Nur Cholifah-Fitk PDF
Nur Cholifah-Fitk PDF
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN KE-1
I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menentukan konsentrasi larutan.
2. Siswa dapat memahami pengertian laju reaksi.
3. Siswa dapat menentukan laju reaksi berdasarkan persamaan reaksi.
b. Pengenceran
Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi
larutan dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini konsentrasi yang
digunakan adalah molaritas (M). Pada proses pengenceran volume dan
molaritas berubah, sedangkan jumlah molnya tetap.
V1M1 = V2M2
Keterangan:
V1 = volume larutan sebelum diencerkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan sebelum diencerkan
V2 = volume larutan setelah diencerkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan setelah diencerkan
c. Pencampuran
Pencampuran adalah campuran dari dua atau lebih zat yang jenisnya
sama, tetapi konsentrasi berbeda. Dalam hal ini konsentrasi yang digunakan
adalah molaritas (M).
Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku rumus:
M M M
Untuk pencampuran 2 jenis zat yang sejenis berlaku rumus:
M M
Keterangan:
Mc = molaritas larutan setelah dicampurkan
V1 = volume larutan pertama yang dicampurkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan pertama
V2 = volume larutan kedua yang dicampurkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan kedua
2. Laju reaksi
Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung
lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan proses besi berkarat
berlangsung lambat. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai laju
reaksi. Apakah laju reaksi itu?
Laju reaksi menyatakan laju perubahan konsentrasi zat yang terlibat dalam
reaksi setiap satuan waktu. Perhatikan grafik berikut.
Konsentrasi
Hasil reaksi (C + D)
Pereaksi (A + B)
Waktu
Grafik hubungan antara perubahan konsentrasi dan waktu
VII. Penilaian
Penilaian pada soal-soal uraian yang terdapat pada lembar kegiatan siswa dan
Penilaian performance dilakukan melalui pengamatan pada saat siswa melakukan
kegiatan pembelajaran.
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelompok :
Nama : 1.
2.
3.
4.
5.
A. Materi
1. Kemolaran (M)
Untuk menyatakan kadar zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan konsentrasi
larutan.
a. Pengertian Kemolaran
Kemolaran adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah
mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Kemolaran sama dengan jumlah mol (n)
zat terlarut dibagi dengan volume (v) larutan.
n g
M M
M mL
Keterangan:
M = molaritas (mol⁄L mmol⁄ )
mL
n = mol zat terlarut (mol atau mmol)
V = volume larutan (L atau mL)
g = massa zat terlarut (gram)
Contoh soal:
10 gram NaOH (Mr = 40) dilarutkan ke dalam air sehingga volume larutan 2
liter. Tentukanlah molaritas larutan NaOH tersebut!
Jawab:
10
Zat terlarut NaOH 10 gram = mol = 0,25
40
volume larutan = 2 liter
n 0,25
[NaOH] = = M = 0,125 M
v 2
b. Pengenceran
Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi
larutan dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini konsentrasi yang
digunakan adalah molaritas (M). Pada proses pengenceran volume dan
molaritas berubah, sedangkan jumlah molnya tetap.
V1M1 = V2M2
Keterangan:
V1 = volume larutan sebelum diencerkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan sebelum diencerkan
V2 = volume larutan setelah diencerkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan setelah diencerkan
Contoh Soal:
250 mL larutan CaCl2 0,15 M diencerkansampai memperoleh konsentrasi ion
Cl- 0,1 M. Berapakah volume larutan CaCl2 sekarang?
Jawab:
V1M1n = V2M2n
250 x 0,15 x 2 = V2 x 0,1 x 1
V2 = 750 mL
c. Pencampuran
Pencampuran adalah campuran dari dua atau lebih zat yang jenisnya
sama, tetapi konsentrasi berbeda. Dalam hal ini konsentrasi yang digunakan
adalah molaritas (M).
Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku rumus:
V1 M1 V2 M 2 V3 M 3 ...
Mc =
V1 V2 V3
Untuk pencampuran 2 jenis zat yang sejenis berlaku rumus:
V1 M1 V2 M 2 ...
Mc =
V1 V2
Keterangan:
Mc = molaritas larutan setelah dicampurkan
V1 = volume larutan pertama yang dicampurkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan pertama
V2 = volume larutan kedua yang dicampurkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan kedua
Contoh soal:
100 mL larutan HCl 0,1 M dicampurkan dengan 150 mL larutan HCl 0,2 M.
Hitunglah konsentrasi larutan setelah dicampurkan!
Jawab:
Rumus percampuran
V1 M1 V2 M 2 ...
Mc =
V1 V2
(10 x 0,1) (150 x 0,2)
=
100 150
40
= = 0,16
250
2. Laju reaksi
Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung
lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan proses besi berkarat berlangsung
lambat. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai laju reaksi. Apakah
laju reaksi itu?
Laju reaksi menyatakan laju perubahan konsentrasi zat yang terlibat dalam
reaksi setiap satuan waktu. Perhatikan grafik berikut.
Konsentrasi
Hasil reaksi (C + D)
Pereaksi (A + B)
Waktu
Grafik hubungan antara perubahan konsentrasi dan waktu
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa konsentrasi pereaksi dalam suatu reaksi
kimia semakin lama semakin berkurang, sedangkan hasil reaksi semakin lama akan
semakin bertambah.
N2(g) + 3 H2(g) 2 NH3(g)
Pada reaksi diatas dapat dinyatakan:
- Laju penambahan konsentrasi NH3
- Laju pengurangan konsentrasi N2 dan H2
Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan sebagai pengurangan konsentrasi
pereaksi per satuan waktu, atau penambahan konsentrasi hasil reaksi per satuan
waktu.
Perubahan konsentrasi (C)
Laju Reaksi (v) =
Perubahan waktu (t)
Laju reaksi memiliki satuan Ms-1 (M = molar dan s = sekon = detik)
B. Soal
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Sejumlah asam sulfat dilarutkan ke dalam air sehingga volume larutan 500 mL
dan konsentrasinya 0,1 M. Tentukanlah berapa gram asam sulfat yang dilarutkan
(Mr H2SO4 = 98) ?
J w b: ..
..
2. Sebanyak 2 gram NaOH (Mr = 40) dilarutkan ke dalam air hingga volume larutan
200 mL. Tentukanlah molaritas larutan NaOH tersebut!
J w b: ..
..
3. Diketahui 500 mL larutan HCl 0,1 M. Tentukan berapa mol dan berapa gram HCl
terdapat dalam larutan tersebut! Ar H = 1; Cl = 35,5
J w b: ..
..
4. 100 mL larutan H2SO4 0,1 M diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 0,01
M. Hitunglah volume larutan setelah pengenceran dan volume pelarut yang
ditambahkan!
J w b: ..
..
5. Jika 100 mL larutan HBr 0,8 M dicampurkan dengan 100 mL larutan HBr 0,2 M,
tentukanlah molaritas larutan setelah percampuran!
J w b: ..
..
6. Tentukan reaksi pembentukan gas ammonia sesuai reaksi,
N2(g) + 3H2(g) → NH3(g)
a. Tentukan laju reaksi masing-masing zat!
b. Bagaimanakah hubungan antara , ?
J w b: ..
..
7. Jelaskan yang dimaksud dengan laju reaksi!
Jawab: ..
..
8. Zat X bereaksi dengan zat Y menurut persamaan kimia:
X Y → Z. Jik konsen si w l Y ,5 M d n se el h be e ksi deng n z X
selama satu menit konsentrasinya menjadi 0,2 M; maka tentukan laju reaksi
tersebut terhadap Y!
J w b: ..
..
9. Ke dalam suatu ruangan 1 liter dicampurkan x mol gas P dan y mol gas Q. Selang
waktu t detik sebagian dari gas-gas tersebut telah membentuk a mol gas R sesuai
persamaan reaksi: 2P(g) + 3Q(g) → R(g). Nyatakan laju reaksi gas P, Q, dan R
tersebut.
J w b: ..
..
10. Laju reaksi dapat diartikan sebagai perubahan konsentrasi tiap satuan waktu.
Bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi?
J w b: ..
..
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN KE-2
I. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dengan
melakukan percobaan.
VII. Penilaian
Penilaian pada soal-soal uraian yang terdapat pada lembar kerja siswa dan Penilaian
performance dilakukan melalui pengamatan pada saat siswa melakukan kegiatan
pembelajaran.
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
2.
3.
4.
5.
A. Molaritas larutan
Tujuan: Untuk menentukan molaritas dari suatu larutan
Langkah kerja:
1. Encerkan larutan Na2S2O3 1 M menjadi Na2S2O3 0,5 M; 0,15 M; 0,10 M; 0,05 M
masing-masing 50 mL.
2. Masukkan 5 mL larutan HCl 2 M ke dalam gelas kimia.
3. Simp n gel s kimi di s ke s p ih be nd ”X”.
4. Tambahkan 25 mL larutan Na2S2O3 0,05 M ke dalam gelas kimia.
5. Catat waktu yang diperlukan sejak penambahan Na2S2O3 s mp i nd ”X” id k
terlihat lagi.
6. Ulangi langkah 1–5 dengan konsentrasi Na2S2O3 0,10 M; 0,50 M
Data Pengamatan
Pertanyaan:
1. Manakah garam yang memiliki luas permukaan yang paling besar?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
2. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh luas permukaan
terhadap laju reaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
Langkah kerja:
1. Siapkan alas yang terbuat dari logam.
2. Letakkan satu sendok gula diatas alas logam, lalu bakar.
3. Letakkan abu rokok di salah satu sisi gula, lalu bakar.
4. Catat hasil pengamatan, apa yang akan terjadi pada gula.
Data Pengamatan
Bahan yang digunakan Pengamatan
Percobaan I
Percobaan II
Pertanyaan:
1. Pada percobaan I, apa yang terjadi pada saat gula dibakar?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
2. Pada percobaan II, apa yang terjadi pada gula yang telah diberikan abu rokok di
salah satu sudutnya pada saat dibakar?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
3. Pada percobaan II, apakah yang akan terjadi pada abu rokok setelah proses
pembakaran selesai?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
4. Apakah fungsi abu rokok pada proses pembakaran tersebut?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
5. Bagaimana pengaruh katalis terhadap laju reaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
Kesimpulan:
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, jelaskan kembali apa yang dimaksud dengan
molaritas, laju reaksi serta faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi laju reaksi
dan bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
berdasarkan teori tumbukan!
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
.................................................................................................................................
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
KELAS EKSPERIMEN
PERTEMUAN KE-3
VII. Penilaian
Penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa adalah tes uraian yang terdapat pada
lembar kegiatan siswa dan Penilaian performance dilakukan melalui pengamatan pada
saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelompok :
Nama : 1.
2.
3.
4.
5.
A. Materi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi pereaksi,
luas permukaan, suhu, katalis. Hal ini diterangkan dengan teori tumbukan.
Reaksi kimia terjadi karena tumbukan antara partikel-partikel zat yang bereaksi.
Namun tidak semua tumbukan antarmolekul pereaksi akan menghasilkan zat hasil
reaksi. Hanya tumbukan efektif yang akan menghasilkan zat hasil reaksi. Keefektifan
suatu tumbukan bergantung pada posisi molekul dan energi kinetik yang dimilikinya.
Dalam reaksi kimia dikenal istilah energi aktivasi (energi pengaktifan) yaitu
energi kinetik minimum yang harus dimiliki molekul-molekul pereaksi agar tumbukan
antarmolekul menghasilkan zat hasil reaksi.
Teori tumbukan dan energi aktivasi berguna untuk menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi. Laju suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan cara
memperbesar harga energi kinetik molekul atau menurunkan harga energi aktivasi.
1. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
Semakin besar konsentrasi semakin cepat reaksi berlangsung (kecepatan
reaksi makin besar). Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi berarti jarak
antarmolekul rapat/padat, sehingga semakin banyak/mudah terjadi tumbukan yang
menghasilkan reaksi, akibatnya menjadi lebih cepat.
2. Pengaruh luas permukaan
Makin luas permukaan sentuhan semakin banyak kemungkinan terjadinya
tumbukan antarpartikel pereaksi sehingga makin cepat reaksinya. Zat padat
bentuk serbuk memiliki luas permukaan lebih besar daripada bentuk kepingan,
sehingga zat padat bentuk serbuk bereaksi lebih cepat daripada bentuk kepingan.
3. Pengaruh suhu
Pada umumnya reaksi makin cepat bila suhu dinaikkan, makin tinggi cepat
gerak partikel-partikel pereaksi dan makin besar pula energi kinetiknya. Sehingga
banyak partikel-partikel pereaksi yang memiliki energi yang mencapai energi
pengaktifan akibatnya reaksi makin cepat. Menaikkan suhu berarti menambahkan
energi, sehingga energi kinetik molekul-molekul bertambah akibatnya molekul-
molekul lebih aktif bergerak sehingga lebih banyak terjadi tumbukan dan
menghasilkan reaksi, akibatnya reaksi menjadi lebih cepat. Pada umumnya setiap
kenaikkan suhu 10⁰C reaksi menjadi 2 kali lebih cepat, sehingga dapat
dirumuskan:
t t0
vt = 2n x v0 dengan n =
10
Contoh soal:
Setiap kenaikkan suhu 10⁰C laju reaksi menjadi 2 kali lebih cepat. Suatu
reaksi yang berlangsung pada suhu 30⁰C lajunya adalah x, tentukanlah laju reaksi
pada suhu 100⁰C!
Jawab:
Suhu acuan t0 = 30⁰C mempunyai v0 = x. Setiap kenaikkan suhu 10⁰C, laju
t t0
reaksi menjadi 2 kali lebih cepat. Rumus: vt = 2n x v0, di mana n =
10
100 - 30
v100 → n
10
n = 7, maka v100 = 27 x x
= 128x
4. Pengaruh katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi di mana pada akhir reaksi
terbentuk kembali dengan jumlah yang tetap. Katalis mempercepat reaksi dengan
jalan menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimum yang harus dimiliki agar
reaksi dapat berlangsung. Katalis yang dapat mempercepat reaksi disebut
katalisator, sedangkan katalis yang dapat memperlambat laju reaksi disebut
inhibitor.
B. Soal
Jawablah Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi?
J w b:
2. Jelaskan pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi dengan teori tumbukan!
J w b:
3. Apakah yang dimaksud dengan energi pengaktifan? Jelaskan dengan singkat
hubungan energi pengaktifan dengan laju reaksi!
J w b:
4. Suatu reaksi berlangsung dua kali lebih cepat bila suhu dinaikkan 10ºC. Pada suhu
kamar (25ºC) reaksi kamar dapat berlangsung dengan laju 0,01 M/det. Berapa laju
reaksinya bila dilakukan pada suhu 65ºC?
J w b:
100
2HI
75
50
H2 + I2
25
Tentukanlah energi aktivasi dari diagram perubahan energi reaksi tersebut! Termasuk
reaksi eksoterm atau endotermkah reaksi tersebut?
J w b:
I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menentukan persamaan laju reaksi dan orde reaksi
2. Siswa dapat menghitung laju reaksi
VII. Penilaian
Penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa adalah tes uraian yang terdapat
pada lembar kerja siswa dan Penilaian performance dilakukan melalui
pengamatan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelompok :
Nama : 1.
2.
3.
4.
5.
3. Dalam suatu percobaan untuk mengamati reaksi A(g) + B(g) → C(g) diperoleh data
sebagai berikut.
No [A] M [B] M V (M/s)
1 0,1 0,1 2
2 0,1 0,2 8
3 0,2 0,2 16
Tentukan:
a. Orde reaksi terhadap A c. Orde reaksi total
b. Orde reaksi terhadap B d. Persamaan Laju Reaksi
J w b:
4. Dari suatu reaksi : 2H2 + 2NO → H2O + N2 diperoleh data sebagai berikut:
No [H2] M [NO] M V (M/s)
1 0,1 0,1 0,03
2 0,5 0,1 0,15
3 0,1 0,3 0,27
Tentukan:
a. Orde reaksi terhadap H2 dan NO
b. Persamaan laju reaksi
c. Harga k
d. Laju reaksi jika [H2] = 0,2 M dan [NO] = 0,2 M
J w b:
5. Dari suatu reaksi : A B → C diperoleh data sebagai berikut:
No [A] M [B] M t (det)
1 0,1 0,1 80
2 0,2 0,1 40
3 0,2 0,2 10
Tentukan:
a. Orde reaksi terhadap A dan B
b. Persamaan laju reaksi
c. Orde reaksi total
J w b:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
KELAS KONTROL
PERTEMUAN KE-1
b. Pengenceran
Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi
larutan dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini konsentrasi yang
digunakan adalah molaritas (M). Pada proses pengenceran volume dan
molaritas berubah, sedangkan jumlah molnya tetap.
V1M1 = V2M2
Keterangan:
V1 = volume larutan sebelum diencerkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan sebelum diencerkan
V2 = volume larutan setelah diencerkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan setelah diencerkan
c. Pencampuran
Pencampuran adalah campuran dari dua atau lebih zat yang jenisnya
sama, tetapi konsentrasi berbeda. Dalam hal ini konsentrasi yang digunakan
adalah molaritas (M).
Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku rumus:
M M M
2. Laju reaksi
Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung
lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan proses besi berkarat
berlangsung lambat. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai laju
reaksi. Apakah laju reaksi itu?
Laju reaksi menyatakan laju perubahan konsentrasi zat yang terlibat dalam
reaksi setiap satuan waktu. Perhatikan grafik berikut.
Konsentrasi
Hasil reaksi (C + D)
Pereaksi (A + B)
Waktu
Grafik hubungan antara perubahan konsentrasi dan waktu
VII. Penilaian
Penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa adalah tes uraian yang terdapat
pada lembar kegiatan siswa dan Penilaian performance dilakukan melalui
pengamatan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelompok :
Nama : 1.
2.
3.
4.
5.
A. Materi
a. Kemolaran (M)
Untuk menyatakan kadar zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan konsentrasi
larutan.
1. Pengertian Kemolaran
Kemolaran adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah
mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Kemolaran sama dengan jumlah mol (n)
zat terlarut dibagi dengan volume (v) larutan.
n g
M M
M mL
Keterangan:
M = molaritas (mol⁄L mmol⁄ )
mL
n = mol zat terlarut (mol atau mmol)
V = volume larutan (L atau mL)
g = massa zat terlarut (gram)
Contoh soal:
10 gram NaOH (Mr = 40) dilarutkan ke dalam air sehingga volume larutan 2
liter. Tentukanlah molaritas larutan NaOH tersebut!
Jawab:
10
Zat terlarut NaOH 10 gram = mol = 0,25
40
volume larutan = 2 liter
n 0,25
[NaOH] = = M = 0,125 M
v 2
2. Pengenceran
Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi
larutan dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini konsentrasi yang
digunakan adalah molaritas (M). Pada proses pengenceran volume dan
molaritas berubah, sedangkan jumlah molnya tetap.
V1M1 = V2M2
Keterangan:
V1 = volume larutan sebelum diencerkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan sebelum diencerkan
V2 = volume larutan setelah diencerkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan setelah diencerkan
Contoh Soal:
250 mL larutan CaCl2 0,15 M diencerkansampai memperoleh konsentrasi ion
Cl- 0,1 M. Berapakah volume larutan CaCl2 sekarang?
Jawab:
V1M1n = V2M2n
250 x 0,15 x 2 = V2 x 0,1 x 1
V2 = 750 mL
3. Pencampuran
Pencampuran adalah campuran dari dua atau lebih zat yang jenisnya
sama, tetapi konsentrasi berbeda. Dalam hal ini konsentrasi yang digunakan
adalah molaritas (M).
Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku rumus:
V1 M1 V2 M 2 V3 M 3 ...
Mc =
V1 V2 V3
Untuk pencampuran 2 jenis zat yang sejenis berlaku rumus:
V1 M1 V2 M 2 ...
Mc =
V1 V2
Keterangan:
Mc = molaritas larutan setelah dicampurkan
V1 = volume larutan pertama yang dicampurkan (L atau mL)
M1 = molaritas larutan pertama
V2 = volume larutan kedua yang dicampurkan (L atau mL)
M2 = molaritas larutan kedua
Contoh soal:
100 mL larutan HCl 0,1 M dicampurkan dengan 150 mL larutan HCl 0,2 M.
Hitunglah konsentrasi larutan setelah dicampurkan!
Jawab:
Rumus percampuran
V1 M1 V2 M 2 ...
Mc =
V1 V2
(10 x 0,1) (150 x 0,2)
=
100 150
40
= = 0,16
250
b. Laju reaksi
Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung
lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan proses besi berkarat berlangsung
lambat. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai laju reaksi. Apakah
laju reaksi itu?
Laju reaksi menyatakan laju perubahan konsentrasi zat yang terlibat dalam
reaksi setiap satuan waktu. Perhatikan grafik berikut.
Konsentrasi
Hasil reaksi (C + D)
Pereaksi (A + B)
Waktu
Grafik hubungan antara perubahan konsentrasi dan waktu
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa konsentrasi pereaksi dalam suatu reaksi
kimia semakin lama semakin berkurang, sedangkan hasil reaksi semakin lama akan
semakin bertambah.
N2(g) + 3 H2(g) 2 NH3(g)
Pada reaksi diatas dapat dinyatakan:
- Laju penambahan konsentrasi NH3
- Laju pengurangan konsentrasi N2 dan H2
Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan sebagai pengurangan konsentrasi
pereaksi per satuan waktu, atau penambahan konsentrasi hasil reaksi per satuan
waktu.
Perubahan konsentrasi (C)
Laju Reaksi (v) =
Perubahan waktu (t)
Laju reaksi memiliki satuan Ms-1 (M = molar dan s = sekon = detik)
Molaritas larutan
Tujuan: Untuk menentukan molaritas dari suatu larutan
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
................................................................................................................................
B. Soal
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Sejumlah asam sulfat dilarutkan ke dalam air sehingga volume larutan 500 mL
dan konsentrasinya 0,1 M. Tentukanlah berapa gram asam sulfat yang dilarutkan
(Mr H2SO4 = 98) ?
J w b: ..
..
2. Sebanyak 2 gram NaOH (Mr = 40) dilarutkan ke dalam air hingga volume larutan
200 mL. Tentukanlah molaritas larutan NaOH tersebut!
J w b: ..
..
3. Diketahui 500 mL larutan HCl 0,1 M. Tentukan berapa mol dan berapa gram HCl
terdapat dalam larutan tersebut! Ar H = 1; Cl = 35,5
J w b: ..
..
4. 100 mL larutan H2SO4 0,1 M diencerkan sehingga konsentrasinya menjadi 0,01
M. Hitunglah volume larutan setelah pengenceran dan volume pelarut yang
ditambahkan!
J w b: ..
..
5. Jika 100 mL larutan HBr 0,8 M dicampurkan dengan 100 mL larutan HBr 0,2 M,
tentukanlah molaritas larutan setelah percampuran!
Jawab: ..
..
6. Tentukan reaksi pembentukan gas ammonia sesuai reaksi,
N2(g) + 3H2(g) → NH3(g)
c. Tentukan laju reaksi masing-masing zat!
d. Bagaimanakah hubungan antara , ?
J w b: ..
..
7. Jelaskan yang dimaksud dengan laju reaksi!
Jawab: ..
..
8. Zat X bereaksi dengan zat Y menurut persamaan kimia:
X Y → Z. Jik konsen si w l Y ,5 M d n se el h be e ksi deng n z X
selama satu menit konsentrasinya menjadi 0,2 M; maka tentukan laju reaksi
tersebut terhadap Y!
J w b: ..
..
9. Ke dalam suatu ruangan 1 liter dicampurkan x mol gas P dan y mol gas Q. Selang
waktu t detik sebagian dari gas-gas tersebut telah membentuk a mol gas R sesuai
persamaan reaksi: 2P(g) + 3Q(g) → R(g). Nyatakan laju reaksi gas P, Q, dan R
tersebut.
J w b: ..
..
10. Laju reaksi dapat diartikan sebagai perubahan konsentrasi tiap satuan waktu.
Bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi?
J w b: ..
..
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
KELAS KONTROL
PERTEMUAN KE-2
I. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dengan
melakukan percobaan.
VII. Penilaian
Penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa adalah tes uraian yang terdapat pada
lembar kerja siswa dan Penilaian performance dilakukan melalui pengamatan pada
saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
2.
3.
4.
5.
Pertanyaan:
1. Gel s m n k h y ng lebih cep menghil ngk n nd “X”?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
2. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap
laju reaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...................................................................................................................................
Langkah kerja
1. Siapkan gelas kimia sebanyak tiga buah yang telah diberi label 1, 2 dan 3.
2. Tuangkan sekitar 50 mL HCl 1 M ke dalam setiap gelas kimia.
3. Simpan gelas 1 di atas es batu, ukurlah suhunya.
4. Simpan gelas 2 pada suhu kamar.
5. Panaskan gelas 3 pada penangas air. Ukur sampai suhu konstan.
6. Masukkan ke dalam setiap gelas, logam seng dalam berat yang sama (1 g).
7. Catat hasil pengamatan hingga semua logam seng bereaksi.
Data Pengamatan
Pertanyaan:
1. Gelas manakah yang lebih cepat membuat logam seng bereaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
2. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh suhu terhadap laju
reaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
Data Pengamatan
Gelas Bentuk Garam Waktu (s)
1 Garam halus
2 Garam kristal
3 Garam balok
Pertanyaan:
1. Manakah garam yang memiliki luas permukaan yang paling besar?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
2. Berdasarkan data hasil pengamatan, bagaimana pengaruh luas permukaan
terhadap laju reaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
Pertanyaan:
1. Pada percobaan I, apa yang terjadi pada saat gula dibakar?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
2. Pada percobaan II, apa yang terjadi pada gula yang telah diberikan abu rokok di
salah satu sudutnya pada saat dibakar?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
3. Pada percobaan II, apakah yang akan terjadi pada abu rokok setelah proses
pembakaran selesai?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
4. Apakah fungsi abu rokok pada proses pembakaran tersebut?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
...........................................................................................................................
5. Bagaimana pengaruh katalis terhadap laju reaksi?
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
............................................................................................................................... .
Kesimpulan:
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, jelaskan kembali apa yang dimaksud dengan
molaritas, laju reaksi serta faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi laju reaksi
dan bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
berdasarkan teori tumbukan!
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
.................................................................................................................................
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
KELAS KONTROL
PERTEMUAN KE-3
VII. Penilaian
Penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa adalah tes uraian yang terdapat pada
lembar kegiatan siswa dan Penilaian performance dilakukan melalui pengamatan pada
saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Guru Kimia Peneliti
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelompok :
Nama : 1.
2.
3.
4.
5.
A. Materi
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi pereaksi,
luas permukaan, suhu, katalis. Hal ini diterangkan dengan teori tumbukan.
Reaksi kimia terjadi karena tumbukan antara partikel-partikel zat yang bereaksi.
Namun tidak semua tumbukan antarmolekul pereaksi akan menghasilkan zat hasil
reaksi. Hanya tumbukan efektif yang akan menghasilkan zat hasil reaksi. Keefektifan
suatu tumbukan bergantung pada posisi molekul dan energi kinetik yang dimilikinya.
Dalam reaksi kimia dikenal istilah energi aktivasi (energi pengaktifan) yaitu
energi kinetik minimum yang harus dimiliki molekul-molekul pereaksi agar tumbukan
antarmolekul menghasilkan zat hasil reaksi.
Teori tumbukan dan energi aktivasi berguna untuk menjelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi. Laju suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan cara
memperbesar harga energi kinetik molekul atau menurunkan harga energi aktivasi.
1. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
Semakin besar konsentrasi semakin cepat reaksi berlangsung (kecepatan
reaksi makin besar). Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi berarti jarak
antarmolekul rapat/padat, sehingga semakin banyak/mudah terjadi tumbukan yang
menghasilkan reaksi, akibatnya menjadi lebih cepat.
2. Pengaruh luas permukaan
Makin luas permukaan sentuhan semakin banyak kemungkinan terjadinya
tumbukan antarpartikel pereaksi sehingga makin cepat reaksinya. Zat padat
bentuk serbuk memiliki luas permukaan lebih besar daripada bentuk kepingan,
sehingga zat padat bentuk serbuk bereaksi lebih cepat daripada bentuk kepingan.
3. Pengaruh suhu
Pada umumnya reaksi makin cepat bila suhu dinaikkan, makin tinggi cepat
gerak partikel-partikel pereaksi dan makin besar pula energi kinetiknya. Sehingga
banyak partikel-partikel pereaksi yang memiliki energi yang mencapai energi
pengaktifan akibatnya reaksi makin cepat. Menaikkan suhu berarti menambahkan
energi, sehingga energi kinetik molekul-molekul bertambah akibatnya molekul-
molekul lebih aktif bergerak sehingga lebih banyak terjadi tumbukan dan
menghasilkan reaksi, akibatnya reaksi menjadi lebih cepat. Pada umumnya setiap
kenaikkan suhu 10⁰C reaksi menjadi 2 kali lebih cepat, sehingga dapat
dirumuskan:
t t0
vt = 2n x v0 dengan n =
10
Contoh soal:
Setiap kenaikkan suhu 10⁰C laju reaksi menjadi 2 kali lebih cepat. Suatu
reaksi yang berlangsung pada suhu 30⁰C lajunya adalah x, tentukanlah laju reaksi
pada suhu 100⁰C!
Jawab:
Suhu acuan t0 = 30⁰C mempunyai v0 = x. Setiap kenaikkan suhu 10⁰C, laju
t t0
reaksi menjadi 2 kali lebih cepat. Rumus: vt = 2n x v0, di mana n =
10
100 - 30
v100 → n
10
n = 7, maka v100 = 27 x x
= 128x
4. Pengaruh katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat reaksi di mana pada akhir reaksi
terbentuk kembali dengan jumlah yang tetap. Katalis mempercepat reaksi dengan
jalan menurunkan energi aktivasi yaitu energi minimum yang harus dimiliki agar
reaksi dapat berlangsung. Katalis yang dapat mempercepat reaksi disebut
katalisator, sedangkan katalis yang dapat memperlambat laju reaksi disebut
inhibitor.
B. Soal
Jawablah Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!
1. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi?
J w b:
2. Jelaskan pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi dengan teori tumbukan!
J w b:
100
2HI
75
50
H2 + I2
25
Tentukanlah energi aktivasi dari diagram perubahan energi reaksi tersebut! Termasuk
reaksi eksoterm atau endotermkah reaksi tersebut?
J w b:
8. Diketahui reaksi: 2NO + Br2 → NOB memp ny i h p e ksi seb g i be ik .
NO + Br2 → NOB 2 (lambat)
NOBr2 NO → NOB (cep )
Tentukan persamaan laju reaksinya!
J w b:
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
KELAS KONTROL
PERTEMUAN KE-4
I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menentukan persamaan laju reaksi dan orde reaksi
2. Siswa dapat menghitung laju reaksi
II. Materi Ajar
Laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi zat-zat yang bereaksi
dipangkatkan orde reaksi (tingkat reaksi). Secara umum pada reaksi Aa + bB → cC
dD. Laju reaksi dirumuskan dengan:
v = k[A]m[B]n
Ket:
v = laju reaksi m = orde reaksi terhadap A
[A] = konsentrasi A (M) n = orde reaksi terhadap B
[B] = konsentrasi B (M) m + n = orde reaksi
k = ketetapan laju reaksi
III. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan Konsep
IV. Metode Pembelajaran
Ceramah, tanya jawab
V. Langkah Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
VII. Penilaian
Penilaian untuk mengevaluasi hasil belajar siswa adalah tes uraian yang terdapat pada
lembar kegiatan siswa dan Penilaian performance dilakukan melalui pengamatan pada
saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
Guru Kimia Peneliti
Mengetahui,
Kepala SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelompok :
Nama : 1.
2.
3.
4.
5.
3. Dalam suatu percobaan untuk mengamati reaksi A(g) + B(g) → C(g) diperoleh data
sebagai berikut.
No [A] M [B] M V (M/s)
1 0,1 0,1 2
2 0,1 0,2 8
3 0,2 0,2 16
Tentukan:
a. Orde reaksi terhadap A c. Orde reaksi total
b. Orde reaksi terhadap B d. Persamaan Laju Reaksi
J w b:
4. Dari suatu reaksi : 2H2 + 2NO → H2O + N2 diperoleh data sebagai berikut:
No [H2] M [NO] M V (M/s)
1 0,1 0,1 0,03
2 0,5 0,1 0,15
3 0,1 0,3 0,27
Tentukan:
a. Orde reaksi terhadap H2 dan NO
b. Persamaan laju reaksi
c. Harga k
d. Laju reaksi jika [H2] = 0,2 M dan [NO] = 0,2 M
J w b:
5. Dari suatu reaksi : A B → C diperoleh data sebagai berikut:
No [A] M [B] M t (det)
1 0,1 0,1 80
2 0,2 0,1 40
3 0,2 0,2 10
Tentukan:
a. Orde reaksi terhadap A dan B
b. Persamaan laju reaksi
c. Orde reaksi total
J w b:
KISI-KISI INSTRUMENT
TEST URAIAN
Satuan pendidikan : SMAN 3 Tangerang Selatan
Kelas/ Semester : XI/I
Standar Kompetensi : 3. Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan industri.
Ranah Skor
Kompetensi Dasar Materi Indikator Soal
Soal Maksimal
3.1 Mendeskripsikan Kemolaran Menentukan 1. Konsentrasi 100cm3 larutan yang mengandung 585 mg NaCl C3 4
pengertian laju reaksi konsentrasi (M 58,5) d l h .
dengan melakukan larutan 2. Massa NaOH (Mr = 40) yang terkandung dalam 150 mL C3 4
percobaan tentang l n N OH ,5 M d l h
faktor-faktor yang 3. 100 mL larutan HCl 0,1 M dicampurkan dengan 150 mL C3 4
mempengaruhi laju larutan HCl 0,2 M. Tentukanlah konsentrasi larutan setelah
reaksi. dic mp k n
Konsep laju Memahami 4. Jel sk n y ng dim ks d deng n l j e ksi C1 4
reaksi pengertian laju 5. Diketahui reaksi pembentukan gas ammonia sesuai reaksi, C2 4
reaksi N2(g) + 3H2(g) → NH3(g)
a. Tuliskan laju reaksi masing-masing zat!
b. Bagaimanakah hubungan antara , , V NH3
6. Diagram suatu reaksi ditunjukkan sebagai berikut C2 4
[P]
t
Jika reaksi kimia dari diagram tersebut:
P(g) + Q(g) → R(g) + S(g)
Tuliskan laju reaksi masing-masing zat!
75 2HI
50
25 H2 + I2
Rata2= 37.95
Simpang Baku= 12.38
KorelasiXY= 0.77
Reliabilitas Tes= 0.87
Butir Soal= 20
Jumlah Subyek= 21
Nama berkas: C:\USERS\USER\DOCUMENTS\BELUM_ADA_NAMA.AUR
Rata2= 37.95
Simpang Baku= 12.38
KorelasiXY= 0.77
Reliabilitas Tes= 0.87
Nama berkas: C:\USERS\USER\DOCUMENTS\BELUM_ADA_NAMA.AUR
No.Urut No. Subyek Kode/Nama Subyek Skor Ganjil Skor Genap Skor Total
1 2 Ahmad Arif Sakti 36 28 64
2 19 Tesa Lonika 34 23 57
3 17 Risma Latifa 29 23 52
4 4 Asri Lestari 30 20 50
5 11 Maria Adriatn... 27 22 49
6 21 Windy Wiryo S.. 24 25 49
7 6 Dimas Ramadha... 28 18 46
8 9 Juwita Wijayanti 26 20 46
9 14 Nublah Permat... 24 14 38
10 12 Meula Puspita... 21 16 37
11 10 Kemas Abdul R... 24 11 35
12 5 Dhani Febriya... 22 12 34
13 16 Perinsi Meiditya 26 8 34
14 8 Febbyola Ramanda 19 11 30
15 7 Dita Mustika ... 19 9 28
16 13 Mochammad Ind... 23 5 28
17 18 Risnawati Dwi... 22 6 28
18 3 Annisa Nur Ad... 16 9 25
19 1 Aditya Febria... 17 7 24
20 20 Vanessa Ointu 13 9 22
21 15 Qatrin Nada R... 14 7 21
DAYA PEMBEDA
============
Jumlah Subyek= 21
Klp atas/bawah(n)= 6
Butir Soal= 20
Un: Unggul; AS: Asor; SB: Simpang Baku
Nama berkas: C:\USERS\USER\DOCUMENTS\BELUM_ADA_NAMA.AUR
Jumlah Subyek= 21
Butir Soal= 20
Nama berkas: C:\USERS\USER\DOCUMENTS\BELUM_ADA_NAMA.AUR
Butir Soal
No. Nama Skor Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Siswa 1 4 4 4 3 4 3 3 4 1 4 1 4 39 75,00
2. Siswa 2 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 1 4 44 84,61
3. Siswa 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 45 86,53
4. Siswa 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 1 4 43 82,69
5. Siswa 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 1 4 44 84,61
6. Siswa 6 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 45 86,53
7. Siswa 7 4 2 3 1 3 4 0 4 1 4 0 3 29 56,00
8. Siswa 8 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 47 90,00
9. Siswa 9 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 1 4 44 84,61
10. Siswa 10 4 3 2 3 4 4 3 3 4 4 3 4 41 78,84
11. Siswa 11 4 4 4 0 2 4 3 4 2 4 1 4 36 69,23
12. Siswa 12 4 4 4 1 4 2 2 2 2 4 2 4 35 67,30
13. Siswa 13 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 4 45 86,53
14. Siswa 14 4 2 4 4 4 4 3 3 4 4 1 3 40 76,92
15. Siswa 15 4 4 4 1 4 2 1 1 1 4 1 4 34 59,61
16. Siswa 16 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 1 4 42 80,76
17. Siswa 17 4 4 4 4 4 4 3 3 1 4 1 4 39 75,00
18. Siswa 18 4 4 4 4 4 4 2 2 3 4 1 4 40 76,92
19. Siswa 19 4 4 4 3 4 3 3 4 2 4 1 4 40 76,92
20. Siswa 20 4 4 4 4 4 0 3 4 3 4 1 4 39 75,00
21. Siswa 21 4 4 4 3 4 3 3 3 2 4 0 3 37 71,15
3. Perhitungan Rata-rata/Mean ( X )
X=
fixi = 1631 = 77,67
n 21
n = Jumlah data
1 21 8
Me = 76,5 + 7 2
6
Me = 76,5 + 7 0,417
Me = 76,5 + 2,917
Me = 79,417
( fixi) 2
fixi 2
s= n
n 1
2660161
128373
s= 21
21 1
128373 126674,33
s=
20
s= 84,9
s = 9,22
2 n fixi 2 ( fixi) 2
s =
n (n 1)
21 (128373) 2660161
s2 =
21 (21 1)
2695833 2660161
s2 =
420
s2 = 84,9
Rekapitulasi Nilai Posttest
Kelompok Kontrol
Butir Soal
No. Nama Skor Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Siswa 1 4 1 4 2 4 0 4 1 4 4 2 4 34 65,38
2. Siswa 2 1 0 0 0 4 4 4 4 1 4 1 4 27 51,92
3. Siswa 3 4 0 0 0 4 0 4 2 1 1 2 4 22 42,30
4. Siswa 4 4 0 0 0 0 0 4 0 0 0 1 4 13 25,00
5. Siswa 5 3 3 3 4 4 0 4 4 0 4 0 4 33 63,46
6. Siswa 6 4 0 4 0 4 4 4 4 1 4 1 4 34 65,38
7. Siswa 7 4 3 4 3 4 1 4 4 1 4 1 4 37 71,15
8. Siswa 8 0 2 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 40 76,92
9. Siswa 9 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 1 4 42 80,76
10. Siswa 10 1 4 4 3 4 4 4 1 1 3 1 4 34 65,38
11. Siswa 11 1 0 3 0 4 4 3 4 1 4 1 4 29 55,76
12. Siswa 12 4 2 3 4 4 1 4 4 1 4 1 4 36 69,23
13. Siswa 13 3 0 0 1 4 3 4 4 4 0 0 4 27 51,92
14. Siswa 14 4 0 0 1 4 0 4 4 4 4 0 3 28 53,84
15. Siswa 15 1 4 4 2 4 4 4 2 1 2 1 4 33 63,46
16. Siswa 16 4 3 4 4 4 1 4 4 1 4 1 4 38 73,07
17. Siswa 17 4 2 4 1 4 4 4 4 4 4 2 3 40 76,92
18. Siswa 18 3 0 0 1 4 4 4 4 4 0 1 4 29 55,76
19. Siswa 19 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 1 4 43 82,69
20. Siswa 20 4 1 4 4 4 4 4 4 1 4 1 4 39 75,00
21. Siswa 21 4 2 4 1 4 4 4 4 4 2 1 2 36 69,23
22. Siswa 22 4 1 4 4 4 1 4 1 4 4 1 4 36 69,23
3. Perhitungan Rata-rata/Mean ( X )
X=
fixi = 1415 = 64,32
n 22
n = Jumlah data
1 22 7
Me = 60,5 + 12 2
9
Me = 60,5 + 12 0,44
Me = 60,5 + 5,28
Me = 65,78
( fixi) 2
fixi 2
s= n
n 1
2002225
94361,5
s= 22
22 1
94361,5 91010,23
s=
21
s = 159,6
s = 12,6
2 n fixi 2 ( fixi) 2
s =
n (n 1)
22 (94361,5) 2002225
s2 =
22 (22 1)
2075953 2002225
s2 =
462
s2 = 159,6
PERHITUNGAN UJI NORMALITAS POSTTEST KELAS EKSPERIMEN
Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukkan bahwa Lhit < Ltab, (0,1208 <
, 9 ) deng n de j signifik n 95% (α , 5). D p disimp lk n b hw d e seb
berdistribusi normal.
PERHITUNGAN UJI NORMALITAS POSTTEST KELAS KONTROL
Dari uji normalitas dengan uji Liliefors menunjukkan bahwa Lhit < Ltab, (0,0721 <
0,190) dengan derajat signifikan 95% (α , 5). D p disimp lk n b hw d e seb
berdistribusi normal.
PERHITUNGAN UJI HOMOGENITAS
n fixi 2 ( fixi) 2
2
S1 2
F= dimana S =
S2
2
n (n 1)
Keterangan:
F : Nilai uji F
S12 : Varians terbesar
S22 : Varians terkecil
Kriteria pengujian untuk uji homogenitas adalah:
Ho diterima jika Fh < Ft, dimana Ho memiliki varian yang homogen dan Ho ditolak
jika Fh > Ft, dimana Ho memiliki varian yang tidak homogen.
Jadi,
2
S1 159,6
F= 2
= = 1,88
S2 84,9
- Interpolarisasi
Pembilang = 22 – 1 = 21
Penyebut = 21 – 1 = 20
F(20, 20) = 2,12
F(24, 20) = 2,08
F(21, 20) = 0 (2,12) + 4 (2,08) =2,08
4
PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS
thit =
XE XK
dengan S = 2 nE 1S E n K 1S K
2 2
1 1 nE nK 2
S gab.
nE nK
thit =
77,67 64,32
S2 =
21 1 84,9 22 1159,6
1 1 21 22 2
11,1.
21 22
13,35 1698 3351,6
thit = S2 =
11,1. 0,305 41
13,35
thit = S = 123,16
3,3855
thit = 3,94 S = 11,1
Dari uji-t menunjukkan bahwa thit > ttab (3,94 > 0,99) dengan df =(21 + 22) – 2 =
41 (melalui interpolarisasi), pada derajat signifikan 95%. Maka dapat disimpulkan bahwa
kedua kelas berbeda nyata (Ho ditolak dan Ha diterima), yaitu terdapat pengaruh yang
signifikan penerapan pembelajaran dengan pendekatan konsep terhadap hasil belajar
kimia siswa pada konsep laju reaksi.
PENGARUH PENDEKATAN KONSEP TERHADAP
HASIL BELAJAR KIMIA SISWA PADA
KONSEP LAJU REAKSI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
NUR CHOLIFAH
106016200624
Kata kunci: Pendekatan Konsep, Hasil Belajar Kimia, Konsep Laju Reaksi.
ABSTRACS
Nur Cholifah, The Influence of Concept Learning Approach to the Result of
Students Chemistry For Reaction Rate Concept. Skripsi, Chemistry Program,
Natural Science Department, Faculty of Tarbiyah Teaching Syarif Hidayatullah
Islamic State University Jakarta.
This research aim to know the influence of concept learning approach to
the result of students chemistry for reaction rate concept. The research has done
in SMAN 3 Tangerang Selatan, on 2010-2011, on quasi experimental research
methods, used purposive sampling technical. The first class 21 students XI IPA 2
as experimental group and 22 students XI IPA 4 as control group. The instrument
of research is instrument of learning achievement test, and result tested using t-
test. The research shows the result from the calculation of “t” test (α = 0,05),
obtained that score (9,34) > ttable (1,9). It’s means Ho rejected. Finally, It can be
concluded that Ha have the effect of the concept learning approach to the result of
students chemistry acceptable. This research shows there are significant influence
for the result of student chemistry.
Assalamu’alaikum. Wr.Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
karya ilmiah berupa skripsi dengan judul “Pengaruh Pendekatan Konsep
terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Laju Reaksi.” Skripsi ini
ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata I (S1)
pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Salawat serta salam teriring kepada Baginda Rasulullah SAW, sebagai pembawa
peradaban yang membawa manusia keluar dari masa kegelapan dan kebodohan
menuju masa yang penuh cahaya dan semoga salam tetap tercurah pada keluarga
dan para sahabatnya.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa hormat, cinta dan
terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta yang telah melimpahkan segenap kasih
sayang yang tak terhingga dan tak henti-hentinya memberikan doa yang tulus,
kepada kakak-kakakku (Istiqomah dan Fitri Yuni A), dan yang teristimewa Trisno
Utomo serta seluruh keluarga besarku terima kasih atas dukungan moral, doa,
bimbingan, serta kasih dan sayangnya kepada penulis selama ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nengsih Juanengsih, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Etty Sofyatiningrum, M.Ed. selaku pembimbing I yang dengan sabar, tulus,
dan ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam
mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Munasprianto Ramli, M.A. selaku pembimbing II yang dengan sabar, tulus,
dan ikhlas telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam
mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini
6. Drs. H. Sujana, M.Pd. selaku Kepala SMAN 3 Kota Tangerang Selatan.
7. Dra. Wara Gawatiningsiah selaku guru kimia SMAN 3 Kota Tangerang
Selatan.
8. Teman-teman kimia 2006 (Dede, Novi, Eva, Evi, Lia, Ntoh, Dyah) atas
segala kekompakan dan semangatnya, serta semua teman-teman yang tidak
dapat ditulis satu-persatu oleh penulis.
9. Teman-teman kosan Tia, Putri, Seli, Lia, Mareta, Syifa, dan Yuli terima kasih
atas doa, motivasi, semangat, dan kebersamaan kita.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas doa
dan dukungannya.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb
Jakarta, Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 6
D. Perumusan Masalah .................................................................... 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran dengan Pendekatan Konsep .................................. 8
1. Pengertian Pendekatan Konsep ............................................. 8
2. Ciri-ciri Konsep ..................................................................... 11
3. Jenis-jenis Konsep................................................................. 12
B. Hakikat Hasil Belajar .................................................................. 26
1. Pengertian Belajar ................................................................. 26
2. Pengertian Hasil Belajar ........................................................ 30
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar 35
C. Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................... 38
D. Kerangka Berpikir ....................................................................... 39
E. Pengajuan Hipotesis ............................................................................. 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 41
B. Metode dan Desain Penelitian ..................................................... 41
C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................... 42
D. Instrumen Penelitian .................................................................... 43
E. Teknik Analisis Data ................................................................... 47
F. Hipotesis Statistik ........................................................................ 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................ 51
B. Pengujian Prasyarat Analisis ....................................................... 52
C. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 55
D. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................. 61
B. Saran ....................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 62
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada
Group, 2009), h. 1
profesionalitas guru, adalah adanya usaha dengan sungguh-sungguh dalam hal
mendidik, mengajar, melakukan pembimbingan, serta mengarahkan dan
melatih anak didik demi tercapainya Standar Nasional Pendidikan Indonesia.
Guru dalam kegiatan belajar mengajar memiliki posisi penting dalam
menentukan keberhasilan pembelajaran. Faktor yang menyebabkan guru
menjadi penting dalam kegiatan belajar mengajar yaitu dikarenakan guru
adalah sebagai perancang, pengelola, dan pengevaluasi pembelajaran. Guru
mempunyai kedudukan yang sangat strategis dan menentukan dalam kegiatan
belajar mengajar. Kedudukannya yang strategis karena guru menentukan
kedalaman dan keluasan materi pelajaran, sedangkan bersifat menentukan
karena gurulah yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan
disajikan kepada peserta didik.
Salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam memperluas dan
memperdalam materi pelajaran adalah rancangan pembelajaran yang dibuat
atau dipilihnya. Melalui fungsi ini, proses pembelajaran yang efektif, efisien,
menarik, dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi akan dapat tercapai.
Bahkan melalui pendidikan diharapkan dapat melahirkan manusia yang pintar,
berperasaan, terampil, dan berperilaku baik serta mampu mengaplikasikan
suatu ilmu dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta
didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah
yang lebih baik.2 Kegiatan proses pembelajaran merupakan kegiatan paling
pokok dalam keseluruhan pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil
atau tidaknya pencapaian pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana
proses pembelajaran yang dialami peserta didik.
Masalah utama dalam bidang pendidikan adalah masih rendahnya
daya serap peserta didik. Hal ini nampak dari rata-rata hasil belajar peserta
didik yang rendah. Proses pembelajaran disekolah pada umumnya belum
menampakkan sistem belajar mengajar yang mengajak siswa untuk aktif
2
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2003), Cet. 3, h. 100
berpikir dan bertindak melakukan penggalian potensi yang ada padanya. Sikap
yang demikian mungkin disebabkan karena pendekatan dan metode
pembelajaran yang kurang bervariasi, serta materi pelajaran yang relatif lebih
sukar. Hal ini tidak langsung sangat mempengaruhi rendahnya hasil belajar
siswa.
Pada jenjang pendidikan menengah terdapat mata pelajaran kimia,
konsep-konsep kimia merupakan konsep-konsep yang cukup sulit dipelajari
dan dipahami oleh siswa karena bersifat abstrak, banyak rumus dan
perhitungannya serta tidak mungkin divisualisasikan melalui praktikum. Oleh
karena itu mata pelajaran kimia termasuk mata pelajaran yang membutuhkan
variasi model pembelajaran pada saat penyampaiannya. Rendahnya
penguasaan konsep-konsep kimia tidak terlepas dari peranan guru dalam
proses belajar mengajar.
Pada umumnya, dalam mengajarkan konsep-konsep kimia, guru masih
menganut teori tabula rasa, yaitu memindahkan pengetahuan dari pikiran guru
ke dalam pikiran siswa secara utuh. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru
pada umumnya dengan cara menceramahkan konsep-konsep, prinsip-prinsip
dan hukum-hukum dalam bentuk yang sudah jadi kepada siswa melalui
transfer informasi, tanya jawab dan pemberian contoh-contoh yang cenderung
dihapal siswa. Guru menganggap pembelajaran dengan cara ini sudah berhasil,
namun sesungguhnya siswa belum belajar secara aktif karena dalam pikiran
siswa tidak terjadi perkembangan struktur kognitif. Pembelajaran dengan cara
ini terbukti gagal membawa siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih
baik. Dalam banyak hal, guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuan yang telah dimilikinya.3
Rendahnya penguasaan konsep-konsep kimia tidak terlepas dari
model pembelajaran yang dikembangkan. Guru kurang menerapkan model
yang berorientasi pada “belajar aktif”, yaitu suatu model pembelajaran yang
3
I Nyoman Selamat, Pengembangan Pembelajaran Kooperatif melalui Metode Bermain
untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa pada Konsep-konsep Kimia SMU, jurnal
pendidikan dan pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXVI, April 2003, h. 36.
merangsang siswa untuk berpikir secara aktif membangun gagasan-gagasan
dalam pikirannya sehingga menjadi konsep-konsep ilmiah. Sampai saat ini
masih banyak ditemui kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep
kimia. Akibatnya, siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep
selanjutnya. Sehingga siswa akan menganggap bahwa kimia adalah pelajaran
yang sulit, menakutkan dan tidak menyenangkan. Banyak faktor yang
menyebabkan hal ini terjadi diantaranya kecerdasan siswa, bakat siswa,
kemampuan belajar, minat siswa, motivasi belajar siswa, model penyajian
materi, dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi
masyarakat luas.
Ketidakberhasilan belajar mengajar juga dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor yang dimaksud mungkin saja kurangnya minat anak terhadap
ilmu kimia, pendekatan yang dipilih guru kurang tepat, media dan buku
penunjang kurang memadai serta pelaksanaan evaluasi yang kurang tepat.
Berbagai faktor yang telah disebutkan tersebut mungkin saja menjadi
penyebab tidak tercapainya tujuan pembelajaran sebagaimana yang
diharapkan. Faktor aktivitas, minat, motivasi, dan hasil belajar siswa yang
masih rendah seperti yang diuraikan di atas merupakan faktor yang penting
yang harus diperhatikan dalam merancang suatu model pembelajaran yang
lebih berkualitas.
Menanggapi hal-hal tersebut, guru sebagai pelaku utama proses
pembelajaran di sekolah harus mampu menyelenggarakan suatu pembelajaran
yang lebih inovatif dan kondusif agar dapat lebih melibatkan siswa secara
aktif dalam belajar, sehingga siswa dengan sendirinya dapat menerima dan
memahami materi dan konsepnya. Proses pembelajaran lebih ditekankan pada
pengalaman belajar apa yang akan dimiliki siswa dari proses pembelajaran,
baik kognitif, afektif, psikomotor, serta life skill-nya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pendekatan
pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang pada
akhirnya dapat menstimulasi minat dan motivasi belajar serta mendapatkan
hasil belajar yang optimal pada proses belajar mengajar maka pemilihan suatu
metode, pendekatan, strategi, dan model pembelajaran harus sesuai dengan
materi atau konsep yang akan diajarkan. Saat ini telah dikenal berbagai model
pembelajaran dan sesuai atau tidaknya sangatlah bergantung pada tujuan
pengajaran itu sendiri.
Sebagai salah satu upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran kimia
adalah dengan mencoba menggunakan pendekatan konsep. Pendekatan konsep
adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep
tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana
konsep itu diperoleh. Pendekatan konsep adalah pendekatan yang
mengarahkan peserta didik menguasai konsep secara benar dengan tujuan agar
tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep merupakan pikiran
seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga
menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori.
Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui
generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan
disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep
adalah menjelaskan dan meramalkan.4 Brunner menyarankan agar siswa dapat
berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang memberikan kesempatan siswa untuk
menemukan prinsip-prinsip sendiri. Oleh karena itu melalui pendekatan ini
diharapkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa pada pembelajaran kimia.
Berdasarkan fenomena yang terjadi seperti yang telah diungkapkan di
atas, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang berdasarkan
penelitian terhadap efektivitas pendekatan konsep dan peranannya dalam
mempengaruhi hasil belajar kimia siswa. Sehingga dengan demikian penulis
memilih judul : “Pengaruh Pendekatan Konsep Terhadap Hasil Belajar
Kimia Siswa Pada Konsep Laju Reaksi.”
4
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. (Bandung: Alfabeta, 2010). h. 71
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah
yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Penerapan model dan sistem pembelajaran masih terpusat pada aktivitas
guru.
2. Guru lebih banyak menceramahkan konsep-konsep materi pembelajaran
melalui transfer informasi, tanya jawab dan pemberian contoh-contoh yang
cenderung dihapal siswa.
3. Pemahaman siswa terhadap konsep-konsep awal kimia masih rendah.
4. Persepsi dan minat siswa pada pelajaran kimia kurang.
5. Siswa beranggapan bahwa kimia adalah pelajaran yang sulit, menakutkan,
tidak menyenangkan, dan bersifat abstrak.
6. Rendahnya hasil belajar kimia siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar memudahkan dalam penelitian ini dan tidak menimbulkan
penafsiran yang berbeda, maka pada penelitian ini hanya akan dibahas
masalah rendahnya hasil belajar kimia siswa.
Untuk mengoptimalkan hasil penelitian, maka penelitian ini dibatasi
dalam ruang lingkup sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI IPA 2 SMAN 3 Tangerang
Selatan tahun ajaran 2010/2011 pada konsep laju reaksi yang diajarkan
pada semester 1.
2. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan yaitu pendekatan konsep
dengan variasi metode. Pada kelas eksperimen menggunakan pendekatan
konsep dengan metode eksperimen, ceramah, diskusi dan tanya jawab,
sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pendekatan konsep dengan
metode demonstrasi, ceramah, diskusi, dan tanya jawab.
3. Konsep yang disampaikan adalah tentang kemolaran, pengertian laju
reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
4. Pengaruh pembelajaran mengacu pada hasil belajar dari aspek kognitif
yaitu dari hasil belajar kimia sesudah penerapan pendekatan konsep
(Posttest).
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut: “Apakah penggunaan pendekatan konsep
berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi?”
A. Pendekatan Konsep
1. Pengertian Pendekatan Konsep
Pendekatan pembelajaran adalah jalan yang akan ditempuh oleh
guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan
instruksional tertentu.5 Pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru
untuk menjelaskan konsep pelajaran dari bagian-bagian yang satu dengan
bagian yang lainnya dengan berorientasi pada pengalaman-pengalaman
yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip, atau teori yang
baru tentang suatu bidang ilmu.
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang
secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada
siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.6 Pendekatan
konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik menguasai
konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep
(miskonsepsi). Konsep menyatakan suatu hubungan antar konsep-konsep
yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu
gejala itu bisa terjadi. Konsep merupakan pikiran seseorang atau
sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi
produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori.
Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui
generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan
disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan
konsep adalah menjelaskan dan meramalkan.7 Brunner menyarankan agar
siswa dapat berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip
5
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…, h. 68
6
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…, h. 71
7
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…., h. 71
dan melakukan eksperimen-eksperimen yang memberikan kesempatan
siswa untuk menemukan prinsip-prinsip sendiri.
Para ahli psikologi menyadari akan pentingnya konsep-konsep, dan
suatu definisi yang tepat mengenai konsep sebelum diberikan. Oleh karena
itu konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian internal dari
sekelompok stimulus-stimulus. Konsep itu tidak dapat diamati, konsep-
konsep harus disimpulkan dalam perilaku. Walaupun kita dapat
memberikan suatu definisi verbal dari suatu konsep, suatu definisi tidak
mengungkapkan semua hubungan-hubungan antara konsep itu dengan
konsep-konsep yang lain.
Dalam pendekatan konsep ini Syamsudin Makmun
mengemukakan bahwa dengan diperolehnya kemahiran mengadakan
diskriminasi atas pola-pola stimulus respons (S-R) itu, siswa belajar
mengidentifikasi persamaan-persamaan karakteristik dari sejumlah pola-
pola S-R tersebut. Selanjutnya berdasarkan persamaan ciri-ciri dari
sekumpulan stimulus dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu
pengertian atau konsep-konsep.8 Secara eksternal adanya persamaan-
persamaan ciri tertentu dari sejumlah perangsang objek-objek yang
dihadapkan pada individu. Flavell dalam Syaiful Sagala menyarankan,
bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep dapat dibedakan dalam tujuh
dimensi yaitu:9
a. Atribut, setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-
contoh konsep harus mempunyai atribut-atribut yang relevan;
termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan.
b. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut
itu.
c. Keabstrakan, yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret, atau
konsep-konsep itu terdiri dari konsep-konsep lain. Suatu segitiga
dapat dilihat, keinginan adalah lebih abstrak.
8
Syamsudin Makmun, A. Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem Pengajaran Modul.
Bandung: Rosdakarya. 2003. h. 228
9
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…., h. 72
d. Keinklusifan (Inclisiveness), yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-
contoh yang terlibat dalam konsep itu.
e. Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-
konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinat.
Konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep sayuran,
selanjutnya konsep sayuran subordinat dari konsep tanaman yang
dapat dimakan. Makin umum suatu konsep, makin banyak asosiasi
yang dapat dibuang dengan konsep-konsep yang lainnya.
f. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan
aturan-aturan untuk membedakan contoh-contoh dari noncontoh-
noncontoh suatu konsep. Klausmeier dalam Syaiful Sagala
mengemukakan empat tingkat pencapaian konsep (concept
attainment), mulai dari tingkat konflik ketingkat formal. Konsep-
konsep pada tingkat ini atribut-atribut yang dibutuhkan konsep dapat
didefinisikan.10
g. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana
orang setuju bahwa konsep itu penting.
10
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran…., h. 73
11
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar,( Jakarta: Erlangga, 1996). h. 80
perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah.12 Menurut
Gagne dalam Dahar formasi konsep dapat disamakan dengan belajar
konsep-konsep konkret, dan asimilasi konsep (concept assimilation)
merupakan cara utama memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah
sekolah.13
Pendekatan konsep ini dikembangkan berdasarkan pada pola
pengorganisasian bahan ajar, yang meliputi pengajaran linier dan
pengajaran komulatif. Pengajaran linier materi bidang studi terbagi atas
urutan linier dengan kedalaman yang sama, pendekatan linier ini seringkali
membuat murid cepat bosan dan sukar mengingat fakta atau konsep yang
diajarkan. Pada pendekatan komulatif ini diorganisasikan menurut urutan
tertentu dengan jenjang kesulitan yang berbeda, yaitu meningkat. 14 Jumlah
unit yang diajarkan tidak sebanyak pendekatan linier, bahan ajar yang
berupa konsep dan fakta menjadi banyak berkurang dibandingkan pada
pendekatan dengan pengajaran linier. Pada pendekatan komulatif,
pemahaman konsep atau fakta lebih ditekankan sebagai suatu pengertian
konsep secara mendalam dan menyeluruh.
2. Ciri-ciri Konsep15
a. Atribut konsep adalah suatu sikap yang membedakan antara konsep
satu dengan konsep lainnya. Jadi, adanya keragaman antara konsep-
konsep sebenarnya ditandai oleh adanya atribut yang berbeda.
b. Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu
atribut. Jika atribut konsep sangat luas, maka konsep tersebut dapat saja
diidentifikasikan berdasarkan atribut-atribut lainnya.
c. Jumlah atribut juga bermacam-macam antara suatu konsep dengan
konsep lainnya. Jadi, semakin kompleks suatu konsep semakin banyak
12
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar,.., h. 81
13
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar…, h. 81
14
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: UIN.
2009. h. 92
15
Oemar Malik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta:
Bumi Aksara. 2010. h. 162
jumlah atributnya dan semakin sulit untuk mempelajarinya. Untuk
kemudahan jumlah atribut itu hendaknya diperkecil dengan cara
kombinasi atau mengurangi perhatian terhadap sejumlah atribut yang
dinilai tak begitu penting.
d. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa
atribut lebih dominan (obvious) dari pada yang lainnya. Jika atributnya
nyata, maka lebih mudah menguasai konsep dan jika atributnya tidak
nyata maka sulit untuk menguasai konsep.
3. Jenis-jenis Konsep
Atribut-atribut berkombinasi dengan tiga cara untuk menghasilkan
tiga jenis/ tipe konsep, yaitu conjunctive concepts, disjunctive concepts,
dan relational concepts.16
a. Konsep Konjungtif, nilai-nilai tertentu dari berbagai atribut disajikan
bersama-sama. Nilai-nilai dan atribut ditambahkan bersama untuk
menghasilkan suatu konsep konjungtif. Konsep konjungtif sangat
mudah dipelajari dan diajarkan, sebab hanya menambah (kualitas
adaptif) antara atribut dan nilai-nilai.
b. Konsep Disjungtif, Sesuatu yang dapat dirumuskan dalam sejumlah
cara yang berbeda-beda. Antara atribut dan nilai-nilai dapat
disubstitusikan antara yang satu dengan yang lainnya. Konsep ini sulit
diajarkan dan dipelajari karena terdapat arbitrary equivalence antara
atribut-atribut tersebut, sedangkan siswa harus belajar menerapkannya
ke situasi stimulus yang equivalence padahal situasi-situasi itu tidak
sama/ equivalence.
c. Konsep hubungan, yakni suatu konsep yang mempunyai hubungan-
hubungan khusus antaratribut konsep.
16
Oemar Malik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan … h. 163
Konsep-konsep merupakan dasar-dasar untuk berpikir, untuk belajar
aturan-aturan, dan untuk memecahkan masalah. Tanpa konsep-konsep tak
mungkin kita mengajar. Pendekatan-pendekatan belajar konsep menurut
Ausubel, Carroll, Gagne dalam Dahar menerangkan berbagai cara untuk
perolehan konsep, melalui formasi konsep dan asimilasi konsep.17
Dari beberapa pendapat mengenai pendekatan konsep dapat
disimpulkan bahwa pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan
peserta didik menguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi
kesalahan konsep. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya menentukan
konsep-konsep yang akan diajarkannya pada peserta didik, tingkat-tingkat
pencapaian konsep yang diharapkan dari para siswa dan metode mengajar
yang akan digunakan. Pengetahuan tentang perkembangan kognitif dan
perkembangan bahasa akan menolong dalam membuat keputusan-keputusan.
Analisis konsep dapat digunakan untuk merencanakan pengajaran, dan untuk
menentukan apakah peserta didik telah mencapai konsep-konsep pada tingkat
yang sesuai.
Berbagai metode yang dapat digunakan dalam pendekatan konsep:
a. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah metode mengajar dengan cara
mempraktekkan langsung untuk menguji atau membuktikan suatu konsep
yang sedang dipelajari. Metode ini, diyakini sebagai metode yang paling
tepat dalam mengajarkan konsep-konsep sains, karena sains berasal dari
hal-hal yang bersifat fakta. Metode eksperimen dalam prakteknya juga
memerlukan alat dan bahan.18
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa
melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri
sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode
percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau
melakukan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu.
17
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar,… h. 96
18
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 101
Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari
kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik
kesimpulan atau proses yang dialaminya itu. 19
Sebagai suatu metode pembelajaran metode eksperimen memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya:20
1) Siswa dirangsang berpikir kritis, tekun, jujur, mau bekerja sama,
terbuka, dan objektif.
2) Siswa dirangsang untuk memiliki keterampilan proses sains, seperti
mengamati, menginterpretasi, mengelompokkan, mengajukan
pertanyaan, merencanakan pertanyaan, merencanakan percobaan,
menggunakan alat dan bahan, mengkomunikasikan, dan melakukan
eksperimen.
3) Siswa belajar secara konstruktif tidak bersifat hafalan, sehingga
pemahamannya terhadap suatu konsep bersifat mendalam dan
bertahan lama.
4) Siswa ditempatkan pada situasi belajar yang penuh tantangan,
sehingga tidak mudah bosan.
5) Siswa konsentrasinya terarahkan pada kegiatan pembelajaran.
6) Siswa lebih mudah memahami suatu konsep yang bersifat abstrak.
7) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan atas
percobaannya.
8) Dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru
dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
9) Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk
kemakmuran umat manusia.
19
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain , Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), Edisi Revisi, Cet. III, hal. 84
20
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 101
Di samping beberapa kelebihan, metode eksperimen juga memiliki
beberapa kelemahan, di antaranya:21
1) Memerlukan waktu yang relatif lama.
2) Memerlukan alat dan bahan yang cukup dan terkadang sulit
ditemukan atau mahal harganya.
3) Guru harus membuat perencanaan kegiatan eksperimen yang matang,
hal ini menuntut guru menguasai konsep yang akan diuji atau
dibuktikan dalam kegiatan eksperimen.
4) Siswa dituntut terlebih dahulu memiliki landasan berpikir, sehingga
mengetahui secara jelas tujuannya melakukan eksperimen dan
kesimpulan yang diambilnya relevan dengan konsep yang sedang
diuji.
5) Cenderung memerlukan ruang khusus (laboratorium), untuk lebih
leluasa melakukan eksperimen.
6) Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.
7) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan
karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada di luar
jangkauan kemampuan atau pengendalian.
21
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 101
b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara
mendemokan/memperlihatkan suatu proses. Metode ini, biasanya cocok
digunakan untuk mengajarkan suatu pembentukan suatu konsep atau
proses suatu percobaan dalam suatu materi yang diajarkan. Metode
demonstrasi dalam prakteknya memerlukan sejumlah alat peraga.22
Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses,
situasi, atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan.23
Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan
secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa
hanya sekadar memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan
bahan pelajaran lebih konkret. Dengan metode demonstrasi, proses
penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara
mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses
mengatur sesuatu, proses membuat sesuatu, proses mengerjakan atau
menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu,
membandingkan suatu cara dengan cara lain, dan untuk mengetahui atau
melihat kebenaran sesuatu.24
Sebagai suatu metode pembelajaran metode demonstrasi memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya:25
1) Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat
dihindari, sebab siswa disuruh langsung memerhatikan bahan
pelajaran yang dijelaskan.
22
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 103
23
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2009). h. 150
24
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain , Strategi Belajar Mengajar …, h. 90
25
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses…, h. 150
2) Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tidak hanya
mendengar, tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
3) Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki
kesempatan untuk membandingkan antara teori dan kenyataan.
Dengan demikian siswa akan lebih meyakini kebenaran materi
pembelajaran.
4) Dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan konkret.
5) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari.
6) Siswa akan terpusat perhatiannya terhadap kegiatan demonstrasi yang
dilakukan.
7) Suasana belajar tidak pasif, tetapi terjadi interaksi yang dinamis antara
guru dan siswa.
8) Siswa terangsang untuk berpikir kritis.
9) Memberikan pengalaman yang bersifat praktis, sehingga siswa lebih
mudah memahami suatu konsep.
10) Siswa lebih mudah mengambil kesimpulan, karena ia mengetahui
prosesnya.
11) Siswa bisa langsung mendapat jawaban dari guru terhadap
pertanyaan-pertanyaannya yang kemungkinan besar menjadi faktor
penghambat siswa memahami suatu konsep.
26
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses…, h. 151
3) Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang
memadai yang berarti penggunaan metode ini memerlukan
pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan dengan ceramah.
4) Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang
khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional. Di
samping itu demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru
yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa.
5) Metode ini sulit digunakan apabila siswa sebelumnya tidak memahami
dasar teorinya.
6) Metode ini, menyulitkan guru dalam mengontrol siswa yang acuh atau
pasif karena guru sibuk memperagakan alat peraga.
7) Metode ini, menuntut guru memiliki keterampilan mendemonstrasikan
alat-alat peraga dan menguasai materi yang mendalam.
c. Metode Ceramah
Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran
melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada
sekelompok siswa.27 Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan
metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses
27
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses…, h. 145
belajar mengajar. Meski metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru
daripada anak didik, tetapi metode ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja
dalam kegiatan pengajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran
tradisional, seperti di pedesaan, yang kekurangan fasilitas.
Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik
kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk
menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok
persoalan serta masalah secara lisan. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa metode ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan
guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap
siswa.28
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering
digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh
beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari
guru ataupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam
proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian
juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang
memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang
berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru, berarti tidak ada
belajar. Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori.
Ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini
sekaligus merupakan keunggulan metode ini.29
1) Ceramah merupakan metode yang „murah‟ dan „mudah‟ untuk
dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah tidak
memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan
metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan. Sedangkan
mudah, memang ceramah hanya mengandalkan suara guru, dengan
demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
28
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain , Strategi Belajar Mengajar …, h. 97
29
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses…, h. 146
2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang jelas. Artinya,
materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-
pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.
3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu
ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang
mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang
ingin dicapai.
4) Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena
sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru memberikan
ceramah.
5) Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi
lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang
beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal
siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru,
maka ceramah sudah dapat dilakukan.
6) Bersifat fleksibel, karena sewaktu-waktu pembelajaran dapat diakhiri
tanpa harus mengurangi cakupan bahan ajar.
7) Jika guru memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, dapat
membangkitkan semangat belajar siswa.
8) Dapat mengembangkan kemampuan siswa mendengar.
30
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses…, h. 146
mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu, dalam
proses penyajiannya guru hanya mengandalkan bahasa verbal dan
siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan,
disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama,
termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui
pendengarannya.
3) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah
sering dianggap sebagai metode yang membosankan. Sering terjadi,
walaupun secara fisik siswa ada di dalam kelas, namun secara mental
siswa sama sekali tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran;
pikirannya melayang ke mana-mana atau siswa mengantuk, oleh
karena gaya bertutur guru tidak menarik.
4) Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa
sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika
siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorang pun
yang bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah
paham.
5) Guru sulit untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa sejauh mana.
6) Seringkali siswa dijejali materi, yang seharusnya diberikan dalam
waktu yang banyak tetapi disekaliguskan dalam satu waktu. Hal ini,
membuat siswa jenuh.
31
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 100
32
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain , Strategi Belajar Mengajar…, h. 87
33
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran berorientasi Standar Proses…, h. 152
34
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 100
3) Siswa dilatih untuk berpikir kritis, berpikir sistematis, bersikap
terbuka, dan belajar menghargai pendapat orang lain.
4) Dengan metode ini, kemungkinan semua siswa aktif berpartisipasi
dalam kegiatan pembelajaran lebih tinggi.
5) Merangsang kreativitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan-
prakarsa, dan terobosan baru dalam pemecahan suatu masalah.
6) Memperluas wawasan.
7) Membina untuk terbiasa musyawarah mufakat dalam memecahkan
suatu masalah.
8) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam
mengatasi setiap permasalahan.
35
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 100
Dari beberapa pendapat mengenai metode diskusi dapat disimpulkan
bahwa metode diskusi adalah metode mengajar dengan cara bertukar
pendapat antara siswa satu dengan siswa lainnya tentang materi yang
dipelajari. Dalam metode diskusi siswa dilatih untuk bekerja sama dan
belajar bersama dalam kelompok, hal ini bertujuan agar siswa saling
bertukar pikiran, bertukar pengalaman, dan berbagi ilmu pengetahuan
dengan temannya. Selain itu siswa juga dilatih untuk berpikir kritis,
berpikir sistematis, bersikap terbuka, dan belajar menghargai pendapat
orang lain.
36
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 100
37
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain , Strategi Belajar Mengajar …, h. 94
38
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 101
Sebagai suatu metode pembelajaran metode tanya jawab memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya:39
1) Melatih siswa berpikir kritis.
2) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab
dan mengemukakan pendapat.
3) Melatih siswa mengemukakan pendapat dalam menjawab pertanyaan.
4) Melatih siswa menghargai pendapat orang lain dan bersifat terbuka.
5) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun
ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar dan
hilang kantuknya.
6) Merangsang siswa untuk melatih dan merangsang daya pikir,
termasuk daya ingatan.
39
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 101
40
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains…, h. 101
Dari beberapa pendapat mengenai metode tanya jawab dapat
disimpulkan bahwa metode tanya jawab adalah metode mengajar dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa,
tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Dalam metode tanya jawab siswa
dilatih untuk berpikir kritis, mengembangkan keberanian dan keterampilan
siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat. Selain itu juga dapat
merangsang siswa untuk melatih dan merangsang daya pikir, termasuk
daya ingatan.
41
Faried Wadjdi, Pengaruh Pemberian Bahan Belajar Terhadap Hasil Belajar pada
Matakuliah Rangkaian Dasar Listrik (Jurnal No. 5/VIII/Teknodik/Desember/2004), h. 108
pengertian, penghargaan minat, peyesuaian diri, pendeknya mengenai
segala aspek organisme atau pribadi seseorang.
Hinzman dalam Muhibbin Syah, berpendapat bahwa belajar adalah
suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan Hinzman perubahan yang
ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila
mempengaruhi organisme.42
Skinner, seperti dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational
Psychology: Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar
adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif.43
Demikian pula, Wittig dalam bukunya Psychology of Learning
mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in an
organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience.
Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
pengalaman.44
Menurut Muhibbin Syah, belajar adalah tahapan perubahan tingkah
laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Pengertian belajar
secara kuantitatif (dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian
atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-
banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak
materi yang dikuasai siswa. Adapun pengertian belajar secara kualitatif
(tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-
pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa.45
42
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2009), cet.3,h. 65
43
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 88
44
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan…, h. 89
45
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan… , h. 90
Setelah kita memahami pengertian belajar. Kita juga harus
mengetahui prinsip-prinsip dalam belajar. Prinsip-prinsip belajar yaitu:46
a. Prinsip belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan perilaku sebagai
hasil belajar memiliki ciri-ciri:
1) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang
disadari.
2) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.
3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup.
4) Positif atau berakumulasi.
5) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.
6) Permanen atau tetap, sebagaimana dikatakan oleh Wittig, belajar
sebagai any relatively permanent change in an organism’s
behavioral reperoire that occurs as a result of experience.
7) Bertujuan dan terarah.
8) Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan.
b. Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong kebutuhan
dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang
dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan
fungsional dari berbagai komponen belajar.
c. Belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya
adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
48
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam
Kelas, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010), h. 22
49
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan…, h. 111
1) Fase Informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam fase informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh
sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara
informasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri
sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperluas dan
memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
2) Fase Transformasi (tahap pengubahan materi)
Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis,
diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau
konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan pada hal-
hal yang lebih luas.
3) Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh
mana pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan) dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan
masalah yang dihadapi.
50
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain , Strategi Belajar Mengajar…, h. 11
51
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran…, hal 3-4
sebagai arah dari proses belajar-mengajar pada hakikatnya adalah rumusan
tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima
atau menempuh pengalaman belajarnya.52 Bahan adalah seperangkat
pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan
atau dibahas dalam proses belajar-mengajar agar sampai kepada tujuan
yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang
digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau
tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu
tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat
untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
Secara umum, hasil belajar didefinisikan sebagai suatu bentuk
pertumbuhan dan perubahan tingkah laku seseorang yang dinyatakan
dengan cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan
latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
timbulnya pengertian-pengertian baru, perubahan sikap dan kebiasaan-
kebiasaan serta keterampilan, kesanggupan menghargai, perkembangan
sifat-sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmaniah.
Menurut Slameto perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
banyak sekali sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap
perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Perubahan tingkah laku dalam diri seseorang dalam pengertian merupakan
hasil belajar memiliki ciri-ciri: (1) Perubahan terjadi secara sadar. (2)
Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. (3) Perubahan
dalam belajar bersifat positif dan aktif. (4) Perubahan dalam belajar bukan
bersifat sementara. (5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. (6)
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.53
52
Nana Sudjana, Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar…, h. 22
53
Joko Sumarno, Optimalisasi Hasil Belajar Matematika Melalui Permainan “Ludo”
Bagi Siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Bobotsari pada Semester Genap Tahun Pelajaran
2005/2006, Widya Tama Vol. 3 No. 2, Juni 2006. h. 4
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran
Gagne dalam Agus Suprijono, hasil belajar berupa:54
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon
secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut
tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun
penerapan aturan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan
mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual
merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom yang dikutip oleh Agus, hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.55 Ketiga ranah kejiwaan
tersebut saling terkait dan bahkan tidak boleh diabaikan dalam kegiatan
pembelajaran. Hal ini disebabkan karena muara ketiga kompetensi tersebut
mengarah kepada kecakapan hidup siswa (life skill).56
54
Agus Suprijono, Cooperative Learning…, h. 5-6
55
Agus Suprijono, Cooperative Learning…, h. 6
56
Ahmad Sofyan, Tonih feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA
Berbasis Kompetensi (Jakarta press, 2006), cet. 1, h. 13
a. Hasil Belajar Penguasaan Materi (Kognitif)
Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi (kognitif)
bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar
keilmuan berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan
prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut
harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam
bentuk hafalan. Ranah kognitif merupakan ranah yang lebih banyak
melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam
jenjang proses berpikir yang dikategorikan oleh Bloom dkk secara
hierarkis. Enam jenjang kemampuan tersebut yakni:
1) Hafalan (C1)
Jenjang hafalan (ingatan) meliputi kemampuan menyatakan
kembali fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang telah
dipelajarinya.
2) Pemahaman (C2)
Jenjang pemahaman meliputi kemampuan menangkap arti dari
informasi yang diterima, misalnya dapat menafsirkan bagan,
diagram, atau grafik, menerjemahkan suatu pernyataan verbal ke
dalam rumusan matematis atau sebaliknya.
3) Penerapan (C3)
Yang termasuk jenjang penerapan ialah kemampuan menggunakan
prinsip, aturan, metode yang dipelajarinya pada situasi baru atau
pada situasi konkrit.
4) Analisis (C4)
Jenjang analisis meliputi kemampuan menguraikan suatu informasi
yang dihadapi menjadi komponen-komponenya sehingga struktur
informasi serta hubungan antar komponen informasi tersebut
menjadi jelas.
5) Sintesis (C5)
Yang termasuk jenjang sintesis ialah kemampuan untuk
mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah-pisah menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu. Termasuk ke dalamnya kemampuan
merencanakan eksperimen, menyusun karangan (laporan
praktikum, artikel, rangkuman), menyusun cara baru untuk
mengklasifikasikan obyek-obyek, peristiwa, dan informasi lainnya.
6) Evaluasi (C6)
Kemampuan pada jenjang evaluasi ialah kemampuan untuk
mempertimbangkan nilai suatu pernyataan, uraian, pekerjaan,
berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
57
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar…, h. 144
Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Ragam Faktor dan Unsur-Unsurnya
Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan
1. Aspek Fisiologis: 1. Lingkungan Sosial: 1. Pendekatan
- tonus jasmani - keluarga Tinggi
- mata dan telinga - guru dan staf - speculative
- masyarakat - achieving
- teman
58
Mulyati Arifin, Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia, (Surabaya:
Airlangga University Press, 1995), h. 205
d. Faktor Personal
Ada sekelompok siswa yang senang belajar jika melihat sesuatu, ada yang
lebih senang belajar jika mendengar sesuatu. Ada yang senang belajar
duduk di depan meja tulis, ada yang sambil jalan sekeliling ruangan.
E. Kerangka Berpikir
Mata pelajaran kimia termasuk mata pelajaran yang membutuhkan
variasi model pembelajaran pada saat penyampaiannya. Beberapa materi atau
konsep pada mata pelajaran kimia terkadang bersifat sangat abstrak dan tidak
mungkin divisualisasikan melalui praktikum. Keadaan demikian sering
menyebabkan beberapa konsep pada mata pelajaran kimia kurang berhasil.
Sampai saat ini masih banyak ditemui kesulitan siswa dalam
memahami konsep-konsep kimia. Akibatnya, siswa kesulitan untuk
memahami konsep-konsep selanjutnya. Sehingga siswa akan menganggap
bahwa kimia adalah pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan. Banyak
faktor yang menyebabkan hal ini terjadi di antaranya kecerdasan siswa, bakat
siswa, kemampuan belajar, minat siswa, model penyajian materi, pribadi, dan
sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, serta kondisi masyarakat luas.
Menanggapi hal-hal tersebut, guru sebagai pelaku utama proses
pembelajaran di sekolah harus mampu menyelenggarakan suatu pembelajaran
yang lebih inovatif dan kondusif agar dapat lebih melibatkan siswa secara
aktif dalam belajar, sehingga siswa dengan sendirinya dapat menerima dan
memahami materi dan konsepnya. Proses pembelajaran lebih ditekankan pada
pengalaman belajar apa yang akan dimilliki siswa dari proses pembelajaran,
baik kognitif, afektif, psikomotor, serta life skill-nya.
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara
langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk
menghayati bagaimana konsep itu diperoleh. Pendekatan konsep adalah
pendekatan yang mengarahkan peserta didik menguasai konsep secara benar
dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep
menyatakan suatu hubungan antar konsep-konsep yang lebih sederhana
sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi. Konsep
merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam
definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip,
hukum, dan teori.
Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui
generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan
disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep
adalah menjelaskan dan meramalkan. Brunner menyarankan agar siswa dapat
berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang memberikan kesempatan siswa untuk
menemukan prinsip-prinsip sendiri.
Dengan demikian, penyelenggaraan pembelajaran dengan pendekatan
konsep diduga dapat mempengaruhi hasil belajar kimia siswa.
F. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan
dan sekaligus diputuskan untuk dijadikan hipotesis penelitian yaitu “terdapat
pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan pendekatan konsep terhadap
hasil belajar kimia siswa.”
BAB III
METODE PENELITIAN
59
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), h. 84
b. Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran
menggunakan pendekatan konsep dengan variasi metode pembelajaran
yaitu metode demonstrasi, diskusi, tanya jawab, dan ceramah.
Keterangan:
O = Posttest pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
X = Perlakuan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan konsep
63
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2007), hal. 93
64
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan... , h.150
5. Menentukan 18,19, 3
persamaan Laju 20
reaksi dan orde
reaksi.
Jumlah 6 3 8 1 1 1 20
rxy
xy
( x ) ( y
2 2
)
Keterangan:
rxy = Koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
x2 = Kuadrat dari x
y2 = Kuadrat dari y
65
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
cet. 9, h. 70
Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka rxy
dibandingkan dengan rtabel dengan taraf signifikansi (α=0,05). Jika rxy ≥
rtabel maka soal tersebut valid dan jika rxy < rtabel maka soal tersebut tidak
valid. Jadi, apabila valid berarti soal tersebut dapat digunakan untuk
mengukur hasil belajar. Untuk mengetahui validitas dari butir soal peneliti
menggunakan program ANATES (Lampiran 5). Dari 20 soal yang
diujicobakan, 12 soal yang dinyatakan valid.
b) Uji Reliabilitas
Mengenai konsep reliabilitas atau reliable dapat diartikan sebagai
kepercayaan bahwa suatu soal dapat dengan ajeg atau tetap memberikan
data yang sesuai dengan kenyataan. Rumus yang digunakan untuk
mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan
menggunakan rumus Alpha, yaitu:66
n σi
2
r11 1
n 1 σ 2t
Keterangan:
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
σ 2t = Varians total
Untuk mengetahui reliabilitas dari butir soal peneliti menggunakan
program ANATES (lampiran 5). Dari hasil ANATES, diperoleh nilai
reliabilitas sebesar 0,87.
66
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi…, h. 109
B
P=
JS
Keterangan:
P : Indeks kesukaran
B : Jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
69
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar…, h.218
a. Pengujian Prasyarat Analisis Data
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji normalitas yang
digunakan adalah Uji Liliefors.
Langkah-langkah uji Liliefors adalah sebagai berikut:
a. Urutkan data sampel dari yang terkecil sampai yang paling
terbesar.
b. Tentukan nilai Zi dari tiap-tiap data dengan rumus:
Xi X
Zi =
S
Keterangan:
Zi = Skor baku
X = Nilai rata-rata
Xi = Skor data ke- i
S = Simpangan baku
c. Tentukan besar peluang untuk masing-masing nilai Zi berdasarkan
tabel Z, dan sebut dengan F (Zi).
Jika Zi > 0, maka F (Zi) = 0,5 + nilai tabel
Zi < 0, maka F (Zi) = 1 – (0,5 + nilai tabel)
d. Selanjutnya hitung proporsi Z1, Z2,…, Zn yang lebih atau sama
dengan Zi jika proporsi dinyatakan oleh S (Zi), maka:
Banyaknya Z1, Z 2, ...Z n
S (Zi) = yang Zi
n
e. Hitung selisih F (Zi) - S (Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya
F (Z i ) S (Z i )
2) Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
sampel berasal dari populasi yang variansnya sama. Uji homogenitas
yang digunakan adalah uji Fisher dengan rumus:
n fixi 2 ( fixi) 2
2
S1
F= dimana S2 =
S2
2
n (n 1)
Keterangan:
F : Nilai uji F
S12 : Varians terbesar
S22 : Varians terkecil71
b. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh yang
signifikan hasil belajar kimia siswa antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol.
Untuk menguji hipotesis, jika pada uji normalitas diperoleh bahwa
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang
berdistribusi normal, maka digunakan uji “t” dengan taraf signifikansi
= 0,05. Rumus uji “t” yang digunakan yaitu:
70
Sudjana, Metode Statistik, (Bandung : Tarsito, 2005), h. 466
71
Sudjana, Metode Statistik, …, h.249
1) Jika varian populasi heterogen72
thit = XE XK
2 2
SE S
K
nE nK
thit =
XE XK
dengan S2 =
nE 1S E n K 1S K
2 2
1 1 nE nK 2
S gab.
nE nK
Keterangan:
XE : Nilai rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen
XK : Nilai rata-rata hasil belajar kelompok kontrol
nE : Jumlah sampel kelompok eksperimen
nK : Jumlah sampel kelompok kontrol
SE2 : Varians kelompok eksperimen
SK2 : Varians kelompok kontrol
Kriteria pengujian a. Terima Ho jika thitung < ttabel
b. Tolak Ho jika thitung > ttabel
F. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik yang akan diuji pada penelitian ini adalah:
Ho : μE = μK
Ha : μE > μK
Keterangan:
μE = Nilai rata-rata hasil belajar kimia siswa kelompok eksperimen
μK = Nilai rata-rata hasil belajar kimia siswa kelompok kontrol
72
Sudjana, Metode Statistik, …, h.240-241
73
Sudjana, Metode Statistik, …, h.239
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan data penelitian, setelah mengalami perlakuan terhadap
masing-masing kelompok, dilakukan tes akhir (posttest). Hal ini dilakukan
untuk melihat kemampuan dan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan,
dan didapatkan data sebagai berikut:
2. Uji Homogenitas
Setelah kedua sampel penelitian tersebut dinyatakan berdistribusi
normal, selanjutnya dicari nilai homogenitasnya dengan menggunakan uji
Fisher. Kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut:
Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima, berarti kedua data tersebut adalah
homogen
Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak, berarti kedua data tersebut adalah tidak
homogen
Setelah dilakukan pengolahan data diperoleh uji homogenitas
posttest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.5 Uji t Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Variabel Jumlah sampel Thitung Ttabel Kesimpulan Data
Hasil Belajar Neksperimen = 21
3,94 0,99 Menerima Ha
Kimia Siswa Nkontrol = 22
74
Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran…, h. 71
eksperimen-eksperimen yang memberikan kesempatan siswa untuk
menemukan prinsip-prinsip sendiri.
Dalam pelaksanaan program pembelajaran, siswa dibagi dalam
beberapa kelompok kecil dan selama proses pembelajaran siswa diberikan
Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS ini tidak hanya berisi latihan soal,
melainkan disusun secara sistematik agar dapat membantu siswa memahami
konsep secara mandiri dan dapat menyelesaikan soal-soal yang terdapat
dalam LKS yang bertujuan untuk melatih kemampuan berpikir siswa dan
menambah pemahaman serta penguasaan siswa terhadap suatu konsep. Hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan Melanie menyatakan bahwa belajar dari
berbagai sumber memperkaya pengetahuan, menambah pemahaman serta
penguasaan siswa terhadap suatu konsep.75 Siswa mempelajari LKS secara
berkelompok dan dengan bimbingan guru siswa turut serta menemukan
konsep.
Pembelajaran dengan pendekatan konsep memiliki hasil belajar yang
lebih tinggi, hal ini dikarenakan dalam belajar siswa berdiskusi kelompok.
Guru melatih siswa untuk bekerja sama dan belajar bersama dalam kelompok,
hal ini bertujuan supaya siswa saling bertukar pikiran, bertukar pengalaman,
dan berbagi ilmu pengetahuan dengan temannya, karena dalam tahap ini
seluruh anggota kelompok dituntut untuk memahami materi sehingga dapat
menjawab soal-soal yang diberikan. Oleh karena itu, bagi siswa yang paham
tentang materi, diarahkan untuk mengajarkan siswa yang kurang paham
tentang materi yang dipelajari. Dalam berdiskusi kelompok, selain siswa
saling membantu dalam memahami materi pembelajaran, siswa juga dapat
memanfaatkan fungsi kelompok dalam kegiatan belajar untuk saling belajar,
berani mengajukan pendapat, pertanyaan dan jawaban serta siswa juga dapat
meningkatkan keterampilan sosial mereka. Interaksi yang baik akan
berpengaruh terhadap pemahaman individu mereka tentang konsep
pembelajaran.
75
Melanie D. Murmanto, Pembentukan Konsep Diri Siswa melalui Pembelajaran
Partisipatif (Sebuah Alternatif Pendekatan Pembelajaran di Sekolah Dasar), Jurnal Pendidikan
Penabur No. 08/Th.VI/Juni 2007, h. 70
Selain berdiskusi kelompok siswa juga diberikan kesempatan untuk
mempresentasikan hasil diskusi mereka. Siswa pada masing-masing
kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, mengemukakan
berbagai macam alasan yang mendukung hasil diskusi mereka dan membahas
topik untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh gurunya dalam LKS.
Kemudian siswa pada masing-masing kelompok menuliskan jawaban soal-
soal yang terdapat pada LKS di papan tulis dan menjelaskan langkah-langkah
pengerjaannya pada siswa yang lain. Jika masih ada siswa yang belum
mengerti selama pembelajaran berlangsung, siswa yang lain diminta untuk
membantunya, sedangkan guru hanya membantu ketika tidak ada siswa lain
yang dapat meneruskannya. Hal ini bertujuan membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara kompleks,
dimana guru menyampaikan penjelasan secara singkat tentang teori dan
konsep serta mengoreksi jika terdapat kesalahpahaman siswa.
Dalam penelitian ini, pada pembelajaran dengan pendekatan konsep
guru menggunakan metode eksperimen yang dapat membuat proses
pembelajaran lebih menarik sehingga siswa terfokus perhatiannya dan
termotivasi untuk mengetahui lebih jauh konsep yang sedang dipelajarinya
sehingga hasil belajar menjadi lebih baik. Kegiatan eksperimen sangat
diperlukan dalam pembelajaran kimia karena dapat membantu siswa dalam
memahami konsep yang dipelajari maupun meningkatkan proses kegiatan
pembelajaran. Penggunaan alat eksperimen dalam kegiatan pembelajaran
bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep kimia
yang dipelajari agar siswa behadapan dengan konsep nyata bukan hanya
sekedar teori.76
Sedangkan pada kelas kontrol, guru lebih menekankan pada upaya
bagaimana siswa dapat menguasai konsep yang dipelajari. Penyampaian
materi yang hanya menggunakan metode demonstrasi dan dipadukan dengan
sistem ceramah membuat siswa menjadi kurang tertarik dan tidak terfokus
76
Wasis Sucipto, Eksperimentasi Pembelajaran Konsep Kalor Menggunakan Peralatan
Sederhana, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol. 3. No. 2. Juli 2005. h. 103
perhatiannya. Mereka tidak terlalu fokus pada apa yang disampaikan oleh
guru. Siswa hanya memperoleh informasi berdasarkan penjelasan guru, guru
lebih berperan sebagai instruktur yang melakukan proses pembelajaran
daripada sebagai fasilitator. Siswa cenderung pasif dan tidak memperoleh
pengalamannya sendiri. Hal tersebut berakibat pada pemahaman konsep yang
didapat. Konsep yang disampaikan oleh guru yang kurang maksimal
mengakibatkan tahap diskusi kurang berjalan maksimal. Banyak siswa yang
masih belum paham tentang konsep yang telah disampaikan, hanya terdapat
satu atau dua siswa saja yang paham dari tiap kelompok dan mereka hanya
fokus mengerjakan LKS bukan menjelaskan pada anggota lainnya yang
belum mengerti tentang konsep yang sedang dipelajarinya.
Dari tahap-tahap yang telah dilakukan pada pembelajaran dengan
pendekatan konsep, siswa dilatih untuk aktif melakukan kegiatan, aktif
berpikir, dan aktif dalam mengungkapkan suatu ide, sehingga tidak ada siswa
yang mendominasi dan tidak ada siswa yang diam saja. Sedangkan guru
hanya membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan siswa berjalan
lancar. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep adalah
pembelajaran yang menekankan agar siswa dapat berpikir sehingga
memahami konsep pelajaran, bukan sekedar menerima, mendengar, dan
mengingat.
Pada pembelajaran dengan pendekatan konsep, siswa dituntut terlibat
aktif dalam proses belajar dan mengajar dalam upaya menemukan
pengetahuan, konsep, dan kesimpulan tentang konsep yang sedang dipelajari.
Guru di sini tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimiliki guru
melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Di
dalam kelas, guru menciptakan persoalan, membimbing siswa dan
membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya. Guru sebagai
seorang fasilitator harus mampu untuk menggabungkan semua unsur
pembelajaran agar siswa menjadi tertarik terhadap pembelajaran sehingga
dapat mempengaruhi hasil belajarnya.
Dari data dan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penggunaan metode yang sesuai dengan pendekatan konsep telah
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Hal ini membuktikan bahwa kesesuaian antara metode
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan karakteristik belajar siswa
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konsep terhadap hasil belajar kimia siswa. Hal ini
dapat dilihat dari rata-rata hasil posttest kelas eksperimen lebih tinggi
daripada rata-rata hasil posttest kelas kontrol, yaitu 77,67 untuk kelas
eksperimen dan 64,32 untuk kelas kontrol dan pada uji hipotesis dengan
menggunakan uji “t” didapat nilai thitung sebesar 3,94, sehingga nilai thitung
lebih besar dari nilai ttabel yaitu sebesar 0,99. Maka dapat dikatakan bahwa
thitung > ttabel berarti hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho)
ditolak.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dalam penelitian ini adalah:
1. Guru diharapkan mempunyai kemampuan dalam memilih
model/metode/pendekatan yang sesuai dengan materi yang diajarkan
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Guru hendaknya menggunakan pendekatan konsep sebagai salah satu
pendekatan dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan hasil
belajar siswa karena pendekatan konsep berpengaruh positif terhadap
hasil belajar siswa.
3. Guru hendaknya lebih memahami dan mengenal siswa secara mendalam,
sehingga dapat menggunakan pendekatan konsep ini lebih efektif.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah
pembelajaran dengan pendekatan konsep dapat memberikan hasil belajar
yang lebih baik pada materi pelajaran kimia pada konsep yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Sofan dan Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan
Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka cipta
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung:
PT. Remaja Rosda Karya
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka