Anda di halaman 1dari 1

Menumbuhkan Jiwa Ksatria pada Anak

Manusia bersifat ksatria adalah manusia dengan ciri-ciri berjiwa besar, toleran, apabila berani
berbuat maka berani bertanggung jawab, berani mengakui kesalahan dan kelemahan diri sendiri,
mengakui kelebihan orang lain, pemaaf dan memiliki kasih sayang. Sifat mulia ini wajib kita
ajarkan pada anak sejak usia dini, dan tentu saja sesuai perkembangan usianya, dengan bahasa
dan contoh yang mudah dipahami.

Ketika seorang anak berbuat suatu kesalahan, lebih baik tidak langsung memarahi dan
menghakimi anak. Berikan pemahaman bahwa apa yang dilakukan tersebut salah, dan bisa
berakibat kurang baik untuk diri mereka. Tanamkan sikap untuk mau mengakui kesalahan yang
telah diperbuatnya dan berjanji tidak melakukan lagi.

Ada kalanya orang tua terlalu melindungi anak, sehingga apapun yang terjadi pada anak adalah
bukan kesalahannya. Contohnya, saat anak berebut mainan dengan anak lain, orangtua membela
dan menyarankan anak yang lain mengalah. Atau contoh sederhana, saat anak jatuh, orang tua
menyalahkan lantai yang licin karena menyebabkan anaknya jatuh. Hal-hal kecil ini bisa
mempengaruhi nalar anak, bahwa mereka selalu benar, orang lain yang salah. Ini yang perlu
diluruskan.

Kita bisa mengajarkan mereka nilai-nilai ksatriaan, kesabaran dan ketangguhan melalui cerita
kepahlawanan yang ada, misalnya kisah para nabi atau kisah para pahlawan nasional kita.

Hindarilah untuk menceritakan cerita yang sifatnya fiktif. Kembangkan jiwa kstaria anak dengan
tidak berlebihan dalam memberikan perlindungan kepada mereka. Biarkan mereka melatih
dirinya sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan mereka, baik di dalam menghadapi
tantangan, masalah, maupun terhadap teman-teman sebayanya.

Dan berikan kepercayaan kepada mereka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dengan
usahanya sendiri. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai anak memperoleh sesuatu
dengan cara yang tidak baik. Bimbinglah anak untuk mau mengakui kesalahan mereka, dan
hindari mengatakan mereka "anak nakal". Orantua juga harus menjaga ucapannya agar tidak
tidak merusak jiwa anak.

Memiliki anak yang cerdas tidaklah cukup, karena kecerdasan itu harus dilandasi dengan
keimanan dan ketakwaan. Sifat-sifat mulia lainnya pun harus ditanamkan, agar anak tidak saja
memiliki keunggulan intelegensinya, tetapi juga kokoh spiritual dan emosionalnya. Memiliki
anak yang cerdas dan ksatria tentulah idaman semua orang tua.

Semoga anak-anak kita kelak menjadi anak yang mempunyai ketahanan fisik dan psikis,
ketahanan mental dan spiritual, ketangguhan intelegensi dan emosi, juga berjiwa ksatria. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai