Anda di halaman 1dari 13

I.

TUJUAN
- Mahasiswa mampu melakukan preparasi simplisia tanpa pengeringan yaitu
dengan proses pembuatan memerlukan air dan dengan proses khusus dengan
sampel bengkoang.
- Mahasiswa mampu melakukan skrining fitokimia pada sampel bengkoang.

II. DASAR TEORI


Klasifikasi Bengkoang

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae (polong-polongan)

Genus : Pachyrhizus

Spesies : Pachyrhizus erosus L.

(Van Steenis 2005)


Asal Bengkoang

Bengkoang (Pachyrhizus erosus) umumnya berasal dari Meksiko dan Amerika


Tengah (Vaughan and Geissler 2009). Pada mulanya, tanaman ini tumbuh secara liar
dan banyak dibudidayakan di Meksiko dan sekitarnya, namun tidak intensif (Peter
2008). Di Asia, bengkoang pertama kali diperkenalkan di Negara Filipina dan negara-
negara lain di kawasan Asia Tenggara (Lingga 2010). Di Indonesia, bengkoang dapat
dijumpai di kota Padang (Sumatra Utara) dan di Kebumen (Jawa Tengah).

Kandungan Bengkoang

Bengkoang memiliki komposisi yang bervariasi sesuai dengan jenis kultivar


dan kematangan bagian tanaman. Pada bentuk umbi siap panen, bengkoang
mengandung 80 – 90% air, 10 – 17% karbohidrat, 1 – 2,5% protein, 0,5 – 1% serat,
0,1 – 0,2% lemak dan vitamin C. Pada buah muda bengkoang mengandung 86% air,
10% karbohidrat, 2,6% protein, 0,9% serat, 0,3% lemak dan vitamin C. Pada bentuk
benih yang sudah matang, mengandung 30% minyak/lemak, pachyrrizon, asam
pachyrrizon, 0,5 – 1% rotenon dan 0,5 – 1% rotenoid. Pada bagian daun bengkuang
mengandung kurang dari 0,01% rotenon dan rotenoid, tetapi pada bagian umbi tidak
memiliki senyawa ini (Chooi, 2008). Komposisi zat gizi umbi bengkuang (Kadar per
100 gram) :

- Energi (kkal) 55
- Protein (g) 1,4
- Lemak (g) 0,2
- Karbohidrat (g) 12,8
- Kalsium (mg) 15
- Fosfor (mg) 18
- Besi (mg) 0,6
- Vitamin C (mg) 20
- Vitamin B1 (mg) 0,04
- Vitamin A (IU) 0,5
- Air (g) 85,1 Sumber: Direktorat Depkes Gizi (1992)
Tepung serat bengkuang mempunyai kandungan serat pangan larut 4,07%,
serat tidak larut 51,21%, resistant starch 19,41%, inulin 172 ppm dan rafinosa 85,66
ppm. Swelling power, solubility, water binding capacity secara berurutan: 14,47 g/g,
18,92%, 649,84%

KARAKTERISTIK BENGKOANG

Bengkoang memiliki kulit berwarna coklat muda dan daging buah yang
warnanya mendekati putih dengan kecerahan (L) 83,95. Bengkoang tumbuh baik di
daerah tropis, dan juga akan tumbuh di daerah tanah yang tidak berawa. Tanaman
yang merambat itu dapat merambat di atas tanah atau dapat merambat ke atas teralis.
Tingginya mencapai 2 sampai 6 meter dan diameter akar tunggang sekitar 5-30 cm,
serta memiliki batang berbulu. Bengkoang berdaun majemuk, dengan 3 anak daun
dan bertulang daun menyirip. Tanaman ini juga menghasilkan bunga dengan kelopak
berwarna biru atau putih serta buah legum yang berbulu ketika muda.

Ada tiga jenis Pachyrhizus yang tumbuh komersial dan jenis liar lainnya,
tetapi Pachyrhizus erosus adalah spesies yang paling luas diperkenalkan di sebagian
daerah tropis.

Bengkoang berasa manis dan renyah dan merupakan umbi yang dapat
dimakan mentah atau dimasak. Tergantung pada pilihannya, satu tanaman dapat
menghasilkan satu atau beberapa umbi. Bengkoang yang sangat muda dapat dimasak
dan selanjutnya dikonsumsi, tetapi bengkoang tua termasuk daunnya mengandung
senyawa racun sehingga tidak dapat dikonsumsi. Ada atau tidaknya senyawa racun
yang ada dalam bengkoang bergantung pada perawatan dan pengalaman para petani.
Musim pertumbuhan tanaman berkisar kurang dari lima bulan dalam satu tahun. Dari
tiga spesies dalam genus ini, dua spesies lainnya yaitu Pachyrhizus ahipa (Wedd.)
Farodi dan Pachyrhizus tuberosus juga dibudidayakan. Spesies ini berasal Amerika
Selatan. Keberadaan dari jenis yang berbeda ini adalah hasil secara geografis dari
proses pertanian. Saat ini, Pachyrhizus ahipa hanya dicatatkan sedang dibudidayakan,
dan tanaman ini ditanam oleh komunitas-komunitas kecil yang terletak di lembah
Andes subtropis Timur Bolivia dan di utara Argentina. Sementara itu berbagai
kelompok dari Pachyrhizus tuberosus ditemukan di sepanjang sistem sungai yang
berbeda di Amazon.

Kualitas Bengkoang

Daging buah bengkoang mempunyai warna mendekati putih dengan kecerahan


83,95 (L). Kandungan airnya sekitar 86-90%. Ukuran diameter normal 7-10 cm.
Perubahan kualitas selama pasca-panen terjadi dalam berbagai tahap mulai dari
produksi, penanganan pasca-panen, pemasaran, distribusi, dan pemrosesan. Perubahan
kualitas ini termasuk dalam perubahan jumlah dan kualitas umbi, mulai dari
kerusakan fisik, serangan hewan pengerat (tikus), penyakit akibat fungi dan bakteri,
proses psikologi seperti perkecambahan, dehidrasi, dan respirasi. Kehilangan berat
(Weightloss) selama masa penyimpanan yang berada didalam gudang atau ditempat
penyimpanan lainya yang dapat mencapai 10-12% dalam 3 bulan pertama dan 30-
60% setelah 6 bulan (Coursey 1967). Bengkuang sangat mudah terserang hama dan
penyakit seperti jamur, kumbang pemakan bengkuang, dan sebagian besar
diakibatkan oleh virus perusak.

Untuk pemanenan umbi khususnya bengkuang dengan cara penggalian dan


pemutusan antara umbi dengan batang dan akarnya, setelah itu dicuci dan diletakkan
ditempat yang teduh hingga kering. Umbi dapat disimpan di tempat yang dingin,
gelap dan kering selama lebih dari sebulan.

Pemanfaatan Bengkoang

Sebagian besar Bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikonsumsi segar sebagai


rujak dan campuran salad. Ampas bengkoang kaya akan serat pangan dan berpotensi
sebagai sumber prebiotik, karena diduga masih mengandung inulin dan oligosakarida
lainnya (de Melo dkk., 1994). Umbi bengkoang mengandung inulin yang tidak dapat
dicerna sehingga dapat digunakan sebagai pengganti gula, dapat diolah sebagai bahan
makanan awetan atau manisan (Hariati dkk. 2012). Menurut Kundu
(1969), Pachyrhizus erosus digunakan dalam pembuatan tepung bermutu tinggi di
India. Selain itu, bengkuang dapat diolah menjadi keripik, makanan rebusan dan sup.
Bengkuang mengandung gula dan pati serta mengandung cukup vitamin C. Selain itu
juga banyak mengandung fiber, kalsium, zat besi, niacin, riboflavin, dan tiamin.

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang banyak dijumpai di alam terutama


kerena merupakan dari hasil sintesis CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar metahari
dan klorofil. Hasil fotosintesis ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan
senyawa senyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan bagi
tanaman. Secara alami terdapat tiga jenis karbohidrat yaitu monosakarida,
oligosakarida dan polisakarida (Elizabeth 2010).
Ada tiga kelas utama dari karbohidrat yaitu: monosakarida, oligosakarida,
dan polisakarida (Nelson dan Cox, 2004). Monosakarida adalah karbohidrat yang
tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat sederhana. Monosakarida dapat
diklasifikasikan sebagai triosa, tetrosa, pentosa, heksosa dan heptosa. Disakarida
adalah produk kondensasi dari dua unit monosakarida, contohnya adalah maltosa dan
sukrosa. Oligosakarida adalah produk kondensasi dari dua sampai sepuluh unit
monosakarida, contohnya adalah maltotriosa. Polisakarida adalah produk kondensasi
lebih dari sepuluh unit monosakarida, contohnya dekstrin dan amilum (Muray et al
2003).

Uji Amilum

Uji Iod digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung
dalam larutan. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi
biru. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks
antara amilum dengan Iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi Iodin kemudian
dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan
menghilang. Dan sewaktu didinginkan warna biru akan muncul kembali (Monruw
2010).
Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan
iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa
dengan iodin akan berwarna biru. Amilopektin dengan iodin akan berwarna merah
violet. Glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat
(Sudarmadji 1996).
Prinsip dari uji yodium ini adalah larutan yodium dalam bentuk triiodida akan
masuk pada struktur helikal pati sehingga akan terbentuk warna biru pekat. Warna
bitu pekat terbebut merupakan suatu warna kompleks yang dihasilkan karena yodium
punya amilosa dan warna kompleks yang dihasilkan bergantung pada struktur
polisakarida dan umur yodium. Semakin lama umur yodium maka warna yang
dihasilkan semakin pudar. Pati dengan yodium menghasilkan warna biru, dekstrin
menghasilkan warna ungu, sedangkan monosakarida dan disakarida tidak berwarna
(Wahyudi 2005).
Mekanisme yang terjadi pada uji iodin ini adalah KI akan membentuk
kompleks triiodida dalam air yang kemudian masuk kedalam helikal pati dan
membentuk warna biru pekat (Wahyudi 2005). Reaksi yang terjadi pada uji iodin ini
adalah
H2O2(aq) + 3 I-(aq) + 2 H+ → I3- + 2 H2O
I3-(aq) + 2 S2O32-(aq) → 3 I-(aq) + S4O62-(aq)

III. ALAT DAN BAHAN


Alat :
- Pisau
- Parut
- Loyang
- Saringan
- Beaker glass
- Cawan penguap
- Mortir stamfer
- Batang pengaduk
- Kain flannel

Bahan :

- Bengkoang segar 1 kg
- Aquadest
- Etanol 96%
- Larutan Iodium
IV. CARA KERJA
A. Preparasi Bengkoang

1 kg bengkoang cuci hingga bersih, kupas

parut bengkoang

peras airnya hingga dipastikan kadar air dalam umbi bengkoang habis.

buang ampas, air hasil perasan diendapkan dalam beaker glass semalaman pada suhu ruang

buang supernatan

endapan dituang pada cawan lalu di oven pada suhu 45 drajat celcius sampai kering (2 hari),
setelah kering diangin anginkan 15 menit

gerus sampai halus, timbang

B. Skrining Fitokimia (Uji Amilum)

ambil sedikit pati bengkoang, larutkan dengan etanol secukupnya

ambil 2 ml masukkan pada tabung reaksi, tetesi dengan beberapa tetes larutan iodium

amati perubahan warna yang terjadi


V. HASIL
No. Uji Hasil
1. Uji amilum +

Keterangan :
(+) = Terbentuk warna ungu kehitaman

Perhitungan :

Bengkoang kotor = 1200 gram

Kulit bengkoang = 115 gram –

Bengkoang bersih = 1085 gram

Pati + plastik = 16,502 gram

Plastik = 0,841 gram –

Pati = 15,661 gram

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kita melakukan preparasi simplisia tanpa pengeringan
pada sampel bengkoang. Setelah itu kita lanjutkan dengan melakukan skrining
fitokimia pada pati yang sudah dihasilkan dari sampel bengkoang. Pada skrining
fitokimia ini uji yang kita lakukan hanya uji amilum saja.
Pada uji amilum, reagen yang digunakan adalah larutan iodium. Prinsip dari
uji amilum dengan larutan iodium ini adalah iodium dalam bentuk triiodida akan
masuk pada struktur helikal pati sehingga akan terbentuk warna biru/ungu pekat jika
hasil positif. Setelah pati dari bengkoang ditambah dengan beberapa tetes larutan
iodium, ternyata hasil yang didapat larutan berubah warna menjadi ungu kehitaman
yang menandakan bahwa sampel menunjukan hasil positif amilum sesuai dengan
teori. Warna ungu pekat tersebut merupakan suatu warna kompleks yang dihasilkan
karena iodium mempunyai amilosa dan warna kompleks yang dihasilkan bergantung
pada struktur polisakarida dan umur yodium. Semakin lama umur iodium maka warna
yang dihasilkan semakin pudar (Wahyudi 2005). Semakin pekat warna yang
dihasilkan maka konsentrasi amilum di dalamnya juga semakin tinggi.

VII. KESIMPULAN
- Preparasi simplisia tanpa pengeringan pada bengkoang menghasilkan pati.
- Sampel bengkoang mengandung amilum.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Chooi, O. H. 2008. Vegetables for Health and Healing. Utusan Publications &
DistributorsSdn Bhd, Kuala Lumpur.

Coursey, D.G. 1967. Yams. Longmans-Green, London.

Direktorat Depkes Gizi. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya
Aksara, Jakarta.

De Melo, E.P., N. Krieger, and T.L.M.


Stamford. 1994.Physchochemical properties of Jacatupe(Pachyrhizus
erosus L. Urban) starch. Starch 46: 245–247.

Hariati, Isni., B. T, Chairun. N dan Barus,Asil. 2012. Tanggap pertumbuhan dan


produksi bengkuang terhadap beberapa dosis pupuk kalium dan jarak
tanam. Jurnal OnlineAgroekoteknologi, 1(1), 99 – 108.

Kundu, B.C. 1969. Some edible rhizomateous and tuberous crops of India. Pp. 124-
130 in Proceedings of the International Symposium on Tropical Root Crops
(A. Tai, W.B. Charles, P.H. Haynes, E.F. Iton and K.A. Leslie, eds.), St.
Augustine, Trinidad, April 2-8, 1967, Vol. 1.

Lingga, L. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta.

Peter, K. V. 2008. Underutilized and Underexploited Horticultural Crops, Volume 4.


New India Publishing Agency, New Delhi.
Vaughan, J. G. and Geissler, C. A. 2009. The New Oxford Book of Food Plants.
Oxford University Press Inc, New York.

Van, Steenis C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Kristiani, Elizabeth. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia. Salatiga; UKSW.


Murray, Robert K et. al. 2003. Biokimia Haper Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nelson DL, Cox MM. 2004. Lehninger’s Principle of Biochemistry. 4th ed. USA.WH.
Freeman.
Manruw. 2010. Pengantar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Slamet, Sudarmadji. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta (ID): Penerbit Liberty.
Wahyudi. 2005. Kimia Organik II. Malang: UM Press.
LAMPIRAN

Bengkoang

Mengupas bengkoang

Memarut bengkoang
Menyaring bengkoang

Air hasil perasan

Hasil penimbangan pati bengkoang


Uji amilum

Hasil (+) amilum

Anda mungkin juga menyukai