Anda di halaman 1dari 16

Stabilitas Zat Padat

BAB I

A. LATAR BELAKANG

Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam mewujudkan
kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang manufcturing obat. Tingginya kebutuhan
akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis
tubuh manusia melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi
obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya agar
dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standard kualitas yang dipersyaratkan.
Dalam era globlalisasi sekarang ini, industri farmasi dituntut untuk dapat bersaing dengan
industri farmasi baik dalam maupun luar negeri agar dapat memperebutkan pangsa pasar dan
memenuhi kebutuhan obat bagi masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan
pemenuhan kebutuhan obat yang bermutu bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
pedoman bagi industri farmasi untuk dapat menghasilkan produk yang bermutu yaitu dengan
CPOB (cara pembuatan obat yang baik). Pada tahun 2006, pemerintah telah memperbarui cpob
ini, yang kemudian lebih dikenal dengan cpob terkini atau cgmp (current gmp).
Produksi obat di apotik jauh lebih mudah bandingakan dengan produksi industri, tidak
perlu mengadakan kajian preformulasi secara khusus tetapi cukup dengan menerapkan dan
memahi dasar dasar preformulasi, sehingga di dapatkan sebuah produk obat yang sesuai.
Preduksi obat di apotik dapat meliputi peracikan obat atas permintaan tertulis dokter dalam
sebuah resep atau melakukan pengemasan ulang sediaan obat dalam skala kecil untuk memenuhi
kebutuhan pasar yang tersedia.
Sedian farmasi yang beraneka ragam jenisnya tentulah harus dipertibangkan dan di
perhatikan dalam mendesainnya sehingga di dapat suatu sediaan yang stabil, efektif dan aman.
Tahapan yang tidak kalah pentingnya dari proses sediaan farmasi adalah preformulasi sediaan
farmasi.
Pengkajian preformulasi ini berpusat pada sifat sifat fisika kimia zat aktif serta
bahan tambahan obat yang dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu
bentuk sediaan farmasi.
B. TUJUAN

BAB II

A. DARAR TEORI

Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.
Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan ( Connors,et al.,1986).Terjadinya dekomposisi obat akibat hidrolisis
atau solvolisis dari sediaan farmasi cair adalah adalah hal yang umum terjadi karena
kelembaban atau pelarut yang digunakan. Gugus-gugus fungsional tertentu
memudahkan terjadinya reaksi tersebut (Parrot,1970). Telah dipelajari berbagai
metode untuk meningkatkan stabilitas bahan farmasi yang mengalami penguraian
dengan jalan hidrolisis. Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan antara lain :
a. pH

pH adalah suatu ukuran keasaman suatu air (larutan). Pengertian pH dalam


aplikasinya berbeda-beda. Di dalam sistem yang sering digunakan ( NBS sistem,
NBS = National Bureau of Standards), pH digambarkan dalam persamaan pH = -
log aH, dimana aH adalah aktivitas ion hidrogen dalam suatu larutan
(Anonim,2006).Laju reaksi dalam larutan berair sangat mudah dipengaruhi oleh
adanya pH sebagai akibat adanya proses katalisis. Untuk mengetahui pengaruh
pH maka faktor-faktor lainnya yang berpengaruh seperti suhu, kekuatan ionik dan
komposisi pelarut harus dibuat tetap (Connors et al, 1986). Pengaruh pH dapat
diketahui dari bentuk profil pH laju degradasi dari hubungan antara antara pH dan
log k tanpa pengaruh dapar. Dari profil tersebut dapat diketahui pH yang stabil,
katalisis reaksi dan persamaan laju reaksi hipotetiknya yang memberikan
informasi praktis stabilitas suatu obat (Connors et al, 1986).

Tiga bentuk profil pH laju degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk
Sigmoid (S) danbentuk Parabola (bell shape) atau kombinasi dari bentuk tersebut.
Bentuk profil yang dihasilkan tergantung pada sifat-sifat zat dan reaksi yang
terjadi (Connors et al, 1986). Bentuk V terjadi bila obat bersifat tak terionkan.
Keuntungan dari profil log k Vs pH dalam bentuk V adalah dapat digunakan pada
pH rendah maupun tinggi ketika reaksi di katalisis oleh asam dan basa (Connors
et al, 1986).

Terkadang profil pH laju degradasi mengikuti bentuk Sigmoid (S). bentuk ini
terjadi jika obat mengalami disosiasi asam basa 1 kali. Keuntungan profil log k Vs
k dalam bentuk sigmoid ini adalah bahwa plot log k Vs pH dapat berubah menjadi
bentuk sebaliknya (Connors et al, 1986).

Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang terjadi karena asam basa
mengalami disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini bisa terjadi dari
kombinasi bentuk parabola dengan bentuk V pada profil pH laju degradasi yang
sama (Connors et al, 1986).

Jika memungkinkan secara fisiologis, larutan obat harus diformulasikan

sedikit mungkin ke pH stabilitas optimumnya. Jika penguraian hidrolisis obatnya

terkatalisis asam dan basa umum, yaitu penguraian terkatalisis oleh bagian asam

dan basa dari garam dapar disamping H+ dan OH- , konsentrasi dapar harus
dibuat

minimum (Lachman, et al., 1986).

b. Jenis pelarut

Penggantian air sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang konstanta


dielektriknya lebih rendah, umumnya menyebabkan kecepatan hidrolisis menurun

secara berarti. Contoh pelarut bukan air adalah : etanol, glikol, glukosa, larutan

manitol, dan amida tersubstitusi (Lachman, et al., 1986).

c. Kompleksasi

Laju hidrolisis dapat dipengaruhi oleh pembentukan kompleks dengan dua

cara, yaitu oleh efek sterik atau polar (Lachman, et al., 1986)

d. Surfaktan

Keberadaan surfaktan akan meningkatkan stabilitas secara bermakna .

Menurut Riegelman (1960) bahan surfaktan nonionik, kationik dan anionik dapat

menstabilkan obat terhadap katalis basa (Lachman, et al., 1986).

e. Modifikasi struktur kimia

Sejumlah laporan kepustakaan menunjukkan bahan substituen tertentuyang


ditambahkan pada rantai alkil atau asil dari ester alifatik atau aromatik atau pada
inti benzen dari ester aromatik menyebabkan penurunan laju hidrolisis(Lachman,
et al.,1986).

f. Garam dan ester

Teknik lain yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas obat-obatan yang


terurai melalui hidrolisis adalah dengan mengurangi kelarutannya melalui
pembentukan garam atau esternya yang sukar larut. Biasanya hanya pada bagian
obat larut mengalami peruraian hidrolisis (Lachman, et al., 1986). komponen
penyusun dapar dapat mengurangi stabilitas obat oleh akibat katalisis asam umum
(KAU) atau katalisis basa umum (KBU). Laju degradasi obat akibat pengaruh
dapar dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Zhou and Notari, 1995)

Kobs = KpH + KAU . (AU) + KBU . (BU)

Dengan Kobs adalah harga pengamatan, AU dan BU adalah kadar asam dan basa
konjugat penyusun dapar dan KpH adalah laju degradasi tanpa pengaruh dapar.
KAU adalah katalisis asam umum, KBU adalah katalisis basa umum, katalis
adalah senyawa yang memiliki kemampuan meningkatkan tetapan laju reaksi
tetapi tidak mengubah tetapan keseimbangan. Katalisator dapat menjadikan jalur
reaksi berlangsung dengan energi bebas (QG) yang lebih kecil, tanpa mengubah
QG (energi bebas awal). Dekomposisi obat akibat hidrolisis atau solvolisis dari
sediaan farmasi cair adalah hal yang umum terjadi karena kelembaban atau
pelarut yang digunakan. Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan harga tetapan
laju degradasi (k) atau waktu paro (t1/2) yang dapat ditentukan jika reaksi
diketahui (Parrot, 1970). Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan harga tetapan
laju degradasi (k) atau waktu paruh (t1/2). Hal ini dapat ditentukan bila tingkat
reaksi diketahui.

Dalam banyak hal, tingkat reaksi kimia sederhana dapat dibedakan menjadi 4
yaitu :

a. Reaksi orde nol


Pada reaksi ini faktor yang menentukan bukan kadar tetapi hal lain misalnya
kelarutan atau senyawa cahaya pada beberapa reaksi fotokimia. Jika kelarutan
menjadi faktor penentu hanya sejumlah kecil obat terlarut saja yang mengalami
peruraian (Lachman,1994), laju degradasi obat (-dD/dt) secara matematis dapat
digunakan sebagai berikut :

-dD/dt = Ko

Pengintegralan persamaan (1) menghasilkan persamaan (2) sebagai berikut

(D)= (Do) Ko . t

Menurut persamaan , kurva hubungan antara (D) dan t menghasilkan garis lurus
dengan slope sebesar Ko dan intersep sebesar Do dengan Do adalah kadar
reaktan mula-mula dan Ko adalah laju reaksi. Satuan Ko adalah M.waktu-(K),
jika satuan D adalah M. Waktu paro (t1/2) yaitu waktu yang diperlukan untuk
separuh reaktan mengalami degradasi. Persamaan waktu paro diperoleh dengan
mensubstitusikan (D) = (Do)/2 ke dalam persamaan sehingga diperoleh (Connors
dkk,1986) :

t1/2 = {0,5 (Do)}/ Ko

Waktu kadaluwarsa (t90) yaitu waktu yang diperlukan untuk reaktan mengalami
degradasi 10% sehingga persamaan untuk waktu kadaluwarsa adalah
(Connors,1986) :

t90 = {0,1 (Do)}/ Ko

b. Reaksi orde satu

Reaksi orde satu terjadi jika berkurangnya jumlah reaktan sebanding dengan
jumlah reaktan tersisa. Reaksi orde satu dapat dinyatakan sebagai berikut
(Connors dkk,1986) :

D P

Laju berkurangnya reaktan dinyatakan dalam persamaan :

-d (D)/dt = K1 (Do)

Pengintegralan persamaan menghasilkan persamaan

L (D) = L(Do) K1 . t

Persamaan dapat diubah menjadi persamaan

(D) = (Do) e-kt (8)

Atau,

Log (D) = log (Do) K1 t/2,303 (9)

Berdasarkan pada persamaan (10), kurva hubungan antara log D dan t berupa
garis lurus dengan slope sebesar K1 /2,303 dengan D adalah kadar reaktan yang
tinggal setelah waktu t. Do adalah kadar reaktan mulamula dan K1 adalah laju
reaksi dengan satuan K1 adalah waktu-1.

c. Reaksi orde satu semu

Reaksi orde satu semu dapat didefinisikan sebagai reaksi orde dua atau
peningkatan yang dibuat berkelakuan seperti reaksi orde satu. Keadaan itu berlaku
bila salah satu zat yang bereaksi ada dalam jumlah yang sangat berlebihan atau
tetap pada kadar tertentu dibandingkan zat lainnya. Dengan demikian laju reaksi
ditentukan oleh satu reaktan meskipun ada dua reaktan karena tidak mengalami
perubahan kadar yang berarti selama reaksi peruraian (Lachman dkk,1994).

d. Reaksi orde dua


Reaksi orde dua dinyatakan sebagai :

D + E produk

Jika laju reaksi tergantung pada kadar D dan E yang masing-masing dipangkatkan
(K), maka laju penguraian D = laju penguraian E dan keduanya sebanding dengan
hasil kadar reaktan.

-d(D)/dt = -d(E)/dt = k2 (D)(E)

Jika D = E maka persamaan menjadi :

-d(D)/dt = k2 (Do)

Pengintegralan persamaan akan diperoleh persamaan yaitu :

1/(D) = 1/(Do) + k2 .t

Dengan demikian plot (K)/(D) terhadap waktu (t) akan memberikan garis lurus
dengan slope sebesar k2, denagn D adalah kadar reaktan setelah waktu (t), Do
adalah kadar reaktan mula-mula, k2 adalah laju reaksi dengan satuan k2 adalah
M-1, waktu-1, waktu paro. Untuk reaksi dengan kinetika orde dua diperoleh
dengan mensubstitusikan D = Do/2 ke dalam persamaan, sehingga t1/2
memiliki persamaan sebagai berikut :

t1/2 = 1/{k2(Do)}

Waktu kadaluwarsa (t90) diperoleh dengan mensubstitusikan D =

0,9 Do kedalam persamaan 1/(D) = 1/(Do) + k2 .t dan t90 yang diperoleh adalah :

t90 = (K)/{9(Do)k

Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:

1. Metode substitusi

Dari studi kinetika dikumpulkan data yang kemudian disubstitusikan dalam


persamaan-persamaan kecepatan reaksi dalam bentuk integralnya yang
menunjukkan berbagai orde reaksi. Apabila dihitung didapat nilai k (tetapan laju
reaksi) yang konstan dalam suatu batas variasi eksperimental. Maka reaksi
dianggap mengikuti orde reaksi tersebut.

2. Metode grafik

Plot data kedalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi.
Jika kadar obat yang masih utuh diplotkan terhadap waktu (t) dan kurva yang
didapatkan berupa garis lurus, maka orde reaksi dari reaksi itu adalah orde nol.
Reaksi yang mengikuti kinetika orde satu jika plot antara log D terhadap waktu (t)
berupa garis lurus. Sedangkan reaksi orde dua jika plot antara 1/D terhadap waktu
(t) berupa garis lurus.
3. Metode waktu paro

Untuk reaksi orde nol waktu paro berbanding lurus dengan kadar awal yaitu t1/2
= Do/k2, waktu paro reaksi orde satu tidak tergantung pada kadar awal sehingga
harga t1/2 = 0,693/k. sedangkan reaksi orde dua dengan jenis reaktan yang sama
harga t1/2 = 1/Do.k (Connors dkk,1986).

3. Jalur Penguraian Obat

Penguraian bahan berkhasiat pada bentuk sediaan farmasi terjadi pada jalur
hidrolisis, oksidasi-reduksi, resemisasi, epimerisasi, dekarboksilasi,
rearrangement, dan dehidrasi.

a. Hidrolisis

reaksi hidrolisis terjadi pada obat-obat yang memiliki gugus fungsional. Misalnya
senyawa ester dan amina.

b. Oksidasi-Reduksi

Pengurangan oksidatif senyawa farmasi menjadi sebab ketidakstabilan banyak


sediaan farmasi. Yang menjadi perantara pada reaksi itu adlah radikal bebas atau
oksigen molekuler. Suatu zat yang disebut teroksidasi apabila zat itu melepaskan
elektron. Jadi zat teroksidasi jika memperoleh atom atau radikal elektronegatif,
atau kehilangan atom atau radikal elektropositif. Bentuk penguraian oksidatif
yang paling umum terjadi dalam sediaan farmasi adalah autooksidasi yang
melibatkan proses berantai radikal bebas. Secara umum autooksidasi dapat
didefinisikan sebagai reaksi bahan apapun dengan bahan molekuler. Contoh :
steroid, vitamin, antibiotika, dan epinefrin mengalami penguraian oksidatif
(Lachman dkk, 1994).
c. Resemisasi

resemisasi adalah proses dimana bahan obat yang memiliki bentuk-bentuk optis
aktif (bentuk L atau D) dalam larutannya terjadi campuran resemis (kedua bentuk
terdapat bersama-sama didalamnya). Dalam reaksi resemisasi, suatu zat aktif optis
aktif kehilangan aktivitas optiknya tanpa mengubah susunan kimianya. Reaksi ini
dapat mempengaruhi stabilitas formulasi farmasi, karena efek biologis bentuk
dekstro mungkin jauh lebih kecil daripada levo. Kinetika resemisasi dapat diteliti
dengan cara serupa dengan reaksi hidrolisis. Kondisi penyimpanan sediaan
optimal dapat ditetapkan melalui penentuan konstanta laju reaksi, ketergantungan
reaksi pada temperatur, dan ketergantungan reaksi pada pH. Pada umumnya
reaksi resemisasi mengalami penguraian menurut dasar kintika orde satu.
Resemisasi suatu senyawa tampaknya bergantung pada gugus fungsional yang
terikat pada atom karbon asimetrik, gugus aromatik cenderung mempercepat
proses resemisasi. Contoh L-Adrenalin 15-20 X lebih aktif dari D-Adrenalin
(Lachman dkk,1994).

d. Epimerisasi

adalah suatu peristiwa dimana terjadi perubahan konfigurasi struktur suatu


senyawa. Hal ini dapat mengakibatkan senyawa tersebut tidak aktif secara biologi
bahkan menjadi toksik. Contoh : tetrasiklin. Dalam larutan, tetrasiklin mudah
mengalami epimerisasi pada gugus dimetil amina pada C4 menjadi bentuk lain
yang dinamakan epitetrasiklin. Bentuk epitetrasiklin hanya mempunyai aktivitas
antibakteri sedikit atau sama sekali tidak punya. Reaksi resemisasi dan
epimerisasi ini seperti halnya reaksi hidrolisis dikatalisis oleh asam atau basa,
reaksi oksidasi tergantung dari pH.

e. Dekarboksilasi

Beberapa asam karboksilat, dibawah kondisi tertentu dapat kehilangan CO2 nya
dari gugus karboksilatnya sehingga menjadi inaktif.Contoh : Asam P-
Aminosalisilat. Jika dipanaskan dibawah kondisi an-aerobik akan mengalami
dekarboksilasi.

f. Rearrangement

Adalah peristiwa dimana suatu senyawa kimia berubah menjadi senyawa lain
tanpa mengalami perubahan yaitu penambahan maupun pengurangan atom-
atomnya. Contoh : Penisillin, dalam larutan asam akan berubah menjadi asam
penisilinat yang diduga sebagai penyebab alergi, dengan demikian juga
tergantung pH larutan.
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek
FarmasiIndustri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta, 760-779, 1514 1587

Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of

Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.

Parrot, N.,1970, Pharmaceutical Technology, Burgers Publishing Company


Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk
yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan fisika
antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau,
perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi :
pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph, bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan
keseragaman bobot
keseragaman kandungan
suhu
disolusi
kekentalan
bobot jenis
visikositas
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi yang
telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar
lainnya.10 Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari
molekul-molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
menggambarkan susunan ruang dari molekul obat
memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah
molekul
memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu
zat farmasi tertentu.
Kestabilan Fisika
1. Suhu
Kondisi penyimpanan yang dianjurkan ini ditentukan sebagai berikut :
Sejuk, adalah suhu yang tidak lebih dari 8 C
Pendingin adalah tempat pendingin di mana suhu dipertahankan secara
termostatik antara 8 dan 15 C.
Tempat pembeku adalah ruang pendingin yang suhunya diatur antara -20
dan -10 C.
Dingin didefinisian sebagai suhu antara 8 dan 15 C
Suhu kamar adalah suhu yang berlaku di area kerja.
Suhu Kamar Terkendali adalah suhu yang dipertahankan secara termostatik
antara 15-30 C.
Hangat adalah suhu yang berkisar antara 30-40 C, dan
Kelewat Panas adalah suhu di atas 40 C.5
Bahan-bahan yang apabila dibekukan dapat kehilangan potensi atau mengalami
degradasi secara fisik maka label yang disertakan pada kemasan harus memuat
peringatan yang sesuai untuk mencegah produk tersebut dibekukan. Kemasan
bulk tidak memerlukan persyaratan penyimpanan bila produk tersebut segera
dipakai atau akan dikemas ulang untuk peracikan atau distribusi. Apabila pada
monografi tidak dicantumkan persyaratan penyimpanan secara khusus, hal
tersebut seharusnya telah dipahami, bahwa persyaratan standar yang wajib
(seperti terlindung dari lembab, pembekuan dan lewat panas) sudah
tercantumkan dengan sendirinya didalamnya.11
2. Warna
Dilihat dari warna, kestabilan fisika pada zat tidak berubah pada penyimpanan
dalam jangka waktu tertentu.
3. Bau
Tidak terjadi perubahan bau semenjak dari awal pembuatan, pada saat
penyimpanan sampai zat tersebut digunakan.
4. Rasa
Rasa dari zat tersebut sesuai dengan monografi zat tersebut, tidak berubah pada
saat penyimpanan hingga saat pemakaian.
5. Kekentalan
Kekentalan dari zat tersebut tidak boleh berubah dari saat disimpan hingga
digunakan.
6. Visikositas
Visikositas dalam zat tersebut tidak berubah sampai saat digunakan. Seperti
suspensi tidak terjadi pengentalan yang menyebabkan terlalu tinggi
kekentalannya sehingga mudah dituang
7. Bobot jenis
Bobot jenis zat tersebut harus tetap stabil dalam penyimpanan, hingga saat
dipakai dan digunakan.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
1. Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh
perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi
umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan
resorpsi bahan obat.
2. Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada sistem
cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai
sedimentasi atau pengapungan.
3. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan dapat
mengalami pengerasan.
4. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi
pemisahan bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan
konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut.
5. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi perbandingan
hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.
B. PENGURAIAN ZAT MURNI
C. INTERAKSI ZAT PADAT DENGAN ZAT PADAT DENGAN ZAT CAIR

Zat padat merupakan zat yang memiliki struktur yang stabil. Kestabilan struktur
zatpadat disebabkan oleh adanya interaksi antara atom membentuk suatu iktan
kristal. Sebagaicontoh kristal natrium clorida (NaCl) memiliki struktur yang lebih
stabil dibandingkandengan sekumpulan atom-atom bebas dari Na dan Cl
sehingga impilkasinya :
Atom-atom bebas Na dan Cl akan saling berinteraksi satu sama lain untuk
membentuk struktur yang stabil

Terdapat gaya interaksi antar atom untuk mengikat atom satu sama lain

Besarnya energi atom-atom bebas penyusun kristal lebih besar daripada


energikristalnyaPada dasarnya susunan atom dalam kristal menuju pada
konfigurasi kedudukandengan energi potensial sistem kristal yang berharga
minimum. Hal ini sejalan dengan prinsipumum tentang energi sistem-sistem
fisika.Beda antara harga energi semua atom-atom itu dalam sistem kristal
dibandingkandengan harganya apabila semua atom-atom itu bebas satu dari
yang lain (jarak antar-atomtidak berhingga besarnya) dinamakan energi ikatan

D. PENGARUH LEMBAB PADA PENGURAIAN

Anda mungkin juga menyukai