Bipartit PDF
Bipartit PDF
PENULIS
Kadek Agus Sudiarawan, S.H.,M.H.
Dibawakan dalam :
KONFERENSI ADHAPER KE IV
12-14 September 2017
Fakultas Hukum Universitas Tadulako Palu - Sulawesi Tengah
Tahun 2017
A. Latar Belakang
• Proses industrialisasi yang semakin meluas pada negara berkembang
seperti Indonesia membawa konsekuensi pada ketertarikan pengusaha
untuk sedapat mungkin menggunakan sistem kerja yang fleksibel.
• Salah satunya ialah apabila di dalam suatu perusahaan terbentuk suatu forum yang
keanggotaannya terdiri dari wakil perusahaan dan buruh. (Dalam perspektif hukum
perburuhan Indonesia media ini dikenal sebagai Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS
Bipartit).
• LKS Bipartit selama ini kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh buruh dan
perusahaan dalam mencegah terjadinya perselisihan.
• Hal ini tercermin dari masih sedikitnya jumlah perusahaan di Indonesia yang
menggunakan LKS Bipartit sebagai wadah komunikasi antara serikat pekerja dan
perusahaan.
Pelaksanaan LKS Bipartit
• Berdasarkan data Kemenakertrans yang diterima dari instansi yang membidangi ketenagakerjaan di
tingkat kabupaten/kota dan provinsi, jumlah LKS Bipartit yang telah terbentuk di perusahaan yang
mencakup 33 provinsi di Indonesia berjumlah 13.912 LKS Bipartit di perusahaan. (Secara presentase
jumlah ini tentu sangat sedikit dari jumlah keseluruhan perusahaan yang beroperasi di Indonesia).
• Data Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali menunjukkan bahwa pada tahun 2017 jumlah
perusahaan yang terdaftar di Provinsi Bali adalah mencapai 8.153 perusahaan, sementara dari
jumlah perusahaan yang memiliki LKS Bipartit berdasarkan Data Dinas Tenaga Kerja dan ESDM
Provinsi Bali adalah sejumlah 445 perusahaan
• Hal ini menunjukkan belum terlaksana amanat Pasal 106 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 dimana
masih banyak perusahaan di Indonesia yang belum menggunakan LKS Bipartit sebagai wadah
komunikasi dan konsultasi pencegahan perselisihan hubungan industrial.
• Kehadiran LKS bipartit pada perusahaan seharusnya dapat menjadi kunci untuk membentuk
hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
• Kondisi ini kemudian mengidentifikasikan fakta bahwa masih terdapat
kendala-kendala yang dihadapi perusahaan dalam mengaplikasikan LKS
Bipartit pada perusahaan.
• Padahal dari sisi efektifitas apabila fungsi LKS Bipartit dapat dioptimalisasikan
dengan baik, sinergi di lingkungan kerja akan dapat terwujud dan harmonisasi
hubungan industrial dapat tercapai.
• LKS Bipartit seharusnya dapat dijadikan sebagai suatu strategi bagi kedua
belah kelompok dalam menghasilkan komunikasi efektif yang dapat
berkontribusi terhadap keberlangsungan perusahaan.
Sehingga penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian hukum yang secara
khusus membedah dan mengalisis mengenai :
OPTIMALISASI FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA BIPARTIT SEBAGAI FORUM
KOMUNIKASI DAN KONSULTASI ANTARA BURUH DENGAN PENGUSAHA DALAM
UPAYA PENCEGAHAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam makalah ini kemudian dibahas 3
(tiga) rumusan masalah, meliputi :
1. Apakah yang menjadi keunggulan karakteristik dari LKS Bipartit sehingga
layak dipilih sebagai media pencegahan perselisihan dalam bingkai
hubungan industrial ?
Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini didasarkan pada “Penelitian Normatif Empiris” yaitu
gabungan antara penelitian normatif dan empiris, dimana untuk melengkapi
data yang diperoleh dari penelitian yang bersifat normatif (data sekunder)
dilakukan penelitian yang bersifat empiris (data primer) yang didasarkan pada
penelitian lapangan.
A. Penelitian Kepustakaan
Bahan Hukum Primer -> Analisis terhadap Perundangan-Undangan terkait LKS
Bipartit.
Bahan Hukum Sekunder -> Analisis berbagai bahan kepustakaan yang berkaitan
dengan LKS Bipartit.
Teknik Pengumpulan Data metode dokumentasi dengan mengumpulkan,
mempelajari dan menganalisis berbagai bahan kepustakaan dan dokumen terkait
dengan obyek penelitian.
Alat Pengumpulan Data melalui studi dokumen. Studi dokumen dilakukan dengan
menggunakan fasilitas perpustakaan untuk memperoleh refrensi hukum terkait serta
media lain yang memungkinkan.
B. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan meneliti secara langsung ke lokasi
penelitian untuk mendapatkan data primer yang diperlukan.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian lapangan ditentukan untuk memperoleh data penunjang yaitu
pada : Perusahaan, Pekerja, Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali,
Akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsen dibidang
ketenagakerjaan.
(Peneliti menentukan wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar berdasarkan
pertimbangan untuk mempersimpit ruang lingkup penelitian dan dikarenakan
permasalahan yang diteliti merupakan permasalahan pendukung yang sifatnya
homogen dan umum sehingga berlaku di seluruh wilayah Indonesia)
Analisis Data
• Analisis data dilakukan pengelompokan data yang diperoleh baik dari penelitian
kepustakaan ataupun penelitian lapangan Setelah proses pengumpulan data maka tahap
selanjutnya adalah pengolahan data.
• Data yang dikelompokkan, diseleksi, dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
kualitatif. Hasil dari analisis ini yang menjadi jawaban dari permasalahan yang ada.
Diskripsi Subyek Penelitian
(Sempel Penelitian)
Subyek dalam penelitian ini terdiri dari telah dilakukan wawancara dan analisis terhadap
data hasil wawancara Dbuktikan dengan “ Kompilasi Hasil wawancara Responden dan
Narasumber”
Responden
Pengusaha (5 Pengusaha/Bagian Hukum/Ketenagakerjaan Perusahaan berbeda) meliputi :
• 1. PT.Cintya (Denpasar) Percetakan
• 2. PT. Dewata Oleh-Oleh (Denpasar) Pendukung Pariwisata
• 3. PT. NMC Finance (Denpasar) Asuransi
• 4. Grandmas Hotel (Badung) Akomodasi Perhotelan
• 5. PT. Express (Badung) Transportasi
• 6. PT. Cocomart (Badung) Retail
Pekerja (10 Perkerja dari 10 Perusahaan berbeda)
• 1. PT. Cintya
• 2. PT. Dewata Oleh-Oleh
• 3. PT. NMC Finance
• 4. PT Artha Kreasi Utama
• 5. PT. Semen Indonesia
• 6. PT. East Bali Cashews
• 7. Grandmas Hotel
• 8. PT.Express
• 9. PT.Cocomart
• 10.PT. Nirmala
• 11. Le Meridien
• 12. Nusa dua beach
Daftar Narasumber
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Denpasar
• I G N Winangsa, SH, Fungsional Mediator Hubungan Industrial pada bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga
Kerja Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali.
• Untuk itulah secara khusus diatur mengenai LKS Bipartit dalam Pasal 106 UU
Ketenagakerjaan, lebih lanjut dalam Pasal 106 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
mengamanatkan bahwa ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan
keanggotaan LKS Bipartit diatur dengan Keputusan Menteri.
• Fungsi LKS Bipartit ditekankan kembali dalam Pasal 106 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yaitu
sebagai forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan
membahas masalah hubungan industrial di perusahaan guna meningkatkan produktivitas
kerja dan kesejahteraan buruh yang menjamin kelangsungan usaha dan menciptakan
ketenangan kerja.
• Agar terjadi komunikasi dan konsultasi yang baik dan efektif, tentunya keanggotaan
LKS Bipartit harus berasal dari kedua belah pihak sesuai dengan namanya yaitu
LKS Bipartit yang tentunya terdiri dari dua pihak.
• Pihak-pihak tersebut terdiri dari unsur perusahaan dan unsur buruh yang ditunjuk
oleh buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan buruh di perusahaan
yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 106 ayat (3) UU
Ketenagakerjaan.
• Jadi LKS Bipartit hanya berwenang untuk memberikan saran, rekomendasi dan
memorandum kepada pimpinan/manajemen perusahaan. Tidak ada kewenangan
untuk memutuskan sesuatu sehingga menghasilkan produk/hasil yang mengikat
yang dimiliki oleh LKS Bipartit.
• Hal ini seharusnya justru menjadi pendorong bagi pengusaha untuk membentuk
LKS Bipartit, karena lembaga ini tidak akan menjadi momok bagi pengusaha
karena tidak ada keputusan yang mengikat yang bisa dihasilkan, tetapi
berpotensi untuk mencegah permasalahan menjadi perselisihan lebih lanjut.
Dari berbagai penjelasan mengenai karakteristik LKS Bipartit tersebut, maka secara khusus
terdapat berbagai keunggulan karakteristik yang dimiliki LKS Bipartit sebagai forum pencegahan
perselisihan hubungan industrial di perusahaan, yang diantaranya meliputi:
• Dari segi konsep, LKS Bipartit dapat mengaplikasikan prinsip demokrasi ke ranah praktek
hubungan industrial antara pengusaha dan buruh. Hal ini karena LKS Bipartit merupakan
forum komunikasi dan konsultasi antara pengusaha dan pekerja/buruh, yang membahas
segala permasalahan terkait hubungan industrial dalam perusahaan secara musyawarah.
• Dari segi sifat, LKS Bipartit dapat memprediksi masalah yang akan terjadi dalam perusahaan,
dan mencegah permasalahan yang sudah ada untuk berkembang lebih lanjut menjadi
perselisihan hubungan industrial (bersifat preventif).
• Dari segi keanggotaan, LKS Biartit terdiri dari dua pihak. Kedua belah pihak yaitu pihak
pengusaha dan buruh dapat lebih leluasa dan terbuka dalam menyelesaikan permasalahan
yang terjadi pada intern perusahaannya karena tidak ada campur tangan pihak ketiga.
• Dari segi proses, LKS Bipartit dapat meningkatkan kualitas hubungan industrial dari pola
hubungan industrial yang partisipatif menjadi inisiatif. Dengan adanya wadah untuk
berkomunikasi dan berkonsultasi melalui LKS Bipartit maka pihak pengusaha dan buruh dapat
secara intern menyelesaikan permasalahannya dan menyampaikan informasi. Tentunya
diperlukan dengan komitmen dari kedua belah pihak terutama pihak pengusaha khususnya
manajemen untuk mendengarkan, mengakomodir dan menyelesaikan permasalahan yang
disampaikan dan dikonsultasikan.
• Dari segi hasil, hasil dari LKS Bipartit lebih diterima oleh para pihak (pengusaha
dan buruh). Karena dalam prosesnya kedua belah pihak dapat berkomunikasi dan
berkonsultasi dengan seimbang dan tanpa adanya tekanan dari pihak berwenang
(pihak ketiga).
• Dari segi efektifitas, LKS Bipartit berpotensi sebagai lembaga preventif yang efisien
dan efektif sehingga dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga. Jika dibandingkan
dengan mekanisme penyelesaian sengketa dalam UU PPHI, apalagi jika melalui
mekanisme penyelesaian secara litigasi dengan melibatkan lembaga peradilan
tentunya akan menyita waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit.
• Data Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali menunjukkan bahwa pada tahun 2017
jumlah perusahaan yang terdaftar di Provinsi Bali adalah mencapai 8.153 perusahaan,
sementara dari jumlah perusahaan yang memiliki LKS Bipartit berdasarkan Data Dinas Tenaga
Kerja dan ESDM Provinsi Bali adalah sejumlah 445 perusahaan.
• Sementara bila melihat dari jumlah perselisihan yang terjadi dan masuk pada Pengadilan
Hubungan Industrial, dari Data Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali pada tahun 2014
hingga 2016 perselisihan yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial menunjukkan
terjadi tren peningkatan jumlah perselisihan yang masuk ke PHI yaitu 7 perkara pada tahun
2014, 15 perkara pada tahun 2015 dan 28 perkara pada tahun 2016.
Beberapa permasalahan utama yang masih dianggap menjadi penghambat penerapan LKS Bipartit diperusahaan meliputi :
• Pembentukan LKS Bipartit dianggap potensial akan melahirkan kedudukan yang saling tumpang tindih terhadap fungsi dan
peran Serikat Pekerja pada perusahaan,
• Penguatan terhadap fungsi dan peran Serikat Pekerja dinilai cukup sebagai sarana memperjuangkan hak-hak dan
kepentingan pekerja,
• Wakil pengusaha dalam LKS Bipartit merupakan pemegang kewenangan sehingga potensial buruh akan selalu berada dalam
kedudukan atau posisi yang lemah,
• Ketidaktahuan pengusaha dan pekerja terkait kewajiban pembentukan LKS Bipartit
• Jumlah pengawas ketenagakerjaan yang tidak representatif dalam melakukan pengawasan di sektor ketenagakerjaan, serta
• Pengaturan kewajiban dan penegakan sanksi yang tidak tegas kemudian mempengaruhi tingkat kepatuhan perusahaan
terhadap kewajiban pembentukan LKS Bipartit.
(Hasil wawancara terhadap Bapak Haerul Umam SH., Divisi Advokasi pada Lembaga Bantuan Hukum Bali (LBH Bali).
Hasil penelitian menunjukkan beberapa permasalahan utama yang ditemukan sebagai faktor
penghambat penerapan LKS Bipartit dari perspektif perusahaan, buruh, pemerintah dan pihak
terkait lainnya ialah meliputi :
- Kekurangpahaman perusahaan dan buruh terkait apa itu LKS Bipartit, apa yang menjadi
fungsi, Peran, kedudukan dan keunggulan karakteristik yang dimiliki LKS Bipartit,
- Kekurangan informasi terkait kewajiban dan syarat perusahaan menerapkan LKS Bipartit
serta sanksi bila tidak diterapkannya LKS Bipartit,
- Belum adanya komitmen bersama antara pihak perusahaan dan buruh untuk menerapkan
LKS Bipartit,
- Sistem pengawasan dan penegakan hukum yang lemah terhadap perusahaan yang tidak
patuh,
- Tidak representatifnya jumlah pengawas ketenagakerjaan dibandingkan jumlah perusahaan
yang harus diawasi,
- Kurangnya sumber daya manusia dan sarana prasarana pendukung pembinaan,
- Kekhawatiran potensi tumpang tindih terhadap SP/SB yang ada diperusahaan serta,
- Belum adanya Peraturan Menteri yang mengatur mengenai pelaksanaan sanksi administratif
bagi perusahaan yang tidak patuh.
2.3 Optimalisasi Fungsi LKS Bipartit Sebagai Forum Komunikasi dan Konsultasi Antara Buruh
Dengan Pengusaha Dalam Upaya Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial.
Berdasarkan analisis terhadap berbagai faktor penghambat penerapan LKS Bipartit, adapun beberapa
langkah-langkah yang dapat diambil pihak-pihak terkait dalam upaya optimalisasi peran dan fungsi LKS
Bipartit pada perusahaan antara lain meliputi :
• Sosialisasi secara rutin dan berkala dengan menyasar pihak perusahaan (pengusaha) dan SP/SB
atau buruh harus segera dilakukan guna memberi pengetahuan dasar dan pemahaman yang
komprehensif terkait LKS Bipartit,
• SP/SB atau buruh harus mengambil inisiatif dalam menggagas pembentukan LKS Bipartit pada
perusahaan,
• Perusahaan harus berkomitmen dan segera melakukan langkah penyesuaian terhadap
konsep/media sejenis yang dulunya digunakan sebagai media pencegahan perselisihan pada
perusahaannya,
• Pemerintah harus melakukan langkah pembinaan berkala bagi perusahaan yang belum dan akan
menerapkan LKS Bipartit,
• Pemerintah harus segera melakukan penguatan sumber daya manusia Pengawas Ketenagakerjaan
baik dari segi kualitas dan kuantitas,
• Pemerintah terkait, harus segera membentuk Peraturan khusus (Peraturan Menteri) yang
mengatur mengenai pelaksanaan sanksi administratif yang telah diatur dalam UU
Ketenagakerjaan.
• Aparat penegak hukum harus berani melakukan penindakan secara tegas terhadap setiap
ketidakpatuhan perusahaan terhadap kewajiban penerapan LKS Bipartit pada setiap perusahan
yang telah memenuhi syarat
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan, beberapa hal yang dapat disampaikan sebagai
penutup makalah ini :
• Segenap keunggulan karakteristik yang dimiliki LKS Bipartit sebagai forum komunikasi dan
konsultasi pencegahan perselisihan hubungan industrial seharusnya dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh pihak buruh dan pengusaha. Pihak buruh dapat menggunakan forum ini sebagai
sarana efektif tahap awal dalam memperjuangkan hak-haknya, sementara bagi pengusaha, LKS
Bipartit dapat digunakan sarana preventif bagi pengusaha dalam mendeteksi dini potensi
perselisihan hubungan industrial yang terjadi diperusahaan sehingga tidak mengganggu aspek
produktifitas perusahaan.
• Upaya-upaya penguatan untuk mengoptimalisasi fungsi LKS Bipartit bagi perusahaan seperti
sosialisasi, pembinaan, pengawasan haruslah dilakukan secara rutin guna memperkuat
pengetahuan dan pemahaman perusahaan dan buruh terhadap LKS Bipartit. Selain itu peningkatan
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pengawas ketenagakerjaan harus segera dilakukan
dalam mendukung langkah penguatan.
• Terakhir sebagai bagian terpenting dari upaya penguatan, pemerintah terkait harus segera
membentuk peraturan menteri yang mengatur terkait pelaksanaan sanksi administratif untuk
memberi dasar yang kuat bagi aparat dalam melakukan penegakan terhadap setiap
ketidapatuhan perusahaan yang hingga hari ini masih banyak terjadi.
SEKIAN
TERIMA KASIH