Anda di halaman 1dari 64

RINGKASAN HASIL RISET PROM TAHUN 2011

No Judul Topik Riset 2011


I Metoda analisis tervalidasi

A Metoda analisa tervalidasi deteksi mikotoksin pada pangan ( 1PKT)

B Metode analisa tervalidasi bahan berbahaya dalam kosmetik (1 PKT = 20 judul )

2 Riset pengembangan metode analisis 2-4 Diaminoanisol dalam sediaan pewarna rambut

3 Riset pengembangan metode analisis Asam oksalat dalam sediaan pewarna rambut

4 Riset pengembangan metode analisis Alil Isothyocyanat dalam sediaan pewarna rambut

5 Riset pengembangan metode analisis Basic blue 26 dalam sediaan pewarna rambut

6 Riset pengembangan metode analisis Dehidroacetic acid sodium salt dalam sediaan
perawatan rambut
7 Riset pengembangan metode analisis Etridonik acid dalam sediaan perawatan rambut

8 Riset pengembangan metode analisis m-fenilendiamine dalam sediaan pewarna rambut

9 Riset pengembangan metode analisis Fitonadion dalam sediaan perawatan kulit

10 Riset pengembangan metode analisis Hidrastin dalam sediaan eye gel

11 Riset pengembangan metode analisis Morfolin dalam sediaan eye liner

12 Riset pengembangan metode analisis Quinine dalam sediaan perawatan kulit

13 Riset pengembangan metode analisis 2-metil-isothiazolin-3-one dalam sediaan perawatan


rambut
14 Riset pengembangan metode analisis 2-nitro-1,4-fenilendiamine dalam sediaan pewarna
rambu
15 Riset pengembangan metode analisis N,N-Dimetil-p-fenilendiamine sulfat dalam sediaan
pewarna rambut
16 Riset pengembangan metode analisis Basic Red 2 dalam sediaan pewarna rambut

17 Riset pengembangan metode analisis Trietanolamin dalam sediaan maskara

18 Riset pengembangan metode analisis Aminofilin dalam sediaan pewarna rambut


19 Riset pengembangan metode analisis Barium Peroksida dalam sediaan pewarna rambut

20 Riset pengembangan metode analisis Aminocaproic Acid dalam sediaan pasta gigi

II Hasil riset yang didiseminasikan

1 Riset iritasi kulit secara in vitro terhadap kosmetik

2 Riset toksisitas akut formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan pemerintah

3 Riset Isolasi / Produksi Senyawa Marker (6 Judul)

a Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun Petai Cina (leucena
leucochepala (lam.)De wit) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
b Riset Isolasi dan IdentifikasiSenyawa alstonin Sebagai Marker dari Kulit Batang Pule (Alstonia
scholaris (L.) R. Br.)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
No Judul Topik Riset 2011

c Riset Produksi Senyawa Marker dari Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana I.)Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
d Riset Produksi Senyawa Marker dari Batang Benalu Teh (Scurulla atropurpurea, Dans)
Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
e Riset Produksi Senyawa Marker dari Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb)
Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
f Riset Produksi Senyawa Marker dari Akar Kelembak (Rheum officinale Baill)Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam
4 Riset profil kromatogram/ fingerprint tanaman obat bahan alam (10 Judul)

a Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
b Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roxb. var
Rubra.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
c Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
d Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Herba Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth)
Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
e Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Daun Jati Blanda (Guazuma ulmifolia Lamk) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
f Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Kunyit (Curcumae Domestica) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
g Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
h Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) Sebagai Dasar
Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
i Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Sw.) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
j Riset Profil Kromatogram (Finger Print) Sambung Nyawa (Gynura procumbens) Sebagai
Dasar Standardisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam
5 Riset disolusi terbanding obat copy

a Riset disolusi Nefidipin dalam sediaan tablet

b Riset Disolusi Allupurinol Dalam Sediaan Tablet

6 Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan
pemerintah sebagai adjuvan obat kanker
7 Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan
pemerintah sebagai obat penyakit degeneratif dan infeksi
8 Kajian dan penelusuran mikroba pantogen penyebab keracunan pada pangan

9 Uji profisiensi DNA babi


I. METODE ANALISIS TERVALIDASI

A. METODA ANALISIS TERVALIDASI DETEKSI DEOKSIVALENOL PADA


JAGUNG

Data dan informasi tentang riset pengembangan metode analisis tervalidasi


deteksi deoksinivalenol (DON). Mikotoksin yang berasal dari jamurFusarium SP
pada jagung yang diproduksi di Indonesia masih sedikit, sehingga menyebabkan
kesulitan bagi pemerintah untuk memanfaatkan informasi tersebut. Tujuan
dilakukan riset ini adalah tersedianya metoda analisa identifikasi mikotoksin DON
pada jagung dan produk olahannya, memberikan masukan akan adanya DON
dalam produk gandum di Indonesia dan meningkatnya kemampuan SDM dalam
melakukan analisis DON menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

Riset ini adalah (1) pengumpulan data sekunder mengenai analisa


deoksinivalenol, (2) penyusunan proposal, (3) pengembangan metode analisis
dan (4) analisis data. Analisa deoksinivalenol membutuhkan tahapan (1)
Homogenisasi. (2) Preparasi sampel (3) Clean-up (Immunoaffinitycolumn (IAC)
(4) Pengeringan dan (5) Pengukuran DON dalam sampel jagung.

Dengan menggunakan KCKT hasil analisis menunjukkan bahwa semua sampel


jagung memiliki kadar DON dibawah batas yaitu : kisaran 5.648 – 9.613 (ppb).
Data linieritas menghasilkan persamaan kurva standard, yaitu y = 22718 x - 1555
dengan nilai R2 sebesar 0.998. Selain itu diperoleh niilai LOD dan LOQ berturut-
turut adalah sebesar 0.347 dan 0.556 (ppb). Hasil recovery pada konsentrasi
baku DON 5.0 dan 10.0 (ppb) secara berturut-turut adalah 105.425 dan 89.169
(%).

Berdasarkan hasil tersebut metoda analisa untuk DON pada jagung terbukti
akurat dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
B. PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TERVALIDASI BAHAN BERBAHAYA
DALAM KOSMETIK

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian salah satu bagian dunia usaha,
selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik
dalam industri dimulai secara besar-besaran pada abad ke-20 bahkan sekarang
teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara kosmetik dan obat
{(pharmaceutical dengan kosmetik medik (cosmeceuticals)}. Kosmetik adalah
bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh yaitu pada bagian:
epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar atau gigi dan mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan atau
pemeliharaan tubuh pada kondisi baik.(1)

Pada tahun 2008,telah ditetapkan harmonisasi ASEANdibidang kosmetikyang


merupakan regulasi dibidang kosmetik yang disetujui oleh negara anggota
ASEAN untuk ditetapkan pada masing-masing negara, yaitu: Brunei, Filipina,
Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam.
Perbedaan mendasar sistem pengawasan pada saat ini adalah adanya transisi
dari sistem registrasi (pre market approval) menjadi sistem pengawasan setelah
beredar (post market surveillance)(2). Perubahan mendasar sebelum diera
harmonisasi ASEAN dibidang kosmetika terletak pada sistem pendaftaran produk
sebelum beredar. Pada era sebelum harmonisasi, setiap produsen/importir baik
perorangan maupun badan usaha yang akan mengedarkan produk kosmetik di
Indonesia wajib mendaftarkan produknya (registrasi) di Badan POM. Sedangkan
diera harmonisasi, produsen/importir harus melakukan pengajuan permohonan
notifikasi kepada Kepala Badan POM RI sebelum mengedarkan kosmetik(4).
Namun melalui berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri
kosmetik dalam negeri yang juga wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam harmonisasi ASEAN dibidang kosmetik, Indonesia mulai menerapkan
notifikasi kosmetik pada 1 Januari 2011.Untuk mengawali penerapan notifikasi
kosmetik tersebut, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan baru
seperti Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1176 Tahun 2010 tentang Notifikasi
Kosmetik, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1175 Tahun 2010 tentang Izin
Produksi Kosmetik dan beberapa peraturan teknis lainnya. (3)

Dalam rangka menghadapi harmonisasi ASEAN tersebut, untuk pendaftaran


kosmetik akan dilakukan melalui sistem notifikasi, maka Badan POM selaku
institusi yang memiliki kewenangan dalam pengawasan obat dan makanan di
Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan perannya dalam melindungi
masyarakat dari peredaran kosmetik yang tidak memenuhi syarat keamanan,
khasiat dan mutu.

Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar
yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran (pre marketing evaluation),
inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran (post
marketing surveillance). Dengan adanya harmonisasi ASEAN, pengawasan yang
dilakukan oleh Badan POM tersebut menjadi pengawasan produk di peredaran
(post marketing surveillance). Salah satu bentuk pengawasan produk di
peredaran (post marketing surveillance) adalah dengan melakukan pengujian
terhadap produk – produk yang beredar, hal ini dilakukan oleh Pusat Pengujian
Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Pengujian terhadap produk tersebut
ditujukan untuk mengetahui apakah produk tersebut telah memenuhi persyaratan
mutu dan keamanan atau tidak. Salah satu bentuk pengujian yang dilakukan
terhadap kosmetik adalah pengujian terhadap kemungkinan adanya kandungan
bahan berbahaya dalam produk tersebut atau tidak.
Dalam melaksanakan pengujian kandungan bahan berbahaya diperlukan metode
analisis yang sesuai terhadap setiap jenis bahan berbahaya yang akan diuji.
Beberapa metode analisis bahan berbahaya yang telah tersedia di PPOMN
antara lain adalah metode analisis bahan berbahaya merkuri (Hg), asam retinoat
(retinoic acid), zat warna merah K.3 (CI 15585), merah K.10 (rhodamin B), jingga
K.1 (CI 12075), dan lain - lain. Namun saat ini berdasarkan laporan negara -
negara ASEAN melalui PMAS (Post Market Alert System) ditemukan produk
kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/bahan dilarang lainnya. Jumlah
bahan berbahaya yang disebutkan dalam laporan tersebut adalah sebanyak 47
jenis, antara lain dibutil ftalat (pada sediaan lipgloss), 2-nitro-p-phenylendiamine
sulfat (pada sediaan pewarna rambut), thioacid (pada sediaan pelembab mata),
fitonadion (pada sediaan perawatan kulit), dan lain-lain.

Munculnya jenis bahan berbahaya yang baru diketahui tersebut tentu menjadi
tantangan Badan POM untuk menemukan atau mengembangkan metode analisis
yang tepat agar pengawasan terhadap kosmetik semakin optimal. Beberapa dari
bahan berbahaya tersebut belum dapat diuji di PPOMN karena belum
tersedianya metode analisis yang sesuai. Oleh karena itu, PROM sebagai unit
penunjang di Badan POM yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan
pengembangan metode analisis guna mendukung tugas PPOMN dalam
melaksanakan pengujian perlu melakukan pengembangan metode analisis ini,
mengingat semakin luasnya penyebaran produk kosmetik di pasaran, baik produk
lokal maupun impor. Pada tahun 2011 ini, PROM akan mengembangkan 20 jenis
metode analisis bahan berbahaya dalam kosmetik. Daftar Bahan Berbahaya yang
akan dikembangkan Metode Analisisnya pada Tahun 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis yang tervalidasi


terhadap bahan-bahan berbahaya dalamproduk kosmetik dan mengidentifikasi
secara kualitatif dan kuantitatif yangdigunakan untukpengawasan mutu produk
kosmetik yang beredar di pasaran.

Penelitian ini bermanfaat dalam mendukung program pengembangan


Harmonisasi ASEAN Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplemen serta Pusat Pengujian Obat Makanan Nasional dalam
meningkatkan mutu pengawasan produk kosmetik yang beredar di Indonesia dan
negara ASEAN.
1. METODE ANALISIS 2-AMINO-5-NITROFENOL DALAM PRODUK KOSMETIK
SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2-amino-5-nitrofenoldengan nama lain 2-hidroksi-4-


nitroanilinmerupakan salah satu bahan berbahaya yang terkandung dalam
sediaan kosmetik yang digunakan sebagai pengemulsi. Senyawa ini termasuk
ke dalam bahan berbahaya dalam kosmetik karena dapat menyebabkan iritasi
kulit, bahkan dikenal berpotensi menyebabkan kanker sehingga
keberadaannya dalam produk kosmetik harus diwaspadai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis sehingga
dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan : Kolom C18 ukuran
4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : Asetonitril : asam
fosfat 0,5 % (30 : 70, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ
262 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,469 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt) 0,322 % dan luas area 0,758%, pada
konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
78470 x + 31967, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 110.97 %; batas deteksi(LOD)
adalah 0,32 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,96 μg/ml. Senyawa 2-amino-
5-nitrofenol termasuk bahan yang dilarang tidak boleh ada dalam
sediaan kosmetik pewarna rambut menurut ACD (Asean Cosmetic
Directive tahun 2011).

Kata kunci :2- Amino-5-Nitrofenol, Kosmetik, KCKT


2. METODE ANALISIS 2,4-DIAMINOANISOL DALAM PRODUK KOSMETIK
SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2,4-diaminoanisol digunakan dalam sediaan kosmetik sebagai


pewarna rambut sebagai bahan oksidatif. Senyawa ini termasuk ke dalam
bahan berbahaya dalam kosmetik karena dapat menyebabkan iritasi kulit,
bahkan dikenal berpotensi menyebabkan kanker sehingga keberadaannya
dalam produk kosmetik harus diwaspadai.Senyawa ini memiliki nama lain di
antaranya adalah 4-metoksi-m-fenilendiamina, 1,3-diamino-4-
metoksibenzena, 3-amino-4-metoksianilina, atau 4-metoksi-1,3-
benzenadiamina.Penggunaan utama 2,4-diaminoanisol adalah sebagai
komponen oksidasi zat warna rambut. Komponen lain yang biasanya banyak
digunakan adalah derivatif tersubstitusi dari benzena, naftalena, atau piridina.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis 2,4-
diaminoanisol sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;
fase gerak : Asetonitril : asam formiat 0,1 % (70 : 30, v/v); dengan laju alir
1,0 mL per menit; detektor UV λ 254 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah2,702 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)1.011 % dan luas area 0,095% pada
konsentrasi 50 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
23607 x - 16119, koefisien korelasi adalah 0.998 dengan nilai keberterimaanr
≥ 0,999; nilai akurasi adalah 98.0 %; batas deteksi (LOD) adalah 0,153 μg/ml
dan batas kuantitasi (LOQ) 0,464 μg/ml. Senyawa 2,4-diaminoanisol termasuk
bahan berbahaya yang diperbolehkan dalam kosmetik dengan persyaratan 10
% menurut ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci :2,4-Diaminoanisol, Kosmetik, KCKT


3. METODE ANALISIS ASAM OKSALAT DALAM PRODUK KOSMETIK SEDIAAN
CAIR (PENGUAT RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)

Senyawa asam oksalat digunakan dalam pembuatan penguat rambut sebagai


bahan oksidatif. Senyawa ini termasuk ke dalam bahan berbahaya dalam
kosmetik karena dapat menyebabkan iritasi kulit. Senyawa ini memiliki nama
lain di antaranya adalah asam etanadion
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis asam oksalat
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :
Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :
Metanol : 25 mM NaH2PO4 pH 3.0 (40 : 60, v/v); dengan laju alir 1,0 mL
per menit; detektor PDA λ 209 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,702 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)0.334 % dan luas area 0,376% pada
konsentrasi 60 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y
= 4624.5 x - 149795, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 99,21 %; batas deteksi(LOD)
adalah 0,98 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 2,99 μg/ml. Senyawa asam
oksalat termasuk bahan berbahaya yang diperbolehkan dalam kosmetik
dengan persyaratan 5 % menurut ACD (Asean Cosmetic Directive
tahun 2011).

Kata kunci :Asam oksalat,Kosmetik, KCKT


4. METODE ANALISIS ALIL ISOTHIOCYANAT DALAM PRODUK
KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (PERAWATAN RAMBUT) SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa alil isothiocyanat digunakan dalam perawatan rambut sebagai


bahan oksidatif. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang tidak
diperbolehkan ada dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis alil
isothiocyanat sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel
5µm; fase gerak : Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (40 : 60, v/v); dengan laju
alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 244 nm; dan volume penyuntikan
20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 9.552 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt) 0.150 % dan luas area 0,092% pada
konsentrasi 40 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
11641 x - 7497, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai keberterimaanr
≥ 0,999; nilai akurasi adalah 102,364 %; batas deteksi(LOD) adalah 0,118
μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 0,36 μg/ml. Senyawa alil isothiocyanattidak
boleh ada dalam sediaan kosmetik perawatan rambut menurut ACD
(Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci :Alil Isothiocyanat, Kosmetik, KCKT


5. METODE ANALISIS BASIC BLUE 26DALAM PRODUK KOSMETIK
SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa basic blue 26 mempunyai Color Index (CI) 44045 atau dengan
nama lain victoria blue bx digunakan dalam pewarna rambut sebagai bahan
oksidatif. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang tidak diperbolehkan
ada dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis basic blue 26
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :
Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :
Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (60 : 40, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per
menit; detektor UV λ 202 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.272 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)0.085 % dan luas area 0,394% pada
konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
35556 x - 1334578, koefisien korelasi adalah 0.995 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 96.9 %; batas deteksi(LOD)
adalah 0,88 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 2,69 μg/ml. Basic blue 26
merupakan senyawa yang dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD
(Asean Cosmetic Directive, tahun 2011).

Kata kunci : Basic blue 26, Kosmetik, KCKT


6. METODE ANALISIS DEHYDROACETIC ACID SODIUM SALT DALAM
PRODUK KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (EYE LINER) SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa dehydroacetic acid sodium salt digunakan dalam produk kosmetik


dalam sediaan semi solida dalam eye liner. Senyawa ini dalam produk
kosmetik merupakan bahan berbahaya yang diperbolehkan tapi dengan
persyaratan khusus pada sediaan kosmetik.
Penggunaan utama dehydroacetic acid sodium salt adalah sebagai bahan
pengawet. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analis
dehydroacetic acid sodium salt sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel
dan dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal
dengan menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel
5µm; fase gerak : Asetonitril : 50 mM NaH2PO4 pH 2,0 (50 : 50, v/v); dengan
laju alir 1,0 mL per menit; detektor PDA λ 235 nm; dan volume penyuntikan
20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.427 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.156 % dan luas area adalah
0,274%, pada konsentrasi 30 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 35815 x - 70196, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 99.32 %, Batas deteksi
(LOD) adalah 0,25 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 0.76 μg/ml.
Senyawa dehydroacetic acid sodium salt termasuk bahan berbahaya yang
dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive
tahun 2011).

Kata kunci :Dehydroacetic acid sodium salt, Kosmetik, KCKT


7. METODE ANALISIS ETRIDONIC ACIDDALAM PRODUK
KOSMETIKSEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PERAWATAN RAMBUT)
SECARAKROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa etridonic acid digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan


semi solida dalam perawatan rambut. Senyawa etridonic acidini dalam
perawatan rambut merupakan bahan berbahaya yang diperbolehkan tapi
dengan persyaratan khusus pada sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analis etridonic acid
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :
Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :
A. Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (70 :30 v/v) B. Asetonitril = (A : B = 70 :30
v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 202 nm; dan
volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2.006 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.694 % dan luas area adalah
1,599% pada konsentrasi 50 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 80767 x - 51670, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 102,55 %,Batas
deteksi(LOD) adalah 0,083 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 0.250
μg/ml. Senyawa etridonic acidtermasuk bahan berbahaya yang
diperbolehkan dalam kosmetik dengan persyaratan 1,5 % menurut
ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci : Etridonic acid, Kosmetik, KCKT


8. METODE ANALISIS M- FENILENDIAMINE DALAM PRODUK
KOSMETIKSEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT) SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa m-fenilendiamine digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan


semi solida dalam pewarna rambut. Senyawa m-fenilendiamine ini merupakan
bahan berbahaya yang tidak diperbolehkan ada dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis m-
fenilendiamine sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Kondisi optimal dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel
5µm; fase gerak : A. Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (70 :30 v/v) B. Asam
fosfat 0,5 % = (A : B = 40 :60 v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit;
detektor UV λ 222 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,04 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.156 % dan luas area adalah
0,274%, pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 54496 x - 103412, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 101,37 %,Batas
deteksi(LOD) adalah 0,055 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 1,67
μg/ml. Senyawa m-fenilendiamine termasuk bahan berbahaya yang
dilarang dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic
Directive tahun 2011).

Kata kunci :M-Fenilendiamine, Kosmetik, KCKT


9. METODE ANALISIS FITONADIONDALAM PRODUK KOSMETIK
SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PERAWATAN KULIT) SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa fitonadion digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi


solida dalam perawatan kulit. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang
dilarang pada semua sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis fitonadion
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.Kondisi optimal dengan menggunakan :
kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :
Asetonitril : asam fosfat 0.5 % (70 : 30, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per
menit; detektor UV λ 270 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi fitonadion (Rt) adalah
4,04 menit dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.053 % dan luas area
adalah 0,710% pada konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %;
nilai linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan
persamaan garis regresi Y = 594,6 x + 45130, koefisien korelasi adalah 0.988
dengan nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100,15 %,Batas
deteksi(LOD) adalah 0,517 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 1,567
μg/ml. Senyawa fitonadion termasuk bahan perawatan kulit yang tidak
diperbolehkan dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic
Directive tahun 2011).

Kata kunci : Fitonadion, Kosmetik, KCKT


10. METODE ANALISIS HIDRASTIN DALAM PRODUK KOSMETIK SEDIAAN
SEMI SOLIDA (EYE GEL) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI (KCKT)

Senyawa hidrastin digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi


solida dalam eye gel. Senyawa ini merupakan bahan berbahaya yang dilarang
dalam sedian kosmetik.
Penggunaan utama hidrastin adalah sebagai eye gel. Penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan metode analisis hidrastin sehingga dapat dipisahkan
dari matrik sampel dan dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi.Kondisi optimal dengan menggunakan kolom C18 ukuran 4.6 mm x
150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : A. Asetonitril : asam fosfat 0,5 %
(70 :30 v/v) B. Asetonitril = (A : B = 50 :50 v/v); dengan laju alir 1,0 mL per
menit; detektor UV λ 213 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,040 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.322 % dan luas area adalah
0,758%, pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 14060 x - 41010, koefisien korelasi adalah 0.993 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100,0 %, Batas deteksi
(LOD) adalah 1,308 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 3,96 μg/ml.
Senyawa hidrastin termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada dalam
sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci :Hidrastin, Kosmetik, KCKT


11. METODE ANALISIS MORFOLIN DALAM PRODUK KOSMETIKSEDIAAN
SEMI SOLIDA (EYE LINER) SECARA KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROFOTOMETRI MASSA

Senyawa morfolin (C4H9NO) adalah ligan yang mempunyai nama lain


diethyleneimide oxide atau diethylene imodoxida. Morfolina merupakan
senyawa kimia serbaguna yang penting dalam industri. Senyawa ini
merupakan bahan berbahaya dan dilarang dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis morfolin
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (KG-MS). Kondisi optimal dengan
menggunakan : Kolom Rtx-5MS dengan panjang kolom 30,00 m, ketebalan
0,25 µm, diameter 0,25 mm; suhu oven kolom 50oC, 3 menit/ 100 oC, 200 oC/
10 menit dan suhu injektor 230 oC

Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 4,20 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 1,90 % dan luas area adalah 1,50
% pada konsentrasi 30 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 327881 x – 2E+6, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi adalah 104,82 %; batas
deteksi(LOD) adalah 2,79 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 8,45 μg/ml.
Senyawa morfolin termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada
dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive
tahun 2011).

Kata kunci :Morfolin, Kosmetik , KCKT


12. METODE ANALISIS 2- METIL-3-ISOTHIAZOLIN-3-ONE DALAM PRODUK
KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (PERAWATAN RAMBUT) SECARA
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2-metil-3-isothiazolin-3-one digunakan dalam produk kosmetik


dalam sediaan semi solida dalam perawatan rambut. Senyawa ini merupakan
bahan berbahaya dan dilarang dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis 2-metil-3-
isothiazolin-3-one sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan
dianalisis secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;
fase gerak : Asetonitril : KH2PO4 0.05 M pH 3,0 (30 : 70, v/v); dengan laju alir
1,0 mL per menit; detektor UV λ 244 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2.243 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)0,332 % dan luas area adalah 0,128 %,
pada konsentrasi 40 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
90083 x - 42097, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai keberterimaanr
≥ 0,999; nilai akurasi adalah 110,97 %; batas deteksi (LOD) adalah 0,32 μg/ml
dan batas kuantitasi (LOQ) 0,96 μg/ml. Senyawa 2-metil-3-isothiazolin-3-one
termasuk bahan yang dilarang dan tidak boleh ada dalam sediaan kosmetik
menurut ACD (Asean Cosmetic Directive tahun 2011).

Kata kunci : 2-Metil-3-Isothiazolin-3-One, Kosmetik, KCKT


13. METODE ANALISIS 2-NITRO-1.4-FENILENDIAMIN DALAM PRODUK
KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA RAMBUT)
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa 2-nitro-1.4-fenilendiamin digunakan dalam produk kosmetik dalam


sediaan semi solida dalam pewarna rambut. Senyawa 2-nitro-1.4-
fenilendiamin ini dalam produk kosmetik merupakan bahan berbahaya dan
dilarang ada dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis 2-nitro-1.4-
fenilendiamin sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;
fase gerak : Asetonitril : 25 mM NaH2PO4 pH 3(20 : 80, v/v); dengan laju alir
1,2 mL per menit; detektor UV λ 254 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 3.588 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0.072 % dan luas area 0,140%
pada konsentrasi 5,12 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 5,12, 4,1, 3,07, 2,05 dan 1,02 μg/ml, dengan
persamaan garis regresi Y = 73952 x - 1247, koefisien korelasi adalah 0.998
dengan nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 99.81 %, Batas
deteksi (LOD) adalah 0,02 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 0,07
μg/ml. Senyawa 2-nitro-1.4-fenilendiamin termasuk bahan yang dilarang dan
tidak boleh ada dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic
Directive tahun 2011).

Kata kunci : 2-Nitro-1.4-Fenilendiamin, Kosmetik, KCKT


14. METODE ANALISIS N.N-DIMETIL-ρ-FENILENDIAMIN SULFAT DALAM
PRODUK KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PEWARNA
RAMBUT) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa n,n-dimetil-ρ-fenilendiamin sulfat digunakan dalam produk kosmetik


dalam sediaan semi solida dalam pewarna rambut. Senyawa n,n-dimetil-ρ-
fenilendiamin sulfat merupakan bahan berbahaya dan dilarang dalam
sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengembangkan metode analisisn,n-
dimetil-ρ-fenilendiamin sulfat sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel
dan memberikan hasil yang optimal secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Kondisi optimal dengan menggunakan : kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150
mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : Asetonitril : 25 Mm NaH2PO4 0 pH 3,0
(60 : 40, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 254 nm; dan
volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,867 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)intraday pada hari ke-1 adalah 0,517 %
dan luas area adalah 0,777%; pada hari ke-2 retention time (Rt)0,072 % dan
luas area adalah 1,371; pada hari ke-3 retention time (Rt)0,064 dan luas area
1,389 % pada konsentrasi 50 μg/ml, dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada kosentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 44933 x - 31545, koefisien korelasi adalah 0.998 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 102,2 %, Batas deteksi
(LOD) adalah 1,35 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 4,10 μg/ml.
Senyawa n,n-dimetil-ρ-fenilendiamin sulfat termasuk bahan yang tidak
diperbolehkan ada dalam sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic
Directive).

Kata kunci :N,N-Dimetil-ρ-enilendiamin sulfat , Bahan Pewarna, KCKT


15. METODE ANALISIS ORANGE II SODIUM SALT DALAM PRODUK
KOSMETIK SEDIAAN SEMI SOLIDA (KRIM PERAWATAN MATA)
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa orange II sodium salt mempunyai Color Index (CI) 15510 yang
digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan semi solida dalam
perawatan mata. Senyawa orange II sodium salt ini merupakan bahan
berbahaya dan dilarang ada dalam sediaan kosmetik karena bersifat
karsinogenik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis orange II
sodium salt sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis
secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal KCKT dengan
menggunakan : Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm;
fase gerak adalah A = Asetonitril : asam fosfat 0,5 % (32 : 68 v/v) (Isokratik);
B = Asetonitril dan dilanjutkan dengan sistem gradien A:B (85 : 15) dengan
laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 226 nm; dan volume penyuntikan 20
L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 5,732 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0,257 % dan luas area 0,506%,
pada konsentrasi 30 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai linieritaspada
konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan garis regresi Y =
73387 x + 12553, koefisien korelasi adalah 0.999 dengan nilai
keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 100 %, Batas deteksi (LOD)
adalah 0,33 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) 1,02 μg/ml. Senyawa orange II
sodium salt termasuk bahan yang tidak diperbolehkan ada dalam sediaan
kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive).

Kata kunci : Orange II sodium salt; Kosmetik; KCKT


16. METODE ANALISIS TRIETANOLAMIN DALAM PRODUK KOSMETIK
SEDIAAN SEMI SOLIDA (MASKARA) SECARA KROMATOGRAFI CAIR
KINERJA TINGGI (KCKT)

Senyawa trietanolamin digunakan dalam produk kosmetik dalam sediaan


semi solida dalam maskara. Senyawa trietanolamin ini merupakan bahan
berbahaya dan dilarang ada dalam sediaan kosmetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis trietanolamin
sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan dianalisis secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi optimal dengan menggunakan :
Kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150 mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak :
Asetonitril : KH2PO4 0,05 M pH 3,0 (30 : 70, v/v); dengan laju alir 1,0 mL per
menit; detektor UV λ 337 nm; dan volume penyuntikan 20 L.
Hasil validasi metode analisis dengan waktu retensi (Rt) adalah 2,22 menit
dan % RSDpresisi retention time (Rt)adalah 0,246 % dan luas area 0,351%
pada konsentrasi 40 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; nilai
linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 μg/ml, dengan persamaan
garis regresi Y = 58153 x - 98710, koefisien korelasi adalah 0.991 dengan
nilai keberterimaanr ≥ 0,999. Nilai akurasi adalah 103,08 %, Batas deteksi
(LOD) adalah 0,49 μg/ml dan batas kuantitasi (LOQ) adalah 1,47 μg/ml.
Senyawa trietanolamin termasuk bahan yang tidak diperbolehkan ada dalam
sediaan kosmetik menurut ACD (Asean Cosmetic Directive).

Kata kunci :Trietanolamin, Kosmetik, KCKT


II. HASIL RISET YANG DIDISEMINASIKAN

1. RISET IRITASI DARI KOSMETIK TERHADAP KULIT SECARA IN VITRO

Riset Iritasi dari Kosmetik terhadap Kulit secara In vitro adalah riset pembuatan
metode analisis uji iritasi dalam rangka menjawab tantangan European Union
Cosmetic Regulation, yang melarang penggunaan hewan untuk uji produk
kosmetik, serta mulai tahun 2015 di Indonesia mulai di larang penggunaan
hewan uji untuk pengujian tersebut.
Selain itu, dengan berlakunya ASEAN Harmonized Cosmetic maka akan
semakin mudah masuknya kosmetik dari negara ASEAN ke Indonesia, serta
mempermudah pengembangan produk dalam negeri. Dengan adanya
perubahan cara regulasi tersebut, maka pengawasan post-market produk
kosmetik harus diperkuat. Oleh karena itu, pada riset ini dilakukan uji iritasi dari
kosmetik menggunakan jaringan kulit buatan.
Pada riset ini dilakukan uji terhadap kosmetik (handbody) dengan bentuk
sediaan cair, terhadap sel kulit buatan EpiDermTM. EpiDermTM dipilih karena
jaringan kulit ini merupakan jaringan yang telah tervalidasi dan sesuai
rekomendasi dari OECD. Dari hasil penelitian menunjukan nilai absorbansi
kontrol negatif tidak memenuhi kriteria penerimaan pengujian, yaitu hanya
sebesar 0,127. Demikian juga halnya dengan nilai persentase kehidupan sel
pada kontrol positif sebasar 73% jauh lebih tinggi dari yang seharusnya yaitu
kurang dari 20%. Nilai standar deviasi (SD) maupun koefesien variasi (CV)
pengukuran tinggi yang menunjukan rendahnya presisi pengukuran. Dapat
disimpulkan bahwa uji iritasi kulit secara in vitro dapat dilakukan dengan metode
uji viabilitas sel yang diukur dengan MTT namun masih perlu perbaikan untuk
meningkatkan validitas.
2. RISET TOKSISITAS AKUT TERHADAP FORMULA JAMU YANG
DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH

Dalam rangka mendukung program saintifikasi jamu dari Kementerian


Kesehatan, maka bidang Toksikologi PROM BADAN POM bermaksud untuk
mengevaluasi keamanan jamu yang digunakan disarana layanan kesehatan
pemerintah antara lain melalui uji toksisitas akut, tujuan dilakukan uji ini adalah
untuk mendapatkan informasi tingkatan toksisitas dari sampel jamu.
Sepuluh sampel jamu yang diperoleh dari Klinik OT Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soetomo, Surabaya. Hewan yang digunakan adalaah mencit galur ddY,
sehat, umur 7 minggu, jantan dan betina, masing-masing 5 ekor per kelompok
dosis untuk setiap jenis kelamin.
Dari ke-10 sampel jamu tersebut, pada saat observasi, tidak ditemukan adanya
gejala-gejala toksisitas secara klinis seperti perubahan pada rambut, kulit, mata,
pernafasan, sistim syaraf pusat dan syaraf otonom, perilaku. Ditemukan
kematian hewan uji yang terjadi secara individual yang tidak diduga tidak
merupakan efek toksisitas jamu-jamu tersebut dan tidak ditemukan penurunan
BB secara mencolok. Pada pembedahan, observasi secara “gross pathology”,
juga tidak ditemukan ketidak-normalan atau adanya lesi, maupun perubahan
konsistensi, warna, maupun bentuk pada organ-organ penting yang
dibandingkan dengan kontrol, organ-organ tersebut meliputi: hati, paru-paru,
jantung, ginjal, limfa, usus dan pankreas.
LD50 dari jamu 1 adalah lebih dari 3744 mg/kg BB, jamu 2 lebih dari 2704 mg/kg
BB, jamu 3 adalah lebih dari 7488 mg/kg BB, jamu 4 adalah lebih dari 7488
mg/kg BB, jamu 5 adalah lebih dari 4992 mg/kg BB, jamu 6 adalah lebih dari
3328 mg/kg BB, jamu 7 adalah lebih dari 7488 mg/kg BB, jamu 8 adalah lebih
dari 4992 mg/kg BB, jamu 9 adalah lebih dari 3824 mg/kg BB dan jamu 10
adalah lebih dari 4160 mg/kg BB, maka dapat disimpulkan bahwakandungan
kapsul-kapsul tersebut tidak termasuk zat yang toksik pada pemberian tunggal
pada mencit ddY, disarankan perlu juga dilakukan pengujian toksisitas lebih
lanjut untuk mengetahui efek jangka panjangnya.

3. RISET ISOLASI DAN PRODUKSI SENYAWA MARKER OBAT BAHAN ALAM


(6 JUDUL)

Indonesia telah dikenal sebagai salah satu negara kepulauan terbesar yang
memiliki keanekaragaman hayati (Megadiversity) nomor dua setelah Brazil.
Keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi
Indonesia, termasuk tanaman obat.
Agar simplisia dan ekstrak terjamin mutunya untuk keperluan standarisasi
ekstrak diperlukan senyawa penanda atau marker, dan secara fitokimiawi hal ini
tidak sulit dimonitor dengan menentukan senyawa penanda / marker yang
spesifik.
Penelitian ini bertujuan mengisolasi/memproduksi senyawa marker untuk
memperoleh metoda ekstraksi, teknik isolasi golongan senyawa/kelompok
senyawa dan mengetahui kandungan senyawa marke/penanda spesifik yang
terkarakterisasi sebagai standardisasi obat bahan alam.
Senyawa marker yang mahal dan sangat sulit ditemui dipasaran untuk
standardisasi Obat Bahan Alam menjadikan senyawa marker tersebut perlu
dilakukan isolasi dan produksi. Beberapa tanaman obat bahan alam yang
dilakukan isolasi dan produksi senyawa markernya pada tahun 2011adalah :
(a).Isolasi Daun Petai Cina (Leucena leucochepala (Lam.)De Wit) (b).Isolasi Kulit
Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) (c). Produksi Kulit Buah Manggis
(Garciniae Mangostanae Cortex fructus). (d). Benalu Teh (Scurrula
atropurpurea). (e). Produksi Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.).
(f). Akar Akar Kelembak (Rheum officinale Baill.).
a. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa mimosin Sebagai Marker dari Daun
Petai Cina (leucena leucochepala (lam.)De wit)

Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat
tradisional adalah daun petai cina (Leucena leucochepala (Lam.)De Wit).
Kandungan kima yang terdapat dalam daun tanaman ini adalah alkaloida
yaitu mimosin, saponin, flavonoida, dan tannin(1). Selain itu daun ini
mengandung lekanol, lekanin, zat putih telur, minyak lemak(2). Daun
Leucaena leucocephala (Lam). De Wit berkhasiat sebagai peluruh air seni
dan obat cacing(1).Pada Penelitian terhadap dekokta biji lamtoro
(3)
menunjukkan efek hipoglikemik .
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanol daun petai cina dan memperoleh metode
ekstraksi isolasi dan identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol daun
petai cina.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,
kemudian difraksinasi dengan n-heksana, fraksinasi dilanjutkan dengan
menggunakan pelarut kloroform/asam sulfat, dilanjutkan dengan
penambahan pelarut kloroform/ammonia.
Isolasi dilakukan terhadap fraksi kloroform basadengan menggunakan
kromatografi kolom dengan penambahan fase gerak kloroform: etil asetat
pada perbandingan (5:5 v/v)yang dilanjutkan dengan eluen fase gerak etil
asetat : metanol (7:3 v/v) higga diperoleh isolat. Kristalisasi dan rekristalisasi
terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut aseton dan n-heksana
diperoleh senyawa isolat berbentuk serbuk berwarna putih dengan nilai Rf
0,66.
Hasil spektroskopi ultraviolet senyawa isolat menunjukkan puncak
maksimum yaitu pada 270 nm dan pada panjang gelombang 277 nm
diperoleh hasil mengalami hipsokromik.
Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan
pada panjang gelombang 3396,64 cm-1 dan 3267,41 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus fungsi OH, panjang gelombang 2912,51 cm-1 menunjukkan
gugus N-H, pada panjang gelombang 1726,29 cm-1 menunjukkan adanya
gugugs C=O, 1425,40 cm-1menunjukkan adanya gugus C-O-O, dan pada
panjang gelombang 1332.81 cm-1 adanya gugus NH2.
Berdasarkan data analisis tersebut diatas senyawa isolat yang diperoleh,
mempunyai data analisis spektroskopi (UVdan IR,) diperoleh
senyawamimosin yang merupakan senyawa marker daun petai cina dan
diperoleh serbuk putih sebanyak 19,88 mg.

Daftar Pustaka:

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1991. Inventaris Tanaman


Obat Indonesia Jilid (1). Badan LitBangKes, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 34-35.
2. Arif Aliadi.1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah, Jakarta.
Hal 201.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004. Kajian Potensi
Tanaman Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat
Tradisional . Depkes RI, Jakarta Hal 1 , 39.
b. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa alstonin Sebagai Marker dari Kulit
Batang Pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.)

Batang pule (Alstonia scholaris(L.) R.Br.) salah satu produk bahan alam
yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat tradisional.Kulit batang
pule (Alstonia scholaris (L.) R. Br.) mengandung senyawa saponin, alkaloid,
flavonoid dan terpenoid. Pada kulit mengandung alkaloid alstonin, ditain,
ekitamin, (ditamin), ekitenin, ekitamidin, ekiserin, ekitein, porfirin dan
triterpen(1). Senyawa yang dapat menjadi penanda (marker) pada kulit
batang pulai adalah alstonin.Kulit batang pule berkasiat sebagai obat
demam dan obat tekanan darah tinggi. Selain itu digunakan untuk diabetes
mellitus, stomakik dan antelmintik(2). Pada penelitian yang telah dilakukan
didapatkan efek anti malaria dari kulit pule(3).
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanolbatang pule dan juga memperoleh metode
ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol
batang pule.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80 %
kemudian difraksinasi dengan n-heksana dan kloroform suasana asam
kemudian fraksinasi dilanjutkan dengan pelarut kloroform metanol dalam
suasana basa. Isolasi dilanjutkan dengan menggunakan kromatografi kolom
dengan menggunakan fase gerak etil asetat : methanol pada perbandingan
(80:20 v/v) sehingga diperoleh senyawa isolat. Dari kristalisasi dan
rekristalisasi terhadap senyawa isolat diperoleh senyawa berbentuk kristal
berwarna putih.
Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh
puncak maksimum pada panjang gelombang 270,40 nm dimana pada
panjang gelombang tersebut menunjukkan adanya gugus benzene
tersubstitusi, sedangkan pada literatur, panjang gelombang 280 nm
menunjukan adanya alstonin. Hal tersebut terjadi disebabkan pergeseran
panjang gelombang dari isolat pada saat pengukuran mengalami
pergeseran hipsoromik.
Hasil spektroskopi infra merah untuk senyawa alstonin dari literatur :
memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang 3250 cm-1, untuk
gugus N-H, 1720 cm-1 gugus C=0 dan 1100 cm-1 gugus C-O.Untuk senyawa
isolat, pada pengukuran spektrofotometer inframerah, diperoleh hasil
serapan pada 3250,05 cm-1adanya gugus N-H (amina),1722,43 cm-1adanya
gugus C=0 (ester), 1425,40 cm-1adanya gugus C=C (aromatic) dan 1255,66
cm-1adanya gugus C-O.
Pada uji identifikasi menggunakan spektrometri RMI menunjukkan adanya
pergeseran kimia atom 1H pada 1.09, 1.11, 1.12, 1.13, 1.39, 1.41, 1.41, 1.42,
1.59, 2.03, 2.07, 2.12, 2.15, 2.28, 2.33, 3.47, 4.29, 4.45, 4.58 sedangkan
pada 6.85, 7.52, 7.53, 7.69 dan 7.70 menunjukkan adanya proton pada
13
gugus aromatik. Pengukuran atom C pada senyawa isolat diperoleh
sebanyak 21 atom C pada 11.14, 14.22, 23.16, 23.93, 29.11, 30.54, 38.91,
45.91, 46.47, 47.07, 47.46, 56.06, 56.27, 57.08, 57.18, 68.34, 76.94, 128.98,
131.06, 132.64 dan 167.94 yang merupakan kerangka struktur alstonia.
Berdasarkan data analisis spektrofotometri ultraviolet, inframerah dan RMI,
dapat diketahui bahwa senyawa isolat yang telah diisolasi mempunyai
rumus molekul C21H24N2O3.yang diidentifikasi sebagai alstonin yang
merupakan senyawa marker dari kulit batang pule.

Daftar Pustaka:
1. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Materia
MedikaIndonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
2. http://ozonsilampirin.wordpress.com/2008/02/01/kenalilahpulai-alstonia.
diakses tanggal 21-03-2010
3. Suyati S, Sri dan Johny Ria Hutapea, 1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia Jilid (1). Badan LitBangKes, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 34-35.
c. Produksi Senyawa Markerdari Kulit Buah Manggis (Garcinia
Mangostana I.) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam

KulitBuah manggis (Garcinia mangostana I.) merupakan salah satu produk


bahan alam yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat
tradisional.Akar, kulit batang dan kulit buah manggis mengandung saponin,
di samping itu akar dan kulit batangnya juga mengandung flavonoid dan
polifenol.(1) Kulit buahnya mengandung senyawa xanton seperti α-
mangostin, 8-deoxygartanin, gartanin, mangostinone, tovophylin A dan
cudraxanthone.(2) Kulit buah manggis secara tradisional digunakan sebagai
pengelat (adstringen), obat diare, radang saluran kemih menahun,
perdarahan usus, obat cacingan, borok, pembengkakan tonsil, tumor dalam
rongga mulut dan kerongkongan, obat untuk keputihan, peluruh haid, obat
sariawan, dan penurun panas.(3)
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanolkulit buah manggis dan juga memperoleh
metode ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak
etanol kulit buah manggis.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80 %
kemudian difraksinasi dengan n-heksana, methanol, etil asetat dan butanol.
Fraksinasi dilanjutkan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan
menggunakan fase gerak n heksan ; etil asetat pada perbandingan (8:2 v/v)
sehingga diperoleh senyawa isolat. Dari kristalisasi dan rekristalisasi
terhadap senyawa isolat diperoleh senyawa berbentuk kristal berwarna
kuning.
Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh 3
puncak maksimum dimana pada panjang gelombang 316 nm menunjukkan
*
adanya eksitasi elektron nπ yang memperlihatkan adanya ikatan
terkonjugasi dari sistem aromatik (-C=C-C=C=0-) dan pada panjang
gelombang 243,2 nm menunjukkan adanya eksitasi elektron dari π π *,
menunjukkan kromofor khas ikatan rangkap terkonjugasi (-C=C-C=C-).
Hasil spektroskopi infra merah untuk senyawa mangostin dari literatur :
memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang 3421,72 cm-1,
untuk gugus OH, 3057,17 cm-1 gugus =CH (alkena), 2924,09, 2912,51 dan
2881,65 cm-1 menunjukkan gugus C-H, pada 1641,2 adanya gugus karbonil
C=O (aldehid, keton, ester dan asam karboksilat), 1608,63 cm-1
menunjukkan gugus C=C dari cincin aromatik dan pada 1051,2 cm-1 adanya
ikatan C-O-C dari alkohol, eter, ester dan asam karboksilat.
1
Pada uji identifikasi menggunakan spektrometri H-RMI menunjukkan
adanya pergeseran kimia (δH) 13,60 ppm menunjukkan gugus –OH, pada
7,9 dan 7,6 ppm menunjukkan adanya gugus hidroksil bebas. Pada (δH) 6,64
ppm dan 6,19 ppm menunjukkan proton aromatis. Pada (δH) 4,03 ppm
menunjukkan gugus metal aromatis dan pada (δH) 3,25 ppm menunjukkan
adanya Ar-CH2. Pada (δH) 3,74 ppm menunjukkan gugus metoksi (-OCH3).
Sedangkan pada 1,81, 1,77, 1,66 dan 1,65 ppm menunjukkan adanya metal
(CH3).
Hasil pada 13C-RMI menunjukkan adanya jumlah atom C sebanyak 24, pada
pergeseran kimia (δc) 183,16, gusus (C=O) pada C9, 163,64 (CH=) C17,
161,63 pada C+H posisi C12, 157,86 C pada posisi Cd, 156,72 C pada
posisi Cc, 156,22 C pada posisi Cb, 144,79 C pada posisi Ca, 138,53 C
pada posisi 8, 131,80 C pada posisi C7, 131,71 C pada posisi C6, 125,27 C
pada posisi C5, 124,01 C pada C4, 112,29 C pada C3, 111,47 C pada C2 ,
103,82 C pada C1, 102,82 C Pada C18, 93,21 C pada C13, 61,39 gugus
OCH3, 27,21 CH2 pada C16, 26,099 CH2 padaC11 , 26,08 CH3 pada C20,
22,10 CH3 pada posisi pada C19, 18,42 pada CH3 pada C15 dan 18,03 CH3
pada C14.
Berdasarkan data analisis spektrofotometri ultraviolet, inframerah dan RMI,
dapat diketahui bahwa senyawa isolat yang telah diproduksi mempunyai
rumus molekul C24H26O6.yang diidentifikasi sebagai mangostin yang
merupakan senyawa marker dari kulit buah manggis.

Daftar Pustaka:

1. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net. Diakses pada tanggal 16


April 2009.
2. Tanaman Obat Indonesia. www.iptek.net. Diakses pada tanggal 24
April 2009.
3. Heyne, K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Penerjemah :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Yayasan Sarana
Wahajaya, Jakarta. Hal : 1385-138x6.

d. Produksi Senyawa Marker dari Batang Benalu Teh (Scurulla


atropurpurea, Dans) Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan
Alam

Benalu teh ((Scurrula atropurpurea(BL) Danser))) salah satu produk bahan


alam yang luas dipergunakan masyarakat sebagai obat tradisional. Daun
dan batang benalu teh (Scurulla atropurpurea (BI.) Dans.) memiliki
kandungan kimia, yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, tannin, flavonoid yaitu
quersetin, quercitrin. Pemanfaatan tanaman benalu teh tersebut digunakan
secara turun temurun untuk mengobati penyakit kanker dan tumor.(1,2)
Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanolbenalu teh dan juga memperoleh metode
ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol
benalu teh.
Pada penelitian awal dilakukan maserasi menggunakan etanol 80 %
kemudian difraksinasi dengan metanol. Isolasi dilakukan terhadap fraksi n-
heksan secara kromatografi kolom menggunakan fase gerak n-heksan ;etil
asetatpada perbandingan (90:10 v/v) diperoleh senyawa isolat. Dari
kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut
aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat berbentuk kristal berwarna
kuning dengan dengan nilai Rf 0,2.
Hasil identifikasi isolat dengan spektrofotometer ultraviolet diperoleh puncak
maksimum pada panjang gelombang 350 nm dan 255,80 nm dimana pada
panjang gelombang 350 nm menunjukkan adanya gugus kromofor karbonil
dan panjang gelombang 255,80 menunjukkan adanya gugus benzene.
Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan
pada bilangan gelombang 3221,12 cm-1, 3248,13 cm-1, 3263,56 cm-1,
3302,73 cm-1,3419,73 cm-1dan 3523,95 cm-1 yang menujukkan adanya
gugus alkohol (OH). Puncak serapan pada bilangan gelombang 2887,44 cm-
1
dan 2956,87 cm-1 menunjukkan adanya gugus alkana (C-H). Puncak
serapan pada bilangan gelombang 1658.78 cm-1 menunjukkan adanya
gugus fungsi aldehid (C=O). Puncak serapan pada bilangan gelombang
1500,62 cm-1, 1521,84 cm-1, 1560,41cm-1, dan 1570,06 cm-1 menunjukkan
adanya gugus cincin aromatik(C=C).
Hasil spektroskopi 1H-RMI dari senyawa isolat memperlihatkan adanya
sinyal-sinyal proton dan inti karbon yaitu : (5-OH) 12,64 (d), (H-2) 7,33 (d),
(H-6) 7,29 (d), (H-5) 6,89 (d), (H-8) 6,35 (d), (H-6) 6,19 (d), (H-1) 5,34 (d)
,(H-2) 4,22 (d),(H-3) 3,76 (d),(H-5) 3,34 (d),(H-4) 3,31 (d),(H-6) 0,94 (d)
13
Hasil spektroskopi C-RMI memperlihatkan adanya sinyal-sinyal dari (C-4)
179,7 (s), (C-7) 165,9 (s), (C-5) 163,3 (s), (C-2) 159,3(s), (C-9) 158,6 (s), (C-
4)149,9 (s), (C-3) 146,5(s), (C-3)136,3 (s), (C-6) 123,1(d), (C-1)122,9 (s),
(C-5) 117,3 (d), (C-2) 116,4 (d), (C-10) 105,9 (s), (C-1)103,6 (d), (C-6) 99,9
(d), (C-8) 94,8 (d), (C-2) 73,3(d), (C-3) 72,2 (d), (C-4) 72,1 (d),(C-5) 71,9(d),
(C-6) 17,7(q).
Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas bahwa senyawa
isolat yang diperoleh apabila dibandingkan dari hasil penelitian terdahulu
mempuyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI, dan 13
C-RMI) yang
sama dengan quercitrin dengan rumus molekul C11H20O11.Senyawa isolat
tersebut diidentifikasi sebagai quercitrin yang merupakan senyawa marker
dari batang benalu teh dan diperoleh kristal jarum sebanyak 15,93g.

Daftar Pustaka:

1. Chairul, dkk. 1998. Skrining fitokimia dan analisis komponen kimia


ekstrak batang benalu teh(Scurulla atropurpurea (BI.) Dans.).
Jakarta. Warta tumbuhan obat Indonesia, kelompok kerja nasional
Tumbuhan Obat Indonesia vol 4. Hal 5-8
2. Pasha IB. 1996. Penelitian pendahuluan kandungan benalu teh
(Scurulla atropurpurea (BI.) Dans. Simposium penelitian tumbuhan
obat V.
e. Produksi Senyawa Marker dari Rimpang Temu Ireng (Curcuma
aeruginosa Roxb)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan
Alam

Salah satu tanaman obat yang banyak digunakan di Indonesia sebagai obat
tradisional adalah rimpang temu hitam (Curcuma aeruginosa
Roxb).Kandungan kimia dari rimpang temu hitam yang ditemukan pada
rimpang dan daunnya adalah 1,8-cineole, curzerenone, furanogermenone,
camphor (2)-3-hexenol, zederone, furanodienone, curcumenol,
(1)
isocurcumenol, betaelemene, curzerene dan germacrone. Masyarakat
menggunakan tanaman tersebut sebagai karminatif, antirematik,
membersihkan darah sesudah haid, obat koreng/kudis, obat cacing, peluruh
(2)
dahak, meningkatkan nafsu makan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa
identitas dari ekstrak etanol rimpang temu hitam dan memperoleh metode
ekstraksi dan isolasi serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol
rimpang temu hitam.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,
kemudian difraksinasi dengan n-heksana,metanol dan butanol. Isolasi
dilakukan terhadap fraksi butanol secara kromatografi kolom dengan
menggunakan fase gerakn-heksana : etil asetat berturut-turut dengan
perbandingan dengan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8 dan 1:9, v/v)higga
diperoleh isolat pada perbandingan n-heksana : etil asetat (8:2, v/v).
Kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat menggunakan pelarut
aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat berbentuk serbuk berwarna
kuning dengan nilai Rf 0,818. Identifikasi senyawa isolat dengan
spektrofotometer ultraviolet memberikan puncak serapan pada λmaks 285 nm
dan 231 nm menunjukkan kromofor dengan ikatan rangkap terkonjugasi.
Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan
pada bilangan gelombang cm-1 : 2927 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus
alkana, puncak serapan 1662 cm-1 menunjukkan adanya gugus keton,
puncak serapan 1521 cm-1 menunjukkan adanya gugus aromatic, puncak
serapan 1400,32 cm-1, 1232,51 cm-1, 1020,34 cm-1 menunjukkan adanya
gugus furan, dan puncak serapan 808,17 cm-1 menunjukkan adanya gugus
alkena.
Hasil pengukuran spektrometri 1H-RMI dari senyawa isolat menunjukkan
hasil pengggeseran kimia pada : 2,0982 (3H) yang menunjukkan gugus CH3
- C13, 1,5788 (3H) yang menunjukkan gugus CH3 - C15, 1,2708 (3H) yang
menunjukkan gugus CH3 - C14, 2,2559 (2H)yang menunjukkan gugus
CH2 - C2, 2,2877 (2H)yang menunjukkan gugus CH2 - C3, 3,6811 (2H)yang
menunjukkan gugus CH2 - C9, 4,0099 (1H) yang menunjukkan gugus CH -
C5, 5,5927 (1H)yang menunjukkan gugus CH - C1, dan 7,2318 (1H) yang
menunjukkan gugus CH - C12,. Hasil pengukuran spektrometri 1C-RMI dari
senyawa isolat menunjukkan hasil penggeseran kimia pada : 10,8711 yang
menunjukkan gugus CH3 - C13, 15,5353 yang menunjukkan gugus CH3
- C15, 15,7929 yang menunjukkan gugus CH3 - C14, 25,4838 yang
menunjukkan gugus CH2 - C2, 39,0706 yang menunjukkan gugus CH2 - C3,
42,5765 yang menunjukkan gugus CH2 - C9, 65,3636 yang menunjukkan
gugus C - C4, 67,8913 yang menunjukkan gugus CH - C5, 123,0420 yang
menunjukkan gugus C - C7, 124,4441 yang menunjukkan gugus C - C11,
132,0843 yang menunjukkan gugus C - C10, 132,8855 yang menunjukkan
gugus CH - C1, 139,7627 yang menunjukkan gugus CH - C12, 160,3369
yang menunjukkan gugus C – C8 dan 194,3124 yang menunjukkan gugus
C=O, C6.
Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas senyawa isolat yang
diperoleh mempunyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI dan 13
C-
RMI) yang telah dibandingkan dengan data literatur, sama dengan
zederonepada isolatyang mempunyai rumus molekul C15H18O3. Senyawa
isolat tersebut diidentifikasi sebagai zederone yang merupakan senyawa
markerrimpang temu hitam dan diperoleh serbuk berwarnaputih sebanyak.
102,02 mg.

Daftar Pustaka:
1. Kristina,N.N, dkk. 2008. Peluang Tanaman Obat Sebagai Alternatif
Bahan Obat Flu Burung. Jakarta. Warta tumbuhan obat Indonesia,
kelompok kerja nasional Tumbuhan Obat Indonesia vol 14. Hal 19
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Vademekum Bahan
Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal
289

f. Produksi Senyawa Marker dari Akar Kelembak (Rheum officinale


Baill)Sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam

Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki kekayaan alam,


terutama keanekaragaman hayatinya.Salah satu tanaman obat yang banyak
digunakan di Indonesia sebagai obat tradisional adalah akar kelembak
(Rheum officinale Baill). Komponen utama yang terdapat dalam tanaman ini
adalah turunan antrakuinon diantaranya emodin, aloe-emodin, rhein dan
krisofanin(1). Akar kelembak mempunyai aktivitas farmakologi sebagai
laksatif, antibakteri, hemostatik dan efek antipasmodik(2). Penelitian ini
bertujuan untuk mengisolasi senyawa marker atau senyawa identitas dari
ekstrak etanol akar kelembak dan memperoleh metode ekstraksi dan isolasi
serta identifikasi senyawa marker dari ekstrak etanol akar kelembak.
Pada penelitian awal dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 80%,
kemudian difraksinasi dengan n-heksana, etil asetat dan n-butanol. Isolasi
dilakukan terhadap fraksi etil asetat secara kromatografi kolom
menggunakan fase gerak n-heksana – etil asetat pada perbandingan (9:1,
8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8 dan 1:9) v/v hingga diperoleh isolat pada
perbandingan 8:2 v/v. Kristalisasi dan rekristalisasi terhadap senyawa isolat
menggunakan pelarut aseton dan n-heksana diperoleh senyawa isolat
berbentuk serbuk berwarna kuning dengan nilai Rf 0,833.
Hasil spektroskopi ultraviolet senyawa isolat menunjukkan 4 puncak
maksimum yaitu pada 264,8 nm, 252,6 nm, 222 nm dan 235,8 nm yang
menunjukkan adanya gugus benzene.
Hasil spektroskopi infra merah senyawa isolat memberikan puncak serapan
pada bilangan gelombang 3057,17 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus
fungsi OH, pada bilangan gelombang 1676,14, 1624,06 cm-1 menunjukkan
adanya gugus karbonil C=O (dari aldehida, keton, asam karboksilat, ester),
pada bilangan gelombang 1562,34 dan 1454,33 cm-1 menunjukkan adanya
C=C dari cincin aromatik.
Hasil pengukuran spektrometri 1H-RMI dari senyawa isolat menunjukkan
hasil geser kimia (δH) 7,35, 7,36, 7,62, 7,79, 7,83 yang menunjukkan adanya
proton aromatis, pada 11,95 menunjukkan adanya gugus OH dan pada
13
12,04 menunjukkan gugus karboksilat. Hasil pengukuran spektrometri C-
RMI dari senyawa isolat menunjukkan adanya jumlah atom C sebanyak 15,
pada pergeseran kimia (δC) 162,3, 124,06, 133,5, 120,8, 119,4, 137,4,
124,0, 162,3, 183,8, 181,4, 120,82, 129,49, 113,8, 133,53, 162,6.
Berdasarkan data analisis spektroskopi tersebut diatas senyawa isolat yang
diperoleh apabila dibandingkan dari hasil penelitian terdahulu (Sudhir et al,
2003), mempunyai data analisis spektroskopi (UV, IR, 1H-RMI dan 13
C-RMI)
yang sama dengan rhein yang mempunyai rumus molekul C15H8O6.
senyawa isolat tersebut diidentifikasi sebagai rhein yang merupakan
senyawa marker akar kelembak dan diperoleh serbuk kuning sebanyak
970,3 mg.
Senyawa marker yang diproduksi dari penelitian ini dapat digunakan sebagai
dasar standardisasi obat bahan alam yang beredar.

Daftar Pustaka:

1. Ming, R and Hung, JL. 2003. Analysis of Rhubarb by Liquid


Chromatography Electrospray-Mass Spectrometry. Tamkang
Journal of Science and Engineering, Vol. 6, No. 1, pp. 31-36.
2. Gong, YX., Li, SP., Wang, YT., Li, Peng., Yang, FQ. 2005.
Simultaneous Determination of Anthraquinones in Rhubarb by
Pressurized Liquid Extraction and Capillary Zone Electrophoresis.
Journal Electrophoresis. 26, 1778-1782
3. Sudhir, CS., Pandey, CS., Singh, R., Agarwal, KS. 2003. 1,8-
Dihidroxyanthraquinone From Rhizomes of Rheum Emodi Wall.
India
4. RISET PROFIL KROMATOGRAM / FINGERPRINT TANAMAN OBAT BAHAN
ALAM (10 Judul)

a. Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum)

Hasil penelitian riset fingerprint buah cabe jawa didapatkan bahwa senyawa
yang terkandung dalam buah cabe jawa sebagian besar cenderung bersifat
semi polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat
polar) sebesar 11.18 % dan ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar
6.30 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat dan kloroform
(bersifat semi polar) masing-masing sebesar 12.80 % dan 15.47 %. Analisis
secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitun-heksan: etil asetat (7:
3 v/v), toluen: etil asetat (8: 2 v/v), dantoluen: kloroform: etil asetat (6:
3: 1 v/v/v)dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak
tersebut dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari buah cabe
jawa dengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (7: 3
v/v)untuk ekstrak etanol0.20, 0.25, 0.28, 0.32, 0.36, 0.54, dan 0.68;untuk
ekstrak etil asetat0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.36, 0.53, 0.68, dan 0.82; untuk
ekstrak kloroform 0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.36, 0.54, 0.69, dan 0.82; untuk
ekstrak n-heksan 0.20, 0.25, 0.29, 0.32, 0.37, 0.57, dan
0.69.Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.12, 0.20, 0.32, 0.36, 0.54, 0.60, dan 0.68; untuk ekstrak etil asetat
0.13, 0.20, 0.32, 0.36, 0.55, 0.60, dan 0.68; untuk ekstrak kloroform 0.12,
0.20, 0.32, 0.36, 0.54, 0.61, dan 0.68; untuk ekstrak n-heksan 0.11, 0.20,
0.32, 0.37, 0.56, dan 0.69.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: etil asetat (8: 2 v/v)
pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.25,
0.33, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, 0.73, dan 0.84; untuk ekstrak etil asetat 0.12,
0.25, 0.33, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, dan 0.84; untuk ekstrak kloroform 0.11,
0.25, 0.32, 0.35, 0.48, 0.55, 0.61, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.25,
0.30, 0.35, 0.48, 0.56, 0.61, 0.73, dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm
diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.19, 0.33, 0.44,
0.48, 0.55, dan 0.84; untuk ekstrak etil asetat 0.11, 0.20, 0.33, 0.44, 0.48,
0.55, 0.72, dan 0.84; untuk ekstrak kloroform 0.11, 0.19, 0.32, 0.44, 0.48,
0.55, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.30, 0.35, 0.44, 0.48, 0.56, 0.72,
dan 0.84.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: kloroform: etil
asetat (6: 3: 1 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.32, 0.36, 0.42, 0.52, 0.56, 0.64, dan 0.77; untuk ekstrak etil asetat
0.32, 0.36, 0.41, 0.52, 0.55, 0.63, dan 0.76; untuk ekstrak kloroform 0.32,
0.35, 0.41, 0.51, 0.55, 0.64, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.27, 0.31,
0.36, 0.42, 0.53, 0.57, 0.65, dan 0.77. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh
nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.33, 0.36, 0.52, dan 0.76; untuk
ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak kloroform 0.32,
0.35, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.31, 0.36, 0.53, dan 0.77.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
Metanol : 0,5 % H3PO4 (8: 2 v/v/), detektor PDA pada 366 nm dan laju alir
1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol berada pada
waktu retensi 2.93, 3.82, 4.84, 5.45, 6.16, 8.09, 9.43, 16.24, 24.87, 27.17
dan 29.43 menit; ekstrak etil asetat berada pada waktu retensi 3.28, 3.70,
4.15, 5.17, 5.77, 6.47, 7.33, 8.37, 9.69, 16.39, 19.08, 20.70, 24.13, 27.11,
dan 29.35 menit; ekstrak kloroform berada pada waktu retensi 2.53, 2.90,
3.32, 3.64, 5.39, 6.08, 6.93, 7.97, 9.27, 17.01, 20.35, 24.38, 26.58, dan
28.80 menit; dan ekstrak n-heksan berada pada waktu retensi 2.90, 3.33,
3.69, 4.78, 5.38, 6.08, 7.95, 9.24, 12.34, 19.49, 24.24, 26.45, dan 28.68
menit
b. Jahe Merah (Zingiber officinale)

Hasil penelitian riset fingerprint jahe merahcenderung bersifat polar. Hal ini
bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar
17.21% dibanding ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar 16.62%,
ekstrak kloroform dan etil asetat (bersifat semi polar) masing-masing
sebesar 9.61 % dan 10.71 %.Analisis secara KLT didapatkan tiga fase
gerak terbaik yaitu n-heksan: dietil eter (45: 55 v/v),toluen: dietil eter: etil
asetat (60: 30: 10 v/v/v), dan toluen: etil asetat: dietil amin (60:
20: 20 v/v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak
tersebut dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari
rimpangkunyitdengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: dietil eter
(45: 55 v/v), untuk ekstrak etanol 0.02, 0.08, 0.12, 0.15, 0.19, 0.20, 0.24,
0.25, 0.28, 0.29, 0.41, 0.42, 0.48, 0.49, 0.59, 0.60, 0.70, 0.72, 0.86, 0.87
dan 0.91; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.03, 0.08, 0.12, 0.18, 0.19, 0.31,
0.32,0.33, 0.48, 0.49, 0.50, 0.58, 0.59, 0.69, 0.70, 0.85, 0.90, 0.91, 0.94 dan
0.95; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.03, 0,12, 0,19, 0,28, 0.47, 0.48, 0.58,
0.59, 0.69, 0.70, 0.85, 0.86, 0.90 dan 0.91; untuk ekstrak n-heksan 0.03,
0.05, 0.09, 0.12, 0.16, 0.19, 0.20, 0,24, 0.28, 0.35, 0.36, 0.42, 0.47, 0.48,
0.49, 0.59, 0.60, 0.71, 0.73, 0.86, 0.87, 0.88 dan 0.91. Sedangkanpada λ
366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.10, 0.19,
0.20, 0.36, 0.37, 0.50, 0.85 dan 0.86 untuk ekstrak etil asetat, 0.02, 0.10,
0.11, 0.19, 0.35, 0.36, 0.49, 0.50, 0.84, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform
0.02, 0.10, 0.21, 0.22, 0.33, 0.34, 0.49, 0.50, 0.84 dan 0.85 untuk ekstrak n-
heksan0.03, 0.19, 0.36, 0.41, 0.42, 0.49, 0.53, 0.59, 0.60, 0.86 dan 0.88.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: dietil eter: etil
asetat (60: 30: 10 v/v),pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.02, 0.06, 0.09, 0.14, 0.15, 0.17, 0.26, 0.31, 0.32, 0,42, 0.51, 0.59,
0.60, 0.80, 0.91 dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.08, 0.09, 0.16, 0.17,
0.19, 0.30, 0.31, 0.32, 0.33, 0.36, 0.41, 0.42, 0.50, 0.51, 0.72, 0.79, 0.91 dan
0.97; untuk ekstrak kloroform 0,07, 0,14, 0.18, 0.19, 0.24, 0.25, 0.30, 0.31,
0.40, 0.45, 0.49, 0.50, 0.71, 0.79, 0.90 dan 0.91 untuk ekstrak n-
heksan0.07, 0.14, 0.17, 0.21, 0.22, 0.28, 0.29, 0.38, 0.41, 0.43, 0.44, 0.47,
0.55, 0.56, 0.57, 0.61, 0.63, 0.64, 0.74, 0.75, 0.76, 0.82, 0.83 dan 0.84.
Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol
0.01, 0.64, 0.65, 0.68, 0.69, 0.94 dan 0.95; untuk ekstrak etil asetat 0.88,
0.89 , 0.90, 0.93 dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.92 dan 0,93 ; untuk
ekstrak n-heksan 0.70, 0.71, 0.90, dan 0.91.
Analisis secara KLT scanner dengan fase geraktoluen: etil asetat: dietil
amin (60: 20: 20 v/v/v), pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.02, 0.84, 0.85, 0.86 dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.81,
0.84, 0.92, 0.93 dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.02, 0.72, 0.74,
0.92 dan 0.94 dan untuk ekstrak n-heksan0.02, 0.72, 0.74, 0.82, 0.83, 0.85,
0.90, 0.91, dan 0.98. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf
maksimum untuk ekstrak etanol 0.48, 0.67, 0.68, 0.77, dan 0.94; untuk
ekstrak etil asetat 0.66, 0.68, 0.88, 0.89, 0.9, dan 0.94; untuk ekstrak
kloroform 0.92 dan 0.93; dan untuk ekstrak n-heksan0.63, 0.71, 0.72, 0.89,
0.90, dan 0.91

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja


Tinggi (KCKT) dengan resolusi terbaik dan luas area terbesar dilakukan
dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak (A) asetonitril : air :
ammonium asetat 2 % (59: 39: 2), (B) asetonitril: ammonium asetat 2 % (98:
2 v/v); A: B (70: 30 v/v) , temperatur kolom 400 C , detektor PDA pada λ 254
nm dan laju alir 1.0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol
pada 7.57, 8,69 dan 11,40 menit, ekstrak etil asetat pada 3.08, 6.08, 7.72
dan 8.96 menit dan ekstrak n-heksana pada 3.86, 7.90, 9.00 dan 11.77
menit.
c. Daun Jambu Biji (Psidium guajava)

Hasil penelitian riset fingerprint daun jambu bijididapatkan bahwa senyawa


yang terkandung dalamdaun jambu bijisebagian besar cenderung bersifat
polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar)
sebesar 21,30 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat,
kloroform dan heksana (semi polar menuju non polar) masing-masing
sebesar 6,70 %, 5,11 % dan 1,82 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga
fase gerak terbaik yaitu n-heksan : etil asetat (6: 4 v/v), toluen : etil asetat (9:
1 v/v), dantoluena : kloroform : etil asetat (6: 3: 1 v/v), dan dapat diketahui
secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat memisahkan senyawa
pada semua ekstrak dari daun jambu biji dengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan : etil asetat (6: 4 v/v)
untuk ekstrak etanol0.26, 0.35, 0.74, dan 0.86;untuk ekstrak etil asetat0.26,
0.34, 0.61, 0.72, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform 0.26, 0.35, 0.61, 0.73,
0.80, dan 0.86; untuk ekstrak n-heksan 0.82 dan 0,85. Sedangkanpada λ
366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 0.61, 0.75, dan
0.86; untuk ekstrak etil asetat 0.72, 0.78, dan 0.85; untuk ekstrak kloroform
0.61, 0.67, 0.73, 0.80 dan 0.86; untuk ekstrak n-heksan 0.82 dan 0.88.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen : etil asetat (9: 1
v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.31, 0.51,
0.56, 0.81, dan 0.86; untuk ekstrak etil asetat 0.50, 0.56, dan 0.90; untuk
ekstrak kloroform 0.50, 0.56, dan 0.90; untuk ekstrak 0.44, 0.48, 0.57 dan
0.91. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak
etanol 0.31, 0.51, 0.56, dan 0.86; untuk ekstrak etil asetat 0.41, 0.50, 0.56,
dan 0.90; untuk ekstrak kloroform 0.32, 0.41, 0.50, 0.56, dan 0.90; untuk
ekstrak n-heksan 0.11, 0.52, 0.57, dan 0.91.
Analisis secara KLTscanner dengan fase gerak toluena : kloroform : etil
asetat (6: 3: 1 v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.41, 0.60, dan 0,65; untuk ekstrak etil asetat 0.48, 0.59, 0.65, dan
0,80; untuk ekstrak kloroform 0.24, 0.48, 0.59, 0.65, dan 0.81; untuk ekstrak
n-heksan 0.27, 0.41, 0.45, 0.49, 0.61, 0.66, dan 0.81. Sedangkanpada λ 366
nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 0.41, 0.60, dan 0.65;
untuk ekstrak etil asetat 0.25, 0.48, 0.59, dan 0.65; untuk ekstrak kloroform
0.24, 0.40, 0.48, 0.59, dan 0.65; untuk ekstrak n-heksan 0.46, 0.49, 0.60,
dan 0.66.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Gas (KG)


dilakukan dengan kondisi analisis kolom RTX-1, 30 m, ID 0,25 μm, film
thickness 0,25 μm, gas pembawa nitrogen, detektor FID, dan laju alir
1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etil asetat berada pada
waktu retensi 4.57, 5.43, 6.45, 6.67, 6.75, 7.17, 7.66, dan 7.76 menit;
ekstrak kloroform berada pada waktu retensi 4.57, 5.43, 6.45, 6.67, 7.17,
dan 7.67 menit; dan ekstrak n-heksana berada pada waktu retensi 5.43,
6.45, 6.67, 6.76, 29.43, dan 7.76 menit.
d. Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus)

Hasil penelitian riset fingerprint daun kumis kucing didapatkan bahwa


senyawa yang terkandung dalam ekstrak kumis kucing sebagian besar
cenderung bersifat polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak
etanol (bersifatpolar) sebesar 10,81 % bila dibandingkan dengan rendemen
ekstrak etil asetat, kloroform, dan n-heksan (semi polar menuju non polar)
masing-masing sebesar 5.35 %, 4.65 % dan 1.85 %. Analisis secara KLT
didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitu n-heksan: kloroform: etil asetat (3:
2: 5 v/v/v),n-heksan : etil asetat (6: 4 v/v), dan kloroform : etil asetat (7 : 3
v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut
dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari ekstrak kumis kucing
dengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerak n-heksan: kloroform: etil
asetat (3:2:5v/v/v) untuk ekstrak etanol 0.14, 0.39, 0.52, 0.73, 0.89 dan 0.96
untuk ekstrak etil asetat 0.15, 0.39, 0.52, 0.72, 0.85 dan 0.95 untuk ekstrak
kloroform 0.14, 0.39, 0.51, 0.71, 0.84 dan 0.93 untuk ekstrak n-heksan0.14,
0.38, 0.51, 0.71, 0.81 dan 0.91. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf
maksimum untuk ekstrak etanol 0.14, 0.29, 0.39, 0.52, 0.84, 0.89 dan 0.96
untuk ekstrak etil asetat 0.15, 0.29, 0.39, 0.52, 0.65, 0.78, 0.85 dan 0.95
untuk ekstrak kloroform 0.14, 0.29, 0.39, 0.51, 0.64, 0.77, 0.84, 0.88 dan
0.93 untuk ekstrak n-heksan0.13, 0.39, 0.51, 0.68, 0.76, 0.81, 0.91 dan 0.95.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak n-heksan: etil asetat (6 : 4
v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.15,
0.23, 0.38, 0.43, 0.50, 0.63, 0.77 dan 0.88 untuk ekstrak etil asetat 0.11,
0.15, 0.22, 0.39, 0.43, 0.50, 0.64, 0.75 dan 0.86 untuk ekstrak kloroform
0.10, 0.15, 0.22, 0.38, 0.42, 0.49, 0.61, 0.70 dan 0.83 untuk ekstrak n-
heksan 0.12, 0.21, 0.37, 0.41, 0.49, 0.61, 0.79 dan 0.84. Sedangkanpada λ
366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.23, 0.37,
0.50, 0.63, 0.78 dan 0.88 untuk ekstrak etil asetat 0.11, 0.22, 0.39, 0.50,
0.64, 0.75 dan 0.86 untuk ekstrak kloroform 0.10, 0.22, 0.38, 0.49, 0.61, 0.70
dan 0.83 untuk ekstrak n-heksan 0.12, 0.21, 0.41, 0.48, 0.61, 0.66, 0.73,
0.78 dan 0.84.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak kloroform : etil asetat (7 :3
v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.11, 0.20,
0.31, 0.50, 0.57, 0.68, 0.77 dan 0.91 untuk ekstrak etil asetat 0.12, 0.24,
0.31, 0.40, 0.50, 0.57, 0.70, 0.76 dan 0.95 untuk ekstrak kloroform 0.10,
0.21, 0.31, 0.39, 0.49, 0.56, 0.69, 0.75 dan 0.94 untuk ekstrak n-heksan
0.10, 0.23, 0.56, 0.66, 0.75, 0.76 dan 0.96. Sedangkanpada λ 366 nm
diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.31, 0.38, 0.50,
0.57, 0.68, 0.80, 0.90 dan 0.96 untuk ekstrak etil asetat 0.13, 0.31, 0.39,
0.50, 0.57, 0.70, 0.81, 0.90 dan 0.95 untuk ekstrak kloroform 0.10, 0.31,
0.39, 0.49, 0.56, 0.69, 0.80 dan 0.94 untuk ekstrak n-heksan 0.10, 0.49,
0.56, 0.62, 0.67, 0.77 dan 0.97.

Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja


Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
metanol : tetrahidrofuran : 0,1 % asam fosfat (55:5:40 v/v), detektor PDA
pada 340 nm dan laju alir 0,7 mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil
kromatogram dengan waktu retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah
6,798; 9,384; 12,142; 13,149; 14,259 dan 24,652 menit. Waktu retensi untuk
ekstrak etil asetat 6,750; 9,323; 12,018; 13,008; 14,124; dan 24,321 menit.
Waktu retensi untuk ekstrak kloroform 6,603; 7,604; 9,229; 12,617; 13,841;
dan 23,662 menit. Waktu retensi untuk ekstrak n-heksana 9,300; 11,942;
12,932; 14,074; dan 24,137 menit.
e. Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia)

Hasil penelitian riset fingerprint daun jati belanda didapatkan bahwa


senyawa yang terkandung dalam daun jati belanda sebagian besar
cenderung bersifat polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak
etanol (bersifat polar) sebesar 23.52 % bila dibandingkan dengan rendemen
ekstrak etil asetat, kloroform dan heksana (semi polar menuju non polar)
masing-masing sebesar 15.89 %, 4.52 % dan 1.25%. Dari hasil TLC
Scanner (Rf antara 0,2-0,8) dengan fase gerak toluena: kloroform: etil asetat
(5: 3: 2 v/v/v)memberikan bercak utama dengan Rf 0.17, 0.36, 0.74, 0.87,
0,92 pada λ 254 nm dan 0.04, 0.06, 0.09, 0.36, 0.61, 0.74, 0.87, 0.92 pada λ
366 nm. Ekstrak etil asetat dengan fase gerak toluena: dietil eter: etil asetat
(6: 3: 1 v/v/v) mempunyai bercak utama dengan Rf 0.06, 0.23, 0.36, 0.71,
0.79, 0.86, 0.91 pada λ 254 nm dan 0.07, 0.23, 0.36, 0.71, 0.86, 0.91 pada λ
366 nm. Ekstrak kloroform dengan fase gerak toluena: dietil eter: etil asetat
(6: 3: 1 v/v/v) mempunyai bercak utama dengan Rf 0.05, 0.36, 0.79, 0.86,
0.92 pada λ 254 nm dan 0.05, 0.36, 0.65, 0.80, 0.86, 0.92 λ 366 nm. Ekstrak
n-heksan dengan fase gerak toluena: kloroform: etil asetat (5: 4: 1 v/v/v)
mempunyai bercak utama dengan Rf 0.19, 0.46, 0.57, 0.69, 0.75, 0.78, 0.97
pada λ 254 nm dan 0.54, 0.58, 0.69, 0.75, 0.89, 0.96 pada λ 366 nm.
Sedangkan profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase
gerak metanol: asam format 0,5% dalam air (70: 30 v/v), detektor PDA pada
λ 254 nm, dan laju alir 1,0 ml/menit, Senyawa yang spesifik untuk ekstrak
etanol pada 5.69 dan 10.22 menit, ekstrak etil asetat pada 5.53, 8.59, dan
10.14 menit, ekstrak kloroform pada 5.27, 5.63, dan 10.098 menit dan
ekstrak n-heksan pada 5.25, 5.62, dan 10.03 menit.

f. Rimpang Kunyit (Curcuma domestica)

Hasil penelitian riset fingerprint rimpang kunyit didapatkan bahwa senyawa


yang terkandung dalam rimpang kunyit sebagian besar cenderung bersifat
semi polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak kloroform (bersifat
semi polar) sebesar 15,87 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak
etanol, etil asetat, dan n-heksan (polar menuju non polar) masing-masing
sebesar 11.08 %, 9.38 % dan 0.43 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga
fase gerak terbaik yaitu kloroform: etil asetat (8: 2 v/v), kloroform: metanol
(97: 3 v/v), dan n-heksana: kloroform: metanol (2: 7: 0.5 v/v/v) dan
dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat
memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari rimpangkunyitdengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerak kloroform: etil asetat(8: 2 v/v)
untuk ekstrak etanol 0.02, 0.09, 0.12, 0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.37, 0.46, 0.54,
0.74, 0.82, 0.88,dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.09, 0.12, 0.13,
0.15, 0.16, 0.20, 0.24, 0.30, 0.36, 0.44, 0.52, 0.63, 0.81, 0.87, dan 0.95;
untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.09, 0.12, 0.17, 0.20, 0.25, 0.31, 0.37, 0.45,
0.53, 0.64, 0.82, 0.88, dan 0.95; untuk ekstrak n-heksan 0.02; 0.12; 0.14;
0.18; 0.26; 0.33; 0.38; 0.56; 0.59; 0.68; 0.74; 0.76; 0.83; 0.88; 0.95.
Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol
0.01, 0.07, 0.09, 0.14, 0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.37, 0.46, 0.54, 0.81, dan
0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.09, 0.15, 0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.36,
0.44, 0.52, 0.70, 0.82, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.09, 0.14,
0.17, 0.20, 0.25, 0.30, 0.37, 0.45, 0.53, 0.82, dan 0.96; untuk ekstrak n-
heksan 0.02, 0.35, 0.56, 0.62, 0.76, 0.85, dan 0.95.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak kloroform: metanol(97: 3
v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.17,
0.20, 0.24, 0.31, 0.34, 0.42, 0.56, 0.70, 0.78, dan 0.89; untuk ekstrak etil
asetat 0.02, 0.17, 0.16, 0.19, 0.26, 0.28, 0.36, 0.44, 0.49, 0.54, 0.65, 0.88,
dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.15, 0.18, 0.23, 0.24, 0.27, 0.34,
0.42, 0.48, 0.53, 0.64, 0.81, 0.87, dan 0.96; untuk ekstrak n-heksan
0.02, 0.24, 0.33, 0.41, 0.45, 0.57, 0.65, 076, 0.82, dan 0.87. Sedangkanpada
λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.10, 0.12,
0.17, 0.24, 0.32, 0.42, 0.51, 0.56, 0.61, 0.71, 0.90, 0.91, dan 0.97; untuk
ekstrak etil asetat 0.08, 0.13, 0.19, 0.26, 0.28, 0.36, 0.45, 0.49, 0.55, 0.66,
0.88, 0.90, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.09, 0.14, 0.17, 0.20,
0.25, 0.30, 0.37, 0.45, 0.53, 0.82, dan 0.96; untuk ekstrak n-heksan 0.25,
0.38, 0.40, 0.45, 0.59, 0.76, 0.88, dan 0.95.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerakn-heksana: kloroform :
methanol (2: 7: 0.5 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.02, 0.07, 0.16, 0.23, 0.29, 0.36, 0.43, 0.54, 0.62, 0.68, 0.74,
0.86, dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.12, 0.18, 0.25, 0.31, 0.39,
0.50, 0.57, 0.68, 0.77, 0.84, dan 0.93; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.11,
0.17, 0.24, 0.30, 0.37, 0.48, 0.55, 0.66, 0.83, dan 0.94; untuk ekstrak n-
heksan 0.02, 0.20, 0.30, 0.42, 0.47, 0.50, 0.53, 0.59, 0.59, 0.64, 0.71, 0.79,
0.86, dan 0.94. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum
untuk ekstrak etanol 0.12, 0.16, 0.23, 0.30, 0.36, 0.43, 0.54, 0.62, 0.68, 0.86,
dan 0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.09, 0.12, 0.19, 0.25, 0.31, 0.38, 0.50,
0.57, 0.66, 0.77, 0.84, dan 0.93; untuk ekstrak kloroform 0.08, 0.12, 0.18,
0.24, 0.30, 0.37, 0.40, 0.48, 0.56, 0.65, 0.83, dan 0.93; untuk ekstrak n-
heksan 0.20, 0.33, 0.34, 0.52, 0.59, 0.69, 0.86, dan 0.93.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
asetonitril: 2 % asam asetat glasial dalam air (40: 60 v/v), detektor PDA
pada 270 nm dan laju alir 1,0 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk
ekstrak etanol pada 21.64, 24.78, dan 28.31 menit; ekstrak etil asetat pada
21.49, 24.61, dan 28.10 menit; ekstrak kloroform pada 21.33, 24.45 dan
27.95 menit; dan ekstrak n-heksana pada 10.06, 11.08, 18.69, 24.53, dan
29.77 menit.

g. Buah Mengkudu (Morindra citrofilia)

Hasil penelitian riset fingerprint buah mengkududidapatkan bahwa senyawa


yang terkandung dalambuah mengkudu sebagian besar cenderung bersifat
polar Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar)
sebesar 3,42 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak etil asetat,
kloroform dan heksana (semi polar menuju non polar) masing-masing
sebesar 1,30 %, 1,59 % dan 0,84 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga
fase gerak terbaik yaitu n-heksan: etil asetat (4: 6 v/v), toluen : etil asetat (6:
4 v/v), dann-heksan: kloroform : metanol (5: 35: 2,5 v/v/v) dan dapat
diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat memisahkan
senyawa pada semua ekstrak dari buah mengkudu dengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (4: 6
v/v)untuk ekstrak etanol0.15, 0.19, 0.22, 0.26, 0.44, 0.74, 0.93, dan
0.96;untuk ekstrak etil asetat0.02, 0.11, 0.20, 0.27, 0.40, 0.44, 0.60, 0.73,
0.80, 0.84, 0.92, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.11, 0.19, 0.26,
0.39, 0.43, 0.59, 0.69, 0.73, 0.74, 0.84, dan 0.91; untuk ekstrak n-heksan
0.02, 0.37, 0.60, 0.76, 0.84, 0.87, dan 0.93.Sedangkanpada λ 366 nm
diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.10, 0.19, 0.44,
0.93, dan 0.96; untuk ekstrak etil asetat 0.02, 0.20, 0.27, 0.44, 0.59, 0.73,
0.91, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.02, 0.08, 0.19, 0.26, 0.43, 0.59,
0.74, 0.76, 0.85, 0.91, dan 0.95; untuk ekstrak n-heksan 0.02, 0.59, 0.76,
0.84, dan 0.93.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: etil asetat (6: 4 v/v)
pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.02, 0.09,
0.13, 0.22, 0.23, 0.27, 0.38, 0.64, 0.65, 0.69, 0.72, 0.91, 0.96, dan 0.98;
untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.10, 0.15, 0.24, 0.43, 0.53, 0.54, 0.58, 0.64,
0.72, 0.77, 0.89, 0.93, dan 0.98; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.07, 0.13,
0.24, 0.27, 0.32, 0.38, 0.53, 0.55, 0.57, 0.64, 0.71, 0.77, 0.89, 0.92, dan
0.96; untuk ekstrak n-heksan 0.01, 0.43, 0.52, 0.65, 0.68, 0.70, 0.77, 0.85,
0.89, dan 0.97. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum
untuk ekstrak etanol 0.02, 0.05, 0.09, 0.26, 0.38, 0.96, dan 0.98; untuk
ekstrak etil asetat 0.01, 0.10, 0.13, 0.15, 0.24, 0.38, 0.43, 0.52, 0.58, 0.64,
0.86, 0.93, dan 0.98; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.10, 0.13, 0.14, 0.24,
0.24, 0.38, 0.53, 0.58, 0.64, 0.67, 0.86, dan 0.96; untuk ekstrak n-heksan
0.01, 0.52, 0.64, 0.67, 0.71, 0.86, dan 0.95.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerakn-heksan: kloroform:
metanol (5: 35: 2,5 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.02, 0.06, 0.14, 0.48, 0.53, 0.67, 0.68, 0.84, dan 0.91; untuk
ekstrak etil asetat 0.01, 0.06, 0.13, 0.19, 0.25, 0.26, 0.53, 0.60, 0.67, 0.83,
0.90, dan 0.94; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.05, 0.10, 0.12, 0.18, 0.20,
0.24, 0.28, 0.55, 0.59, 0.64, 0.69, 0.80, 0.87, 0.91, 0.94, dan 0.99; untuk
ekstrak n-heksan 0.01, 0.03, 0.08, 0.14, 0.18, 0.24, 0.32, 0.72, 0.78, 0.81,
0.87, 0.92, dan 0.99. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum
untuk ekstrak etanol 0.01, 0.05, 0.12, 0.53, 0.68, 0.68, 0.78, 0.86, 0.91, dan
0.94; untuk ekstrak etil asetat 0.01, 0.06, 0.13, 0.18, 0.53, 0.67, 0.85, 0.89,
dan 0.93; untuk ekstrak kloroform 0.01, 0.05, 0.12, 0.21, 0.24, 0.55, 0.62,
0.69, 0.80, 0.86, 0.90, dan 0.94; untuk ekstrak n-heksan 0.01, 0.08, 0.18,
0.72, 0.81, 0.87, dan 0.92.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
Metanol :THF : 0,1 % H3PO4 (55: 5: 40 v/v/v), detektor PDA pada 366 nm
dan laju alir 0,7 mL/menit. Senyawa yang spesifik untuk ekstrak etanol
berada pada waktu retensi 18.05, 22.34, dan 34.22 menit; ekstrak etil asetat
berada pada waktu retensi 18.99 dan 36.83 menit; ekstrak kloroform berada
pada waktu retensi 9.02 dan 19.00 menit; dan ekstrak n-heksan berada
pada waktu retensi 9.02 dan 19.00 menit

h. Buah Adas (Foeniculum vulgare)

Hasil penelitian riset fingerprintbuah adas didapatkan bahwa senyawa yang


terkandung dalam buah adas sebagian besar cenderung bersifat semi polar.
Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak kloroform (bersifat semi polar)
sebesar 4,54 % bila dibandingkan dengan rendemen ekstrak n-heksana
(bersifat non polar) sebesar 2,63 %, ekstrak etil asetat (bersifat polar)
sebesar 2,04 %; dan ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar 3,05 %. Analisis
secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitu n-heksan: etil asetat (7:
3 v/v), kloroform: etil asetat (9: 1 v/v), dan toluen: kloroform: etil asetat(3: 6:
1 v/v/v) dan dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut
dapat memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari rimpangkunyitdengan
baik.
Analisis secara KLTscanner diperoleh nilai Retention factor (Rf) maksimum
pada λ 254 nm dengan fase gerakn-heksan: etil asetat (7: 3 v/v), untuk
ekstrak etanol 0.23, 0.34, dan 0.41; untuk ekstrak etil asetat 0.22, 0.33, 0.39,
dan 0.87; untuk ekstrak kloroform 0.20, 0.31, 0.37, dan 0.91; untuk ekstrak
n-heksan0.21, 0.32, 0.37, dan 0.90. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh
nilai Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 00.35, 0.70, dan 0.48; untuk ekstrak
etil asetat 0.33, 0.67,0.72, dan 0.91; untuk ekstrak kloroform 0.31, 0.64,
0.72, dan 0.90; dan untuk ekstrak n-heksan0.32, 0.68, 0.75, dan 0.90.
Analisis secara KLTscanner dengan fase gerak kloroform: etil asetat (9:
1 v/v),pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.04,
0.12, 0.15, 0.46, dan 0.79; untuk ekstrak etil asetat 0.13, 0.44, 0.50, 0.56,
dan 0.87; untuk ekstrak kloroform 0.04, 0.12,0.44, dan 0.75; untuk ekstrak
n-heksan0.12, 0.43, dan 0.48. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf
maksimum untuk ekstrak etanol 0.05, 0.37, 0.49, 0.56, 0.80, 0.88, dan 0.97;
untuk ekstrak etil asetat 0.05, 0.35, 0.58, 0.80, 0.85, dan 0.94; untuk ekstrak
kloroform 0.05, 0.16, 0.35, 0.53, 0.84, dan 0.97; untuk ekstrak n-heksan0.16,
0.50, 0.54, 0.76, 0.84, dan 0.93.
Analisis secara KLT scanner dengan fase geraktoluen: kloroform: etil
asetat (3: 6: 1 v/v/v), pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk ekstrak
etanol 0.11, 0.13, 0.40, 0.62, 0.77, dan 0.92; untuk ekstrak etil asetat 0.08,
0.13, 0.39, 0.45, 0.61, 0.65, 0.90, dan 0.96; untuk ekstrak kloroform 0.10,
0.12, 0.38, 0.60, 0.75, dan 0,94, dan untuk ekstrak n-heksan 0.10, 0.12,
0.38, 0.42, 0.60, 0.74, dan 0,95. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai
Rfmaksimum untuk ekstrak etanol 0.27, 0.40, 0.63, 0.73, dan 0.97; untuk
ekstrak etil asetat 0.24, 0.45, 0.61, 0.72, 0.80, dan 0.96; untuk ekstrak
kloroform 0.24, 0.40, 0.61, 0.72, 0.81, dan 0.94; dan untuk ekstrak n-
heksan0.42, 0.61, 0.65, 0.71, dan 0.80.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
asetonitril: 1 % asam fosfat (6: 4 v/v), detektor PDA pada 254 nm dan laju
alir 1.0 mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil kromatogram dengan
waktu retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah 1.43, 1.92, 2.03, 2.36,
2.55, 2.88, 3.33, 3.84, 5.28, 7.77, dan 8.45 menit. Waktu retensi untuk
ekstrak etil asetat 1.43, 1.92, 2.03, 2.36, 2.55, 2.88, 3.33, 3.84, 5.28, 7.77,
dan 8.45 menit. Waktu retensi untuk ekstrak kloroform 1.73, 1.92, 2.55,
3.28, 5.23, 9.55, dan 10.86 menit. Waktu retensi untuk ekstrak n-heksan
2.57, 2.76, 3.04, 3.23, 5.10, 9.40, dan 10.64 menit
i. Rimpang Lengkuas(Alpinia galanga)

Hasil penelitian riset fingerprint rimpang lengkuascenderung bersifat polar.


Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar
6.16% dibanding ekstrak n-heksan (bersifat non polar) sebesar 1.94%,
ekstrak kloroform dan etil asetat (bersifat semi polar) masing-masing
sebesar 3.08 % dan 2.97 %. Analisis secara KLT didapatkan tiga fase gerak
terbaik yaitu kloroform: etil asetat (48: 20 v/v), toluen: kloroform: etil asetat
(50: 40: 10 v/v/v), dan n-heksana: kloroform: etil asetat(40: 30: 30 v/v/v) dan
dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat
memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari ekstrak kumis kucing
dengan baik.
Analisis secara KLTscanner diperoleh nilai Retention factor (Rf) maksimum
pada λ 254 nm dengan fase gerak kloroform: etil asetat (48: 20 v/v)
untuk ekstrak etanol 0.14, 0.36, 0.60, 0.71 dan 0.83; untuk ekstrak etil asetat
0.15, 0.32, 0.37, 0.62, 0.70 dan 0.83; untuk ekstrak kloroform 0.20, 0.38,
0.58, 0.70, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.16, 0.20, 0.32, 0.50, 0.60,
dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rfmaksimum untuk
ekstrak etanol 0.36, 0.64, 0.71, dan 0.83; untuk ekstrak etil asetat 0.31,
0.37, 0.57, 0.70, dan 0.83; untuk ekstrak kloroform 0.24, 0.30, 0.42, 0.50,
dan 0.79; untuk ekstrak n-heksan 0.23, 0.35, 0.58, 0.79, dan 0.87.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak toluen: kloroform: etil
asetat (50: 40: 10 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.24, 0.34, 0.55, 0.60, dan 0.82; untuk ekstrak etil asetat
0.14, 0.21, 0.24, 0.33, 0.54, 0.59, dan 0.83; untuk ekstrak kloroform 0.14,
0.21, 0.24, 0.32, 0.52, 0.58, dan 0.82; untuk ekstrak n-heksan 0.12, 0.18,
0.24, 0.32, 0.54, 0.59, dan 0.82. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai
Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.26, 0.36, 0.55, 0.61, 0.74, dan 0.82;
untuk ekstrak etil asetat 0.16, 0.22, 0.35, 0.53, 0.62, 0.72, dan 0.82; untuk
ekstrak kloroform 0.16, 0.22, 0.34, 0.52, 0.59, dan 0.82; untuk ekstrak n-
heksan 0.11, 0.14, 0.24, 0.32, 0.50, 0.54, dan 0.81.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak dan n-heksan: kloroform
:etil asetat (40: 30: 30 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.21, 0.26, 0.33, 0.45, 0.52, dan 0.68 ; untuk ekstrak etil
asetat 0.25, 0.37, 0.45, 0.50, 0.62, dan 0.73; untuk ekstrak kloroform 0.24,
0.37, 0.49, 0.58, 0.62, dan 0.84; untuk ekstrak n-heksan 0.20, 0.35, 0.38,
0.51, 0.62, dan 0.84. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf
maksimum untuk ekstrak etanol 0.42, 0.59, 0.65, 0.77, dan 0.79; untuk
ekstrak etil asetat 0.24, 0.42, 0.58, 0.62, 0.76, dan 0.79; untuk ekstrak
kloroform 0.24, 0.30, 0.42, 0.50, dan 0.79; untuk ekstrak n-heksan 0.23,
0.35, 0.58, 0.79, dan 0.87.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
metanol: air (50: 50 v/v), detektor PDA pada 254 nm dan laju alir 1.0
mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil kromatogram dengan waktu
retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah 1.65, 1.87, 2.71, 5.19, 6.98, 9.81,
dan 13.57 menit. Waktu retensi untuk ekstrak etil asetat 2.73, 6.87, 13.33,
dan 17.38 menit. Waktu retensi untuk ekstrak kloroform 2.81, 3.39, 5.03,
6.82, 13.29, dan 17.34 menit. Waktu retensi untuk ekstrak n-heksana 2.86,
4.67, 5.97, 6.69, 9.28, 11.67, 12.62, dan 16.81 menit

j. Daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens)

Hasil penelitian riset fingerprint daun sambung nyawa didapatkan bahwa


senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun sambung nyawa sebagian
besar cenderung bersifat polar. Hal ini bisa dilihat dari hasil rendemen
ekstrak etanol (bersifat polar) sebesar 10,25 % bila dibandingkan dengan
rendemen ekstrak etil asetat, kloroform, dan n-heksan (semi polar menuju
non polar) masing-masing sebesar 5.25 %, 7.50 % dan 4.12 %. Analisis
secara KLT didapatkan tiga fase gerak terbaik yaitu toluena : kloroform:
metanol (60: 30: 10 v/v/v), n-heksana: kloroform: metanol (80: 20: 10 v/v/v),
dan n-heksana: kloroform: etil asetat: metanol (70: 20: 10: 10 v/v/v/v) dan
dapat diketahui secara visual bahwa ketiga fase gerak tersebut dapat
memisahkan senyawa pada semua ekstrak dari daun sambung nyawa
dengan baik.
Analisis secara KLT scanner diperoleh nilai Retention factor (Rf)
maksimum pada λ 254 nm dengan fase gerak toluena : kloroform: metanol
(60: 30: 10 v/v/v) untuk ekstrak etanol 0.06, 0.41, 0.72, 0.78, 0.86, dan 0.90;
untuk ekstrak etil asetat 0.06, 0.37, 0.59, 0.76, 0.77, dan 0.89; untuk ekstrak
kloroform 0.06, 0.23, 0.45, 0.73, 0.79, 0.85, 0.89, dan 0.93; untuk ekstrak
n-heksan 0.05, 0.77, 0.86, dan 0.90. Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh
nilai Rf maksimum untuk ekstrak 0.10, 0.29, 0.43, 0.49, 0.54; 0.60, dan
0.69; untuk ekstrak etil asetat 0.29, 0.41, 0.47, 0.51, 0.55, 0.59, dan 0.67;
untuk ekstrak kloroform 0.15, 0.31, 0.49, 0.61, dan 0.66; untuk ekstrak n-
heksan 0.11, 0.14, 0.19, dan 0.35.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak n-heksana: kloroform:
metanol (80: 20: 10 v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf maksimum untuk
ekstrak etanol 0.06, 0.21, 0.24, 0.50, 0.53, 0.59, 0.64, 0.68, dan 0.81; untuk
ekstrak etil asetat 0.06, 0.27, 0.44, 0.56, 0.61, 0.55, 0.66, dan 0.79; untuk
ekstrak kloroform 0.06, 0.20, 0.26, 0.39, 0.43, 0.48, 0.58, 0.65, dan 0.74;
untuk ekstrak n-heksan 0.06, 0.21, 0.41, 0.64, 0.71, dan 0.86.
Sedangkanpada λ 366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol
0.07, 0.22, 0.30, 0.36, 0.46, 0.52, 0.59, dan 0.82; untuk ekstrak etil asetat
0.06, 0.27, 0.31, 0.43, 0.50, 0.56, 0.61, dan 0.79; untuk ekstrak kloroform
0.07, 0.29, 0.39, 0.44, 0.47, 0.53, 0.64, dan 0.74; untuk ekstrak n-heksan
0.06, 0.18, 0.22, 0.41, 0.52, 0.56, dan 0.74.
Analisis secara KLT scanner dengan fase gerak n-heksana: kloroform: etil
asetat: metanol (70: 20: 10: 10 v/v/v/v) pada λ 254 nm diperoleh Rf
maksimum untuk ekstrak etanol 0.32, 0.36, 0.42, 0.52, 0.56, 0.64, dan 0.77 ;
untuk ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.41, 0.52, 0.55, 0.63, dan 0.76; untuk
ekstrak kloroform 0.32, 0.35, 0.41, 0.51, 0.55, 0.64, dan 0.76; untuk ekstrak
n-heksan 0.27, 0.31, 0.36, 0.42, 0.53, 0.57,0.65 dan 0.77. Sedangkanpada λ
366 nm diperoleh nilai Rf maksimum untuk ekstrak etanol 0.33, 0.36, 0.52,
dan 0.76; untuk ekstrak etil asetat 0.32, 0.36, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak
kloroform 0.32, 0.35, 0.51, dan 0.76; untuk ekstrak n-heksan 0.31, 0.36,
0.53, dan 0.77.
Profil kromatogram (fingerprint) menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dilakukan dengan kondisi analisis kolom C18, fase gerak
metanol: 0.5 % asam fosfst (80: 20 v/v), detektor PDA pada 254 nm dan laju
alir 1.0 mL/menit. Puncak yang menunjukkan profil kromatogram dengan
waktu retensi spesifik pada ekstrak etanol adalah 2.66, 3.82, 4.84, 10.09,
14.71, dan 18.119 menit. Waktu retensi untuk ekstrak etil asetat 4.05, 5.56,
6.10, 7.33, 8.54, 10.07, 11.79, 14.71, dan 18.08 menit. Waktu retensi untuk
ekstrak kloroform 2.68, 3.13, 3.55, 4.13, 5.85, 10.07, 11.79, 14.71, dan
18.08 menit.

5. RISET DISOLUSI TERBANDING OBAT COPY

Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) berkewajiban melaksanakan


pengawasan obat sebelum beredar (pre market) sampai obat dipasarkan (post
market) untuk melindungi masyarakat dari obat yang tidak memenuhi standar
khasiat, keamanan dan mutu.
Dalam pengawasan premarket, Badan POM melakukan penilaian secara
komprehensif terhadap data khasiat, keamanan dan mutu obat yang
mengandung zat aktif baru (new chemical entity), sedangkan untuk obat copy /
obat generik, penilaian khasiat, keamanan dan mutu dilakukan antara lain
melalui pembuktian ekivalensi dengan inovatornya secara in vitro (uji disolusi
terbanding) atau in vivo (uji bioavailabilitas/bioekivalensi). Obat copy ini akan
menyentuh seluruh lapisan masyarakat sehingga perlu dilakukan pengawasan
mutu, khasiat dan keamanannya, salah satunya dengan uji disolusi terbanding
(in vitro).
Berdasarkan data dari Kedeputian I tentang data obat copy yang tidak memenuhi
syarat uji disolusi, maka dilakukan riset disolusi terbanding untuk obat copy
dengan bahan aktif Allopurinol dan Nifedipin menggunakan spektrofotometer UV-
Vis untuk analisis kadar pada 3 (tiga) medium disolusi, yaitu HCl pH 1,2, Sitrat
pH 4,5 dan Dapar Fosfat pH 6,8. Pengambilan cuplikan pada disolusi terbanding
Allopurinol dan Nifedipin dilakukan pada 10, 15, 30, 45 dan 60 menit.
Allopurinol dengan rumus kimia C5H4N4O biasa digunakan untuk pengobatan
gout dan hiperurikemia, Duchenne muscular dystrophy, epilepsi, prostatitis,
infeksi protozoa dan sarkoidosis. Nifedipin dengan rumus kimia C17H18N2O6 biasa
digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina pectoris, cardiomyopathies, high
altitude disorders dan sindrom Raynaud. Nifedipin adalah dihydropyridine
calcium-channel blocker dan memiliki efek vasodilatasi periferal ataupun koroner.
Dari hasil perhitungan kadar dan perhitungan statistik dapat disimpulkan bahwa
profil disolusi untuk tablet Allopurinol generik tidak similar terhadap produk
inovatornya dan profil disolusi untuk tablet nifedipin generik similar terhadap
tablet inovatornya.

Kata kunci : Disolusi terbanding, obat copy, allopurinol, nifedipin

6. RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP FORMULA JAMU YANG


DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH SEBAGAI
ADJUVAN OBAT KANKER

Saat ini banyak sekali bahan alam yang digunakan sebagai obat alternatif untuk
menanggulangi penyakit kanker. Beberapa pubikasi menyebutkan bahwa zat anti
kanker atau antineoplastik dapat pula menyebabkan mutasi. Dengan demikian
zat kimia termasuk bahan alam yang dipakai sebagai obat antikanker juga dapat
menyebabkan mutasi. Untuk menentukan sifat karsinogenik dari suatu zat kimia
dapat dilakukan uji mutagenisitas dengan metode Ames. Ames telah
membuktikan bahwa 80-90% senyawa yang bersifat karsinogenik juga bersifat
sebagai mutagenik.
Metode Ames ini menggunakan bakteri yang sudah dimutasi sehingga tidak
mampu mensintesa salah satu jenis asam amino esensial yaitu histidin dan
triptofan untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu bakteri butuh media yang
mengandung histidin atau triptofan agar bisa tumbuh normal. Bila bahan uji yang
diperiksa bersifat mutagen dipaparkan pada bakteri uji, maka bakteri uji akan
mengalami mutasi balik dan kembali pada wildtype. Dengan demikian gen his
dan gen trp yang termutasi akan mengalami mutasi balik, sehingga kembali
normal dan bakteri uji dapat mensintesis sendiri histidin dan triptofan yang
dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan pertumbuhan
bakteri di dalam media yang kekurangan histidin atau triptofan.
Tujuan dilakukan riset mutagenisitas formula jamu ini untuk mendukung program
saintifikasi jamu di Indonesia, selain itu untuk mengetahui apakah formula jamu
tersebut tidak bersifat mutagenik.
Formula jamu yang berfungsi sebagai Adjuvan obat kanker yaitu terdiri dari
campuran ekstrak yang setara dengan Viscum Articulatum 2,5 g danb Pegagan
(Centellae Herba) 2,5 g yang diuji pada dosis156,4; 312,52; 665; 1250; 2500;
5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri Ames Salmonella thypymurium TA 100, TA
98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati
tikus (S9) dengan dan tanpa penambahan S9 tidak memperlihatkan
pertumbuhan bakteri, sehingga dapat disimpulkan bahwa formula jamu ini tidak
bersifat mutagenik
Formula jamu lain yang berfungsi sebagai Adjuvan obat kanker yaitu terdiri dari
campuran ekstrak yang setara dengan tapak dara (Catharanti Herba) 2,5 g,
benalu teh (Dendrophthoe Pentandra) 2,5 g dan Pegagan (Centellae Herba) 2,5
g yang diuji pada dosis 156,4; 312,52; 665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan
pada bakteri Ames yaitu Salmonella thypymurium TA 100, TA 98 dan
Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9)
menunjukan dosis bahwa pada hasil 1250; 2500; 5000 µg/ml yang dipaparkan
pada Salmonella thypymurium TA 100 tanpa penambahan S9 menunjukkan sifat
mutagenik sedangkan dengan penambahan S9 bersifat mutagenik pada dosis
665; 1250; 2500; 5000 µg/ml. Tehadap bakteri Salmonella thypymurium TA 98
dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus
(S9) pada semua tingkat dosis tidak memperlihat adanya pertumbuhan bakteri,
sehingga dapat disimpulkan bahwa campuran ekstrak ini memberikan efek
mutagenik dengan mekanisme substitusi pasangan basa.

7. RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP FORMULA JAMU YANG


DIGUNAKAN DI SARANA LAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH SEBAGAI
OBAT PENYAKIT DEGENERARIF DAN INFEKSI

Obat herbal telah digunakan selama bertahun-tahun dan secara turun temurun
oleh masyarakat Indonesia, untuk pengobatan penyakit degeneratif seperti darah
tinggi, diabetes dan penurun lemak darah karena diyakini lebih aman dan murah.
Namun demikian obat herbal umumnya masih belum mempunyai data efek
mutagenik. Efek mutagenik menyebabkan terjadinya perubahan pada sifat
genetika sel makhluk hidup yang dapat berupa mutasi gen, aberasi kromosom
atau kerusakan DNA.
Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di
sarana layanan kesehatan pemerintah sebagai obat penyakit degeneratif adalah
untuk mendukung saintifikasi jamu di Indonesia dan agar dapat diketahui apakah
formula jamu tersebut tidak bersifat mutagenik sehingga konsumen merasa
aman menggunakan formula jamu tersebut.
Untuk menentukan sifat karsinogenik dari suatu zat kimia dapat dilakukan uji
mutagenisitas menggunakan metode Ames MPF (microplate format). Metode
Ames MPF merupakan pengembangan dari metode Ames konvensional, pada
metode Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah dalam
pengerjaannya dan lebih efisien.
Formula jamu yang digunakan untuk membantu mengurangi lemak darah
mempunyai kandungan ekstrak yang setara dengan Curcuma Rhizoma 2,5 g
dan Morindae Fructus 2,5 g. Pada156,4; 312,52; 665; 1250; 2500 µg/ml
dipaparkan pada bakteri Ames yaitu Salmonella thypymurium TA 100, TA 98 dan
Escherichia coli uvra tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9)
tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri.
Formula jamu yang digunakan sebagai anti diabetes melitus mempunyai
kandungan ekstrak yang setara dengan Sambiloto (Andrographidis paniculata)
0,5 g dan Daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) 0,5 g. Pada156,4; 312,52;
665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri Ames yaitu Salmonella
thypymurium TA 100, TA 98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan
penambahan homogenat hati tikus (S9) tidak memperlihatkan adanya
pertumbuhan bakteri.
Formula jamu yang berkhasiat untuk membantu meringankan tekanan darah
tinggi yang ringan mempunyai kandungan ekstrak yang setara dengan pegagan
(Centellae Herba) 2,5 g dan daun kumis kucing (Orthosiphonis Folium) 2,5 g.
Pada dosis 156,4; 312,52; 665; 1250; 2500; 5000 µg/ml dipaparkan pada bakteri
Ames yaitu Salmonella thypymurium TA100, TA98 dan Escherichia coli uvra
tanpa dan dengan penambahan homogenat hati tikus (S9) tidak memperlihatkan
adanya pertumbuhan bakteri.
Dapat disimpulkan bahwa dari ketiga formula jamu diatas setelah dilakukan uji
mutagenisitas dengan metode Ames MPF menggunakan bakteri Salmonella
thypymurium TA 100, TA 98 dan Escherichia coli uvra tanpa dan dengan
penambahan homogenat hati tikus (S9) pada semua tingkat dosis tidak
memperlihat efek mutagenik.

8. KAJIAN DAN PENELUSURAN MIKROBA PANTOGEN PENYEBAB


KERACUNAN PADA PANGAN

Metode deteksi cepat yang dalam dekade ini berkembang pesat adalah metode
deteksi berbasiskan DNA. Real Time PCR merupakan salah satu metode cepat
secara kuantitatif yang mampu menguji secara tepat dan teliti. Keunggulan real-
time PCR lainnya ialah analisis dapat dilakukan tanpa membuka tabung
sehingga mengurangi resiko kontaminasi amplikon PCR atau molekul target
lainnya, serta mengurangi waktu penanganan atau pengujian. Dengan demikian,
penggunaan teknik real-time PCR lebih efisien dan efektif dibandingkan PCR
konvensional.
Kajian ini merupakan kajian literatur dan kajian laboratorium lanjutan yang
dilakukan terhadap kultur murni bakteri patogen S.Typhimurium sebagai bakteri
uji dan Shigella sonnei sebagai bakteri kontrol negatif. Pengembangan metode
berbasis DNA dimulai dengan tahap pra-amplifikasi dan diakhiri dengan tahap
amplifikasi. Tahap pra-amplifikasi meliputi persiapan sampel dan isolasi DNA,
kemudian dilanjutkan dengan tahap amplifikasi yaitu pengujian dengan Real
Time PCR. Tahap Persiapan mencakup reagensia, bakteri, sampel pangan, dan
media. Sampel pangan yang diuji adalah susu. S.Typhimurium dihitung dengan
metode Petroff hausser untuk mendapatkan konsentrasi 108 CFU/ml, kemudian
diencerkan hingga delapan tingkat pengenceran dan kemudian S.Typhimurium
dengan konsentrasi 105 CFU/ml diinokulasikan ke dalam sampel susu. Tahap
selanjutnya adalah diisolasi DNA S.Typhimurium dari setiap pengenceran,
sampel susu yang tidak diinokulasi dan sampel susu yang telah diinokulasi
dengan S.Typhimurium. Perhitungan jumlah mikroba pada sampel pangan
dilakukan dengan media selektif XLD.
Isolasi DNA S.Typhimurium dilakukan dengan metode pendidihan (boiling) dan
metode kit komersial (Qiagen, 2007, termodifikasi). Selanjutnya isolat DNA
S.Typhimurium tersebut ditelusuri kembali dengan menggunakan Real
TimePCR. Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah primer invAF (5’-
ATC AGT ACC AGT CGT CTT ATC TTG AT-3’) dan primer invAR (5’-TCT GTT
TAC CGG GCA TAC CAT-3’) dengan sebelumnya telah dilakukan optimasi
konsentrasi primer akhir, yaitu 0,1 – 0,5 µM.
Hasil optimasi primer menunjukkan bahwa konsentrasi primer yang optimum
adalah 0,3 µM. Hasil pengembangan metode menunjukkan kurva standar
dengan nilai koefisien regresi (R2) dan efisiensi (E) berturut-turut adalah sebagai
berikut: untuk metode pendidihan nilai R2 adalah 0,944 dan nilai E adalah
122,3%, sedangkan dengan metode kit komersial nilai R2 adalah 0,999 dan nilai
E adalah 101,4%. Secara teoritis, kurva standar untuk nilai R2 adalah 1 dan nilai
E adalah 90% sampai dengan 110%. Sehingga perlu dilakukan pengembangan
lebih lanjut untuk metode pendidihan, agar diperoleh hasil yang lebih baik dan
konsisten.
9. UJI PROFISIENSI DNA BABI

Kegiatan Uji Banding DNA babi di Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM)
dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2011. Kegiatan ini dikoordinasi oleh
laboratorium bioteknologi PPOMN dengan melibatkan beberapa laboratorium
diantaranya laboratorium bioteknologi PPOMN, laboratorium PROM,
laboratorium Balai Besar POM Makassar dan laboratorium Balai Besar POM
Mataram.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendeteksikeberadaanbabidalam
makanan olahandengan metodereal-timePCR menggunakanSYBR Green. Gen
sitokrom-b pada daerah mitokondria DNA digunakan sebagai kunci pendeteksian
DNA dengan PCR. Sampel yang diuji pada kegiatan ini berupa 4 sampel (2
sampel dendeng dan 2 sampel kornet). Masing-masing sampel diisolasi DNA
nya dengan kit komersial QIAamp DNA Blood Mini Kit (Qiagen, Hilden,
Germany). Setelah diekstraksi, DNA diidentifikasi dengan real-time PCR dengan
primer cytb forward primer 5’-ATG AAA CAT TGG AGT AGT CCT ACT ATT TAC
C-3’, cytb reverse primer 5’-CTA CGA GGT CGT TTC CGATAT AAG G-3’.
Dari hasil yang didapat, menunjukkan bahwa dari 4 sampel yang diuji,
duasampel berasal dari daging babi (1 sampel kornet dan 1 sampel
dendeng)dan duasampel adalah negatif.
Sebagai kesimpulan, metodeekstraksi DNAolehCTABdan
kitkomersialmenunjukkanhasil yang baikkarenadapat digunakan
untukmengisolasidaging olahanpada dendeng dankornet. Metode inijuga
merupakan metode sederhana dan cepat. Dengan memilih daerah mitokondria
yang dan primer yang sesuai, sangat memungkinkan untuk mendapatkan
amplifikasi DNA yang spesifik yang dapat digunakan untuk mendeteksi pada
tingkat spesies, bahkan pada produk olahan. Metode real-time
PCRberdasarkanSYBRGreen dapat digunakan untuk penentuankualitatif dan
kuantitatif, tetapi diperlukan desain dan optimasi yang maksimal untuk
mendapatkan hasil uji yang valid.

Anda mungkin juga menyukai