BAB I
A. LATAR BELAKANG
Industri farmasi merupakan salah satu elemen yang berperan penting dalam mewujudkan
kesehatan nasional melalui aktivitasnya dalam bidang manufcturing obat. Tingginya kebutuhan
akan obat dalam dunia kesehatan dan vitalnya aktivitas obat mempengaruhi fungsi fisiologis
tubuh manusia melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu memproduksi
obat yang berkualitas. Oleh karena itu, semua industri farmasi harus benar-benar berupaya agar
dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standard kualitas yang dipersyaratkan.
Dalam era globlalisasi sekarang ini, industri farmasi dituntut untuk dapat bersaing dengan
industri farmasi baik dalam maupun luar negeri agar dapat memperebutkan pangsa pasar dan
memenuhi kebutuhan obat bagi masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan
pemenuhan kebutuhan obat yang bermutu bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
pedoman bagi industri farmasi untuk dapat menghasilkan produk yang bermutu yaitu dengan
CPOB (cara pembuatan obat yang baik). Pada tahun 2006, pemerintah telah memperbarui cpob
ini, yang kemudian lebih dikenal dengan cpob terkini atau cgmp (current gmp).
Produksi obat di apotik jauh lebih mudah bandingakan dengan produksi industri, tidak
perlu mengadakan kajian preformulasi secara khusus tetapi cukup dengan menerapkan dan
memahi dasar dasar preformulasi, sehingga di dapatkan sebuah produk obat yang sesuai.
Preduksi obat di apotik dapat meliputi peracikan obat atas permintaan tertulis dokter dalam
sebuah resep atau melakukan pengemasan ulang sediaan obat dalam skala kecil untuk memenuhi
kebutuhan pasar yang tersedia.
Sedian farmasi yang beraneka ragam jenisnya tentulah harus dipertibangkan dan di
perhatikan dalam mendesainnya sehingga di dapat suatu sediaan yang stabil, efektif dan aman.
Tahapan yang tidak kalah pentingnya dari proses sediaan farmasi adalah preformulasi sediaan
farmasi.
Pengkajian preformulasi ini berpusat pada sifat sifat fisika kimia zat aktif serta
bahan tambahan obat yang dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu
bentuk sediaan farmasi.
B. TUJUAN
BAB II
A. DARAR TEORI
Stabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia.
Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama
penyimpanan ( Connors,et al.,1986).Terjadinya dekomposisi obat akibat hidrolisis
atau solvolisis dari sediaan farmasi cair adalah adalah hal yang umum terjadi karena
kelembaban atau pelarut yang digunakan. Gugus-gugus fungsional tertentu
memudahkan terjadinya reaksi tersebut (Parrot,1970). Telah dipelajari berbagai
metode untuk meningkatkan stabilitas bahan farmasi yang mengalami penguraian
dengan jalan hidrolisis. Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan antara lain :
a. pH
Tiga bentuk profil pH laju degradasi yang dikenal yaitu bentuk V, bentuk
Sigmoid (S) danbentuk Parabola (bell shape) atau kombinasi dari bentuk tersebut.
Bentuk profil yang dihasilkan tergantung pada sifat-sifat zat dan reaksi yang
terjadi (Connors et al, 1986). Bentuk V terjadi bila obat bersifat tak terionkan.
Keuntungan dari profil log k Vs pH dalam bentuk V adalah dapat digunakan pada
pH rendah maupun tinggi ketika reaksi di katalisis oleh asam dan basa (Connors
et al, 1986).
Terkadang profil pH laju degradasi mengikuti bentuk Sigmoid (S). bentuk ini
terjadi jika obat mengalami disosiasi asam basa 1 kali. Keuntungan profil log k Vs
k dalam bentuk sigmoid ini adalah bahwa plot log k Vs pH dapat berubah menjadi
bentuk sebaliknya (Connors et al, 1986).
Bentuk parabola memiliki dua titik infleksi yang terjadi karena asam basa
mengalami disosiasi 2 kali. Seperti bentuk sigmoid, bentuk ini bisa terjadi dari
kombinasi bentuk parabola dengan bentuk V pada profil pH laju degradasi yang
sama (Connors et al, 1986).
terkatalisis asam dan basa umum, yaitu penguraian terkatalisis oleh bagian asam
dan basa dari garam dapar disamping H+ dan OH- , konsentrasi dapar harus
dibuat
b. Jenis pelarut
secara berarti. Contoh pelarut bukan air adalah : etanol, glikol, glukosa, larutan
c. Kompleksasi
cara, yaitu oleh efek sterik atau polar (Lachman, et al., 1986)
d. Surfaktan
Menurut Riegelman (1960) bahan surfaktan nonionik, kationik dan anionik dapat
Dengan Kobs adalah harga pengamatan, AU dan BU adalah kadar asam dan basa
konjugat penyusun dapar dan KpH adalah laju degradasi tanpa pengaruh dapar.
KAU adalah katalisis asam umum, KBU adalah katalisis basa umum, katalis
adalah senyawa yang memiliki kemampuan meningkatkan tetapan laju reaksi
tetapi tidak mengubah tetapan keseimbangan. Katalisator dapat menjadikan jalur
reaksi berlangsung dengan energi bebas (QG) yang lebih kecil, tanpa mengubah
QG (energi bebas awal). Dekomposisi obat akibat hidrolisis atau solvolisis dari
sediaan farmasi cair adalah hal yang umum terjadi karena kelembaban atau
pelarut yang digunakan. Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan harga tetapan
laju degradasi (k) atau waktu paro (t1/2) yang dapat ditentukan jika reaksi
diketahui (Parrot, 1970). Stabilitas obat dapat dinyatakan dengan harga tetapan
laju degradasi (k) atau waktu paruh (t1/2). Hal ini dapat ditentukan bila tingkat
reaksi diketahui.
Dalam banyak hal, tingkat reaksi kimia sederhana dapat dibedakan menjadi 4
yaitu :
-dD/dt = Ko
(D)= (Do) Ko . t
Menurut persamaan , kurva hubungan antara (D) dan t menghasilkan garis lurus
dengan slope sebesar Ko dan intersep sebesar Do dengan Do adalah kadar
reaktan mula-mula dan Ko adalah laju reaksi. Satuan Ko adalah M.waktu-(K),
jika satuan D adalah M. Waktu paro (t1/2) yaitu waktu yang diperlukan untuk
separuh reaktan mengalami degradasi. Persamaan waktu paro diperoleh dengan
mensubstitusikan (D) = (Do)/2 ke dalam persamaan sehingga diperoleh (Connors
dkk,1986) :
Waktu kadaluwarsa (t90) yaitu waktu yang diperlukan untuk reaktan mengalami
degradasi 10% sehingga persamaan untuk waktu kadaluwarsa adalah
(Connors,1986) :
Reaksi orde satu terjadi jika berkurangnya jumlah reaktan sebanding dengan
jumlah reaktan tersisa. Reaksi orde satu dapat dinyatakan sebagai berikut
(Connors dkk,1986) :
D P
-d (D)/dt = K1 (Do)
L (D) = L(Do) K1 . t
Atau,
Berdasarkan pada persamaan (10), kurva hubungan antara log D dan t berupa
garis lurus dengan slope sebesar K1 /2,303 dengan D adalah kadar reaktan yang
tinggal setelah waktu t. Do adalah kadar reaktan mulamula dan K1 adalah laju
reaksi dengan satuan K1 adalah waktu-1.
Reaksi orde satu semu dapat didefinisikan sebagai reaksi orde dua atau
peningkatan yang dibuat berkelakuan seperti reaksi orde satu. Keadaan itu berlaku
bila salah satu zat yang bereaksi ada dalam jumlah yang sangat berlebihan atau
tetap pada kadar tertentu dibandingkan zat lainnya. Dengan demikian laju reaksi
ditentukan oleh satu reaktan meskipun ada dua reaktan karena tidak mengalami
perubahan kadar yang berarti selama reaksi peruraian (Lachman dkk,1994).
D + E produk
Jika laju reaksi tergantung pada kadar D dan E yang masing-masing dipangkatkan
(K), maka laju penguraian D = laju penguraian E dan keduanya sebanding dengan
hasil kadar reaktan.
-d(D)/dt = k2 (Do)
1/(D) = 1/(Do) + k2 .t
Dengan demikian plot (K)/(D) terhadap waktu (t) akan memberikan garis lurus
dengan slope sebesar k2, denagn D adalah kadar reaktan setelah waktu (t), Do
adalah kadar reaktan mula-mula, k2 adalah laju reaksi dengan satuan k2 adalah
M-1, waktu-1, waktu paro. Untuk reaksi dengan kinetika orde dua diperoleh
dengan mensubstitusikan D = Do/2 ke dalam persamaan, sehingga t1/2
memiliki persamaan sebagai berikut :
t1/2 = 1/{k2(Do)}
0,9 Do kedalam persamaan 1/(D) = 1/(Do) + k2 .t dan t90 yang diperoleh adalah :
t90 = (K)/{9(Do)k
1. Metode substitusi
2. Metode grafik
Plot data kedalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi.
Jika kadar obat yang masih utuh diplotkan terhadap waktu (t) dan kurva yang
didapatkan berupa garis lurus, maka orde reaksi dari reaksi itu adalah orde nol.
Reaksi yang mengikuti kinetika orde satu jika plot antara log D terhadap waktu (t)
berupa garis lurus. Sedangkan reaksi orde dua jika plot antara 1/D terhadap waktu
(t) berupa garis lurus.
3. Metode waktu paro
Untuk reaksi orde nol waktu paro berbanding lurus dengan kadar awal yaitu t1/2
= Do/k2, waktu paro reaksi orde satu tidak tergantung pada kadar awal sehingga
harga t1/2 = 0,693/k. sedangkan reaksi orde dua dengan jenis reaktan yang sama
harga t1/2 = 1/Do.k (Connors dkk,1986).
Penguraian bahan berkhasiat pada bentuk sediaan farmasi terjadi pada jalur
hidrolisis, oksidasi-reduksi, resemisasi, epimerisasi, dekarboksilasi,
rearrangement, dan dehidrasi.
a. Hidrolisis
reaksi hidrolisis terjadi pada obat-obat yang memiliki gugus fungsional. Misalnya
senyawa ester dan amina.
b. Oksidasi-Reduksi
resemisasi adalah proses dimana bahan obat yang memiliki bentuk-bentuk optis
aktif (bentuk L atau D) dalam larutannya terjadi campuran resemis (kedua bentuk
terdapat bersama-sama didalamnya). Dalam reaksi resemisasi, suatu zat aktif optis
aktif kehilangan aktivitas optiknya tanpa mengubah susunan kimianya. Reaksi ini
dapat mempengaruhi stabilitas formulasi farmasi, karena efek biologis bentuk
dekstro mungkin jauh lebih kecil daripada levo. Kinetika resemisasi dapat diteliti
dengan cara serupa dengan reaksi hidrolisis. Kondisi penyimpanan sediaan
optimal dapat ditetapkan melalui penentuan konstanta laju reaksi, ketergantungan
reaksi pada temperatur, dan ketergantungan reaksi pada pH. Pada umumnya
reaksi resemisasi mengalami penguraian menurut dasar kintika orde satu.
Resemisasi suatu senyawa tampaknya bergantung pada gugus fungsional yang
terikat pada atom karbon asimetrik, gugus aromatik cenderung mempercepat
proses resemisasi. Contoh L-Adrenalin 15-20 X lebih aktif dari D-Adrenalin
(Lachman dkk,1994).
d. Epimerisasi
e. Dekarboksilasi
Beberapa asam karboksilat, dibawah kondisi tertentu dapat kehilangan CO2 nya
dari gugus karboksilatnya sehingga menjadi inaktif.Contoh : Asam P-
Aminosalisilat. Jika dipanaskan dibawah kondisi an-aerobik akan mengalami
dekarboksilasi.
f. Rearrangement
Adalah peristiwa dimana suatu senyawa kimia berubah menjadi senyawa lain
tanpa mengalami perubahan yaitu penambahan maupun pengurangan atom-
atomnya. Contoh : Penisillin, dalam larutan asam akan berubah menjadi asam
penisilinat yang diduga sebagai penyebab alergi, dengan demikian juga
tergantung pH larutan.
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek
FarmasiIndustri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta, 760-779, 1514 1587
Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of
Zat padat merupakan zat yang memiliki struktur yang stabil. Kestabilan struktur
zatpadat disebabkan oleh adanya interaksi antara atom membentuk suatu iktan
kristal. Sebagaicontoh kristal natrium clorida (NaCl) memiliki struktur yang lebih
stabil dibandingkandengan sekumpulan atom-atom bebas dari Na dan Cl
sehingga impilkasinya :
Atom-atom bebas Na dan Cl akan saling berinteraksi satu sama lain untuk
membentuk struktur yang stabil
Terdapat gaya interaksi antar atom untuk mengikat atom satu sama lain