 13000C). Pada tahap ini, sebagian campuran reaksi
mencair. Dan suhu 15000C, C2S dan C3S terbentuk.
e. Tahap 6 (1300 – 10000C). Pada tahap ini, C3A dan C4AF berubah dari fasa
liquid menjadi padat dan berbentuk kristal.

3. Proses Pendinginan
Saat laju pendinginan cepat, fasa liquid (yang terjadi pada tahap 5) memadat
seperti gelas. Pada kondisi ini, Compressive strenght awal rendah, namun
strenght lanjutnya tinggi.

4. Proses Penggilingan

79
Pada tabung penggiling ada bola - bola baja, yang dapat mengakibatkan
sekitar 97 – 99 % energi yang masuk diubah menjadi panas. Oleh karena itu
diperlukan pendinginan, karena bila terlalu panas akan banyak gipsum yang
menghidrasi menjadi larutan anhidrit (CS). Akhirnya dari proses
penggilingan, didapat bubuk semen yang diinginkan, yang dihasilkan dari
penggilingan clinker dengan gipsum (CSH2).

Gambar 2.28. Proses Penggilingan.

2.6.5.Sifat Fisik Semen Pemboran


Sifat - sifat bubur semen yang dimaksud adalah sebagai berikut : density,
thickening time, strength, sifat filtrasi, permeabilitas semen, kualitas perforasi,
ketahanan korosi dan pengaruh tekanan serta temperature.
1. Densitas
Penambahan air dan additif akan berpengaruh pada density bubur semen.
Pada umumnya density bubur semen dibuat lebih besar dari density lumpur.
Density ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Gbk  Gw  Ga
Dbs  ............................................................(1.4)
Vbk  Vw  Va
Dimana :
Gbk : Berat bubuk semen, lb.
Gw : Berat air, lb.
Ga : Berat additif, lb.

80
Vbk : Volume bubuk semen, gal.
Vw : Volume air, gal.
Va : Volume additif, gal.

2. Thickening Time & Viskositas


Thickening Time (pumpability) adalah waktu yang dibutuhkan bubur semen
untuk mencapai konsistensi 100 poise. Viskositas pada semen disebut
konsistensi karena semen merupakan fluida yang Non-Newtonian dan ini
untuk membedakan terhadap istilah viskositas fluida Newtonian. Besarnya
thickening time yang diperlukan adalah tergantung dari kedalaman
penyemenan, volume bubur semen yang akan dipompakan serta jenis
penyemenan.

3. Filtration Loss
Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dalam suspensi semen ke
dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Filtrat yang hilang tidak boleh
terlalu banyak, karena akan membuat suspensi semen kekurangan air yang
disebut dengan flash-set.

4. Water Cement Ratio (WCR)


Water cement ratio adalah perbandingan antara volume air dan semen yang
dicampurkan untuk mendapatkan sifat - sifat bubur semen yang diinginkan.
Batasannya diberikan dalam bentuk kadar maksimum dan minimum air.
Kadar air minimum adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan
konsistensi suspensi semen lebih dari 30 Uc.

5. Waiting On Cement (WOC)


Waiting on cement atau waktu menunggu pengerasan semen adalah waktu
yang dihitung saat menunggu pengerasan suspensi semen setelah semen

81
selesai ditempatkan. WOC ditentukan oleh factor - faktor seperti tekanan dan
temperatur sumur, WCR, compressive strength dan additive - additif yang
dicampurkan ke dalam suspensi semen.

6. Permeabilitas
Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras dan bermakna sama dengan
permeabilitas pada batuan formasi yang berarti sebagai kemampuan untuk
mengalirkan fluida. Semen diinginkan tidak mempunyai permeabilitas.
Karena jika semen mempunyai permeabilitas besar akan menyebabkan
terjadinya kontak fluida antara formasi dengan annulus dan juga strength
semen berkurang. Harga permeabilitas maksimum yang direkomendasikan
oleh API adalah tidak lebih dari 0,1 mD.

7. Compressive Strength & Shear Strength


Strength pada semen terbagi menjadi dua yaitu compressive strength dan
shear strength. Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen
dalam menahan tekanan - tekanan yang berasal dari formasi maupun dari
casing, sedangkan shear strength didefinisikan sebagai kekuatan semen
dalam menahan berat casing. Jadi compressive strength menahan tekanan -
tekanan dalam arah horisontal dan shear strength menahan tekanan - tekanan
pada arah vertikal.
2.6.6.AdditifPenyemenan
Additif atau zat - zat tambahan adalah material - material yang ditambahkan
pada semen untuk memberikan variasi yang lebih luas pada sifat - sifat bubur semen
agar memenuhi persyaratan yang diinginkan dengan fungsi ialah :
i. Mempercepat atau memperlambat thickening time.
ii. Memperbesar strength.
iii. Menaikkan atau menurunkan density dan volume bubur semen.
iv. Mencegah lost circulation dan mengurangi fluid loss.
v. Menaikkan sifat tahan lama (durability).
vi. Mencegah kontaminasi gas pada semen.

82
a. Accelelator
Adalah additif yang digunakan untuk mempercepat pengerasan bubur semen.
Contohnya adalah Calcium Chloride, Sodium Chloride, Gypsum, Sodium
Silicate dan Sea Water.
b. Retarder
Adalah additif yang digunakan untuk memperpanjang waktu pengerasan.
Contohnya adalah Lignosulfonate, Organic Acids, Modified Lignosulfonate,
Carboxy Methyl Hydroxy Ethyl Cellulose.
c. Extender
Adalah additif yang dapat mengurangi atau menurunkan density bubur semen.
Contohnya adalah Bentonite-Attapulgite, Gilsonite, Diatomaceous Earth,
Perlite dan Pozzolans.
d. Weighting Agents
Merupakan additif yang digunakan untuk memperbesar density bubur semen.
Contohnya adalah Hematite, Limenite, Barite dan pasir.
e. Dispersant
Adalah additif yang berfungsi untuk mengurangi viskositas suspensi semen.
Contohnya adalah Organic Acids, Lignosulfonate, Plymers dan Sodium
Chloride.

f. Fluid Loss Control Agents


Adalah additif yang berfungsi mencegah hilangnya fasa liquid semen ke
dalam formasi. Contohnya adalah polymer, CMHEC dan Latex.
g. Loss Circulation Control Agents
Seperti halnya dengan sirkulasi lumpur pemboran pada sirkulasi bubur semen
pada penyemenan bisa juga terjadi kehilangan bubur semen. Sehingga di sini
perlu ditambahkan additives untuk menghindari hal tersebut. Gilsonite
dianggap material yang paling baik untuk itu menangani lost, selain itu juga
dapat berfungsi sebagai extenders. Lost Circulation Materials lainnya :
Walnut Hulls, Cellophane Flakes dan Nylon Fibers.

83
h. Specially Additif
Ada bermacam - macam additif lainnya yang dikelompokkan sebagai
specially additif, diantaranya adalah silika, mud kill, radioactive tracers,
fibers, antifoam agent.

2.7. Masalah - masalah Pemboran


Problem pemboran dapat diklasifikasikan dalam empat bagian dasar, yaitu:
Problem Shale, Hilang Lumpur, Pipa Terjepit dan Well Kick

2.7.1. Shale Problem


Shale (serpih) adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan
kompaksi sedimen untuk jangka waktu yang sangat lama. Serpih ini komposisi
utamanya adalah lempung (clay), lanau (silt), air dan sejumlah kecil quartz dan
feldspar.
Dalam pemboran, ada dua jenis serpih yang biasa dijumpai, yaitu serpih yang
tidak kompak (sering disebut lempung) dan serpih yang kompak. Problem untuk
formasi tidak kompak adalah runtuhnya formasi shale ke dalam lubang bor yang
membuat lubang bor membesar, pipa bor terjepit, penyemenan yang kurang
sempurna, bertambahnya kebutuhan lumpur dan kesulitan logging. Gejala yang
timbul yang sering tampak bila sedang mengalami masalah shale :
i. Serbuk bor bertambah.
ii. Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang bor.
iii. Terjadi gumpalan pada pahat (bit bailing).
iv. Terjadi perubahan sifat - sifat lumpur, antara lain : berat lumpur bertambah,
viscositas lumpur naik dan bertambahnya air tapisan.

Beberapa penyebab dari masalah shale antara lain:


i. Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu tinggi.
ii. Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.
iii. Adanya tekanan dari dalam formasi.
iv. Adanya air filtrasi atau lumpur yang masuk ke dalam formasi.

84
Beberapa usaha untuk menanggulangi Shale Problem, antara lain penggunaan
oil based mud telah terbukti berhasil mengurangi terjadinya sloughing shale. Cara
pencegahan yang lain adalah dengan meminimalkan waktu dibiarkannya lubang
yang mengandung serpih dalam keadaan tidak dicasing. Kecepatan fluida yang
tinggi di annulus harus dihindari untuk mengurangi terjadinya erosi lubang dan
sloughing shale secara mekanis.

2.7.2. Pipa Terjepit (Pipe Stuck)


Definisi pipa terjepit adalah keadaan dimana bagian dari pipa bor atau setang
bor (drill collar) terjepit (stuck) di dalam lubang bor. Penyebab terjepitnya
rangkaian pipa bor pada sumur pemboran adalah karena adanya differential sticking
maupun mechanical sticking. Masalah pipa terjepit ini biasanya diklasifikasikan
sebagai berikut :

A. Differential Pipe Sticking


Faktor - faktor yang menyebabkan differential pipe sticking adalah :
i. Beda tekanan hidrostatik dari kolom lumpur melebihi tekanan dari formasi
yang permeabel.
ii. Luas kontak antara rangkaian pipa dasar lubang bor dengan dinding lubang.

Gambar 2.29. Differential Pipe Sticking.

85
Beberapa metode yang umum digunakan sebagai penanggulangan differential pipe
sticking adalah sebagai berikut :
a. Pengurangan Tekanan Hidrostatik.
Metode yang biasanya dilakukan untuk mengurangi tekanan hidrostatik
lumpur adalah rangkain pipa-U (U-Tube) dengan bit sebagai penghubung.

Gambar 2.30. Konfigurasi Pipa U Sumur.

Tekanan hidrostatik dapat dikurangi dengan cara memompakan lumpur baru


dengan densitas yang lebih rendah, atau dengan memompakan sejumlah kecil
fluida yang mempunyai specific gravity (SG) rendah. Minyak solar (diesel
oil) dan air tawar adalah fluida yang biasanya digunakan karena SG-nya
rendah. Karena minyak solar mempunyai gradien tekanan yang lebih rendah
daripada lumpur, maka tekanan total di dalam drill pipe akan menjadi lebih
kecil daripada tekanan total di annulus dan karena itu akan ada tekanan balik
menuju drill pipe.
b. Perendaman dengan Fluida Organik
Fluida organik biasanya disemprotkan sepanjang daerah jepitan untuk
mengurangi ketebalan mud cake dan faktor gesekan. Campuran antara
minyak solar dan surfactant adalah fluida yang banyak digunakan karena
kemampuannya untuk membasahi sekeliling pipa yang terjepit dan
menciptakan lapisan tipis antara pipa dan mud cake. Prosedur umum yang
dilakukan adalah memompakan fluida organik ke dalam drill pipe dan secara
berangsur - angsur memompakan sejumlah kecil fluida organik tadi ke

86
annulus sampai seluruh daerah terjepit dapat terendam. Pipa sebaiknya
diusahakan untuk bergerak secara terus menerus selama operasi perendaman
dengan fluida organik ini.
c. Operasi Back-off
Operasi back-off mencakup pelepasan bagian pipa yang masih bebas dari
dalam lubang. Hal ini secara efektif berarti melepaskan rangkaian pemboran
pada atau di atas daerah jepitan dan pengangkatan bagian pipa yang masih
bebas dari dalam lubang. Bagian rangkaian pemboran yang masih tersisa
(fish), dapat diambil dengan menggunakan peralatan DST maupun peralatan
washover. Sebagai pilihannya adalah menutup lubang (plug back) dan
kemudian membelokannya (sidetrack).

B. Mechanical Sticking (Jepitan Mekanis)


Pipa dapat terjepit secara mekanis bila :
i. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus
disekitar rangkaian bor.
ii. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam dasar lubang.

Metode yang biasanya dilakukan untuk membebaskan pipa yang terjepit


secara mekanis adalah dengan usaha menggerakkan pipa baik diputar ataupun
ditarik atau dengan mengaktifkan jar. Jika metode ini gagal, biasanya disemprotkan
fluida organik dan kemudian prosedur yang telah disebutkan tadi diulangi. Jika
usaha tersebut belum berhasil, maka pipa haru dilepaskan dengan cara back off.

C. Key Seating
Selama pemboran, drill pipe selalu dijaga berada dalam keadaan tension
(tertarik) dan pada saat memasuki bagian dog leg (perubahan sudut kemiringan
lubang secara mendadak), drill pipe berusaha untuk menjadi lurus, sehingga
menimbulkan gaya lateral seperti ditunjukkan pada Gambar 2.30. Gaya lateral ini
mengakibatkan sambungan drill pipe (tool joint) menggerus formasi yang berada
pada busur dog leg, dan menimbulkan lubang baru sebagai akibat diputarnya

87
rangkaian pemboran. Lubang ini disebut sebagai “Key Seat”. Key-set ini hanya
dapat terbentuk jika formasi yang ditembus lunak dan berat yang tergantung
dibawah dog leg cukup besar untuk menimbulkan gaya lateral.

Gambar 2.31. Perkembangan Key Seat.

Untuk mengatasi key seat, lubang harus di-reaming dan jika digunakan jar,
maka dilakukan jar up (ke atas). Fluida organik dapat disemprotkan untuk
mengurangi gesekan sekitar key seat sehingga memungkinkan dilakukannya usaha
untuk menggerakkan pipa. Key seat ini dapat dicegah dengan membor lubang lurus
atau menghindari perubahan mendadak sudut kemiringan atau sudut arah lubang
pada sumur berarah.
2.7.3.Hilang Lumpur (Lost Circulation)
Hilang lumpur adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk ke dalam
formasi. Hilang lumpur tejadi karena dua faktor, yakni : faktor mekanis dan faktor
formasi.

1. Faktor Mekanis
Hilang lumpur terjadi jika tekanan hidrostatik lumpur naik hingga melebihi
tekanan rekah formasi, yang akan mengakibatkan adanya crack (rekahan)
yang memungkinkan lumpur (fluida) mengalir ke dalamnya. Hilang lumpur
juga terjadi sebagai akibat gerakan pipa yang cepat akan menyebabkan fluida
memberikan tekanan tambahan (surging) pada annulus.

88
2. Faktor Formasi
Ditinjau dari segi formasinya, maka hilang lumpur dapat disebabkan oleh :
a. Coarseley Permeable Formation
Contoh dari jenis formasi ini adalah pasir dan gravel.
b. Cavernous Formation
Hilang lumpur ke dalam reef, gravel ataupun formasi yang mengandung
banyak gua - gua sudah dapat diduga sebelumnya. Gua - gua ini banyak
terdapat pada formasi batu kapur (limestone dan dolomite).
c. Fissures, Fracture, Faults
Ini merupakan celah - celah atau rekahan dalam formasi. Hal ini dapat terjadi
misalnya karena penekanan (pressure surge) pada waktu masuk pahat,
ataupun kenaikan tekanan karena drilling practice yang tidak benar, misalnya
tekanan pompa yang terlalu tinggi, lumpur terlalu kental, gel strength terlalu
besar. Dapat juga karena perlakuan yang kurang sesuai, misalnya
menjalankan pompa secara mengejut.

Untuk penanggulangan lost circulation sendiri terbagi menjadi dua cara, yaitu :
1. Teknik Penyumbatan
Dipakai bahan penyumbat seperti : lost circulation material (LCM) serta
bahan - bahan khusus. Lost circulation material dapat dibagi dalam 3 jenis,
yaitu :
a. Material Fibrous
Material fibrous terdiri dari kapas kasar, serat rami, serat kayu, leather flock,
fiber seal dan chip seal.
b. Material Flakes
Material flakes terdiri dari mika (halus dan kasar), vermiculite dan kwik seal
(kombinasi serabut dan keping - kepingan).
c. Material Granular
Material granular terdiri dari nut shells, nut plug, tuff plug, kulit kelapa sawit
dan lain sebagainya.

89
2. Teknik Penyemenan
Program penyemenan ini dapat dikerjakan disemua zona lost. Cara mengatasi
problem hilang lumpur dengan penyemenan menggunakan prinsip
keseimbangan kolom fluida.

2.7.4.Kick dan Blow Out


Semburan liar atau “Blow Out” ini adalah peristiwa mengalirnya fluida
formasi dari dalam sumur secara tidak terkendali ke permukaan. Kejadian ini
dimulai dengan adanya kick. Kick adalah suatu kejadian dimana fluida formasi
masuk ke dalam lubang bor karena tekanan formasi lebih besar daripada tekanan
lubang bor. Adapun sebab - sebab tekanan hidrostaik lumpur tidak dapat
mengimbangi tekanan formasi adalah :

1. Berat Jenis Lumpur Pemboran Turun.


Dalam hal ini tekanan hidrotatis lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi.
Ph = 0.052 x D x w...................................................................................(1.3)

Dimana:
Ph = tekanan hidrotatis lumpur, psi
D = kedalaman lubang bor, ft
w = berat lumpur, lbs/gal

Berat jenis lumpur turun diakibatkan bercampurnya fluida formasi dengan


lumpur bor. Masuknya fluida lumpur pemboran dapat disebabkan karena :
a. Swabbing Effect.
Swab effect terjadi apabila pencabutan rangkaian peralatan pemboran terlalu
cepat, sehingga antara rangkaian peralatan pemboran dan dinding lubang bor
akan sepeti piston. Ruang dibawah pahat yang ditinggalkan oleh drill string
menjadi kosong dan fluida formasi akan terhisap ke dalam lubang sumur.
b. Menembus Formasi Gas

90
Pada waktu menembus formasi gas, cutting yang dihasilkan mengandung gas,
walaupun pada mulanya tekanan hidrostatik lumpur dapat menahan gas
supaya tidak masuk ke dalam lubang sumur, tetapi gas dapat masuk ke dalam
lubang bersama cutting.

2. Tinggi Kolom Lumpur Turun


Bila formasi pecah atau ada rekahan - rekahan pada lapisan di dalam lubang,
maka lumpur bor akan masuk ke dalam lapisan yang pecah atau rekah - rekah
tersebut. Akibat turunnya tinggi kolom di annulus tersebut, maka tekanan
hidrostatik lumpur juga akan turun pula. Adapun yang menyebabkan lumpur
bor masuk ke dalam formasi yaitu :
a. Squeeze Effect
Jika sewaktu menurunkan rangkaian peralatan pemboran (drill string) terlalu
cepat, maka lumpur yang berada di bawah rangkaian (bit) terlambat naik ke
annulus diatas bit. Ini menyebabkan lumpur di bawah bit tertekan ke formasi,
karena kondisi antara rangkaian bor dengan lubang bor seperti sebuah piston.
Squeeze effect dapat mengakibatkan pecahnya formasi dan lumpur bor akan
masuk ke dalam formasi.
b. Berat Jenis Lumpur Yang Tinggi
Karena berat jenis lumpur yang digunakan tinggi, maka tekanan hidrostatik
lumpur menjadi besar. Bila menemui lapisan yang tekanan rekahnya kecil,
maka formasi akan rekah sehingga lumpur dapat masuk ke dalam formasi.
c. Viskositas Lumpur Yang Tinggi
Bila viskositas lumpur tinggi, maka disaat sirkulasi pressure loss di annulus
cukup tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan formasi pecah bila formasinya
tidak kuat.
d. Gel Strength Lumpur Yang Tinggi
Jika gel strength terlalu tinggi, ketika memulai sirkulasi kembali setelah
berhenti memerlukan tenaga pompa yang cukup besar. Bila formasi tidak
sanggup menahan tekanan pompa yang besar, maka formasi akan pecah.
e. Pemompaan Yang Mengejut

91
Pemompaan yang mengejut akan dapat menyebabkan formasi pecah, bila
formasi tidak kuat. Disaat bit menembus formasi yang telah rekah akibat
pemompaan yang mengejut, maka lumpur akan mengisi rekahan dan celah
tersebut.
f. Hilang Lumpur
Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas formasi terlalu besar, formasi
yang bergua (cavernous), mungkin pula karena ada rekahan di dalam formasi.

3. Abnormal Pressure.
Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat tinggi, dan
melebihi tekanan hidrotatis lumpur. Hal ini disebabkan karena adanya
kompaksi sediment yang tidak komplit, patahan dan kubah garam.

Beberapa indikasi terjadinya kick :


i. Laju alir meningkat.
ii. Volume Pit Meningkat.
iii. Adanya aliran ketika pompa dihentikan.
iv. Adanya penambahan volume ketika trip.
v. Gas cut mud.

Apabila terjadi kick, maka well killing adalah cara penangulangannya. Untuk
menaikkan berat jenis lumpur yang akan digunakan untuk menanggulangi kick ada
berbagai macam metode, antara lain :
a. Metode Driller
Cara ini sering disebut pula sebagai “Two-Circulation Method”. Sirkulasi ke-
1: keluarkan cairan kick dari dalam lubang bor dengan lumpur lama. Sirkulasi
ke-2: lubang bor dianggap dalam keadaan baik, tidak runtuh atau membesar.
b. Wait and Weight Method
Cara ini sering juga disebut “One-Circulation Method” atau juga “Engineer’s
Method”. Intinya adalah : “Wait” atau tunggu, selama membuat lumpur berat.
Sirkulasikan cairan kick keluar dari lubang bor dengan lumpur berat.

92
c. Metode Concurent
Dalam hal ini pemompaan dilakukan dengan memompakan lumpur lama,
tetapi sambil memompakan lumpur tersebut, lumpur diperberat. Cara ini lebih
cepat, tetapi ada dua kegiatan yang harus dikerjakan pada saat bersamaan
ialah dengan memompakan lumpur dengan pola tertentu dan memperberat
lumpur.
d. Cara Kombinasi
Misalnya, wait and weight method, dimana harus menambah berat lumpur
sekaligus, maka penambahan dilakukan secara bertahap, sehingga pada
sirkulasi yang pertama cairan kick dikeluarkan dari dalam lubang bor dengan
lumpur berat, tetapi sebelum seberat yang diperlukan untuk mematikan
sumur.

2.8. Directional dan Horizontal Drilling


Tidak semua searah vertikal dengan lahan yang bisa di bor yang sejajar
dengan reservoir di bawah permukaan. Dengan ini di perkenalkanlah sebuah
metode pemboran yang bisa mengatasi permasalahan lahan permukaan pemboran
yang tidak dapat tepat di gunakan untuk didirikannya rig karena banyaknya faktor
yang menghalangi.

2.8.1.Pemboran Berarah (Directional Drilling)


Adalah metode pemboran yang mengarahkan lubang bor menurut suatu
lintasan tertentu ke sebuah titik target yang terletak tidak vertikal di bawah mulut
sumur. Pada dasarnya dikenal 3 macam pemboran berarah yaitu :
a. Shallow Deviation Type
Dikenal juga dengan tipe pembelokkan di tempat yang dangkal, dimana titik
belok (kick of point) terletak di kedalaman yang tidak begitu jauh dari
permukaan tanah.
b. Deep Deviation Type
Tipe pemboran berarah ini membelok di tempat yang dalam, dengan titik
pembelokan berada jauh dari permukaan tanah.

93
c. Return To Vertical Type
Tipe pembelokkan ke vertikal ini awalnya ada belokkan di tempat yang
dangkal, tetapi kemudian di kembalikan ke arah vertikal.

Gambar 2.32. Tipe Pemboran Berarah.


2.8.2.Horizontal Drilling
Dimana peboran horizontal ini di katakan hampir sejajar arah horizontal.
Adapun saat sekarang pemboran horizontal di klasifikasikan dalam tiga kategori
yang menggunakan build rate yang berbeda yaitu pemboran horizontal dengan
menggunakan short radius, medium radius, dan long radius.

Gambar 2.33. Jenis – jenis Pemboran horizontal drilling.

Jenis – jenis Pemboran horizontal drilling :

94
a. Long Radius
Long radius merupakan sistem yang standar digunakan pada lapangan
minyak untuk teknologi pengeboran direksional. Long radius mempunyai
biuld-rate 2° - 6°/100 ft (30 m) dan build radiusnya 1000ft - 3000ft, dengan
panjang horizontal section mencapai 5000 ft. Pemboran long radius
mempunyai tiga bagian (fase) mulai dari ujung kepala sumur sampai pada
bagian bawah. Fase 1 adalah pemboran vertikal sampai KOP (Kick of Point).
Fase 2 pemboran berarah dari KOP sampai titik target dan Fase 3 adalah
pemboran yang mempunyai arah horizontal.
b. Medium Radius
Teknik pengeboran medium radius pada sumur horizontal telah
dikembangkan dengan memodifikasi dari pemboran yang konvensional dan
menghasilkan build rate antara 6o - 60°/100ft (30m). Teknik medium radius
mempunyai jari - jari kelengkungan antara 125 – 700 ft, dengan panjang
horizontal section mencapai 3000 ft (915 m) dan dengan diameter yang sama
pada sumur long radius.
c. Short Radius
Pada pemboran lateral Short Radius menghasilkan tingkat pembentukan
build rate antara 1,5 - 3°/ft, dengan panjang horizontal section mencapai 750
ft dan seterusnya pipa tubing sejajar dengan arah horizontal formasi
reservoirnya.

2.8.3.Faktor Penggunaan Directional dan Horizontal Drilling

1. Faktor Permukaan.
a. Formasi Produktif Terletak di bawah Paya - paya, Sungai.
Untuk reservoir hidrokarbon di bawah sungai, danau dan laut yang masih
dekat dengan daratan, jika dilakukan straight hole drilling atau vertical
drilling, lokasi permukaannya adalah air, artinya kita menggunakan peralatan
layaknya offshore drilling. Biasanya pemboran secara offshore drilling
dibutuhkan biaya yang sangat besar. Jika biaya pemboran berarah dalam

95
kasus ini lebih murah dibandingkan pemboran secara offshore drilling, maka
dilakukanlah pemboran berarah, dengan titik lokasi masih didaratan.
b. Formasi Produktif Terletak di bawah Bangunan - bangunan, Perkotaan
Target Dibawah Perkotaan, Apabila dibuat lubang vertical dari permukaan
sampai ke target, harus dibuat lokasi pemboran. Harus ada pembebasan tanah
pada daerah perkotaan, perumahan dan lalu lintas yang ramai. Harga tanah
sangat mahal, bangunan perkotaan, perkantoran diatasnya harus
dimusnahkan. Alangkah besar biayanya. Bila lalu lintas yang ramai, kegiatan
transportasi ke lokasi sangat sulit. Membawa peralatan yang besar - besar dan
berat ke lokasi akan sulit dan mengganggu khalayak ramai. Untuk itu tidak
dilakukan straight hole drilling. Tetapi dicari lokasi yang murah di luar
daerah perkotaan yang mempunyai kegiatan yang tidak ramai. Lubang
diarahkan ke reservoir secara directional drilling.

2. Faktor Geologis
Pemboran berarah disini dilakukan untuk menghindari kesulitan apabila dibor
secara vertikal misalnya ;
a. Adanya Kubah Garam (salt dome).
Salt dome (kubah garam) adalah sebuah gundukan atau kolom garam dalam
jumlah besar yang terangkat ke permukaan bumi karena perbedaan massa
jenis batuan dengan massa jenis garam itu sendiri. Jika dilakukan pemboran
vertikal dari permukaan sampai ke target dengan menembus kubah garam,
banyak permasalahan yang harus dihadapi, seperti akan mengakibatkan loss
circulation karena kubah garam mempunyai porositas dan permeabilitas yang
sangat baik sehingga kolom lumpur akan berkurang dan akan memacu
terjadinya kick. Selain itu garam akan larut dan dinding lubang akan runtuh
karena sifat fisik kubah garam tidak kompak (massive) yang akibatnya pipa
akan terjepit (pipe stucking). Untuk itu kubah garam harus dihindari, dengan
melakukan directional drilling ataupun horizontal drilling.
b. Adanya Patahan.

96
Reservoir berada di bawah patahan, jika dilakukan vertical drilling yang
menembus patahan, hal ini dapat menimbulkan permasalahan pemboran
seperti saat pemboran berlangsung, bit dan drill string akan cenderung
mengikuti sela - sela patahan, selain itu akan terjadi loss circulation pada saat
menembus patahan tersebut, walaupun disaat pemboran permasalahan
tersebut dapat diatasi namun kemudian akan timbul permasalahan lagi
dimana lubang akan terpotong oleh patahan.

3. Faktor Teknis
a. Pemboran Sistem Gugusan Sumur (cluster system)
untuk menghemat luasnya lokasi pemboran. Misalnya di lepas pantai, di
permukaan dibuat beberapa sumur, kemudian di bawah permukaan lubang
sumur tersebut menyebar. Sistem ini juga dapat dilakukan pada pemboran di
daratan.
b. Mengatasi Semburan Liar (blow out) dengan Relief Well
Bila suatu sumur mengalami blow out dan terbakar, maka dibuat satu atau dua
sumur berarah menuju formasi yang menyebabkan terjadinya blow out
tersebut, dimana melalui sumur yang dibuat tadi dipompakan fluida untuk
mematikan sumur yang terbakar. Sumur ini disebut Relief Well.
c. Menghindari Garis Batas di Permukaan
Pemboran berarah akan dilakukan jika pada permukaan terdapat batas yang
tidak memungkinkan untuk menempatkan titik lokasi agar dapat dilakukan
pemboran vertikal. seperti tempat - tempat keramat, batas kepemilikan tanah
dan lainnya.
d. Menyimpang dari Garis Lurus
Pada suatu pemboran sumur, terkadang ada barang - barang yang jatuh, pipa
terjepit atau putus yang tidak dapat diangkat ke permukaan. Maka pada
umumnya lubang yang sudah dibor tersebut disemen, kemudian lubang
sumur dibelokkan dan diarahkan kembali menuju Reservoir yang akan
ditembus.

97
2.8.4.Alat - alat Pembuat Sudut (Deflection Tool)
Setelah kedalaman titik belok ditentukan, maka di gunakan alat pembelok
yaitu :
a. Badger Bit
Prinsip kerjanya adanya salah satu nozzle pada bit yang ukurannya lebih besar
dari lainnya, sehingga semburan lumpur yang lebih besar akan membelokkan
ke arah dimana ukuran nozzle lebih besar.
b. Spud Bit
Merupakan bit tanpa roller, seperti baji dan mempunyai nozzle. Cara kerjanya
sama dengan badger bit hanya disini di tambah dengan tumbukan.

c. Knockle joint
Adalah suatu drill string yang diperpanjang dengan sendi peluru,
memungkinkan putaran bersudut antara drill string dan bitnya.
d. Whipstock
Alat yang terbuat dari besi tuang yang berbentuk baji dengan saluran yang
melengkung tempat bergeraknya bit.
e. Turbodrill
Adalah down hole mud turbin, memutar bit tanpa harus memutar rangkaian
bor (drill string).
f. Dyna Drill
Dyna drill memutar bit tanpa harus memutar drill string. Adanya bent sub
pada dyna mengahasilkan lengkungan yang halus.

98

Anda mungkin juga menyukai