Anda di halaman 1dari 3

A.

Pendahuluan
Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan ketika individu mengalami keterbatasan atau
beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik, tetapi bukan imobilisasi (Carpenito, 2009).
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadi gangguan komplikasi pergerakan. Keterbatasan mobilitas memengaruhi otot pasien
dengan menunjukkan tanda kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, dan atrofi.
Pemecahan protein akan mengakibatkan hilangnya massa tubuh pasien, yang membentuk
sebagian otot. Massa otot menurun akibat gangguan metabolisme dan otot tidak digunakan
dalam jangka waktu yang lama (Potter & Perry, 2005).
Salah satu intervensi untuk mencegah penurunan massa otot adalah latihan Range of
Motion (ROM). ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Latihan ROM
biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan
mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total. Menurut
Carpenito (2009), batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik terdiri dari batasan
karakteristik mayor dan batasan karakteristik minor. Mayor (80-100%) yaitu terganggunya
kemampuan untuk bergerak secara sengaja didalam lingkungan (misalnya, mobilitas ditempat
tidur, berpindah tempat, ambulasi), dan keterbatasan rentang gerak minor (50-80%) yaitu
keterbatasan gerak dan keengganan untuk bergerak.
Tn. K usia 50 tahun mengalami fraktur femur sinistra karena jatuh dari pohon waru,
terpasang traksi dan kateter. Pasien bed rest hampir 2 minggu, sehingga perawat
mengintruksikan untuk mobilisasi dengan melakukan latihan ROM.
B. Isi dan Pembahasan
Pada kasus diatas, Tn. K terpasang traksi pada kaki kiri sehingga tidak bisa melakukan
mobilisasi. Tn. K telah dianjurkan untuk rajin menggerakan persendian. Dalam kasus ini,
latihan ROM yang dianjurkan adalah ROM aktif karena kesadaran pasien compos mentis dan
keterbatsan rentang gerak bersifat minor (Carpenito, 2009). Menurut (Suratun, 2008) ROM
aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan energi
sendiri. Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan
pergerakan sendiri secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).
Dalam kasus ini, pasien tidak mengetahui tujuan dan manfaat dari latihan ROM, karena pasien
mengatakan bahwa perawat hanya menganjurkan untuk melakukan pergerakan agar tidak
kaku. Hal ini menjadi kesenjangan yang tidak sesuai dengan teori, pada dasarnya latihan ROM
aktif harus dibimbing dan dimonitor oleh terapis untuk menciptakan hasil yang diharapakna.
Perawat harus mempersiapkan, membantu, dan mengajarkan klien untuk latihan rentang gerak
yang meliputi semua sendi (Lukman & Ningsih, 2012).
Berdasarkan hasil pengkajian dengan Tn. K, ia mengatakan bahwa kurangnya
informasi yang didapat dan kurangnya motivasi dari perawat untuk melakukan latihan ROM
menyebabkan Tn. K kurang rutin melakukan latihan ROM. Menurut Setiawan dan Tanjung
(2005), pasien akan bersedia berkolaborasi bila setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat
dimengerti, dipahami berdasarkan pada tolak ukur nilai-nilai pasien yang mendasari persepsi
setiap tindakan pada dirinya. Adekuat persepsi antara perawat dan pasien dalam setiap
tindakan dalam proses perawatan merupakan salah satu pendorong terjadinya percepatan
terapi untuk kesembuhan.

C. Kesimpulan
Pada kasus diatas, latihan ROM aktif dapat menjadi intervensi untuk mempertahankan
massa dan tonus otot pada pasien imobilisasi karena pemasangan traksi. Latihan ROM aktif
perlu bimbingan dari terapis agar hasilnya optimal. Motivasi dari perawat juga diperlukan agar
pasien rutin melakukan latihan ROM aktif.
Daftar Pustaka

Carpenito, L.J. 2009. Diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klinis. Edisi 9. Jakarta : EGC.

Lukman dan Ningsih. 2012. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system
muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Potter dan Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik.
Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC.

Setiawan dan Tanjung M. S. 2005. Efek komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan pasien
pre operasi di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan Rufaidah
Sumatera Utara Volume 1

Anda mungkin juga menyukai