Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH STABILITAS OBAT

“Rasemisasi”

Disusun oleh :
Syafira Aulia 260110150165

Kelas C

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
Rasemisasi

Rasemisasi merupakan proses makroskopik dan statistikal transformasi


irreversible dari satu enantiomer menjadi campuran rasemat yang menjadi salah
satu penanda labilitas konfigurasi enantiomer (Reist, et al., 1995). Rasemat itu
sendiri merupakan campuran 2 enantiomer (isomer optis) dari senyawa kiral,
biasanya ditandai dengan (+ -) atau (d, l). Suatu rasemat juga dapat ditetapkan
sebagai (R, S). R (rectus atau kanan) sedangkan S (sinister atau kiri) menunjukkan
arah rotasi bidang akibat polarisasi cahaya dan terkadang R,S dapat menunjukkan
interaksinya dengan reseptor biologis. Enantiomer merupakan molekul dengan
rumus kimia yang sama, memiliki karakteristik fisika dan kimia yang sama namun
berbeda dalam hal aktivitas optik dan pengaturan spasial atau ruang. Instrumen
yang biasanya digunakan untuk melihat aktivitas optik enantiomer adalah
polarimeter atau dengan dispersi putar optik dan dichroism melingkar. Pengaturan
ruang enantiomer dapat diamati dengan menggunakan NMR (Nuclear Magnetic
Resonance) atau/dan X-Ray crystallography diffraction (Nguyen, et al., 2006).
Pemisahan enantiomer dari campuran rasemat dapat menggunakan kromatografi
dengan fase diam kiral baik menggunakan super critical fluid chromatograpgy
(SFC) maupun HPLC (Leek and Andersson, 2017)..

Rasemisasi ini berkaitan dengan stabilitas kiral dimana dapat dipengaruhi


oleh beberapa faktor:

1. Temperatur
Contohnya pada asam amino, dimana adanya treatment pemanasan
menyebabkan rasemisasi dan dapat pula mempengaruhi kualitas protein
(Bellagamba, et al., 2015).
2. pH
Contohnya pengaruh pH pada reaksi rasemisasi senyawa obat glitazone
(pioglitzaone dan rosiglitazone). Pada pH 2,5, rasemisasi terjadi sangat
lambat, sedangkan pada pH 7,4 dan pH 9,5 rasemisasi berjalan dengan
sangat cepat. Namun, masih diperlukan studi lebih lanjut bagaimana
pengaruh masing – masing enantiomer terhada aktivitas biologisnya.
Contoh obat : Pioglitazone dan Rosiglitazone (Glitazone, obat untuk
mengatasi diabetes melitus tipe 2). Senyawa glitazone ini memiliki struktur cincin
thiazolidinedione dengan pusat kiral yang berada di samping gugus karbonil,
sehingga enantiomer R dapat berubah menjadi enantiomer S atau sebaliknya
melalui tautomerisme keto-enol (Gambar 1)

Gambar 1. Struktur senyawa pioglitazone (P) dan rosiglitazone (R); Rasemisasi


melalui tautomerisme keto-enol (A); Pusat kiral ditunjukkan oleh (*).

(Jamali, et al., 2008)

3. Kondisi Asam dan Basa (Katalisis oleh Asam atau basa)

Rasemisasi pada suatu obat akan berpengaruh pada farmakokinetik, farmakodinaik


serta karakteristik toksiknya (Leek and Andersson, 2017). Misalnya, pada fluoxetin
dilaporkan S-fluoxetin 1,5 kali lebih poten untuk memblok serotonin reuptake.

Reaksi Rasemisasi pada Fluoxetine:

Fluoxetine merupakan rasemat dari (R,S)-N- methyl-3-phenyl-3-(4-


(trifluoromethyl) phenoxy)propan-1-amine dengan mekanisme sintesis
menggunakan reaksi Mannich dengan asetofenon untuk membentuk β-
dimethylaminopropiophenone sebagai minyak, lalu dilarutkan dalam THF dan
menambahkan larutan THF tetes demi tetes dari 4 eqiuvalen diborane, lalu diaduk
semalaman. Selanjtnya, ditambahkan diborane equivalen dan diaduk semalaman.
Lalu, menyiapkan alkohol sekunder rasemat, larutkan dalam CHCl3, dan
dijenuhkan dengan gas HCl anhidrat bersamaan dengan penambahan tetes demi
tetes SO2Cl selama 5 jam. Setelah solvent dievaporasi, garam kristalin hidroklorida
diambil, ditambahkan pada larutan basa dan direfluks selama 5 hari untuk
menghasilkan fenoksi eter. Kemudian, degradasi kasik Von Braun dimetilamino
melalui turunan N-cyano dan hidrolisis menghasilkan rasemik fluoxetin (Gambar
2). A- fluoxetin dan R-fluoxetin dapat disintesis secara asimetrik (Gambar 3)

Berikut merupakan reaksi sintesis dari fluoxetin (Gambar 2)

Gambar 2. Reaksi sintesis Fluoxetin oleh Molloy and Schmiegel, 1982

Gambar 3. Sintesis asimetrik S-Fluoxetin dan R-fluoxetin oleh Lilly,1988

(Wenthur, et al., 2014)


DAFTAR PUSTAKA

Bellagamba, F., F. Caaprino, T. Mentasti, M. Vasconi, and V.M. Moretti. 2015. The
Impact of Processing on Amino Acid Racemization and Protein Quality in
Processed Animal Proteins of Poultry Origin. Italian Journal of Animal
Science, Vol 14: 238-45.

Jamali, B., I. Bjornsdottir, O. Nordfang, and S. H. Hansen. 2008. Investigation of


racemisation of the Enantiomers of Glitazone Drug Compounds at Different
pH Using Chiral HPLC and Chiral CE. Journal of Pharmaceutical and
Biomedical Analysis, 46:82-7.

Leek, H., and S. Andersson. 2017. Preparative Scale Resolution of Enantiomers


Enables Accelerated Drug Discovery and Development. Molecules, Vol 22
(158): 1-9.

Nguyen, L.A., H. He and C. Pham-Huy. 2006. Chiral Drugs: Overview.


International Journal of Biomedical Science, Vol 2 (2): 85-100.

Reist, M., B. Testa, P.A. Carrupt, M. Jung and V. Schuig. 1995. Racemization,
Enantiomerization, Diastereomerization, and Epimerization: Their Meaning
and Pharmacological Significance. Chirality, Vol 7 (6): 396-400.

Wenthur, C.J., M. R. Bennett, and C.W. Lindsley. 2014. Classics in Chemical


Neuroscience: Fluoxetine (Prozac). ACS Chem NeuroSci, Vol 5 (1): 14-23.

Anda mungkin juga menyukai