Anda di halaman 1dari 4

Alhamdulillah … Anakku Nakal (Buku)

Saya cukup terhenyak ketika Mas Jinan


menyodorkan buku barunya yang ditulis bersama ustadz Choirus Syafruddin, “Alhamdulillah…
Anakku Nakal”, seraya berkata “beri tanggapan ya”. Judul buku tersebut menyisakan banyak
pertanyaan di benak saya tentang apakah yang dimaksud anak nakal, dan mengapa kehadirannya
meski disyukuri.

Dalam buku yang diterbitkan Filla Press ini, Miftahul Jinan dan Choirus Syafruddin mengajak
para orang tua untuk kembali belajar banyak tentang kenakalan anak dan apakah perilaku-
perilaku anak yang sering dianggap orang tua ”kelewatan” memang merupakan sebuah
kenakalan. Karenanya, buku ini diawali dengan pembahasan tentang paradigma nakal yang salah
dimengerti oleh orang tua. Ketika anak-anak terlalu banyak bermain dan sulit belajar misalnya,
maka anak sering dijustifikasi dengan sebutan nakal. Padahal bisa saja hal tersebut disebabkan
kebosanannya, atau pendekatan belajar yang digunakan tidak menarik, atau karena dunia anak
memang dunia permainan. Menurut Jinan, bermain adalah hadiah alam yang berharga bagi putra-
putri kita. Ia merupakan ’alat canggih’ yang memungkinkan seorang anak untuk masuk dalam
kegiatan yang paling serius, penting, dan paling mengundang minat.

Praktek labelling atau pemanggilan anak dengan label nakal perlu dihindari oleh orang tua
maupun guru. Meski pada awalnya label nakal tersebut masih sangat imajiner (tidak dikenal)
oleh anak dan sebenarnya tidak ada hubungan dengan dirinya, tetapi seiring dengan seringnya
kata tersebut diarahkan kepada dirinya maka ia menjadi semakin realistik dan dekat. Karenanya,
labelling perlu digantikan dengan afirmasi yang lebih positif dan baik bagi perkembangan anak.
Jinan mengingatkan tentang teori siklus 21 dari Thomas L Madden yang menjelaskan tentang
terjadinya pelekatan label buruk atau afirmasi yang terjadi pada hari ke 21, meski pada awalnya
terjadi penolakan. Sungguh luar biasa dan sahih apa yang diperjuangkan Al-Qur’an dalam
penolakan tanabuz bi al-alqab (saling memanggil dengan julukan buruk) pada surat al-Hujurat
ayat 11. Praktek ini sebenarnya menistakan diri sendiri meski kelihatannya merendahkan orang
lain.
DAPATKAN BUKU “ALHAMDULILLAH ANAKKU NAKAL” DI QURANPOIN.COM

Harga buku : Rp 40.000 (belum termasuk ongkos kirim)


Order ketik : Nama<spasi>Alamat<spasi>AnakNakal
Kirim ke : 08113405140

Mengenali kenakalan anak secara benar perlu dilakukan agar tidak terjadi salah asuh ataupun
salah urus anak yang dapat berakibat buruk pada perkembangannya secara fisik dan psikis. Jinan
membagi kenakalah anak menjadi empat hal: kenakalan eksploratif, kenakalan semu, kenakalan
habitual, dan kenakalan sejati, sekaligus menyampaikan kiat-kiat dan solusi dalam
menanganinya. Jam terbang yang dimiliki dalam training-training motivasi, pendidikan, dan
parenting menyumbangkan banyak hal yang lebih bersifat praktis dan tidak sekedar teoritis.

Kenakalan eksploratif merupakan cara anak untuk menuangkan dan mengeksplor potensinya
dalam motorik halus-kasar, serta dalam mempelajari sesuatu. Ia dapat berupa corat coret tembok,
menyobek buku dan kertas, merusak mainan, naik turun kursi, dan menyiksa binatang.
Sedangkan kenakalan semu memiliki wujud minta gendong, tidak mau berbagi, suka menggigit
dan memukul, serta sikap egois. Sementara itu, kenakalan habitual berbentuk perkataan jorok,
sikap suka membantah, kecanduan televisi, kesukaan merengek, dan kesukaan untuk jajan.
Adapun kenakalan sejati berupa berbohong, kebanggaan menyontek, mencuri, dan merokok.

Dari pembagian diatas nampak bahwa tidak semua perilaku anak yang menjengkelkan hati dapat
digolongkan sebagai kenakalan sehingga perlu ”dihentikan”. Perlu pengetahuan dan pemahaman
yang cukup untuk memilah dan membedakan kenakalan agar solusi yang diadakan tepat dan
justru tidak mematikan potensi anak. Bisa jadi apa yang disebut kenakalan hanyalah salah satu
cara anak untuk belajar tentang suatu hal atau merupakan bentuk mengasah kecerdasan yang
dimiliki. Kenakalan dapat pula menjadi ungkapan ”protes” mereka terhadap para guru dan orang
tua. Karenanya dalam melihat ”kenakalan” anak, perlu pemikiran jernih apakah anak yang
semakin nakal ataukah orang tua yang semakin tidak sabar.

Keberadaan seorang anak baik yang nakal maupun yang penurut, jika dikaitkan dengan agama
sebenarnya merupakan bentuk ujian bagi para orang tua/guru. Al-Qur’an dalam al-Anfal: 28
menyebutnya sebagai fitnah (cobaan). Kenakalan anak dan kebandelan mereka jika disikapi
dengan sabar dan kemauan untuk belajar untuk menghadapinya akan meningkatkan kualitas para
orang tua dan skill parenting mereka. Ini berarti kenakalan anak berubah dari fitnah menjadi
barokah. Sebaliknya jika gagal atau lepas tanggung jawab, maka bagi para orang tua, cobaan ini
akan tetap berupa fitnah dan dapat berkembang menjadi fitnah-fitnah yang lain. Naudzubillah
min dzalik. Jika keadaan yang pertama perlu disyukuri, maka yang kedua perlu dihindari.

Anak nakal pada prinsipnya bukan dilahirkan tetapi ia diciptakan. Ada proses panjang yang
dilalui dalam penciptaan kenakalan ini. Yang terpenting adalah memastikan bahwa keluarga kita
bukanlah sebagai lembaga yang memproduksi anak-anak nakal karena perhatian kita yang
kurang terhadap anak-anak tersebut.

Menarik untuk diungkap secara sekilas tentang cerita yang melatari penulis buku ini memilih
judul bukunya. Seorang ibu yang juga guru di sebuah sekolah favorit memilih berhenti dari
pekerjaannya dikarenakan ingin fokus dalam mendidik anak yang terindikasi gejala autis dan
ADHD. Untuk memberikan terapi yang maksimal, selama satu tahun, sang ibu rela
meninggalkan keluarga demi mendampingi anaknya belajar di sekolah di luar kota. Setiap hari ia
mengantar dan mengikuti seluruh kegiatan sekolah khusus tersebut. Pada malam hari ia
menghabiskan waktu utuk membaca buku-buku berkaitan perilaku putranya. Akhirnya sang anak
dapat berkembang baik dan kembali belajar di sekolah terdahulu dengan sikap dan presatasi
belajar yang lebih baik. Dengan proses yang telah dijalani, sang ibu juga mentas dengan
memiliki ketrampilan baru dalam menangani anak-anak bermasalah. Ia saat ini bahkan diberi
amanat untuk memimpin sekolah TK dengan kepercayaan penuh dari yayasan.

Cerita tersebut menegaskan bahwa setiap pengorbanan besar akan dibalas berlipat oleh Allah jika
seorang hamba dapat bersikap secara bijak terhadap ujian-Nya. Dibalik cobaan menghadapi
anaknya yang bermasalah, rupanya Sang Khalik berkehendak untuk meningkatkan derajat sang
ibu dan mengajarkan sesuatu. Karenanya, tidak berlebihan jika ia kemudian berucap
”alhamdulillah… Anakku Nakal”, sebuah ungkapan yang akhirnya ”diminta” Jinan untuk judul
bukunya. Semoga setiap orang tua dapat diberikan kekuatan dan ketabahan untuk mendidik putra
putri mereka dengan segala permasalahannya. Jadi, mari bersyukur dengan ”kenakalan” anak
kita!

dikutip dari : nuruliman1972.blogspot.com

Daftar Isi Buku “Alhamdulillah Anakku Nakal”


PARADIGMA NAKAL

1. ‘Kenakalah Anak’ Sebuah Paradigma Yang Salah Dari Orang Tua


2. Anak Belajar Nakal Dari Orang Tua
3. ‘Anak Nakal’ Dari Imajinasi Menuju Kenyataan
4. Kenakalan = Kecerdasan
5. ‘Anak Nakal’ Antara Fitnah Dan Barokah
6. Anak-Anak Semakin Nakal Atau Orang Tua Semakin Tidak Sabar?
7. Nakal Ini Cerdas Itu

KENAKALAN EKSPLORATIF

1. Coret-Coret Tembok
2. Menyobek Buku Dan Kertas
3. Merusak Mainan
4. Naik Turun Kursi
5. Menyiksa Binatang
KENAKALAN SEMU

1. Gendong Anak Dari Puls Menuju Minus


2. Anak Tidak Mau Berbagi
3. Anak Suka Menggigit Dan Memukul

KENAKALAN HABITUAL

1. Berkata Jorok
2. Anak Suka Membantah
3. Anak Kecanduan Televisi
4. Anak Suka Merengek
5. Anak Duka Jajan

KENAKALAN SEJATI

1. Evolusi Bohong Pada Anak


2. Anakku Bangga Dengan Menyontek
3. Anak Mencuri
4. Mengapa Anakku Merokok?

Anda mungkin juga menyukai