2 Riset pengembangan metode analisis 2-4 Diaminoanisol dalam sediaan pewarna rambut
3 Riset pengembangan metode analisis Asam oksalat dalam sediaan pewarna rambut
4 Riset pengembangan metode analisis Alil Isothyocyanat dalam sediaan pewarna rambut
5 Riset pengembangan metode analisis Basic blue 26 dalam sediaan pewarna rambut
6 Riset pengembangan metode analisis Dehidroacetic acid sodium salt dalam sediaan
perawatan rambut
7 Riset pengembangan metode analisis Etridonik acid dalam sediaan perawatan rambut
20 Riset pengembangan metode analisis Aminocaproic Acid dalam sediaan pasta gigi
2 Riset toksisitas akut formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah
a Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun Petai Cina (leucena
leucochepala (lam.)De wit) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
b Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa alstonin Sebagai Marker dari Kulit Batang Pule (Alstonia
scholaris (L.) R. Br.)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
No Judul Topik Riset 2011
c Riset Produksi Senyawa Marker dari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana I.)Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
d Riset Produksi Senyawa Marker dari Batang Benalu Teh (Scurulla atropurpurea, Dans)
Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
e Riset Produksi Senyawa Marker dari Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb)
Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
f Riset Produksi Senyawa Marker dari Akar Kelembak (Rheum officinale Baill)Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam
4 Riset profil kromatogram/ fingerprint tanaman obat bahan alam (10 Judul)
a Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
b Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb. var
Rubra.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
c Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
d Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Herba Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth)
Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
e Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Daun Jati Blanda (Guazuma ulmifolia Lamk) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
f Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Kunyit (Curcumae Domestica) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
g Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
h Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
i Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Sw.) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
j Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
5 Riset disolusi terbanding obat copy
6 Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan
pemerintah sebagai adjuvan obat kanker
7 Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan
pemerintah sebagai obat penyakit degeneratif dan infeksi
8 Kajian dan penelusuran mikroba pantogen penyebab keracunan pada pangan
Berdasarkan hasil tersebut metoda analisa untuk DON pada jagung terbukti
akurat dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
B. PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TERVALIDASI BAHAN BERBAHAYA
DALAM KOSMETIK
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian salah satu bagian dunia usaha,
selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik
dalam industri dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 bahkan sekarang
teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat
{(pharmaceutical dengan kosmetik medik (cosmeceuticals)}. Kosmetik adalah
bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh yaitu pada bagian:
epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar atau gigi dan mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan atau
pemeliharaan tubuh pada kondisi baik.(1)
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar
yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran (pre marketing evaluation),
inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran (post
marketing surveillance). Dengan adanya harmonisasi ASEAN, pengawasan yang
dilakukan oleh Badan POM tersebut menjadi pengawasan produk di peredaran
(post marketing surveillance). Salah satu bentuk pengawasan produk di
peredaran (post marketing surveillance) adalah dengan melakukan pengujian
terhadap produk – produk yang beredar, hal ini dilakukan oleh Pusat Pengujian
Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Pengujian terhadap produk tersebut
ditujukan untuk mengetahui apakah produk tersebut telah memenuhi persyaratan
mutu dan keamanan atau tidak. Salah satu bentuk pengujian yang dilakukan
terhadap kosmetik adalah pengujian terhadap kemungkinan adanya kandungan
bahan berbahaya dalam produk tersebut atau tidak.
Dalam melaksanakan pengujian kandungan bahan berbahaya diperlukan metode
analisis yang sesuai terhadap setiap jenis bahan berbahaya yang akan diuji.
Beberapa metode analisis bahan berbahaya yang telah tersedia di PPOMN
antara lain adalah metode analisis bahan berbahaya merkuri (Hg), asam retinoat
(retinoic acid), zat warna merah K.3 (CI 15585), merah K.10 (rhodamin B), jingga
K.1 (CI 12075), dan lain - lain. Namun saat ini berdasarkan laporan negara -
negara ASEAN melalui PMAS (Post Market Alert System) ditemukan produk
kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/bahan dilarang lainnya. Jumlah
bahan berbahaya yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah sebanyak 47
jenis, antara lain dibutil ftalat (pada sediaan lipgloss), 2-nitro-p-phenylendiamine
sulfat (pada sediaan pewarna rambut), thioacid (pada sediaan pelembab mata),
fitonadion (pada sediaan perawatan kulit), dan lain-lain.
Munculnya jenis bahan berbahaya yang baru diketahui tersebut tentu menjadi
tantangan Badan POM untuk menemukan atau mengembangkan metode analisis
yang tepat agar pengawasan terhadap kosmetik semakin optimal. Beberapa dari
bahan berbahaya tersebut belum dapat diuji di PPOMN karena belum
tersedianya metode analisis yang sesuai. Oleh karena itu, PROM sebagai unit
penunjang di Badan POM yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan
pengembangan metode analisis guna mendukung tugas PPOMN dalam
melaksanakan pengujian perlu melakukan pengembangan metode analisis ini,
mengingat semakin luasnya penyebaran produk kosmetik di pasaran, baik produk
lokal maupun impor. Pada tahun 2011 ini, PROM akan mengembangkan 20 jenis
metode analisis bahan berbahaya dalam kosmetik. Daftar Bahan Berbahaya yang
akan dikembangkan Metode Analisisnya pada Tahun 2011.
Senyawa basic blue 26 mempunyai Color Index (CI) 44045 atau dengan
nama lain victoria blue bx digunakan dalam pewarna rambut sebagai bahan
oksidatif. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang tidak diperbolehkan
ada dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis basic blue 26
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :
Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :
Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (60 : 40, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per
menit; detektor UV λ 202 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.272 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)0.085 % dan luas area 0,394% pada
konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
35556 x - 1334578, koefisien korelasi adalah 0.995 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 96.9 %; batas deteksi(LOD)
adalah 0,88 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 2,69 μg/ml. Basic blue 26
merupakan senyawa yang dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD
(Asean Cosmetic Directive, tahun 2011).
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 4,20 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 1,90 % dan luas area adalah 1,50
% pada konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 327881 x – 2E+6, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 104,82 %; batas
deteksi(LOD) adalah 2,79 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 8,45 μg/ml.
Senyawa morfolin termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada
dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive
tahun 2011).
Senyawa orange II sodium salt mempunyai Color Index (CI) 15510 yang
digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi solida dalam
perawatan mata. Senyawa orange II sodium salt ini merupakan bahan
berbahaya dan dilarang ada dalam sediaan kosmetik karena bersifat
karsinogenik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis orange II
sodium salt sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal KCKT dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;
fase gerak adalah A = Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (32 : 68 v/v) (Isokratik);
B = Asetonitril dan dilanjutkan dengan sistem gradien A:B (85 : 15) dengan
laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 226 nm; dan volume penyuntikan 20
L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 5,732 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0,257 % dan luas area 0,506%,
pada konsentrasi 30 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
73387 x + 12553, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100 %, Batas deteksi (LOD)
adalah 0,33 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 1,02 μg/ml. Senyawa orange II
sodium salt termasuk bahan yang tidak diperbolehkan ada dalam sediaan
kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive).
Riset Iritasi dari Kosmetik terhadap Kulit secara In vitro adalah riset pembuatan
metode analisis uji iritasi dalam rangka menjawab tantangan European Union
Cosmetic Regulation, yang melarang penggunaan hewan untuk uji produk
kosmetik, serta mulai tahun 2015 di Indonesia mulai di larang penggunaan
hewan uji untuk pengujian tersebut.
Selain itu, dengan berlakunya ASEAN Harmonized Cosmetic maka akan
semakin mudah masuknya kosmetik dari negara ASEAN ke Indonesia, serta
mempermudah pengembangan produk dalam negeri. Dengan adanya
perubahan cara regulasi tersebut, maka pengawasan post-market produk
kosmetik harus diperkuat. Oleh karena itu, pada riset ini dilakukan uji iritasi dari
kosmetik menggunakan jaringan kulit buatan.
Pada riset ini dilakukan uji terhadap kosmetik (handbody) dengan bentuk
sediaan cair, terhadap sel kulit buatan EpiDermTM. EpiDermTM dipilih karena
jaringan kulit ini merupakan jaringan yang telah tervalidasi dan sesuai
rekomendasi dari OECD. Dari hasil penelitian menunjukan nilai absorbansi
kontrol negatif tidak memenuhi kriteria penerimaan pengujian, yaitu hanya
sebesar 0,127. Demikian juga halnya dengan nilai persentase kehidupan sel
pada kontrol positif sebasar 73% jauh lebih tinggi dari yang seharusnya yaitu
kurang dari 20%. Nilai standar deviasi (SD) maupun koefesien variasi (CV)
pengukuran tinggi yang menunjukan rendahnya presisi pengukuran. Dapat
disimpulkan bahwa uji iritasi kulit secara in vitro dapat dilakukan dengan metode
uji viabilitas sel yang diukur dengan MTT namun masih perlu perbaikan untuk
meningkatkan validitas.
2. RISET TOKSISITAS AKUT TERHADAP FORMULA JAMU YANG
DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH
Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar yang
memiliki keanekaragaman hayati (Megadiversity) nomor dua setelah Brazil.
Keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi
Indonesia, termasuk tanaman obat.
Agar simplisia dan ekstrak terjamin mutunya untuk keperluan standarisasi
ekstrak diperlukan senyawa penanda atau marker, dan secara fitokimiawi hal ini
tidak sulit dimonitor dengan menentukan senyawa penanda / marker yang
spesifik.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi/memproduksi senyawa marker untuk
memperoleh metoda ekstraksi, teknik isolasi golongan senyawa/kelompok
senyawa dan mengetahui kandungan senyawa marke/penanda spesifik yang
terkarakterisasi sebagai standardisasi obat bahan alam.
Senyawa marker yang mahal dan sangat sulit ditemui dipasaran untuk
standardisasi Obat Bahan Alam menjadikan senyawa marker tersebut perlu
dilakukan isolasi dan produksi. Beberapa tanaman obat bahan alam yang
dilakukan isolasi dan produksi senyawa markernya pada tahun 2011adalah :
(a).Isolasi Daun Petai Cina (Leucena leucochepala (Lam.)De Wit) (b).Isolasi Kulit
Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) (c). Produksi Kulit Buah Manggis
(Garciniae Mangostanae Cortex fructus). (d). Benalu Teh (Scurrula
atropurpurea). (e). Produksi Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.).
(f). Akar Akar Kelembak (Rheum officinale Baill.).
a. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun
Petai Cina (leucena leucochepala (lam.)De wit)
Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat
tradisional adalah daun petai cina (Leucena leucochepala (Lam.)De Wit).
Kandungan kima yang terdapat dalam daun tanaman ini adalah alkaloida
yaitu mimosin, saponin, flavonoida, dan tannin(1). Selain itu daun ini
mengandung lekanol, lekanin, zat putih telur, minyak lemak(2). Daun
Leucaena leucocephala (Lam). De Wit berkhasiat sebagai peluruh air seni
dan obat cacing(1).Pada Penelitian terhadap dekokta biji lamtoro
(3)
menunjukkan efek hipoglikemik .
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanol daun petai cina dan memperoleh metode
ekstraksi isolasi dan identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol daun
petai cina.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,
kemudian difraksinasi dengan n-heksana, fraksinasi dilanjutkan dengan
menggunakan pelarut kloroform/asam sulfat, dilanjutkan dengan
penambahan pelarut kloroform/ammonia.
Isolasi dilakukan terhadap fraksi kloroform basadengan menggunakan
kromatografi kolom dengan penambahan fase gerak kloroform: etil asetat
pada perbandingan (5:5 v/v)yang dilanjutkan dengan eluen fase gerak etil
asetat : metanol (7:3 v/v) higga diperoleh isolat. Kristalisasi dan rekristalisasi
terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut aseton dan n-heksana
diperoleh senyawa isolat berbentuk serbuk berwarna putih dengan nilai Rf
0,66.
Hasil spektroskopi ultraviolet senyawa isolat menunjukkan puncak
maksimum yaitu pada 270 nm dan pada panjang gelombang 277 nm
diperoleh hasil mengalami hipsokromik.
Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan
pada panjang gelombang 3396,64 cm-1 dan 3267,41 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus fungsi OH, panjang gelombang 2912,51 cm-1 menunjukkan
gugus N-H, pada panjang gelombang 1726,29 cm-1 menunjukkan adanya
gugugs C=O, 1425,40 cm-1menunjukkan adanya gugus C-O-O, dan pada
panjang gelombang 1332.81 cm-1 adanya gugus NH2.
Berdasarkan data analisis tersebut diatas senyawa isolat yang diperoleh,
mempunyai data analisis spektroskopi (UVdan IR,) diperoleh
senyawamimosin yang merupakan senyawa marker daun petai cina dan
diperoleh serbuk putih sebanyak 19,88 mg.
Daftar Pustaka:
Batang pule (Alstonia scholaris(L.) R.Br.) salah satu produk bahan alam
yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat tradisional.Kulit batang
pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) mengandung senyawa saponin, alkaloid,
flavonoid dan terpenoid. Pada kulit mengandung alkaloid alstonin, ditain,
ekitamin, (ditamin), ekitenin, ekitamidin, ekiserin, ekitein, porfirin dan
triterpen(1). Senyawa yang dapat menjadi penanda (marker) pada kulit
batang pulai adalah alstonin.Kulit batang pule berkasiat sebagai obat
demam dan obat tekanan darah tinggi. Selain itu digunakan untuk diabetes
mellitus, stomakik dan antelmintik(2). Pada penelitian yang telah dilakukan
didapatkan efek anti malaria dari kulit pule(3).
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanolbatang pule dan juga memperoleh metode
ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol
batang pule.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80 %
kemudian difraksinasi dengan n-heksana dan kloroform suasana asam
kemudian fraksinasi dilanjutkan dengan pelarut kloroform metanol dalam
suasana basa. Isolasi dilanjutkan dengan menggunakan kromatografi kolom
dengan menggunakan fase gerak etil asetat : methanol pada perbandingan
(80:20 v/v) sehingga diperoleh senyawa isolat. Dari kristalisasi dan
rekristalisasi terhadap senyawa isolat diperoleh senyawa berbentuk kristal
berwarna putih.
Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh
puncak maksimum pada panjang gelombang 270,40 nm dimana pada
panjang gelombang tersebut menunjukkan adanya gugus benzene
tersubstitusi, sedangkan pada literatur, panjang gelombang 280 nm
menunjukan adanya alstonin. Hal tersebut terjadi disebabkan pergeseran
panjang gelombang dari isolat pada saat pengukuran mengalami
pergeseran hipsoromik.
Hasil spektroskopi infra merah untuk senyawa alstonin dari literatur :
memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang 3250 cm-1, untuk
gugus N-H, 1720 cm-1 gugus C=0 dan 1100 cm-1 gugus C-O.Untuk senyawa
isolat, pada pengukuran spektrofotometer inframerah, diperoleh hasil
serapan pada 3250,05 cm-1adanya gugus N-H (amina),1722,43 cm-1adanya
gugus C=0 (ester), 1425,40 cm-1adanya gugus C=C (aromatic) dan 1255,66
cm-1adanya gugus C-O.
Pada uji identifikasi menggunakan spektrometri RMI menunjukkan adanya
pergeseran kimia atom 1H pada 1.09, 1.11, 1.12, 1.13, 1.39, 1.41, 1.41, 1.42,
1.59, 2.03, 2.07, 2.12, 2.15, 2.28, 2.33, 3.47, 4.29, 4.45, 4.58 sedangkan
pada 6.85, 7.52, 7.53, 7.69 dan 7.70 menunjukkan adanya proton pada
13
gugus aromatik. Pengukuran atom C pada senyawa isolat diperoleh
sebanyak 21 atom C pada 11.14, 14.22, 23.16, 23.93, 29.11, 30.54, 38.91,
45.91, 46.47, 47.07, 47.46, 56.06, 56.27, 57.08, 57.18, 68.34, 76.94, 128.98,
131.06, 132.64 dan 167.94 yang merupakan kerangka struktur alstonia.
Berdasarkan data analisis spektrofotometri ultraviolet, inframerah dan RMI,
dapat diketahui bahwa senyawa isolat yang telah diisolasi mempunyai
rumus molekul C21H24N2O3.yang diidentifikasi sebagai alstonin yang
merupakan senyawa marker dari kulit batang pule.
Daftar Pustaka:
1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Materia
MedikaIndonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
2. http://ozonsilampirin.wordpress.com/2008/02/01/kenalilahpulai-alstonia.
diakses tanggal 21-03-2010
3. Suyati S, Sri dan Johny Ria Hutapea, 1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia Jilid (1). Badan LitBangKes, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 34-35.
c. Produksi Senyawa Markerdari Kulit Buah Manggis (Garcinia
Mangostana I.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam
Daftar Pustaka:
Daftar Pustaka:
Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat
tradisional adalah rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa
Roxb).Kandungan kimia dari rimpang temu hitam yang ditemukan pada
rimpang dan daunnya adalah 1,8-cineole, curzerenone, furanogermenone,
camphor (2)-3-hexenol, zederone, furanodienone, curcumenol,
(1)
isocurcumenol, betaelemene, curzerene dan germacrone. Masyarakat
menggunakan tanaman tersebut sebagai karminatif, antirematik,
membersihkan darah sesudah haid, obat koreng/kudis, obat cacing, peluruh
(2)
dahak, meningkatkan nafsu makan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanol rimpang temu hitam dan memperoleh metode
ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol
rimpang temu hitam.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,
kemudian difraksinasi dengan n-heksana,metanol dan butanol. Isolasi
dilakukan terhadap fraksi butanol secara kromatografi kolom dengan
menggunakan fase gerakn-heksana : etil asetat berturut-turut dengan
perbandingan dengan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8 dan 1:9, v/v)higga
diperoleh isolat pada perbandingan n-heksana : etil asetat (8:2, v/v).
Kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut
aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat berbentuk serbuk berwarna
kuning dengan nilai Rf 0,818. Identifikasi senyawa isolat dengan
spektrofotometer ultraviolet memberikan puncak serapan pada λmaks 285 nm
dan 231 nm menunjukkan kromofor dengan ikatan rangkap terkonjugasi.
Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan
pada bilangan gelombang cm-1 : 2927 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus
alkana, puncak serapan 1662 cm-1 menunjukkan adanya gugus keton,
puncak serapan 1521 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatic, puncak
serapan 1400,32 cm-1, 1232,51 cm-1, 1020,34 cm-1 menunjukkan adanya
gugus furan, dan puncak serapan 808,17 cm-1 menunjukkan adanya gugus
alkena.
Hasil pengukuran spektrometri 1H-RMI dari senyawa isolat menunjukkan
hasil pengggeseran kimia pada : 2,0982 (3H) yang menunjukkan gugus CH3
- C13, 1,5788 (3H) yang menunjukkan gugus CH3 - C15, 1,2708 (3H) yang
menunjukkan gugus CH3 - C14, 2,2559 (2H)yang menunjukkan gugus
CH2 - C2, 2,2877 (2H)yang menunjukkan gugus CH2 - C3, 3,6811 (2H)yang
menunjukkan gugus CH2 - C9, 4,0099 (1H) yang menunjukkan gugus CH -
C5, 5,5927 (1H)yang menunjukkan gugus CH - C1, dan 7,2318 (1H) yang
menunjukkan gugus CH - C12,. Hasil pengukuran spektrometri 1C-RMI dari
senyawa isolat menunjukkan hasil penggeseran kimia pada : 10,8711 yang
menunjukkan gugus CH3 - C13, 15,5353 yang menunjukkan gugus CH3
- C15, 15,7929 yang menunjukkan gugus CH3 - C14, 25,4838 yang
menunjukkan gugus CH2 - C2, 39,0706 yang menunjukkan gugus CH2 - C3,
42,5765 yang menunjukkan gugus CH2 - C9, 65,3636 yang menunjukkan
gugus C - C4, 67,8913 yang menunjukkan gugus CH - C5, 123,0420 yang
menunjukkan gugus C - C7, 124,4441 yang menunjukkan gugus C - C11,
132,0843 yang menunjukkan gugus C - C10, 132,8855 yang menunjukkan
gugus CH - C1, 139,7627 yang menunjukkan gugus CH - C12, 160,3369
yang menunjukkan gugus C – C8 dan 194,3124 yang menunjukkan gugus
C=O, C6.
Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas senyawa isolat yang
diperoleh mempunyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI dan 13
C-
RMI) yang telah dibandingkan dengan data literatur, sama dengan
zederonepada isolatyang mempunyai rumus molekul C15H18O3. Senyawa
isolat tersebut diidentifikasi sebagai zederone yang merupakan senyawa
markerrimpang temu hitam dan diperoleh serbuk berwarnaputih sebanyak.
102,02 mg.
Daftar Pustaka:
1. Kristina,N.N, dkk. 2008. Peluang Tanaman Obat Sebagai Alternatif
Bahan Obat Flu Burung. Jakarta. Warta tumbuhan obat Indonesia,
kelompok kerja nasional Tumbuhan Obat Indonesia vol 14. Hal 19
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Vademekum Bahan
Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal
289
Daftar Pustaka:
Hasil penelitian riset fingerprint buah cabe jawa didapatkan bahwa senyawa
yang terkandung dalam buah cabe jawa sebagian besar cenderung bersifat
semi polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat
polar) sebesar 11.18 % dan ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar
6.30 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat dan kloroform
(bersifat semi polar) masing-masing sebesar 12.80 % dan 15.47 %. Analisis
secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitun-heksan: etil asetat (7:
3 v/v), toluen: etil asetat (8: 2 v/v), dantoluen: kloroform: etil asetat (6:
3: 1 v/v/v)dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak
tersebut dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari buah cabe
jawa dengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (7: 3
v/v)untuk ekstrak etanol0.20, 0.25, 0.28, 0.32, 0.36, 0.54, dan 0.68;untuk
ekstrak etil asetat0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.36, 0.53, 0.68, dan 0.82; untuk
ekstrak kloroform 0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.36, 0.54, 0.69, dan 0.82; untuk
ekstrak n-heksan 0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.37, 0.57, dan
0.69.Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.12, 0.20, 0.32, 0.36, 0.54, 0.60, dan 0.68; untuk ekstrak etil asetat
0.13, 0.20, 0.32, 0.36, 0.55, 0.60, dan 0.68; untuk ekstrak kloroform 0.12,
0.20, 0.32, 0.36, 0.54, 0.61, dan 0.68; untuk ekstrak n-heksan 0.11, 0.20,
0.32, 0.37, 0.56, dan 0.69.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: etil asetat (8: 2 v/v)
pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.25,
0.33, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, 0.73, dan 0.84; untuk ekstrak etil asetat 0.12,
0.25, 0.33, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, dan 0.84; untuk ekstrak kloroform 0.11,
0.25, 0.32, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.25,
0.30, 0.35, 0.48, 0.56, 0.61, 0.73, dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm
diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.19, 0.33, 0.44,
0.48, 0.55, dan 0.84; untuk ekstrak etil asetat 0.11, 0.20, 0.33, 0.44, 0.48,
0.55, 0.72, dan 0.84; untuk ekstrak kloroform 0.11, 0.19, 0.32, 0.44, 0.48,
0.55, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.30, 0.35, 0.44, 0.48, 0.56, 0.72,
dan 0.84.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: kloroform: etil
asetat (6: 3: 1 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.32, 0.36, 0.42, 0.52, 0.56, 0.64, dan 0.77; untuk ekstrak etil asetat
0.32, 0.36, 0.41, 0.52, 0.55, 0.63, dan 0.76; untuk ekstrak kloroform 0.32,
0.35, 0.41, 0.51, 0.55, 0.64, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.27, 0.31,
0.36, 0.42, 0.53, 0.57, 0.65, dan 0.77. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh
nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.33, 0.36, 0.52, dan 0.76; untuk
ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak kloroform 0.32,
0.35, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.31, 0.36, 0.53, dan 0.77.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
Metanol : 0,5 % H3PO4 (8: 2 v/v/), detektor PDA pada 366 nm dan laju alir
1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol berada pada
waktu retensi 2.93, 3.82, 4.84, 5.45, 6.16, 8.09, 9.43, 16.24, 24.87, 27.17
dan 29.43 menit; ekstrak etil asetat berada pada waktu retensi 3.28, 3.70,
4.15, 5.17, 5.77, 6.47, 7.33, 8.37, 9.69, 16.39, 19.08, 20.70, 24.13, 27.11,
dan 29.35 menit; ekstrak kloroform berada pada waktu retensi 2.53, 2.90,
3.32, 3.64, 5.39, 6.08, 6.93, 7.97, 9.27, 17.01, 20.35, 24.38, 26.58, dan
28.80 menit; dan ekstrak n-heksan berada pada waktu retensi 2.90, 3.33,
3.69, 4.78, 5.38, 6.08, 7.95, 9.24, 12.34, 19.49, 24.24, 26.45, dan 28.68
menit
b. Jahe Merah (Zingiber officinale)
Hasil penelitian riset fingerprint jahe merahcenderung bersifat polar. Hal ini
bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar
17.21% dibanding ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar 16.62%,
ekstrak kloroform dan etil asetat (bersifat semi polar) masing-masing
sebesar 9.61 % dan 10.71 %.Analisis secara KLT didapatkan tiga fase
gerak terbaik yaitu n-heksan: dietil eter (45: 55 v/v),toluen: dietil eter: etil
asetat (60: 30: 10 v/v/v), dan toluen: etil asetat: dietil amin (60:
20: 20 v/v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak
tersebut dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari
rimpangkunyitdengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: dietil eter
(45: 55 v/v), untuk ekstrak etanol 0.02, 0.08, 0.12, 0.15, 0.19, 0.20, 0.24,
0.25, 0.28, 0.29, 0.41, 0.42, 0.48, 0.49, 0.59, 0.60, 0.70, 0.72, 0.86, 0.87
dan 0.91; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.03, 0.08, 0.12, 0.18, 0.19, 0.31,
0.32,0.33, 0.48, 0.49, 0.50, 0.58, 0.59, 0.69, 0.70, 0.85, 0.90, 0.91, 0.94 dan
0.95; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.03, 0,12, 0,19, 0,28, 0.47, 0.48, 0.58,
0.59, 0.69, 0.70, 0.85, 0.86, 0.90 dan 0.91; untuk ekstrak n-heksan 0.03,
0.05, 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, 0.20, 0,24, 0.28, 0.35, 0.36, 0.42, 0.47, 0.48,
0.49, 0.59, 0.60, 0.71, 0.73, 0.86, 0.87, 0.88 dan 0.91. Sedangkanpada λ
366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.10, 0.19,
0.20, 0.36, 0.37, 0.50, 0.85 dan 0.86 untuk ekstrak etil asetat, 0.02, 0.10,
0.11, 0.19, 0.35, 0.36, 0.49, 0.50, 0.84, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform
0.02, 0.10, 0.21, 0.22, 0.33, 0.34, 0.49, 0.50, 0.84 dan 0.85 untuk ekstrak n-
heksan0.03, 0.19, 0.36, 0.41, 0.42, 0.49, 0.53, 0.59, 0.60, 0.86 dan 0.88.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: dietil eter: etil
asetat (60: 30: 10 v/v),pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.02, 0.06, 0.09, 0.14, 0.15, 0.17, 0.26, 0.31, 0.32, 0,42, 0.51, 0.59,
0.60, 0.80, 0.91 dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.08, 0.09, 0.16, 0.17,
0.19, 0.30, 0.31, 0.32, 0.33, 0.36, 0.41, 0.42, 0.50, 0.51, 0.72, 0.79, 0.91 dan
0.97; untuk ekstrak kloroform 0,07, 0,14, 0.18, 0.19, 0.24, 0.25, 0.30, 0.31,
0.40, 0.45, 0.49, 0.50, 0.71, 0.79, 0.90 dan 0.91 untuk ekstrak n-
heksan0.07, 0.14, 0.17, 0.21, 0.22, 0.28, 0.29, 0.38, 0.41, 0.43, 0.44, 0.47,
0.55, 0.56, 0.57, 0.61, 0.63, 0.64, 0.74, 0.75, 0.76, 0.82, 0.83 dan 0.84.
Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol
0.01, 0.64, 0.65, 0.68, 0.69, 0.94 dan 0.95; untuk ekstrak etil asetat 0.88,
0.89 , 0.90, 0.93 dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.92 dan 0,93 ; untuk
ekstrak n-heksan 0.70, 0.71, 0.90, dan 0.91.
Analisis secara KLT scanner dengan fase geraktoluen: etil asetat: dietil
amin (60: 20: 20 v/v/v), pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.02, 0.84, 0.85, 0.86 dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.81,
0.84, 0.92, 0.93 dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.02, 0.72, 0.74,
0.92 dan 0.94 dan untuk ekstrak n-heksan0.02, 0.72, 0.74, 0.82, 0.83, 0.85,
0.90, 0.91, dan 0.98. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf
maksimum untuk ekstrak etanol 0.48, 0.67, 0.68, 0.77, dan 0.94; untuk
ekstrak etil asetat 0.66, 0.68, 0.88, 0.89, 0.9, dan 0.94; untuk ekstrak
kloroform 0.92 dan 0.93; dan untuk ekstrak n-heksan0.63, 0.71, 0.72, 0.89,
0.90, dan 0.91
Saat ini banyak sekali bahan alam yang digunakan sebagai obat alternatif untuk
menanggulangi penyakit kanker. Beberapa pubikasi menyebutkan bahwa zat anti
kanker atau antineoplastik dapat pula menyebabkan mutasi. Dengan demikian
zat kimia termasuk bahan alam yang dipakai sebagai obat antikanker juga dapat
menyebabkan mutasi. Untuk menentukan sifat karsinogenik dari suatu zat kimia
dapat dilakukan uji mutagenisitas dengan metode Ames. Ames telah
membuktikan bahwa 80-90% senyawa yang bersifat karsinogenik juga bersifat
sebagai mutagenik.
Metode Ames ini menggunakan bakteri yang sudah dimutasi sehingga tidak
mampu mensintesa salah satu jenis asam amino esensial yaitu histidin dan
triptofan untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu bakteri butuh media yang
mengandung histidin atau triptofan agar bisa tumbuh normal. Bila bahan uji yang
diperiksa bersifat mutagen dipaparkan pada bakteri uji, maka bakteri uji akan
mengalami mutasi balik dan kembali pada wildtype. Dengan demikian gen his
dan gen trp yang termutasi akan mengalami mutasi balik, sehingga kembali
normal dan bakteri uji dapat mensintesis sendiri histidin dan triptofan yang
dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan pertumbuhan
bakteri di dalam media yang kekurangan histidin atau triptofan.
Tujuan dilakukan riset mutagenisitas formula jamu ini untuk mendukung program
saintifikasi jamu di Indonesia, selain itu untuk mengetahui apakah formula jamu
tersebut tidak bersifat mutagenik.
Formula jamu yang berfungsi sebagai Adjuvan obat kanker yaitu terdiri dari
campuran ekstrak yang setara dengan Viscum Articulatum 2,5 g danb Pegagan
(Centellae Herba) 2,5 g yang diuji pada dosis156,4; 312,52; 665; 1250; 2500;
5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri Ames Salmonella thypymurium TA 100, TA
98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati
tikus (S9) dengan dan tanpa penambahan S9 tidak memperlihatkan
pertumbuhan bakteri, sehingga dapat disimpulkan bahwa formula jamu ini tidak
bersifat mutagenik
Formula jamu lain yang berfungsi sebagai Adjuvan obat kanker yaitu terdiri dari
campuran ekstrak yang setara dengan tapak dara (Catharanti Herba) 2,5 g,
benalu teh (Dendrophthoe Pentandra) 2,5 g dan Pegagan (Centellae Herba) 2,5
g yang diuji pada dosis 156,4; 312,52; 665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan
pada bakteri Ames yaitu Salmonella thypymurium TA 100, TA 98 dan
Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9)
menunjukan dosis bahwa pada hasil 1250; 2500; 5000 µg/ml yang dipaparkan
pada Salmonella thypymurium TA 100 tanpa penambahan S9 menunjukkan sifat
mutagenik sedangkan dengan penambahan S9 bersifat mutagenik pada dosis
665; 1250; 2500; 5000 µg/ml. Tehadap bakteri Salmonella thypymurium TA 98
dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus
(S9) pada semua tingkat dosis tidak memperlihat adanya pertumbuhan bakteri,
sehingga dapat disimpulkan bahwa campuran ekstrak ini memberikan efek
mutagenik dengan mekanisme substitusi pasangan basa.
Obat herbal telah digunakan selama bertahun-tahun dan secara turun temurun
oleh masyarakat Indonesia, untuk pengobatan penyakit degeneratif seperti darah
tinggi, diabetes dan penurun lemak darah karena diyakini lebih aman dan murah.
Namun demikian obat herbal umumnya masih belum mempunyai data efek
mutagenik. Efek mutagenik menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat
genetika sel makhluk hidup yang dapat berupa mutasi gen, aberasi kromosom
atau kerusakan DNA.
Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di
sarana layanan kesehatan pemerintah sebagai obat penyakit degeneratif adalah
untuk mendukung saintifikasi jamu di Indonesia dan agar dapat diketahui apakah
formula jamu tersebut tidak bersifat mutagenik sehingga konsumen merasa
aman menggunakan formula jamu tersebut.
Untuk menentukan sifat karsinogenik dari suatu zat kimia dapat dilakukan uji
mutagenisitas menggunakan metode Ames MPF (microplate format). Metode
Ames MPF merupakan pengembangan dari metode Ames konvensional, pada
metode Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah dalam
pengerjaannya dan lebih efisien.
Formula jamu yang digunakan untuk membantu mengurangi lemak darah
mempunyai kandungan ekstrak yang setara dengan Curcuma Rhizoma 2,5 g
dan Morindae Fructus 2,5 g. Pada156,4; 312,52; 665; 1250; 2500 µg/ml
dipaparkan pada bakteri Ames yaitu Salmonella thypymurium TA 100, TA 98 dan
Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9)
tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri.
Formula jamu yang digunakan sebagai anti diabetes melitus mempunyai
kandungan ekstrak yang setara dengan Sambiloto (Andrographidis paniculata)
0,5 g dan Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) 0,5 g. Pada156,4; 312,52;
665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri Ames yaitu Salmonella
thypymurium TA 100, TA 98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan
penambahan homogenat hati tikus (S9) tidak memperlihatkan adanya
pertumbuhan bakteri.
Formula jamu yang berkhasiat untuk membantu meringankan tekanan darah
tinggi yang ringan mempunyai kandungan ekstrak yang setara dengan pegagan
(Centellae Herba) 2,5 g dan daun kumis kucing (Orthosiphonis Folium) 2,5 g.
Pada dosis 156,4; 312,52; 665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri
Ames yaitu Salmonella thypymurium TA100, TA98 dan Escherichia coli uvra
tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9) tidak memperlihatkan
adanya pertumbuhan bakteri.
Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga formula jamu diatas setelah dilakukan uji
mutagenisitas dengan metode Ames MPF menggunakan bakteri Salmonella
thypymurium TA 100, TA 98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan
penambahan homogenat hati tikus (S9) pada semua tingkat dosis tidak
memperlihat efek mutagenik.
Metode deteksi cepat yang dalam dekade ini berkembang pesat adalah metode
deteksi berbasiskan DNA. Real Time PCR merupakan salah satu metode cepat
secara kuantitatif yang mampu menguji secara tepat dan teliti. Keunggulan real-
time PCR lainnya ialah analisis dapat dilakukan tanpa membuka tabung
sehingga mengurangi resiko kontaminasi amplikon PCR atau molekul target
lainnya, serta mengurangi waktu penanganan atau pengujian. Dengan demikian,
penggunaan teknik real-time PCR lebih efisien dan efektif dibandingkan PCR
konvensional.
Kajian ini merupakan kajian literatur dan kajian laboratorium lanjutan yang
dilakukan terhadap kultur murni bakteri patogen S.Typhimurium sebagai bakteri
uji dan Shigella sonnei sebagai bakteri kontrol negatif. Pengembangan metode
berbasis DNA dimulai dengan tahap pra-amplifikasi dan diakhiri dengan tahap
amplifikasi. Tahap pra-amplifikasi meliputi persiapan sampel dan isolasi DNA,
kemudian dilanjutkan dengan tahap amplifikasi yaitu pengujian dengan Real
Time PCR. Tahap Persiapan mencakup reagensia, bakteri, sampel pangan, dan
media. Sampel pangan yang diuji adalah susu. S.Typhimurium dihitung dengan
metode Petroff hausser untuk mendapatkan konsentrasi 108 CFU/ml, kemudian
diencerkan hingga delapan tingkat pengenceran dan kemudian S.Typhimurium
dengan konsentrasi 105 CFU/ml diinokulasikan ke dalam sampel susu. Tahap
selanjutnya adalah diisolasi DNA S.Typhimurium dari setiap pengenceran,
sampel susu yang tidak diinokulasi dan sampel susu yang telah diinokulasi
dengan S.Typhimurium. Perhitungan jumlah mikroba pada sampel pangan
dilakukan dengan media selektif XLD.
Isolasi DNA S.Typhimurium dilakukan dengan metode pendidihan (boiling) dan
metode kit komersial (Qiagen, 2007, termodifikasi). Selanjutnya isolat DNA
S.Typhimurium tersebut ditelusuri kembali dengan menggunakan Real
TimePCR. Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah primer invAF (5’-
ATC AGT ACC AGT CGT CTT ATC TTG AT-3’) dan primer invAR (5’-TCT GTT
TAC CGG GCA TAC CAT-3’) dengan sebelumnya telah dilakukan optimasi
konsentrasi primer akhir, yaitu 0,1 – 0,5 µM.
Hasil optimasi primer menunjukkan bahwa konsentrasi primer yang optimum
adalah 0,3 µM. Hasil pengembangan metode menunjukkan kurva standar
dengan nilai koefisien regresi (R2) dan efisiensi (E) berturut-turut adalah sebagai
berikut: untuk metode pendidihan nilai R2 adalah 0,944 dan nilai E adalah
122,3%, sedangkan dengan metode kit komersial nilai R2 adalah 0,999 dan nilai
E adalah 101,4%. Secara teoritis, kurva standar untuk nilai R2 adalah 1 dan nilai
E adalah 90% sampai dengan 110%. Sehingga perlu dilakukan pengembangan
lebih lanjut untuk metode pendidihan, agar diperoleh hasil yang lebih baik dan
konsisten.
9. UJI PROFISIENSI DNA BABI
Kegiatan Uji Banding DNA babi di Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM)
dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Kegiatan ini dikoordinasi oleh
laboratorium bioteknologi PPOMN dengan melibatkan beberapa laboratorium
diantaranya laboratorium bioteknologi PPOMN, laboratorium PROM,
laboratorium Balai Besar POM Makassar dan laboratorium Balai Besar POM
Mataram.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendeteksikeberadaanbabidalam
makanan olahandengan metodereal-timePCR menggunakanSYBR Green. Gen
sitokrom-b pada daerah mitokondria DNA digunakan sebagai kunci pendeteksian
DNA dengan PCR. Sampel yang diuji pada kegiatan ini berupa 4 sampel (2
sampel dendeng dan 2 sampel kornet). Masing-masing sampel diisolasi DNA
nya dengan kit komersial QIAamp DNA Blood Mini Kit (Qiagen, Hilden,
Germany). Setelah diekstraksi, DNA diidentifikasi dengan real-time PCR dengan
primer cytb forward primer 5’-ATG AAA CAT TGG AGT AGT CCT ACT ATT TAC
C-3’, cytb reverse primer 5’-CTA CGA GGT CGT TTC CGATAT AAG G-3’.
Dari hasil yang didapat, menunjukkan bahwa dari 4 sampel yang diuji,
duasampel berasal dari daging babi (1 sampel kornet dan 1 sampel
dendeng)dan duasampel adalah negatif.
Sebagai kesimpulan, metodeekstraksi DNAolehCTABdan
kitkomersialmenunjukkanhasil yang baikkarenadapat digunakan
untukmengisolasidaging olahanpada dendeng dankornet. Metode inijuga
merupakan metode sederhana dan cepat. Dengan memilih daerah mitokondria
yang dan primer yang sesuai, sangat memungkinkan untuk mendapatkan
amplifikasi DNA yang spesifik yang dapat digunakan untuk mendeteksi pada
tingkat spesies, bahkan pada produk olahan. Metode real-time
PCRberdasarkanSYBRGreen dapat digunakan untuk penentuankualitatif dan
kuantitatif, tetapi diperlukan desain dan optimasi yang maksimal untuk
mendapatkan hasil uji yang valid.